Andrea tengah bersiap-siap. Ia menyisir kembali rambutnya yang tampak rapi dengan jepitan lucu yang menahan poninya. Ia meraih tas sekolahnya lalu beranjak keluar dari kamarnya. Ia mendesah berat. Lagi-lagi ia sendirian dirumah. Kedua orang tuanya sudah tiga hari kembali ke Pontianak tempat dimana sang ayah bekerja. Ia kembali ditinggal dirumah sendiri dengan seorang pembantu yang bernama Bibi Iyem.
“Eh non Drea udah siap-siap mau berangkat. Sarapan dulu non. Bibi udah siapin nasi goreng sosis kesukaan non.” Andrea langsung duduk manis di kursi meja makan sambil menyendok nasi goreng sosis kesukaannya.
“Yummy bi. Kok Drea bikin sendiri ngga seenak buatan bibi sih.” ucap Drea sambil mengunyah sarapannya. Bi Iyem menaruh segelas susu putih segar yang baru saja di ambil dari dalam kulkas.”Nanti juga non Drea pinter masaknya. Itu hanya tinggal mengasah kemampuan aja.” sahut Bi Iyem.
“Sok cepetan non sebentar lagi den Hendra jemput non.” Andrea melahap sarapannya hingga tandas. Tak lupa segelas susu full cream pun berhasil masuk ke dalam perutnya. Tak berapa lama sebuah klakson motor pun terdengar. Hendra kakak sepupunya datang menjemput. Andrea segera berpamitan kepada Bi Iyem lalu berangkat sekolah bersama Hendra.
Sejak pindah dan menetap di Bandung, Andrea bersekolah di sekolah khusus wanita. Masih satu yayasan dengan sekolah Hendra, hanya saja ia bersekolah di SMA umum. Jarak dari rumah dan sekolah hanya ditempuh 20 menit dengan sepeda motor. Hendra pun menghentikan motornya di depan gerbang sekolah Andrea. Gadis itu turun dari motor lalu melepas helmnya. “Makasih ya mas.” ucap Andrea sambil menyerahkan helm.
“Sama-sama. Oiya nanti kamu pulang jam berapa? Mas mau latihan basket dulu pulang seklah. Takut kamu kelamaan tunggu.”
“Seperti biasa sih jam satuan. Oh gitu ya udah mas latihan aja, Drea pulang sendiri nanti naik angkot.”
“Yakin kamu pulang sendiri ngga nunggu mas selesai basket?” tanya Hendra tak yakin.
“Yakin. Drea udah tahu jalur angkotnya. Tenang aja. Lagian aku ngga mau nunggu lama. Mending pulang langsung.”
“Ya udah hati-hati dijalan. Kabarin mas sebelum pulang pokoknya biar mas tenang.” Andrea mengacungkan jempolnya sambil tersenyum manis. Ia pun segera masuk ke dalam sekolahnya dan Hendra pun melajukan motornya menuju sekolahnya.
***
“Hai genks… Good morning.” sapa Hendra kepada Kevin, Andre dan Hilman yang tengah duduk di meja masing-masing. Ketiganya bukannya membalas sapaan Hendra malah menatapnya dengan tatapan mencurigakan. “Woi jawab donk kalo ada orang yang nyapa. Diem-diem bae.” ucap Hendra lagi. Namun tak mendapat respon dari ketiga temannya.
“Ada apa sih kok lihatinnya kayak gitu banget.” tanya Hendra penasaran.
“Kamu pengkhianat.” Ucap Hilman. Hendra mengerutkan keningnya. “Maksudnya?”
“Udah deh jangan pura-pura bego. Kalo emang udah punya pacar ngaku aja. Toh kita udah janji kan saling terbuka.” ucap Andre.
“Aduh apaan sih ini. Kalian ngomongin apa? Punya pacar gimana? Kalian sendiri tahu kalo masih jomblo dan kepengen fokus dulu sama ujian nasional. Mana ada niat pacaran.”
“Udah Dra kalo punya bilang aja punya. Kita seneng malah kalo memang kamu punya pacar. Tenang aja kita ngga akan nikung cewek mu kok.” Kali ini Kevin yang angkat bicara. Andre dan Hilman mengiyakan.
“Ya Tuhan! Aku ngga tahu kenapa aku harus jelasin ini sama kalian. Aku juga ngga tahu kalian dapet gosip dari mana yang jelas aku emang masih jomblo dan masih ingin fokus sama ujian yang udah semakin dekat. Titik.”
Kevin, Andre dan Hilman saling berpandangan. “Kamu yakin?” sahut ketiganya.
“Iya yakin 100%. Kalian ini kenapa sih. Kalo ada masalah ngomong langsung jangan berbelit-belit kayak gini. Bikin pusing tahu ngga. Baru datang udah ditodong yang ngga ngga.” sungut Hendra kesal.
“Sorry Bro kita cuma mau pastiin aja. Soalnya si Andre sama Hilman ngga sengaja lihat kamu boncengin cewek tadi. Ya kalo emang bener itu pacar kamu ya kita sebagai teman ikut senang.” Jelas Kevin sambil merangkul pundak Hendra.
“Boncengin cewek? Kalian lihat dimana?” tanya Hendra sambil menatap Andre dan Hilman.
“Tadi di pengkolan deket yang ada warung ngga jauh dari sekolah cewek. Kita berdua lihat kamu turunin cewek di depan gerbang. Tadinya mau kita samperin tapi ngga jadi.”
“Yakin itu bukan pacar kamu Dra?”
“Bukan ya Tuhan. Dia sepupu aku. Baru pindah ke Bandung awal sementer ini.” Jelas Hendra. Karena ketiga sohibnya sudah mulai berprasangka yang ngga ngga, akhirnya Hendra pun menjelaskan kalau yang dia antar tadi adalah Andrea, sepupunya yang dulu tinggal di Pontianak. Karena sejak kecil kedua orang tua Andrea sering pindah-pindah tempat kerja, Andrea sering pindah-pindah sekolah dan tak punya banyak teman.
Sejak masuk SMA, Andrea memilih untuk menetap di Bandung, sedangkan kedua orang tuanya di Pontianak. Ia dan sang mama membantu menjaga Andrea dikala orang tuanya tidak tinggal bersamanya. “Oh jadi gitu ceritanya. Tak kira itu pacarmu Dra. Cantik bener.” Puji Hilman.
“Iyalah cantik. Kamu ngga lihat kakaknya ganteng kayak gini.” Sahut Hendra narsis.
“Idiih… males.” Hendra tertawa. “Awas ya kalo kalian suka sama adik aku. Ngga boleh pokoknya.”
“Kenapa?” tanya Kevin penasaran.
“Karena aku tahu sifat dan sikap kalian. Aku ngga mau adik aku terjerumus dalam perangkap cinta kalian. Kasian dia anak baik-baik. Pokoknya kalau diantara kalian ada yang suka jangan harap aku ngijinin kalian pacaran sama adik aku.”
“Lah kalo anaknya juga mau, emang kamu berani larang?” tantang Kevin.
“Beranilah. Dia pasti dengerin apa kata kakaknya. Dia pasti tahu kakaknya ngga mungkin menjerumuskan dirinya.”
“Iyain aja lah biar cepet.” ucap Kevin malas. Belum sempat membalas omongan Kevin, Pak Samir sudah masuk ke dalam kelas. Mereka berempat pun mulai fokus dengan pelajar pertamanya.
***
Sepulang sekolah…
“Andrea…Tunggu.” teriak Salsa sambil berlari menghampiri Andrea yang sudah berjalan jauh di depan. Andrea melambaikan tangannya. “Ayo buruan.” Salsa pun semakin bergegas menghampiri temannya.
“Kamu ngga dijemput?” tanya Salsa.
“Ngga. Kakak aku ada latihan basket pulang sekolah. Aku pulang sendiri aja.”
“Ya udah bareng aku aja. Eh boleh mampir ngga?”
“Boleh donk. Yuk buruan naik angkot sebelum keburu ujan.” ucap Andrea saat melihat sebuah angkot berhenti di pinggir jalan. Keduanya pun naik angkot kearah rumahnya. Sepanjang jalan keduanya saling bercakap. Tak lama keduanya turun didepan gerbang rumahnya. Ia mengajak Salsa masuk kerumah.
“Makasih ya udah jadi teman pertama yang mau main dirumahku.” Ucap Andrea saat Salsa akan beranjak pulang.
“Sama-sama Drea. Aku juga senang kok. Lain kali aku boleh main lagi kan.”
“Ya boleh donk. Kamu kan tahu aku tinggal berdua sama bibi dirumah.”“Siaplah. Mungkin kalo dibolehin aku nginep juga ya hehe.”
“Oke aku tunggu. Hati-hati dijalan Salsa.” Andrea melambaikan tangannya. Salsa pun pulang dijemput oleh sebuah mobil milik keluarganya dan ia pun kembali masuk ke dalam rumah.
***
TBC
Sudah beberapa hari ini Kevin tampak murung dan tak bersemangat. Ia belum juga bisa menemukan keberadaan gadis pujaan hatinya yang sudah membuat dunianya jungkir balik 180 derajat. “Kapan ya aku bisa ketemu kamu lagi gadis manis?” gumam Kevin dalam lamunannya. Sementara itu, Andrea tengah bermain di rumah Hendra. Ia menemani tantenya membuat kue untuk arisan nanti sore di rumah.Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Mas Hendra punya buku Fisika ngga? Pinjam donk.” ucap Andrea saat melihat Hendra tengah menonton siaran ulang grup sepak bole kesukaannya.“Ngga punya. Mas kan masuk IPS neng bukan IPA. Mana punya buku-buku anak IPA.” jawab Hendra sambil menoleh kearah Andrea.
“Kamu kemana tadi? Mas telepon ngga diangkat. Mas samperin ke rumah kata si bibi kamu udah berangkat ke toko buku. Kamu pergi sama siapa tadi?” cecar Hendra. Yang ditanya malah acuh tak acuh. Ia memilih menikmati makan malam buatan tantenya dibanding menjawab pertanyaan kakaknya.“Drea, jawab donk kalo mas tanya. Kamu tadi jadi pergi ngga? Sama siapa perginya?” tanya Hendra lagi. Andrea meletakkan sendoknya. Ia menatap Hendra yang tak sabar menanti jawabannya.“Aku jadi pergi ke toko buku, diantar sama seseorang. Soalnya aku minta tolong kakak ku tapi malah ngga nongol-nongol. Ya udah aku pergi sama yang lain.” Jawab Andrea kesal.
Sejak hari itu, Kevin rutin mengantar dan menjemput Andrea. Meski masih ketus dan jutek, nyatanya Andrea senang berdekatan dengan Kevin. Meski hubungan mereka belum ada kemajuan apa-apa tapi setidaknya Kevin tak perlu cari-cari alasan untuk ketemu Andrea.“Drea… tunggu.” Teriak Salsa melihat Andrea yang baru saja diantar kekasihnya. Andrea menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Salsa pun turun dari mobilnya. Ia berlari menghampiri Andrea.“Duh yang udah ada yang antar-jemput mah beda euy. Bilang ngga jadian tapi lengket banget.” ucap Salsa sambil tersenyum.“Yang pacaran siap
Sepanjang jalan, Hendra tak mengajak Andrea bicara. Biasanya Hendra akan mengajaknya bicara apapun bahkan bercanda sepanjang perjalanan ke sekolah. Mengusir kebosanan dan lamanya waktu tempuh dari rumah ke sekolah di kala terjebak macet.Tapi pagi ini, Hendra tampak bungkam. Andrea tampak bosan terjebak macet tanpa di ajak bicara sedikitpun oleh Hendra. “Duh pegel.” ucap Andrea memulai percakapan.Hendra yang tengah fokus melihat jalanan hanya melirik sekilas ke belakang melalui kaca spion motornya. Tanpa bicara ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan. Andrea semakin kesal. Ia paling tidak suka jika di diamkan
“Tunggu mas Hendra?” tanya Salsa saat melihat Andrea berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu mengangguk. “Kamu belum pulang? Supir yang jemput kamu telat datang?” Andrea celingak-celinguk mencari keberadaan mobil mewah berwarna silver yang biasa mengantar-jemput temannya.“Ngga tahu nih. Tumben Mang Jajang telat jemput. Aku telpon ponselnya ngga aktif.”“Terus gimana donk? Masa kamu nunggu di sekolah sendirian? Udah mulai sepi nih.”“Gapapa kamu pulang duluan aja. Aku tunggu Mang Jajang. Tapi kalau belum datang juga ya terpaksa naik angkutan umum.”
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
Hendra memencet tombol remote TV. Entah apa yang tengah ia cari sampai berulang kali memindahkan siaran TV. Saking kesalnya tak menemukan yang menarik perhatiannya ia membanting remote ke sofa. Ia mendecak kesal dan baru sadar kalau Andrea belum juga balik kerumah. Gadis itu pamit untuk mengambil pesanan makanan yang ia pesan dari layanan ojek online. "Mana sih ini anak. Keluar ambil pesanan makan aja lama bener." Ucap Hendra kesal. "Ambil pesanan aja lama bener. Di Baghdad gitu ngambilnya." Gerutu Hendra.
“Ya ampun Sa kita khawatir banget tahu. Kok ngga kasih kabar sih kalo elo sakit.” Cecar Andrea saat bertemu dengan Salsa di rumah sakit.“Tahu nih Salsa. Kirain gue elo mabal, Sa.
“Eugh…” lenguh Salsa yang mulai siuman.“Dek… Bangun sayang.” Seru Indah sambil mengelus lengan putrinya. Salsa menggerakkan bola matanya mencoba untuk membuka mata namun terasa berat. Kedua mata bergerak perlahan membuka sedikit demi sedikit sambil menyesuaikan diri dengan cahaya.“Ma…” ucapnya.
Setibanya di rumah. "Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Mirna melihat putranya pulang dengan lemas dan muka sedih. "Gpp." jawabnya singkat. Hendra memilih langsung naik ke lantai dua kamarnya. Mirna mengerutkan dahi. "Kenapa sih tuh anak? Pulang ke rumah bete banget mukanya." Hendra menutup pintu kamarnya. Tubuhnya tidak seringan tadi pagi. Hatinya sakit karena penolakan Salsa. Ia memilih tidur untuk menghilangkan kegundahan hatinya namun tidak berhasil. Ia semakin gundah dan resah.&nb
Setibanya di minimarket depan kompleks rumahnya, baik Hendra maupun Salsa tampak canggung satu sama lain. Hendra hanya mengintili gadis itu yang tengah asik memilih camilan yang seharusnya tidak ia beli karena mamanya sudah menyediakan banyak camilan kesukaannya di rumah.Entah apa yang ada dipikirannya saat tadi ia keluar rumah menemui Hendra. Yang terlintas di pikirannya hanyalan membeli camilan dan disinilah mereka."Kak mau jajan camilan juga?" tanya Salsa membuka obrolan. Lagi pula sudah tak ada yang ingin ia beli lagi. Hanya sekotak yoghurt plain dan sebungkus kuaci dalam keranjang yang ia bawa."Hm... apa?""Kakak mau beli jajanan? Aku cuma mau beli ini aja." ucap Salsa sambil menunjukkan isi keranjang belanjanya.
“Sarapan udah siap, Tuan Putri.” Ucap Kevin sambil meletakkan piring yang berisikan omelete buatannya untuk kekasih tercinta. Andrea bertepuk tangan. “Yeaaay… Makasih sayang udah buatin sarapan buat aku.” Ucap Andrea tanpa sadar memanggil Kevin dengan sebutan sayang.“Apa? Kamu bilang apa tadi?” tanya Kevin tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.“Hm… Apaan?” ucap Andrea sambil mengunyah omelete buatan Kevin.“Itu… Tadi yang kamu bilang, yank. Kamu bilang sayang ke aku. Coba ulangi lagi.” Pinta Kevin.“Sayang? Ngaco ah
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k