Sejak hari itu, Kevin rutin mengantar dan menjemput Andrea. Meski masih ketus dan jutek, nyatanya Andrea senang berdekatan dengan Kevin. Meski hubungan mereka belum ada kemajuan apa-apa tapi setidaknya Kevin tak perlu cari-cari alasan untuk ketemu Andrea.
“Drea… tunggu.” Teriak Salsa melihat Andrea yang baru saja diantar kekasihnya. Andrea menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Salsa pun turun dari mobilnya. Ia berlari menghampiri Andrea.
“Duh yang udah ada yang antar-jemput mah beda euy. Bilang ngga jadian tapi lengket banget.” ucap Salsa sambil tersenyum.
“Yang pacaran siap
Sepanjang jalan, Hendra tak mengajak Andrea bicara. Biasanya Hendra akan mengajaknya bicara apapun bahkan bercanda sepanjang perjalanan ke sekolah. Mengusir kebosanan dan lamanya waktu tempuh dari rumah ke sekolah di kala terjebak macet.Tapi pagi ini, Hendra tampak bungkam. Andrea tampak bosan terjebak macet tanpa di ajak bicara sedikitpun oleh Hendra. “Duh pegel.” ucap Andrea memulai percakapan.Hendra yang tengah fokus melihat jalanan hanya melirik sekilas ke belakang melalui kaca spion motornya. Tanpa bicara ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan. Andrea semakin kesal. Ia paling tidak suka jika di diamkan
“Tunggu mas Hendra?” tanya Salsa saat melihat Andrea berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu mengangguk. “Kamu belum pulang? Supir yang jemput kamu telat datang?” Andrea celingak-celinguk mencari keberadaan mobil mewah berwarna silver yang biasa mengantar-jemput temannya.“Ngga tahu nih. Tumben Mang Jajang telat jemput. Aku telpon ponselnya ngga aktif.”“Terus gimana donk? Masa kamu nunggu di sekolah sendirian? Udah mulai sepi nih.”“Gapapa kamu pulang duluan aja. Aku tunggu Mang Jajang. Tapi kalau belum datang juga ya terpaksa naik angkutan umum.”
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
“Sarapan udah siap, Tuan Putri.” Ucap Kevin sambil meletakkan piring yang berisikan omelete buatannya untuk kekasih tercinta. Andrea bertepuk tangan. “Yeaaay… Makasih sayang udah buatin sarapan buat aku.” Ucap Andrea tanpa sadar memanggil Kevin dengan sebutan sayang.“Apa? Kamu bilang apa tadi?” tanya Kevin tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.“Hm… Apaan?” ucap Andrea sambil mengunyah omelete buatan Kevin.“Itu… Tadi yang kamu bilang, yank. Kamu bilang sayang ke aku. Coba ulangi lagi.” Pinta Kevin.“Sayang? Ngaco ah
Setibanya di minimarket depan kompleks rumahnya, baik Hendra maupun Salsa tampak canggung satu sama lain. Hendra hanya mengintili gadis itu yang tengah asik memilih camilan yang seharusnya tidak ia beli karena mamanya sudah menyediakan banyak camilan kesukaannya di rumah.Entah apa yang ada dipikirannya saat tadi ia keluar rumah menemui Hendra. Yang terlintas di pikirannya hanyalan membeli camilan dan disinilah mereka."Kak mau jajan camilan juga?" tanya Salsa membuka obrolan. Lagi pula sudah tak ada yang ingin ia beli lagi. Hanya sekotak yoghurt plain dan sebungkus kuaci dalam keranjang yang ia bawa."Hm... apa?""Kakak mau beli jajanan? Aku cuma mau beli ini aja." ucap Salsa sambil menunjukkan isi keranjang belanjanya.
Setibanya di rumah. "Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Mirna melihat putranya pulang dengan lemas dan muka sedih. "Gpp." jawabnya singkat. Hendra memilih langsung naik ke lantai dua kamarnya. Mirna mengerutkan dahi. "Kenapa sih tuh anak? Pulang ke rumah bete banget mukanya." Hendra menutup pintu kamarnya. Tubuhnya tidak seringan tadi pagi. Hatinya sakit karena penolakan Salsa. Ia memilih tidur untuk menghilangkan kegundahan hatinya namun tidak berhasil. Ia semakin gundah dan resah.&nb