“Kamu kemana tadi? Mas telepon ngga diangkat. Mas samperin ke rumah kata si bibi kamu udah berangkat ke toko buku. Kamu pergi sama siapa tadi?” cecar Hendra. Yang ditanya malah acuh tak acuh. Ia memilih menikmati makan malam buatan tantenya dibanding menjawab pertanyaan kakaknya.
“Drea, jawab donk kalo mas tanya. Kamu tadi jadi pergi ngga? Sama siapa perginya?” tanya Hendra lagi. Andrea meletakkan sendoknya. Ia menatap Hendra yang tak sabar menanti jawabannya.
“Aku jadi pergi ke toko buku, diantar sama seseorang. Soalnya aku minta tolong kakak ku tapi malah ngga nongol-nongol. Ya udah aku pergi sama yang lain.” Jawab Andrea kesal.
“Iya mas tahu mas minta maaf. Mas tadi tuh telpon si Kevin yang katanya mau datang. Tapi ditungguin ngga nongol juga itu anak. Maaf dek.”
Kevin.
Apa yang di maksud Hendra itu adalah Kevin yang ia kenal?!
Ah… Ngga mungkin. Nama Kevin kan banyak. Pikir Andrea.
“Kan mas tahu aku butuh cepet buat ngerjain peer. Mas juga sanggup anter aku beli buku. Giliran aku tungguin mas ngga muncul-muncul. Aku telpon juga sibuk. Kebetulan ada yang mau antar, ya udah aku pergi sama dia.”
“Siapa orangnya? Apa mas kenal?”
“Ngapain tanya-tanya. Aku bete sama mas.” ucap Andrea sambil beranjak dari meja makan meninggalkan Hendra. “Woy… Mas belum kelar tanyanya. Andrea!”
***
Pagi-pagi sekali, Kevin sudah bersiap untuk berangkat sekolah. Sang mama yang biasanya akan berteriak membangunkan anak laki-lakinya itu tampak kaget saat masuk ke kamar dan mendapati putranya sudah rapi dan tampan. “Wow… Tumben pagi ini mama ngga teriak-teriak buat bangunin kamu.” Ucap Erika mamanya Kevin.
“Iya donk. Mulai hari ini mama tenang aja. Mama cukup siapin sarapan buat Kevin. Ngga usah bangunin Kevin lagi, karena Kevin akan bangun lebih pagi.” Kevin mencuil dagu sang mama. Ia pun bergegas turun ke dapur untuk menyantap sarapannya. Maya sang mama hanya bisa melongo melihat perubahan diri putranya itu.
“Puji Tuhan… Tumben banget itu anak. Ada apa ya?” gumam Maya.
Mendengar teriakan putranya dari arah dapur, ia pun pergi meninggalkan kamar dan segera menghampiri suami dan anaknya yang sudah duduk rapi di meja makan. Obrolan-obrolan ringan tercipta diantara keluarga kecil itu.
***
Sementara itu, Andrea sudah rapi dengan pakaian seragamnya mulai keluar dari rumah. Seperti biasa Bi Iyem mengantarkan gadis manis itu ke teras rumah. Tiba-tiba Bi Iyem memanggil Andrea yang tengah mengenakan sepatu. “Non…Non… sini Non.” Teriak bi Iyem dari arah teras.
“Kenapa Bi? Bentar. Tanggung nih.” sahut Andrea.
Ia pun bergegas memakai sepatu dan segera menghampiri Bi Iyem. “Apaan sih Bi. Pagi-pagi udah teriak-teriak deh.”
“Itu Non ada yang jemput Non.” Jawab Bi Iyem.
“Oh Mas Hendra udah dateng? Tumben dia gercep.”
“Bukan non. Ini beda lagi. Bibi kok baru lihat ya.” Sontak saja Andrea menoleh kearah gerbang rumahnya. Kevin. Pria tampan itu sudah duduk manis di atas motor yang kemarin mengantarnya membeli buku.
Kevin? Ngapain tuh orang pagi-pagi udah disini?!
“Siapa tuh non? Pacar non Drea ya. Ganteng amat pacarnya.” goda Bi Iyem sambil menyenggolkan bahunya ke bahu Andrea. Dari kejauhan Kevin sudah menyunggingkan senyum menawan dan melambaikan tangan ke arah Andrea.
“Balas donk non lambaian kakangnya. Kok malah di cuekin.” goda Bi Iyem lagi yang semakin membuat Andrea salah tingkah. “Ih apaan sih Bi. Dia bukan pacar aku.” ucap Andrea ketus. Ia pun pergi meninggalkan Bi Iyem yang tampak penasaran.
“Ciyee malu-malu kucing di jemput bebebnya.” ucap Bi Iyem yang terdengar olah Andrea.
“Bi Iyem berisik!” Bi Iyem tertawa melihat wajah putri majikannya bersemu merah.
Dengan malas Andrea keluar dari pagar. Kevin menghampiri dirinya. Sempat terjadi perdebatan diantara mereka yang berujung Andrea kembali naik ke motor Kevin.
***
KEVIN POV
Setelah sarapan, aku pun pamit ke papa dan mama untuk berangkat ke sekolah. Masih terlalu pagi memang, tapi demi dia gue rela bangun subuh terus jemput dia dirumahnya. Duh makin ngga sabar deh ketemu pacar eh calon pacar ding.
“Jam segini kamu udah berangkat, ngga kepagian Vin.” tanya mama saat aku sedang memanaskan motor kesayanganku di garasi.
“Ngga donk. Malah takut telat jemput nih. Udah ya Ma berangkat dulu. Dah mama.” Segera ku naiki motor kesayanganku, helm langsung ku pasang dan segera ku lajukan motor menuju rumah si cantik. Terdengar teriakan mama yang penasaran dengan siapa yang akan ku jemput.
“ Hei… Kevin. Kamu mau jemput siapa nak. Heyy..” teriak mama.
Pagi itu aku bersenandung. Ku lajukan motorku sedikit lebih cepat untuk segera tiba di rumah dia. Ku lirik jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 6.25 wib. Ku harap aku tidak terlambat menjemput. Andai saja kemarin aku berhasil mendapatkan nomornya, pasti sudah ku telpon untuk memberi tahu kalau aku sudah di depan rumahnya.
Tak sampai lima menit aku duduk menunggu di depan gerbang rumah, tak lama pintu rumah pun di buka. Seorang wanita paruh baya keluar dari sana. Aku langsung memasang senyum semanis mungkin. Apa ibu itu mamanya? Wah gawat kalo benar mamanya. Harus bersikap baik nih sama mertua biar bisa gaet anaknya.
Ku perhatikan ibu-ibu itu tampak histeris melihatku. Aku jadi bingung sendiri. Ku tatap kaca spion motor dan memperhatikan penampilanku, tampaknya tak ada yang aneh dengan penampilanku. Yang ku tunggu-tunggu pun tiba. Si cantik kesayanganku muncul dari dalam rumah.
Seragam pink kotak-kotak?! Seingatku aku pernah melihat seragam itu dimana ya? Oh dia murid SMA Yasinta. OMG itu kan sebelahan sama sekolah gue. Gumamku dalam hati.
Si cantiknya aku berjalan ke arah ku dengan malu-malu dan muka yang merah merona. Ku hampiri dia dengan senyum menawanku. Seperti biasa pas awal ketemu, juteknya langsung keluar. Tapi malah makin lucu.
“Hai cantik. Met pagi.” Sapa ku riang.
“Ngapain kamu pagi-pagi kesini. Ngga sekolah.”
“Sekolah donk…”
“Terus sekolah mu di rumah ku gitu.” Serobotnya.
“Ya elah cantik. Makanya jangan potong dulu. Pagi-pagi udah jutek aja. Nanti cantiknya ilang loh.
“Gombal. Udah sana aku mau berangkat. Ngga ada waktu ladenin kamu.”
“Aku antar ya. Sekolah kita sejalur kok. Kamu anak SMA Yasinta kan, aku SMA Kartini. Jalur kita searah kok. Yuk berangkat sekarang sebelum telat.”
“Ngga mau. Aku mau bareng mas Hendra, ngga mau bareng kamu.” tolaknya membuat hatiku panas karena ia memilih pergi dengan pria lain.
“Sama aku aja ya, Please.”
“Kok kamu maksa sih.”
“Ya kalo ngga maksa kamu mana mau berangkat bareng aku. Please donk cantik.”
Sumpah baru kali ini gue memohon kayak gini sama yang namanya cewek. Dulu mana mau gue mohon-mohon kayak gini. Ngga akan sudi. Tapi demi neneng cantik, Abang Kevin rela memohon neng cantik untuk bisa Abang antar jemput.
Ia menatapku malas. Tapi aku tahu dia cuma jual mahal. “Tapi nanti aku bilang apa sama mas Hendra kalo aku dianter kamu.”
“Bilang aja diantar pacar. Lagian siapa sih mas Hendra? Pacar kamu ya.” ucapku dengan nada cemburu.
“yee bukanlah. Dia kakak sepupu aku.”
Sepupu Vin…Sepupu. Dia masih jomblo berarti.
“Ya udah yuk bareng Abang Kevin aja ya neng.” Aku terus membujuknya untuk mau aku antar ke sekolah. Meski dengan berat hati, akhirnya aku pun berhasil membuat si jutek nan cantik itu duduk di jok belakang motorku.
Ku pasangkan helm di kepalanya agar aman dalam perjalanan. Ku perhatikan wajahnya kembali merona karena malu. Tahan iman Vin, tahan. Kepengen cipok neng deh. Setelah memastikan si cantik duduk nyaman di belakang, aku pun segera menyalakan motor dan berlalu dari depan rumahnya. Tak lupa aku melambaikan tangan ke arah ibu-ibu yang masih setia menunggunya di teras rumah.
***
TBC
Sejak hari itu, Kevin rutin mengantar dan menjemput Andrea. Meski masih ketus dan jutek, nyatanya Andrea senang berdekatan dengan Kevin. Meski hubungan mereka belum ada kemajuan apa-apa tapi setidaknya Kevin tak perlu cari-cari alasan untuk ketemu Andrea.“Drea… tunggu.” Teriak Salsa melihat Andrea yang baru saja diantar kekasihnya. Andrea menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Salsa pun turun dari mobilnya. Ia berlari menghampiri Andrea.“Duh yang udah ada yang antar-jemput mah beda euy. Bilang ngga jadian tapi lengket banget.” ucap Salsa sambil tersenyum.“Yang pacaran siap
Sepanjang jalan, Hendra tak mengajak Andrea bicara. Biasanya Hendra akan mengajaknya bicara apapun bahkan bercanda sepanjang perjalanan ke sekolah. Mengusir kebosanan dan lamanya waktu tempuh dari rumah ke sekolah di kala terjebak macet.Tapi pagi ini, Hendra tampak bungkam. Andrea tampak bosan terjebak macet tanpa di ajak bicara sedikitpun oleh Hendra. “Duh pegel.” ucap Andrea memulai percakapan.Hendra yang tengah fokus melihat jalanan hanya melirik sekilas ke belakang melalui kaca spion motornya. Tanpa bicara ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan. Andrea semakin kesal. Ia paling tidak suka jika di diamkan
“Tunggu mas Hendra?” tanya Salsa saat melihat Andrea berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu mengangguk. “Kamu belum pulang? Supir yang jemput kamu telat datang?” Andrea celingak-celinguk mencari keberadaan mobil mewah berwarna silver yang biasa mengantar-jemput temannya.“Ngga tahu nih. Tumben Mang Jajang telat jemput. Aku telpon ponselnya ngga aktif.”“Terus gimana donk? Masa kamu nunggu di sekolah sendirian? Udah mulai sepi nih.”“Gapapa kamu pulang duluan aja. Aku tunggu Mang Jajang. Tapi kalau belum datang juga ya terpaksa naik angkutan umum.”
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
“Sarapan udah siap, Tuan Putri.” Ucap Kevin sambil meletakkan piring yang berisikan omelete buatannya untuk kekasih tercinta. Andrea bertepuk tangan. “Yeaaay… Makasih sayang udah buatin sarapan buat aku.” Ucap Andrea tanpa sadar memanggil Kevin dengan sebutan sayang.“Apa? Kamu bilang apa tadi?” tanya Kevin tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.“Hm… Apaan?” ucap Andrea sambil mengunyah omelete buatan Kevin.“Itu… Tadi yang kamu bilang, yank. Kamu bilang sayang ke aku. Coba ulangi lagi.” Pinta Kevin.“Sayang? Ngaco ah
Setibanya di minimarket depan kompleks rumahnya, baik Hendra maupun Salsa tampak canggung satu sama lain. Hendra hanya mengintili gadis itu yang tengah asik memilih camilan yang seharusnya tidak ia beli karena mamanya sudah menyediakan banyak camilan kesukaannya di rumah.Entah apa yang ada dipikirannya saat tadi ia keluar rumah menemui Hendra. Yang terlintas di pikirannya hanyalan membeli camilan dan disinilah mereka."Kak mau jajan camilan juga?" tanya Salsa membuka obrolan. Lagi pula sudah tak ada yang ingin ia beli lagi. Hanya sekotak yoghurt plain dan sebungkus kuaci dalam keranjang yang ia bawa."Hm... apa?""Kakak mau beli jajanan? Aku cuma mau beli ini aja." ucap Salsa sambil menunjukkan isi keranjang belanjanya.
Hendra memencet tombol remote TV. Entah apa yang tengah ia cari sampai berulang kali memindahkan siaran TV. Saking kesalnya tak menemukan yang menarik perhatiannya ia membanting remote ke sofa. Ia mendecak kesal dan baru sadar kalau Andrea belum juga balik kerumah. Gadis itu pamit untuk mengambil pesanan makanan yang ia pesan dari layanan ojek online. "Mana sih ini anak. Keluar ambil pesanan makan aja lama bener." Ucap Hendra kesal. "Ambil pesanan aja lama bener. Di Baghdad gitu ngambilnya." Gerutu Hendra.
“Ya ampun Sa kita khawatir banget tahu. Kok ngga kasih kabar sih kalo elo sakit.” Cecar Andrea saat bertemu dengan Salsa di rumah sakit.“Tahu nih Salsa. Kirain gue elo mabal, Sa.
“Eugh…” lenguh Salsa yang mulai siuman.“Dek… Bangun sayang.” Seru Indah sambil mengelus lengan putrinya. Salsa menggerakkan bola matanya mencoba untuk membuka mata namun terasa berat. Kedua mata bergerak perlahan membuka sedikit demi sedikit sambil menyesuaikan diri dengan cahaya.“Ma…” ucapnya.
Setibanya di rumah. "Kenapa kamu lemes gitu?" tanya Mirna melihat putranya pulang dengan lemas dan muka sedih. "Gpp." jawabnya singkat. Hendra memilih langsung naik ke lantai dua kamarnya. Mirna mengerutkan dahi. "Kenapa sih tuh anak? Pulang ke rumah bete banget mukanya." Hendra menutup pintu kamarnya. Tubuhnya tidak seringan tadi pagi. Hatinya sakit karena penolakan Salsa. Ia memilih tidur untuk menghilangkan kegundahan hatinya namun tidak berhasil. Ia semakin gundah dan resah.&nb
Setibanya di minimarket depan kompleks rumahnya, baik Hendra maupun Salsa tampak canggung satu sama lain. Hendra hanya mengintili gadis itu yang tengah asik memilih camilan yang seharusnya tidak ia beli karena mamanya sudah menyediakan banyak camilan kesukaannya di rumah.Entah apa yang ada dipikirannya saat tadi ia keluar rumah menemui Hendra. Yang terlintas di pikirannya hanyalan membeli camilan dan disinilah mereka."Kak mau jajan camilan juga?" tanya Salsa membuka obrolan. Lagi pula sudah tak ada yang ingin ia beli lagi. Hanya sekotak yoghurt plain dan sebungkus kuaci dalam keranjang yang ia bawa."Hm... apa?""Kakak mau beli jajanan? Aku cuma mau beli ini aja." ucap Salsa sambil menunjukkan isi keranjang belanjanya.
“Sarapan udah siap, Tuan Putri.” Ucap Kevin sambil meletakkan piring yang berisikan omelete buatannya untuk kekasih tercinta. Andrea bertepuk tangan. “Yeaaay… Makasih sayang udah buatin sarapan buat aku.” Ucap Andrea tanpa sadar memanggil Kevin dengan sebutan sayang.“Apa? Kamu bilang apa tadi?” tanya Kevin tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.“Hm… Apaan?” ucap Andrea sambil mengunyah omelete buatan Kevin.“Itu… Tadi yang kamu bilang, yank. Kamu bilang sayang ke aku. Coba ulangi lagi.” Pinta Kevin.“Sayang? Ngaco ah
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k