Sudah beberapa hari ini Kevin tampak murung dan tak bersemangat. Ia belum juga bisa menemukan keberadaan gadis pujaan hatinya yang sudah membuat dunianya jungkir balik 180 derajat. “Kapan ya aku bisa ketemu kamu lagi gadis manis?” gumam Kevin dalam lamunannya. Sementara itu, Andrea tengah bermain di rumah Hendra. Ia menemani tantenya membuat kue untuk arisan nanti sore di rumah.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Mas Hendra punya buku Fisika ngga? Pinjam donk.” ucap Andrea saat melihat Hendra tengah menonton siaran ulang grup sepak bole kesukaannya.
“Ngga punya. Mas kan masuk IPS neng bukan IPA. Mana punya buku-buku anak IPA.” jawab Hendra sambil menoleh kearah Andrea.
“Duh siapa ya yang punya? Teman-teman mas ngga ada yang IPA? Aku ada PR Fisika nih tapi bukunya ngga punya. Tadinya kalo mas punya aku mau pinjam, kan lumayan ngga perlu beli.”
“Teman-teman mas anak IPS semua. Ya udah nanti mas tanya ke anak IPA deh buat pinjam bukunya.” ucap Hendra namun di tolak Andrea. “Ngga usah mas. Mending aku cari aja ke Gramedia atau ngga pasar Palasari deh. Mas besok ada acara maen sama teman ngga? Kalo ngga temani aku cari buku ya.” ucap Andrea.
(FYI Pasar Palasari di Bandung itu bukan pasar seperti umumnya ya yang becek dan jorok. Itu pasar khusus menjual buku-buku berbagai macam dengan harga murah meriah. Tak hanya buku-buku sekolah atau kuliah yang tersedia disana, buku-buku pengetahuan umum bahkan hingga komik, majalah ataupun novel di jual disana. Kalo di Gramedia kita ngga bisa tawar-menawar, nah disana kita bisa tawar menawar. Asik deh kalo belanja buku di Pasar Palasari Bandung. Yang sering beli buku disana pasti udah tahu Pasar Palasari.)
“Ada sih si Kevin mau datang. Lagi gabut tuh anak gara-gara cewek. Mau berangkat jam berapa? Biar mas kasih tahu si Kevin untuk datang agak siang setelah mas anter kamu beli buku.”
“Jam 10 an ya mas. Makasih loh. Mas ku ini memang the best.” Puji Andrea sambil mengacungkan kedua jempolnya. Hendra dan Mirna tertawa. Andrea kembali melanjutkan acara membuat kue dan beberapa masakan bersama Mirna.
Pukul tiga sore Andrea sudah kembali ke rumah Mirna setelah membersihkan diri dirumah. Ia menyambut tamu-tamu yang datang ke rumah untuk mengadakan arisan komplek. Andrea hadir disana untuk mewakili mamanya yang kini sudah tinggal di Pontianak tapi masih rutin mengikuti arisan di komplek.
***
Keesokan paginya Andrea bersiap-siap karena sebentar lagi Hendra akan menjemputnya. Ia bergegas mengambil tasnya lalu keluar dari kamar. Disana ia sudah disambut oleh masakan Bi Iyem yang menggugah seleranya. Andrea menyantap sarapannya dengan lahap lalu berpamitan. Ia menunggu Hendra di luar gerbang rumahnya.
Sementara itu, Hendra tampak kesulitan menghubungi Kevin. Ia menelpon Kevin berulang kali tapi bocah nakal itu tidak mengangkat teleponnya. Kevin yang tidak merasa ponselnya bergetar tengah asik mengemudikan motornya menuju rumah Hendra. Begitu masuk ke dalam kompleks perumahan Hendra, ia tersenyum lebar saat kedua matanya melihat seorang gadis yang tengah berdiri di depan sebuah rumah.
Pucuk di cinta ulam pun tiba. Kevin yang tampak tak bersemangat langsung mengemudikan motornya lebih cepat agar segera tiba di depan gadis pujaannya. “Eh ketemu lagi neng cantik.” Sapa Kevin saat bertatapan dengan Andrea yang tampak sibuk dengan ponselnya.
Andrea tak menghiraukan ocehan Kevin yang mengganggunya. Sudah setengah jam ia berdiri menunggu Hendra datang menjemputnya tapi sepupunya itu belum juga kelihatan. Padahal rumah mereka hanya beda blok saja. Andrea semakin kesal melihat kedatangan pria yang menyebalkan.
“Ih dia kemana sih? Di telpon sibuk terus.” Gerutu Andrea sambil mematikan sambungan teleponnya. “Mau kemana neng udah cantik gini?” tanya Kevin. Ia menyetandarkan motornya lalu menghampiri Andrea yang tampak kesal.
“Tanya tanya mulu kayak petugas sensus. Udah sana pergi jangan ganggu.”
“Ih galak banget sih neng. Nanti cantiknya ilang loh.”
“Bodo!” Kevin lagi-lagi melihat Andrea sibuk menghubungi seseorang tapi orang yang dituju tidak bisa di hubungi.
“Mau kemana sih neng? Ayo aku antar aja.” Tawar Kevin. Andrea tampak menimbang tawaran pria yang menyebalkan itu. “Ayo abang antar. Neng cantik mau kemana? Dari pada nunggu yang ngga jelas mending abang yang antar, gimana?”
Andrea menatap Kevin. “Gimana?” tawar Kevin lagi. Dengan terpaksa Andrea pun menganggukkan kepalanya. Tentu saja Kevin menyambutnya dengan girang. Kalau bukan untuk PR Fisika yang harus dikumpulkan besok, mana mau ia pergi dengan orang yang menyebalkan itu.
Kevin segera naik ke atas motornya lalu menyerahkan helm lain untuk Andrea. “Hati-hati naiknya neng cantik. Nanti kalo neng cantik terluka abang Kevin yang ikut terluka.” Ucap Kevin berlebihan.
“Apaan sih lebay. Udah buruan jalan.”
“Pegangan ke abang donk nanti kalo jatuh gimana.”
“Udah deh ngga usah ngarep aku peluk. Udah buruan jalan aja.” Ucap Andrea ketus. Kevin malah tertawa. Ia pun segera melajukan motor kesayangannya ke sebuah toko buku dipusat kota. Kevin benar-benar terlihat senang. Karena tak mau waktu berlalu dengan cepat, ia mengemudikan motornya dengan perlahan walau diprotes oleh Andrea.
***
“Mau kemana lagi sih? Buruan balik ah aku mau bikin PR.” Gerutu Andrea saat keduanya keluar dari toko buku. “Makan siang dulu ya neng. Abang laper, emang neng ngga laper.”
“Aku bisa makan dirumah.”
“Yah jangan makan dirumah donk. Anggap aja kencan dulu.” Kevin menggerakkan kedua alisnya. Andrea memutar kedua bola matanya. “Kencan? Ngarep.”
“Ya gpp atuh neng. Namanya juga usaha.” Kevin tersenyum lebar.
“Ya udah buruan mau makan dimana. Jangan lama-lama mau bikin pr.”
“Siap neng. Asalkan bisa punya waktu lebih lama sama neng abang udah seneng.” Andrea kembali naik ke motor Kevin. Keduanya segera pergi ke sebuah café untuk menikmati makan siang yang terlambat.
Kevin mengajak Andrea ke sebuah warung makan di daerah Dipatiukur. Untuk ukuran saku anak sekolah atau kuliahan, makanan di daerah Dipatiukur tergolong harga yang aman untuk anak sekolahan. “Maaf ya cuma bisa ajak makan di tempat kayak gini. Abang ngga tahu kalo bakal ketemu neng cantik.”
“Gpp kali. Santai aja lagian makanannya enak kok.”
“Syukurlah kalo neng cantik suka sama makanannya. Eh btw siapa namanya neng cantik. Abang pengen tahu.”
“Kepo.” Seru Andrea sambil tertawa. Kevin ikutan tertawa. Tak apa meski belum tahu nama neng cantik yang penting hati abang senang ketemu neng cantik.
***
Waktu yang tidak diharapkan oleh Kevin akhirnya tiba juga. Ia harus mengantar Andrea untuk pulang. Sepulangnya dari tempat makan, Kevin melajukan motornya dengan perlahan. Ia belum ingin berpisah dengan Andrea. Ia masih ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersama gadis yang ia taksir. Lain halnya dengan Kevin, Andrea justru ingin cepat pulang dan segera mengerjakan tugas Fisikanya.
Ia sangat kesal saat Kevin melajukan motornya dengan begitu pelan. Andrea menggerutu tapi Kevin menanggapinya dengan tertawa. “Sabar donk cantik. Kalo ngebut-ngebut nanti celaka.” ucap Kevin santai.
“Kalo pelan-pelan kayak gini kapan sampainya. Aku mau ngerjain peer tahu.”
“Abang masih pengen bareng-bareng neng cantik, gimana donk.” Andrea terdiam. Entah mengapa meski terlihat menyebalkan tapi Andrea merasa Kevin adalah pria yang baik dan menyenangkan. Padahal kesan pertama benar-benar menyebalkan.
“Pokoknya aku mau pulang. Peerku banyak.” Kevin mendesah. “Ya udah kita pulang.” Andrea mengangguk. Kevin pun melajukan motor lebih cepat. Tak lama keduanya pun tiba di depan rumah Andrea.
“Makasih ya udah anter ke toko buku plus ditraktir makan siang juga.” ucap Andrea sambil menyerahkan helm yang dipakainya. “Buat neng cantik yang namanya masih rahasia mah apa aja Abang Kevin lakukan.”
“Ih apaan sih. Lebay banget.” ucap Andrea malu-malu. Pipinya merona.
“Beneran sayang, abang Kevin bakal lakuin apa aja buat neng. Yang penting Abang bisa deket dan ketemu neng terus. Oh iya bagi nomor teleponnya donk.” Kevin menyerahkan ponselnya kearah Andrea.
“Buat apa?” tanya Andrea pura-pura ngga paham maksud Kevin.
“Ya… Buat apa aja boleh. Siapa tahu neng cantik kangen abang Kevin, kan bisa telepon.”
“Ngga ah. Lagian papa mama ku ngga bolehin buat simpen nomor cowok. Yang ada konsentrasi aku buyar gara-gara kamu ganggu terus.”Kevin tampak sedih.
“Maaf.” cicit Andrea.
Kevin tersenyum. “Gpp neng. Abang ngerti kok. Semoga kedepannya Abang bisa dapat nomor telepon neng.” Keduanya saling melempar senyum.
***
TBC
“Kamu kemana tadi? Mas telepon ngga diangkat. Mas samperin ke rumah kata si bibi kamu udah berangkat ke toko buku. Kamu pergi sama siapa tadi?” cecar Hendra. Yang ditanya malah acuh tak acuh. Ia memilih menikmati makan malam buatan tantenya dibanding menjawab pertanyaan kakaknya.“Drea, jawab donk kalo mas tanya. Kamu tadi jadi pergi ngga? Sama siapa perginya?” tanya Hendra lagi. Andrea meletakkan sendoknya. Ia menatap Hendra yang tak sabar menanti jawabannya.“Aku jadi pergi ke toko buku, diantar sama seseorang. Soalnya aku minta tolong kakak ku tapi malah ngga nongol-nongol. Ya udah aku pergi sama yang lain.” Jawab Andrea kesal.
Sejak hari itu, Kevin rutin mengantar dan menjemput Andrea. Meski masih ketus dan jutek, nyatanya Andrea senang berdekatan dengan Kevin. Meski hubungan mereka belum ada kemajuan apa-apa tapi setidaknya Kevin tak perlu cari-cari alasan untuk ketemu Andrea.“Drea… tunggu.” Teriak Salsa melihat Andrea yang baru saja diantar kekasihnya. Andrea menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Salsa pun turun dari mobilnya. Ia berlari menghampiri Andrea.“Duh yang udah ada yang antar-jemput mah beda euy. Bilang ngga jadian tapi lengket banget.” ucap Salsa sambil tersenyum.“Yang pacaran siap
Sepanjang jalan, Hendra tak mengajak Andrea bicara. Biasanya Hendra akan mengajaknya bicara apapun bahkan bercanda sepanjang perjalanan ke sekolah. Mengusir kebosanan dan lamanya waktu tempuh dari rumah ke sekolah di kala terjebak macet.Tapi pagi ini, Hendra tampak bungkam. Andrea tampak bosan terjebak macet tanpa di ajak bicara sedikitpun oleh Hendra. “Duh pegel.” ucap Andrea memulai percakapan.Hendra yang tengah fokus melihat jalanan hanya melirik sekilas ke belakang melalui kaca spion motornya. Tanpa bicara ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan. Andrea semakin kesal. Ia paling tidak suka jika di diamkan
“Tunggu mas Hendra?” tanya Salsa saat melihat Andrea berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu mengangguk. “Kamu belum pulang? Supir yang jemput kamu telat datang?” Andrea celingak-celinguk mencari keberadaan mobil mewah berwarna silver yang biasa mengantar-jemput temannya.“Ngga tahu nih. Tumben Mang Jajang telat jemput. Aku telpon ponselnya ngga aktif.”“Terus gimana donk? Masa kamu nunggu di sekolah sendirian? Udah mulai sepi nih.”“Gapapa kamu pulang duluan aja. Aku tunggu Mang Jajang. Tapi kalau belum datang juga ya terpaksa naik angkutan umum.”
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg
Hendra menatap ke sudut kamarnya, dimana helm yang dipakai oleh Salsa. Gadis manis dan lugu yang menjadi teman sekelas Andrea. Ia masih teringat wajah kemerahan Salsa saat Andrea memaksa dirinya untuk pulang mengantar Salsa.Hendra menyunggingkan senyumnya. Ia meraih helm itu dan masih tercium wangi aroma shampo yang masih menempel disana. Wangi mint gumamnya. Hendra kembali menyimpan helm itu di atas rak lalu ia dikagetkan dengan kehadiran Andrea yang tengah mengawasinya dari depan pintu kamar dengan tatapan yang mencurigakan.“Ngapain kamu berdiri di depan pintu? Pamali tahu.”Andrea menatapnya. “Ngapain senyam-senyum sam
“Sarapan udah siap, Tuan Putri.” Ucap Kevin sambil meletakkan piring yang berisikan omelete buatannya untuk kekasih tercinta. Andrea bertepuk tangan. “Yeaaay… Makasih sayang udah buatin sarapan buat aku.” Ucap Andrea tanpa sadar memanggil Kevin dengan sebutan sayang.“Apa? Kamu bilang apa tadi?” tanya Kevin tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.“Hm… Apaan?” ucap Andrea sambil mengunyah omelete buatan Kevin.“Itu… Tadi yang kamu bilang, yank. Kamu bilang sayang ke aku. Coba ulangi lagi.” Pinta Kevin.“Sayang? Ngaco ah