“Aduh maaf. Aku ngga sengaja. Ada yang sakit ngga?” tanya Kevin saat elihat seorang gadis terjatuh karena kecerobohan dirinya yang berlarian di sepanjang lorong rumah sakit. Ia mengulurkan tangannya kearah gadis dengan rambut panjang bergelombang. Si gadis mendongakkan kepalanya dan menatapnya garang. Kevin merasa tersihir dengan kedua mata indah si gadis dan juga wajahnya yang tengah marah.
Cantik.
Itulah yang terlintas dipikirannya. Si gadis manis yang sudah merebut kewarasannya itu mengomel panjang lebar. Entah apa yang diomelkan oleh gadis itu, Kevin tak terlalu mendengarkan karena saat ini kedua matanya tertuju kepada sesosok gadis cantik. “Eh…Maaf. Saya benar-benar minta maaf karena gara-gara saya kamu jadi jatuh. Sekali lagi saya minta maaf atas kecerobohan saya.” ucap Kevin meminta maaf.
“Makanya kalo mau lari-lari dilapangan jangan di rumah sakit.” gerutu Andrea. Bibir mungilnya yang tengah mengoceh membuatnya terlihat gemas dimata Kevin. Kevin benar-benar dibuat terpesona oleh gadis yang belum ia ketahui namanya. Ia baru sadar saat gadis itu sudah masuk kedalam angkutan umum. “Shit!!” umpat Kevin sambil mengejar angkot yang membawa gadis incarannya.
“Hei kita belum berkenalan.” teriak Kevin sambil berlarian. Usahanya itu sia-sia karena angkot itu sudah menghilang dibelokan jalan. Kevin berusaha mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Ia pun kembali lagi ke rumah sakit dimana ibu dari temannya itu dirawat.
“Dari mana Vin? Kok keringatan kayak gitu.” tanya Hendra saat melihat Kevin masuk keruangan dengan tampang lusuh dan seragam yang basah di sekitar kerah. Kevin menyalami Mirna lalu langsung duduk di sofa yang tak jauh dari ranjang Mirna. “Capek.” keluhnya. Ia memejamkan mata sambil menetralkan nafasnya.
“Abis nyebur ke kolam apa gimana sih ini? Sampe basah kayak gini.” Kali ini Wildan yang bertanya. “Habis mengejar cinta.” Jawab Kevin tanpa membuka matanya. Hendra, Wildan dan beberapa teman-temannya tampak kebingungan.
“Alah. Bilang aja kamu di siram air gara-gara ngintip cewek dikamar mandi kan. Hayo ngaku.”
“Berisik ah.”
***
Sementara itu, Andrea yang sudah mandi dan berganti pakaian pun keluar dari kamarnya. Tangan kanannya menenteng sebuah tas kertas yang berisi beberapa pakaian ganti dan juga pakaian dalam milik tantenya Mirna. Ia menuruni tangga dan melihat mamanya di dapur tengah menyiapkan makan malam yang akan dibawa olehnya ke rumah sakit.
“Hai sayang. Ini mama udah siapin menu makan malam untuk dibawa ke rumah sakit. Tolong sampaikan salam mama dan papa buat tante kamu ya. Mama kepengen banget ikut sama kamu ke rumah sakit tapi papa mu bilang besok saja. Papa mu juga kepengen jenguk adiknya. Bilangin ke tante Mirna kalau besok papa dan mama jenguk ke rumah sakit ya.”
“Siap bu bos. Ya udah Drea berangkat dulu ya ma. Kemungkinan Drea nginep di rumah sakit ya ma. Kasian tante Mirna kalau butuh sesuatu. Tahu sendiri mas Hendra cuek dan datar banget orangnya. Tante Mirna pasti bingung kalo butuh sesuatu.”
“Oke sayang. Jagain tante baik-baik ya sayang.” Andrea mengangguk. Setelah berpamitan dengan mamanya, ia pun diantar oleh supir ke rumah sakit. Sesampainya disana lagi-lagi ia bertubrukan dengan pria yang tadi sore menabraknya. Rasa kesalnya kembali lagi. “Lagi-lagi kamu. Punya mata ngga sih.” ucapnya jutek.
“Ya Tuhan ketemu lagi. Kalo emang jodoh mah ngga kemana.”
“Idih males. Minggir.” Andrea mendorong tubuh Kevin untuk menyingkir dari hadapannya.
“Jangan marah-marah terus donk neng. Cantiknya ilang tahu.” goda Kevin sambil mencuil dagu lancip Andrea. “Ish… Apaan sih. Ngga usah pegang-pegang. Bukan mukhrim.”
“Ya udah kapan mau abang halalin neng. Besok? Lusa? Atau sekarang juga boleh. Abang siap halalin neng. Yuk kita ke KUA.”
Andrea tanpa sadar memukul kepala Kevin dengan sangat keras. Ia sempat kaget karena tak menyangka malah kepala Kevin yang ia pukul. Ia melihat Kevin mengaduh dan memegangi kepalanya dengan kedua tangan. “Sukurin. Makanya kalo punya mulut jangan asal mangap doank.” ucap Andrea dan ia pun segera kabur meninggalkan Kevin dengan perasaan bersalah.
***
Andre dan Hilman menatap Kevin yang tak henti-hentinya tersenyum. Sejak pulang dari rumah sakit menjenguk ibunda Hendra, Kevin seperti kehilangan kewarasannya. Kevin yang terkenal tertutup dengan urusan pribadinya kini sedikit demi sedikit mulai terbuka. Sikap dinginnya terhadap makhluk yang namanya perempuan membuatnya di juluki pria es itu berubah 180 derajat.
Kevin kerap kali membicarakan seorang wanita yang membuatnya jatuh hati. Tak pernah sebelumnya Kevin terlihat begitu tertarik dengan seorang wanita. Andre dan Hilman jadi penasaran dibuatnya. Siapakah sosok wanita yang bisa menjungkir balikkan seorang Kevin Antonius menjadi bucin seperti ini.
Sebuah tepukan mendarat di pundak Hilman. Pria berkulit gelap itu menoleh. “Si Kevin kenapa? Pagi-pagi udah senyam-senyum aja.” tanya Hendra kepada Hilman.
“Tahu ngga kalo si Kevin udah jadi bucin sejak pulang dari rumah sakit.”
“Bucin? Apaan tuh?”
“Budak cinta. Masa sih ngga tahu kayak gitu. Hadeh.”
“Maksudnya gimana sih. Ngga paham deh.”
“Susah nih ngomong ama orang tua.” Serobot Andre. “Jadi gini pak tua. Si Kevin manusia es ini tiba-tiba berubah karena seorang cewek. Dia yang dulunya cuek tiap kali ada cewek yang mendekat, sekarang malah dianya yang klepel-klepek gara-gara cewek.” Jelas Andre. Hendra manggut-manggut.
“Pantesan dia senyam-senyum ngga jelas.”
“Emang. Jangan-jangan dia kesambet setan di rumah sakit deh. Soalnya tumben banget si Kevin kayak gini.” Ketiga bergidik ngeri membayangkan ada setan yang ikut dari rumah sakit.
Yang diomongin malah cuek dan tak memperdulikan omongan ketiga temannya. Ia benar-benar jatuh cinta dengan gadis manis tapi jutek luar biasa yang tak sengaja bertemu di Rumah Sakit. Kedatangannya untuk menjenguk ibunda Hendra membuatnya bertemu jodoh. Hingga kini yang ia sesali adalah ia belum mengetahui nama si gadis pujaan dan juga dimana rumah atau sekolahnya berada.
“Siapa sih gebetan kamu Vin? Sampe kamu klepek-klepek kayak ikan kekurangan air.” ucap Hendra penasaran. Andre dan Hilman pun sependapat. Kevin menatap ketiganya. “Pokoknya dia jodoh yang dikirim Tuhan buat aku. Ah… Ngga sabar pengen ketemu lagi.”
“Iya siapa namanya?” seru ketiganya berbarengan.
“Justru itu saking terpesonanya aku sampe lupa tanya namanya.”
“Yaelah…” Andre, Hilman dan Hendra tampak kecewa. Kevin tertawa lebar melihat ekspresi ketiganya. “Jangan bohong kamu. Masa kamu ngegebet cewek tapi ngga tahu namanya.” ucap Hendra.
“Iya nih bohong kamu.” timpal Andre
“Seriusan. Aku ngga sempet tanya namanya. Baru juga ketemu dua kali.”
“Udah dua kali ketemu kan harusnya udah tahu namanya.”
“Yang jelas aku harus bisa ketemu lagi buat tanya namanya.” ucap Kevin tak sabar.
***
TBC
Andrea tengah bersiap-siap. Ia menyisir kembali rambutnya yang tampak rapi dengan jepitan lucu yang menahan poninya. Ia meraih tas sekolahnya lalu beranjak keluar dari kamarnya. Ia mendesah berat. Lagi-lagi ia sendirian dirumah. Kedua orang tuanya sudah tiga hari kembali ke Pontianak tempat dimana sang ayah bekerja. Ia kembali ditinggal dirumah sendiri dengan seorang pembantu yang bernama Bibi Iyem.“Eh non Drea udah siap-siap mau berangkat. Sarapan dulu non. Bibi udah siapin nasi goreng sosis kesukaan non.” Andrea langsung duduk manis di kursi meja makan sambil menyendok nasi goreng sosis kesukaannya.“Yummy bi. Kok Drea bikin sendiri ngga seenak buatan bibi sih.” ucap Drea sambil mengunyah sar
Sudah beberapa hari ini Kevin tampak murung dan tak bersemangat. Ia belum juga bisa menemukan keberadaan gadis pujaan hatinya yang sudah membuat dunianya jungkir balik 180 derajat. “Kapan ya aku bisa ketemu kamu lagi gadis manis?” gumam Kevin dalam lamunannya. Sementara itu, Andrea tengah bermain di rumah Hendra. Ia menemani tantenya membuat kue untuk arisan nanti sore di rumah.Tiba-tiba ia teringat sesuatu. “Mas Hendra punya buku Fisika ngga? Pinjam donk.” ucap Andrea saat melihat Hendra tengah menonton siaran ulang grup sepak bole kesukaannya.“Ngga punya. Mas kan masuk IPS neng bukan IPA. Mana punya buku-buku anak IPA.” jawab Hendra sambil menoleh kearah Andrea.
“Kamu kemana tadi? Mas telepon ngga diangkat. Mas samperin ke rumah kata si bibi kamu udah berangkat ke toko buku. Kamu pergi sama siapa tadi?” cecar Hendra. Yang ditanya malah acuh tak acuh. Ia memilih menikmati makan malam buatan tantenya dibanding menjawab pertanyaan kakaknya.“Drea, jawab donk kalo mas tanya. Kamu tadi jadi pergi ngga? Sama siapa perginya?” tanya Hendra lagi. Andrea meletakkan sendoknya. Ia menatap Hendra yang tak sabar menanti jawabannya.“Aku jadi pergi ke toko buku, diantar sama seseorang. Soalnya aku minta tolong kakak ku tapi malah ngga nongol-nongol. Ya udah aku pergi sama yang lain.” Jawab Andrea kesal.
Sejak hari itu, Kevin rutin mengantar dan menjemput Andrea. Meski masih ketus dan jutek, nyatanya Andrea senang berdekatan dengan Kevin. Meski hubungan mereka belum ada kemajuan apa-apa tapi setidaknya Kevin tak perlu cari-cari alasan untuk ketemu Andrea.“Drea… tunggu.” Teriak Salsa melihat Andrea yang baru saja diantar kekasihnya. Andrea menoleh ke belakang dan melambaikan tangannya. Salsa pun turun dari mobilnya. Ia berlari menghampiri Andrea.“Duh yang udah ada yang antar-jemput mah beda euy. Bilang ngga jadian tapi lengket banget.” ucap Salsa sambil tersenyum.“Yang pacaran siap
Sepanjang jalan, Hendra tak mengajak Andrea bicara. Biasanya Hendra akan mengajaknya bicara apapun bahkan bercanda sepanjang perjalanan ke sekolah. Mengusir kebosanan dan lamanya waktu tempuh dari rumah ke sekolah di kala terjebak macet.Tapi pagi ini, Hendra tampak bungkam. Andrea tampak bosan terjebak macet tanpa di ajak bicara sedikitpun oleh Hendra. “Duh pegel.” ucap Andrea memulai percakapan.Hendra yang tengah fokus melihat jalanan hanya melirik sekilas ke belakang melalui kaca spion motornya. Tanpa bicara ia kembali mengalihkan pandangannya ke arah jalanan. Andrea semakin kesal. Ia paling tidak suka jika di diamkan
“Tunggu mas Hendra?” tanya Salsa saat melihat Andrea berdiri tak jauh dari gerbang sekolah. Gadis itu mengangguk. “Kamu belum pulang? Supir yang jemput kamu telat datang?” Andrea celingak-celinguk mencari keberadaan mobil mewah berwarna silver yang biasa mengantar-jemput temannya.“Ngga tahu nih. Tumben Mang Jajang telat jemput. Aku telpon ponselnya ngga aktif.”“Terus gimana donk? Masa kamu nunggu di sekolah sendirian? Udah mulai sepi nih.”“Gapapa kamu pulang duluan aja. Aku tunggu Mang Jajang. Tapi kalau belum datang juga ya terpaksa naik angkutan umum.”
Sementara itu, kecanggungan dapat dirasakan oleh Salsa dan Hendra. Sejak di paksa Andrea untuk mengantar temannya, Hendra diam seribu bahasa. Sesekali ia melirik ke arah belakang dari kaca spion motornya.Entah mengapa rasanya canggung mau mengajak Salsa mengobrol. Otaknya terasa membeku tiap kali mau mengeluarkan kata. Hendra yang masih berpikir harus mengobrol apa, tiba-tiba di kagetkan oleh suara teriakan Salsa yang memintanya berhenti.“Mas…Mas… berhenti!” teriak Salsa mengagetkan dirinya. Ia pun menginjak rem mendadak. Mereka nyaris terjatuh dari motor jika saja kedua kaki Hendra tidak kuat menahan.“Aduh!!” ringis Salsa k
“Bilang? Bilang apaan sih? Mama itu kalau mau ngomong yang jelas deh. Ngga usah berbelit-belit.”“Oke mama to the point kalau begitu.” Salsa menganggguk.“Kamu udah punya pacar?” tanya Indah sang mama. Salsa membelalakkan kedua matanya. Salsa tampak terkejut dengan pertanyaan mamanya. Dia shock.“Kok malah diam. Kamu beneran udah punya pacar?” Salsa mulai salah tingkah.“Mak…maksud mama…” Salsa tergagap.“Mama tanya, kamu udah punya pacar apa belum?” Salsa mengg