Share

BAB 2

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2024-08-16 07:41:22

"Apa maksudmu bicara begitu pada putriku, Megan?!" teriakku tanpa basa basi.

Megan langsung melepaskan tangan Amira. Putriku itu langsung berlari dan memelukku.

"Bunda!"

"Bunda mau bicara sama Mira, tapi Mira ke kamar dulu. Tunggu bunda di sana."

Kepala kecil itu mengangguk. Amira langsung melesat menuju kamarnya. Sekarang aku menatap runcing pada wanita muda di depanku itu. Dia rupanya sudah membuatkanku teh hijau tapi dia lebih mementingkan memperingati putriku agar tidak memanggilnya Mama di depanku. Apa tujuan wanita ini?!

"Jawab aku, kenapa kamu meminta putriku memanggilmu Mama?"

"Karena ... karena Amira senang main drama sama saya, Nyonya. Dia bahagia jadi saya menjaga kebahagiaannya. Saya ... saya hanya ingin menjaga perasaan Nyonya makanya saya pesan begitu sama Amira."

Suara Megan terdengar gugup, jelas aku tahu dia sedang gugup. Aku terus menatapnya dengan tatapan intimidasi. Dia harus tahu, adia coba untuk dipermainkan.

"Aku tidak suka anak-anakku memanggil wanita lain dengan sebutan Mama. Meskipun mereka menikmati dan senang. Ini ranahnya sensitif, Megan. Sekarang berhenti bermain sandiwara begitu dengan anak-anakku yang membuat mereka harus memanggilmu dengan gelar yang tak pantas untukmu. Paham?"

"Paham, Nyonya."

Megan menunduk

"Kapan Mbokmu balik?" tanyaku.

Megan langsung mendongak seperti kaget mendengar pertanyaanku. Kenapa? Ada yang salah? Kok dia sekaget itu.

"Mbok ... masih sakit, Nyonya," ujar Megan kembali menunduk. Suaranya parau.

"Kalau begitu, aku akan mencari pembantu lain."

Megan kembali menatapku dan kali ini tatapannya jauh lebih serius.

"Maaf Nyonya, izinkan saya tetap menggantikan Mbok saya. Saya butuh uang untuk pengobatan Mbok."

"Loh, kamu kan kuliah. Katanya sebentar lagi mau wisuda. Masa iya mau tetap jadi pembantu?"

"Saya siap, Nyonya. Saya sudah nyaman di sini. Amira dan Rio sudah saya anggap seperti anak saya sendiri."

Kalimat itu terdengar bagus dengan diiringi nada lembut dari mulut Megan. Tapi sampai hatiku, terasa sangat tidak nyaman. Aku tidak suka. Apalagi tadi melihat dia di dekat suamiku, aku jadi panaroid.

"Tapi aku ...."

Belum sempat aku bicara lagi, terdengar suara Mas Danang mendekat.

"Loh ditungguin kok diem di sini, Sayang?"

"Tehnya saya simpan di ruang tamu, ya, Nyonya."

Megan langsung melipir menjauh dan aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Padahal aku belum selesai bicara. Aku tidak ingin dia tetap di sini kalau selamanya!

"Yuk! Kita rehat di kamar, yuk!" ajak Mas Danang.

"Aku ingin memulangkan Megan, Mas," ujarku dengan napas mendengkus. Tiba-tiba saja aku nekat.

Wajah suamiku langsung kaget sekali. Dia langsung memegang bahuku yang mungkin terasa hangat sebab hatiku tiba-tiba jadi panas. Entah mungkin karena cemburu melihat suamiku satu ruangan dengan art muda itu atau karena mendengar putriku memanggil Mama padanya. Intinya aku tidak suka situasi ini.

"Astaghfirullah. Bun, kok tiba-tiba gitu? Anak-anak sudah mulai betah lo sama Megan. Dia telaten."

"Ya, tapi aku gak suka ada wanita muda di rumah ini. Banyak fitnahnya! Katanya cuman seminggu, terus jadi sebulan, terus minta jadi dua bulan, sekarang sudah lebih mau masuk tiga bulan lo!"

"Ya, kan dia gantiin ibunya, Sayang. Kasihan Mbok Mar kalau kita minta dia balik sedangkan dia sudah tua dan sakit-sakitan."

"Ya udah, aku cari pembantu lain aja, Mas."

Mas Danang langsung menutup bibirku dengan telunjuknya. Seperti tak ingin sekali dia mendengar ucapanku.

"Stop ya, Bun. Kasihan lo anaknya Mbok Mar. Ibunya sudah mengabdi di keluargamu sampai puluhan tahun kan? Masa sekarang main pecat gitu. Bukan apa-apa ya, Sayang. Aku hanya gak enak aja sama Mbok. Selama ini kan dia baik banget sama kita."

Aku membuang wajahku.

"Kamu jangan mikir yang aneh-aneh tentang dia. Setidaknya sampai Mbok Mar lebih sehatlah biar dia gak kepikiran tiba-tiba kamu pecat anaknya. Padahal anaknya tak melakukan kesalahan apa pun."

Tak ada yang bisa aku ucapkan. Apakah perasaanku ini tanpa alasan? Aaah aku jadi bingung sendiri.

"Ayo ke kamar, yuk! Aku pijitin," rayu suamiku mencoba mengelus pinggangku.

Aku menepis tangan suamiku.

"Aku ke kamarnya Amira dulu. Tadi aku minta dia tunggu aku," ucapku datar

Entah kenapa aku jadi malas sama suamiku sendiri. Ucapan-ucapannya barusan seperti dia ingin pembantu itu untuk tetap di sini. Tapi bila dipikirkan lagi, ada benarnya juga. Mbok Mar memang sudah hampir 25 tahun mengabdi di keluargaku. Saat aku masih SD dia hadir. Ada beberapa kali aku bertemu Si Megan ini tapi tak terlalu kuhiraukan. Mbok Mar waktu itu sedang hamilkan Si Megan ini saat bekerja di rumahku. Kebetulan suaminya adalah tukang kebun di komplek kami. Sudah 10 tahun suaminya itu meninggal dunia. Dan selama ini, Megan diasuh oleh nenek dan paman bibinya.

"Mira mau kan ikuti omongannya, Bunda?" tanyaku mencoba mengelus rambut lurus putriku.

Ia menatapku lekat-lekat lalu mengangguk pasti. Aku tersenyum lalu memeluknya erat. Di telinganya kubisikkan bahwa aku sangat mencintainya dan tak ingin dia memanggil orang lain dengan sebutan Mama lagi.

"Gak boleh lagi ya, panggil Mbak Megan itu Mama. Karena sebutan Mama itu hanya untuk wanita yang melahirkan Mira dan Bang Rio. Dan wanita itu hanya satu yaitu Bunda," ucapku memperjelas.

"Meskipun main-main?" tanya Amira nampak serius.

Aku menarik napasku dalam-dalam.

"Ya. Meskipun main-main. Cari peran yang lain aja. Mbak Megan bisa jadi bu guru, polwan, bu dokter, dan lain-lain. Tak usah jadi Mamanya Mira."

"Tapi Mbak Megan pengen jadi Mamanya aku sama Abang."

Alisku langsung mengekerut cepat.

"Oh ya?"

"Iya. Mbak Megan bilang sama Papa, kalau ... Mbak Megan mau jadi Mamaku!"

Seperti ada guntur menggelegar di telingaku. Apa yang sedang dikatakan Amira? Tak mungkin dia mengarang cerita. Aku kembali ingin membuka mulutku untuk mencecar Amira namun tiba-tiba sebuah tangan sedang mengelus pundakku.

"Iya, Megan bilang kalau suatu hari ingin punya anak sepintar dan selucu Amira."

"Mas?" sapaku masih kebingungan, lebih tepatnya kaget berkali-kali.

"Amira salah tangkap ucapan Megan," lanjutnya lagi.

Aku hanya bisa menelan salivaku makin gamang. Apa benar ucapan Amira tadi itu hanya salah tangkap saja?

"Kamu yang jujur sama aku, Mas. Kamu gak ada sembunyikan apa pun kan sama aku?"

"Iya, Sayang. Gak ada. Periksa aja semua hpku. Bukankah dari dulu aku gak ada rahasiakan apa pun dari kamu?"

Aku mengangguk mengiyakan. Tapi tetap saja makin tak karuan perasaanku.

Esoknya, Mas Danang pamit untuk tugas ke luar kota.

"Jangan tinggalkan sholat ya, Mas. Itu aja permintaanku."

"Terimakasih, Sayang. Baik-baik di rumah sama anak-anak, ya. Aku cuma tiga hari aja, kok!"

Aku mengangguk lalu melepas kepergian suamiku itu. Kebetulan hari ini hari Minggu, jadi suamiku nanti punya waktu rehat di kota lain sebelum terjun bekerja esoknya. Perjalanannya cukup jauh, karena beda provinsi. Malamnya, aku melihat Megan sedang duduk di taman samping sembari main ponsel. Aku dekati saja dia, niatnya akan mengejutkannya. Aku mengendap-endap tapi setelah dekat tiba-tiba ponselnya berdering. Aku langsung diam di tempat, tepat di belakangnya.

"Hallo, Papa. Mama kangen banget, Sayang."

...

Aku langsung mematung.

Megan sudah menikah? Serius? Kok aku baru tahu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 3

    Kreess! Ada semut yang menggigit kakiku dan aku terpaksa bergerak hingga menimbulkan suara gesekan. Megan refleks berbalik dan matanya sampai melotot begitu saat melihatku. Sekaget itu dia. "Nyo-nyonya?""Iya. Aku mau gabung duduk. Gabut di dalam," ujarku salah tingkah juga. Aku menggaruk kakiku yang tersengat semut. Gatal sekali. Sepertinya ada lubangnya yang kuinjak. Sial betul. "Saya ambilkan minyak kayu putih dulu, Nyonya. Tunggu sebentar!"Aku berniat mencegahnya tapi Megan langsung berlari masuk rumah dengan hpnya yang masih menyala tentunya. Tak lama dia kembali dan aku langsung mengobati bentol-bentol di kakiku. "Rupanya ada juga lubang semut di sini," ucapku meringis masih menahan gatal. "Besok saya semprot pakai baygon biar mati semuanya, Nyonya."Aku langsung menoleh padanya. Kalimat itu cukup kejam di telingaku. Bahkan setahuku, semut adalah salah satu hewan yang spesial di dalam Al Quran. Sampai diabadikan dalam sebuah surat AN-NAML. Jadi tidak boleh dibunuh begitu s

    Last Updated : 2024-08-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 4

    Aku mendekati Megan, yang sedang berjalan ke arah pintu samping. Pasti dia ingin masuk lewat samping. "Megan!" seruku menyapanya. "Saya, Nyonya. Maaf, saya gak lewat depan, takut ganggu kebersamaan Nyonya dan Tuan yang baru saja sampai," jawab Megan seperti gugup. "Kok kamu tahu, Mas Danang barusan pulang?" tanyaku menyelidik. "Oooh, barusan kan kedengaran suaranya, Nyonya," jawab Megan mengulum senyum. Oh ya? Memangnya tadi Mas Danang bersuara, ya? Perasaanku dia sedang memainkan hpnya. Yang ada suara Amira yang heboh. Aku menatap tajam pada wanita muda di depanku ini. Agak lain perasaanku ini. "Tidak ada yang kamu sembunyikan dariku, kan Megan?" "Apa maksud pertanyaan Nyonya? Maaf, saya gak paham. Oh ya, salamnya Mbok, Nyah. Terimakasih, saya sudah dikasih cuti." Aku hanya bergeming. Pasalnya aku pun menelpon Mbok Mar dan memang dia mengakui sangat berterimakasih karena memperkenankan putrinya pulang. Tapi Mbok Mar terdengar tidak sakit parah. Suaranya segar menurut te

    Last Updated : 2024-08-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 5

    "Sudah kerjain PR dari bu guru Indri belum?" tanya Arini pada kawan sekelasnya, Rio. Mereka sedang duduk di taman sekolah dasar swasta. Sekolah yang dikatakan elit. Hanya beberapa anak dari kalangan biasa seperti Arini yang justru diundang mendapatkan beasiswa dan dituntut harus memberikan konstribusi positif pada sekolah. "Aku lagi gak mood.""Idii, anak SD kelas enam susahin apa sih? Aku aja yang harus bantu ibuku kerja di kebun, masih semangat," sanggah Arini sedang menulis. "Ayahku selingkuh," ujar Rio menatap kosong pada rumput taman itu. Arini langsung meletakkan polpennya. Dia langsung menelan salivanya. Arini paham arti kata selingkuh. Lebih dari kata paham. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar-debar dan dingin tangannya. Dia adalah korban dari kata 'selingkuh.'"Oh My God! Rio?! Are you sure? Selingkuh?!"Rio dan Arini menoleh bersamaan. Pricilia, tetangga Rio sekaligus teman sekelas. Cantik, gaul adalah image yang disematkan pada Pricilia. Anak itu langsung duduk menggeser

    Last Updated : 2024-08-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 6

    "Kamu yang kurang ajar, Mas! Kamu yang setan! Beraninya kamu mengatakan kalimat itu pada putraku! Apa hubunganmu dengan perempuan itu sehingga kamu sampai membelanya seperti itu, ha?!"Rio langsung berlari menghambur di pelukan ibunya. Safira mengelus kepala putranya agar lebih tenang. Suaminya tak pernah semurka itu sebelumnya. Ia membuatnya benar-benar sangat marah. "Bukan begitu, Bun. Kasihan lo, Megan. Sampai pucat begitu," ucap Danang gelagapan. "Heleh! Hamster segede anak tikus aja sampai peluk suami orang," cerocos Safira. Nampak Megan sedang memeluk dirinya di dekat dinding. Yang barusan itu benar-benar menakutkan. Hatinya cukup panas mendengar tanggapan Nyonya. Ingin rasanya ia berbuat melebihi batasannya sebagai pembantu rumah itu. Namun dia masih menahannya. Belum waktunya, desis hatinya menahan amarah. "Kamu jangan memudahkan semua perihal. Ini sudah masuk kasus pembulian. Banyak orang yang takut sama kecoa, ulat, cacing!""Terus saja kamu belain dia, Mas. Kamu membuat

    Last Updated : 2024-08-22
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 7

    "Kamu jangan nangis lagi, Rio. Ada banyak anak yang sudah pernah mengalami yang seperti kamu alami. Bahkan, di tengah kemiskinan," ujar Arini dengan nada berat. Itu curahan hatinya. "Kamu tenang aja. Mbak pelakor itu akan mendapatkan ganjarannya," tambah Pricillia optimis. "Kamu jangan memberikan ide gila lagi. Gara-gara idemu itu, kita semua kena getahnya," ketus Arini. Dia sedih sekali melihat Rio dimarah bahkan hampir mau dipukul. Memang persis seperti yang ayahnya lakukan dulu padanya. Tapi beruntung, Rio punya bunda yang punya kekuatan. Kalau ibunya, justru ikut dipukul. Mengingat itu, Arini hanya bisa menahan sakit batinnya yang masih mungil. Bahkan bekas pukulan tangan ayahnya masih ada. Belum sempat Pricilia menimpali, Rio sudah membuka mulut untuk membelanya. "Sudah, kamu jangan salahin Pricilia. Papaku memang jahat. Aku bahkan ingin dia benar-benar memukulku agar aku makin benci padanya," timpal Rio. "Rio ...." desis Arini dan Pricilia bersamaan, merasa ikut sedih. To

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 8

    "Kamu harus hati-hati, Sayang. Bundanya anak-anak sudah mulai curiga," ujar Danang menelpon Megan dengan nomor lain dan tentu saja ponsel lain. Ponsel itu selalu dia simpan di kantornya, tak pernah dia bawa pulang. Memang akal bulus buaya muara."Iya, Sayang. Aku akan hati-hati. Untung saja kan aku melihat orang yang pasang cctv. Dikira aku bodoh apa. Katanya tukang rumput, tau-taunya malah masang kamera tersembunyi di ruang tamu. Aku gak tahu di mana lagi istrimu itu memasang kamera tersembunyi. Jadinya sekarang kita gak bisa dekat-dekatan lagi. Iiih Mama kangen, Yank! Sayangku! Kangen!""Sabar, sayang. Papa juga kangen Mama. Kan tiap hari kita ketemu.""Tapi kan gak bisa peluk dan cium apalagi itu itu lagi sama Sayangku ini. Memangnya gak kangen apa sama ini ini ini kesukaanmu?" gerutu Megan mendesah sendiri di dalam selimut.Dia tahu, Danang pasti mengerti arah ucapannya. Pria itu hanya mengecap menahan hasrat. Benar, Safira itu masih cantik dan mandiri tapi yang baru dan ranum itu

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 9

    FLASH BACK! "Nyonya, saya rindu sekali dengan Megan," ujar Mbok Mar pada Safira. "Megan? Anaknya Mbok itu kan?""Iya, Nyonya. Boleh gak dia ke sini dan tinggal di sini seminggu aja? Mumpung dia libur semester.""Ooh, boleh dong, Mbok. Gak apa-apa," ujar Safira rela. Mbok Mar tersenyum senang. Selang dua hari, seorang gadis manis dengan kulit kuning langsat sudah hadir di rumah itu. Semua menyambut dengan suka rela termasuk Nyonya rumah."Makan apa yang ada, ya Megan. Jangan sungkan," ujar Safira saat duduk makan malam bersama suami dan anak-anaknya. "Terimakasih banyak, Nyonya," jawab Megan sungkan apalagi melihat ibunya juga ikut duduk di meja makan. "Mbok Mar sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri jadi dia memang makan bersama dengan kami seperti ini," tambah Safira. Danang yang berada di sampingnya hanya diam. Dia tak terlalu memperhatikan gadis desa yang baru sampai di rumahnya itu. Criiing! Sendok Megan jatuh. Refleks gadis itu menunduk. Sendok itu berada di dekat kak

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 10

    "Kok bengong?" cecar Bu Andin. "Maaf, Bu. Hanya Nyonya Safira yang berhak memecat saya," timpal Megan lalu berbalik menjauhi Bu Andin. Eh?! Terdengar suara deruman mobil dari arah gerbang. Bu Andin menoleh. Itu menantunya. Wanita berhijab lebar itu mengerucutkan mulutnya kesal. Dia bahkan tidak menunggu menantunya masuk rumah. Dengan cepat langkahnya mendekati Safira yang sedang keluar dari mobil. "Mama? Kapan sampainya? MasyaAllah, aku rindu sekali," sapa Safira menutup pintu mobil. Bu Andin baru pulang dari menemai putrinya yang melahirkan di luar provinsi selama empat bulan lebih. Itu mengapa dia baru mengunjungi rumah Danang. "Kamu ya. Kok ada wanita muda tinggal di rumah ini? Apa gak takut Danang digoda, hah?!""Takutlah, Ma. Cuma gini ceritanya, Ma. Jangan emosi dulu, ah.""Gimana Mama gak emosi. Mama gak suka, Safira."Safira meraih tangan mertuanya, menatapnya dengan senyuman. Jika banyak mengatakan mertua adalah saingan, bagi Safira, mertuanya adalah sudah seperti ibunya

    Last Updated : 2025-02-08

Latest chapter

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 76

    "Silahkan, Mas. Urusanmu sekarang hanya dengan Rio dan Amira." Safira merentangkan tangan kanannya menegaskan sikapnya. Tak punya pilihan, Danang terpaksa keluar membawa kekecewaan yang pekat. Cukup lama dia terpekur menatap langit taman rumah sakit itu. Suara kaki ke sana kemari para pengunjung sama sekali tak bisa mengusik pikirannya. Ia mengingat-ingat bagaimana berwibawanya dia saat hidup bersama Safira. Sekarang, ia bahkan mendatangi orang lain untuk mencari peluang. "Aku dipecat, karena sayangku pada Megan. Aku juga kehilangan keluarga sempurnaku, kehilangan kepercayaan putraku karena cintaku pada Megan. Sekarang aku akan punya anak cacat karena menikahi Megan. Apa yang telah merasukiku hingga bisa sejauh ini? Jika benar-benar cinta, kenapa sekarang aku bahkan malas untuk menemuinya? Apa yang kemarin itu nafsu?Tapi tak mungkin aku melepaskan Megan begitu saja sebab janjiku pada ibunya. " gumam Danang sendirian. Tiba-tiba ponselnya berdering dan nampak yang memanggilnya a

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 75

    "Malam ini, aku akan mengajak Safira rujuk." "Mas!" "Apa? Kenapa?" Danang mengangkat rahangnya. "Kamu jangan gila! Aku gak mau dimadu!" Seperti hilang rasa sakit di tubuh Megan. Dia berusaha bangkit dan duduk di ranjang. Matanya tajam melihat ke arah Danang. Sedangkan pria itu terus saja memperbaiki rambutnya. Sama sekali dia tak menoleh pada istrinya itu. "Kamu mabuk, ya, Megan? Yang belakangan datang dalam kehidupanku siapa?" "Tapi, Mas. Kamu bilang kamu mencintaiku ...." Megan tergugu. Sakit sekali di dalam batinnya. Dia tidak terima dimadu. Memang wanita itu sudah tak memiliki isi otak. Entah tertinggal di mana. "Aku memang mencintaimu, Sayang. Tapi aku butuh Safira. Aku malah heran, kenapa aku mencintai kamu padahal kamu tidak bisa memberikan aku apa-apa. Giliran dapat anak, malah cacat. Jadi jangan was-was, aku tetap mencintaimu meskipun nanti rujuk dengan Safira." "Mas, kalimatmu itu menyakitiku," lirih Megan mengusap pipinya yang basah. "Kok sakit? Harus

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 74

    Sedangkan di sisi lain. Saat perjalanan pulang, David menoleh pada Tasya yang sedang asik memainkan ponselnya. "Gimana? Masih setia kan kamu sama suamimu?" tanya David. "Ya iyalah. Nanti kalau suamiku berhenti berlayar, aku mau resign. Jadi ibu rumah tangga full." "Ah yang bener kamu, Sya? Janganlah dulu." Tasya cekikikan senang melihat bosnya itu serius panik. "Bilang aja, Bapak mau kasih aku tugas jadi mak jomblang." David mengelus tengkuknya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya fokus memegang kemudi. Tasya seolah bisa membaca pikirannya. "Gimana ya, Sya. Aku mau sembunyikan juga, cuman kamu yang cocok tempatku bicara. Jadi menurutmu, kira-kira Safira mau gak terima aku?" Bukannya menjawab, Tasya justru melongo. Alhasil, buku catatan kecil di atas dashboard terlempar di atas paha Tasya. "Masuk lalat dua mangkuk tuh di mulutmu!" "Ish Bapak! Aku shock aja. Kirain kecurigaanku gak bener. Rupanya ...." "Aku gak punya pilihan selain jujur. Aku sudah jatu

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 73

    "Dia juga melambangkan cinta dan kebahagiaan," sanggah Tasya yang membuat David jadi salah tingkah. Safira terhenyak. "Loh! Kok pada ngobrol di depan pintu? Ayo! Masuk!" seru Danang. Tasya dan David pun masuk, langsung duduk di sofa. Safira meletakkan bunga itu di laci samping Rio. Danang mengusap hidungnya mencoba menetralkan perasaannya. Tiba-tiba dia menjadi sangat benci pria yang sudah memberikan mantan istrinya itu bunga. 'Kampungan' umpat hati Danang. "Jadi Rio sakit apa, Fir?" tanya Tasya saat Safira memperbaiki selimut Rio. Safira terdiam. "Jatuh di rumah. Tapi tepat mengenai saraf belakangnya," jawab Danang dengan cepat. "Oooh sayang. Kasihan. Mudahan lekas sembuh. Ngomong-ngomong Adeknya mana? Kangen sama cuitannya yang menggemaskan." "Kan anak kecil gak boleh masuk sini, Sya. Jadi, dia dibawa sama pengasuhnya di rumah mertuaku." Tasya mengangguk-angguk sembari mencuri pandang terhadap Danang yang terlihat datar. Ia jadi sungkan pada pria itu seba

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 72

    Sekarang bahkan wanita tua itu sudah berdiri di depan pintu dan Megan hanya bisa menahan napas. Seolah ia benar-benar takut untuk menghirup udara. "Susul Mbokmu, Megan. Kehadiranmu mengancam keselamatan cucu-cucuku!" "Maafkan saya, Nyai. Maafkan saya. Saya khilaf. Saya hanya ingin Rio makan. Saya salah." "Jangan bicara kamu." Bu Sartini mendekat dengan ekspresi menakutkan. Urat-urat di wajah tuanya mengeras dengan bola mata seperti akan melompat untuk menggerogoti Megan. "Ibuk! Please, Buk! Tolong jangan buat kegaduhan di sini!" seru Danang menarik keras Bu Sartini. "Lepaskan aku!" "Buk! Tolong." Danang bertahan dengan seluruh kekuatannya meski terdorong keras oleh Bu Sartini. Namun wanita itu berhasil meraih lengan Megan. Ditariknya tangan wanita itu hingga tubuh Megan jatuh. "Aaaakh!" Megan mengerang kesakitan. Danang semakin kuat menarik bahu Sartini yang mencoba untuk kembali meraih istrinya. "Berhenti! Ini bukan tempat untuk membuat kegaduhan!" seru sa

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 71

    "Apa Down Syndrome maksudnya, Dok?" tanya Danang tercekat. Dokter mengangguk pasti. Gerakan kepala pria berseragam putih itu seperti hantaman meteor terbesar pada dunia Megan yang bergelar sebagai calon ibu. "Gugurkan saja, Dok," ucap Danang tanpa segan. Tak bernapas Megan mendengarnya. "Terkait itu, kami tidak bisa asal ambil keputusan seperti itu. Lagi pula kita perlu melakukan pemeriksaan lanjutan melalui tes darah. Pemeriksaan ini untuk memastikan kromosom janin positif trisomi 21 atau tidak." "Tapi saya tidak mau memiliki anak yang cacat mental, Dok! Dua anak saya sebelumnya normal, kok. Ganteng dan cantik. Pintar-pintar juga. Saya gak bisa!" Menetes deras air mata Megan, tanpa ada isakan, tanpa ada suara sedikit pun. Sakit di tubuhnya lebih sakit mendengar berita yang sekarang dia dengar. Apalagi ucapan suaminya, bagai belati setiap kalimatnya. "Untuk tindakan terminasi atau aborsi, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan di trimester kedua melalui USG untuk melihat

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 70

    "Ma-maafkan saya, Mbak! Lepaskan!" Safira justru menekan kakinya hingga Megan semakin sulit untuk menarik napas. "Kenapa kamu menjadi hama yang menggerogoti keluargaku, ha? Sudah kamu rebut suamiku sekarang kamu siksa anakku. Dimana hati nuranimu, perempuan?!" "Tak ada yang merebut siapa pun, Mbak. Mas Danang yang datang pada saya!" "Sebelum itu pasti ada kesepakatan kan? Jangan coba-coba berdalih kamu." Kaki Safira yang masih menggunakan sendal slop dengan highheels yang cukup tinggi, sekarang naik tepat di atas leher Megan. Wanita muda itu gemetar. Tangannya mencoba melepaskan kaki Safira namun Safira semakin menekannya keras. Itulah kekuatan seorang ibu yang sedang murka. Bpahkan Megan tak kuasa menggeser tubuhnya sendiri. "Saya emosi karena Rio tak mau makan, Mbak! Saya sayang anak-anak!" Byuuuuur! Safira menyiram wajah Megan dengan centong yang pecah itu. Megan refleks memiringkan wajahnya namun itu tentu saja sudah terlambat. Banyak air yang sudah masuk dalam

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 69

    Flash back! "Bunda, aku kangen Abang!" seru Amira lewat telepon. "Ya sudah, nanti siang ke rumah Papa aja sama Mimi. Kalian naik grab." "Boleh saya pengetin paha ayam sekilo gak, Nyah?" sambung Mimi. "Ada ayam di kulkas? Nanti aku jemput pulang dari sana sekalian ajak anak-anak jalan ke hypermart." "Nanti saya beli duluan. Biasa nanti ada lewat dagang ayam, Nyah." "Oke!" Siang itu, setelah masak 1 kg paha ayam full, Mimi bersama Amira langsung ke rumah Cemara Indah. "Pasti Abang sudah pulang sekolah. Nanti adek janji, kalau diajak nginap juga, jangan mau. Oke?" ucap Mimi sembari memangku Amira. Amira mengangguk tanda mengerti. Setelah sampai rumah, Mimi terkejut mendengar suara tangisan Rio yang sangat kecang. Ia langsung melepaskan Amira dan berlari mencari sumber suara. Bagai tersambar ribuat kilatan petir, Mimi melihat Rio diperlakukan sangat jahat oleh ibu tirinya. Membuncah hebat isi dada Mimi. Tanpa pikir panjang, dia langsung mendorong Megan ke arah dindi

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 68

    "Makan," ucap Megan ketus meletakkan begitu saja piring berisi nasi dan ikan nila goreng di depan Rio yang baru pulang sekolah. "Aku kan gak suka ikan nila. Aku mau ayam." "Papamu tidak kasih uang banyak! Dia cuman kasih 50 ribu! Jangan banyak permintaan." "Aku gak mau. Aku mau pulang saja ke bunda," ucap Rio meninggalkan makanannya, masuk ke dalam kamar. Megan menggigit giginya sendiri menahan amarah. Di matanya, Rio anak kecil yang kurang ajar. Tak bisa menghargainya. Anak itu tak pernah tersenyum padanya. Benar-benar keturunan Safira yang mengesalkan hati. "Dia dan ibunya sama-sama spesies makluk menyebalkan!" Terlihat Danang sudah rapi dengan kemeja batik dan tas jinjing. "Mau kemana, Mas, siang-siang gini?" "Bahas bisnis itu sama temen. Rio sudah makan?" "Tuh, nasinya ditinggalin. Katanya mau makan ayam goreng." "Lah, kenapa kamu gak belikan ayam? Kamu kan tahu bagaimana selera Rio. Gak sehari dua hari kamu asuh dia sebelumnya. Tahu ada Rio mau datang, kam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status