Share

BAB 6

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2024-08-22 01:28:06

"Kamu yang kurang ajar, Mas! Kamu yang setan! Beraninya kamu mengatakan kalimat itu pada putraku! Apa hubunganmu dengan perempuan itu sehingga kamu sampai membelanya seperti itu, ha?!"

Rio langsung berlari menghambur di pelukan ibunya. Safira mengelus kepala putranya agar lebih tenang. Suaminya tak pernah semurka itu sebelumnya. Ia membuatnya benar-benar sangat marah.

"Bukan begitu, Bun. Kasihan lo, Megan. Sampai pucat begitu," ucap Danang gelagapan.

"Heleh! Hamster segede anak tikus aja sampai peluk suami orang," cerocos Safira.

Nampak Megan sedang memeluk dirinya di dekat dinding. Yang barusan itu benar-benar menakutkan. Hatinya cukup panas mendengar tanggapan Nyonya. Ingin rasanya ia berbuat melebihi batasannya sebagai pembantu rumah itu. Namun dia masih menahannya. Belum waktunya, desis hatinya menahan amarah.

"Kamu jangan memudahkan semua perihal. Ini sudah masuk kasus pembulian. Banyak orang yang takut sama kecoa, ulat, cacing!"

"Terus saja kamu belain dia, Mas. Kamu membuatku curiga."

"Curiga apaan sih?! Punyalah rasa empati pada orang lain, Fir!" seru Danang masih melotot. Sekarang pria itu bahkan memanggil nama istrinya.

Safira hanya mendengkus. Ia tahu, memang tak seharusnya dia bicara begitu tapi melihat respon suaminya yang seperti orang kesetanan untuk membela pembantu muda itu membuatnya benar-benar di luar kendali.

"Minta maaf sama Mbak Megan," ujar Safira menoleh pada ketiga anak itu.

Ketiganya saling menoleh.

"Ayo!" seru Safira.

"Maaf," ujar Rio datar. Bahkan ia tidak memandang ke arah pembantu itu.

"Hanya iseng saja," ujar Pricilia dengan wajah ketus. Bahkan ia membuang wajahnya langsung.

"Maafkan kami Mbak. Maaf," ujar Arini terdengar lebih serius dan dari dalam hati.

Danang mendekati putranya. Wajahnya masih tegang.

"Minta maaf yang tulus, Rio. Kamu sudah salah. Kamu bisa dicontoh sama adikmu. Sekarang salim cium tangan Mbak Megan."

Safira langsung menarik baju putranya yang akan bergerak.

"Tak perlu. Tak usah. Sudah, kalian lanjutkan PR nya," ujar Safira dengan wajah yang pasti.

Mulut Danang akan terbuka ingin Menimpali istrinya namun Safira seolah tidak mengizinkan pria itu bicara.

"Dan kamu, Megan, balik kamarmu sekarang! Tak perlu kamu ketakutan begitu sampai-sampai lupa di sini itu kamu siapa."

Safira mendengar suara deringan hpnya lalu melenggang pergi masuk kamar. Danang menoleh pada Megan. Merah urat-urat bola matanya yang besar itu. Megan meneteskan air mata tanpa suara. Dia menunduk lalu menengadah melihat Danang. Sorot matanya menunjukkan kemarahan yang besar, yang terpendam dan tak bisa dia ungkapan. Dan Danang paham itu. Ia ingin mendekat namun Megan langsung bergegas ke kamarnya. Bahkan suara pintu kamarnya yang ditutup dengan keras terdengar menghantam.

"Papa mau bicara sama kamu Rio. Ikut Papa!"

Tak bicara apa pun, Rio melangkah tanpa ragu. Ia yakin, Papanya tidak akan menyakitinya sebab bundanya selalu siap membelanya. Danang membawa putranya menjauh, ke taman belakang tepat di bawah pohon jambu batu.

"Kenapa kamu menyimpan hamster itu di kamar Mbak Megan? Kamu tahu itu sangat salah, Rio. Kamu sudah buat keonaran. Kasihan Mbak Megan sampai gemetar begitu ketakutan."

Rio diam saja.

"Ayo bicara, Nak! Jangan buat Papa kembali marah. Papa gak mau kamu tumbuh jadi anak yang nakal."

Rio masih diam.

"Bicara, Rio! Berikan Papa alasan yang logis kenapa kamu sampai buli Mbak Megan?! Dia itu sudah ngurus kamu dan adikmu dengan tulus!"

"Apa itu tulus, Pa? Tulus karena dia selingkuhan Papa?"

Seperti tersambar ribuan kilat sehingga membuat Danang menjadi kaku. Ia langsung menoleh kiri kanan lalu duduk berjongkok sejajar dengan putranya. Danang langsung meraih pundak Rio. Anak laki-laki usia 12 tahun itu membuang wajahnya, tak ingin melihat ayahnya. Sejujurnya ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Rio ingin menangis.

"Lihat Papa, Rio. Lihat Papa."

Danang menarik rahang wajah putranya namun Rio menyampingkan wajahnya. Danang menggeser posisinya agar bisa berhadapan dengan mata Rio namun dengan cepat Rio mengalihkan pandangannya yang sudah buram.

"Papa minta kamu jelasin maksud ucapanmu tadi. Apa yang kamu ketahui, Nak?"

Rio masih bergeming bertahan tidak mau bicara. Hatinya sangat sakit. Kenapa Papanya jahat sekali sekarang?! Kenapa harus Papanya?!

"Rio!"

Tangan besar Danang mencengkram bahu kecil Rio.

"Apa?! Kenapa? Memangnya apa yang akan Papa lakukan kalau aku memang sudah tahu? Beberapa kali aku lihat Papa cium dia saat Bunda di kamar. Papa peluk dia! Papa bahkan masuk kamar dia! Kenapa Papa jahat sama aku? Sama adek? Papa sudah jahatin Bundaku!"

"Selama ini aku diam karena aku takut sekali Bundaku sakit hatinya dan menjadi sedih. Sampai aku berpikir biar aku sendiri yang sedih jangan Buunda sama adek. Tapi kenapa Papa begitu sama Bundaku? Bunda itu ibu yang sangat baik dan sangat cantik di mataku. Dia wanita yang paling cantik di dunia ini. Bagaimana bisa Papa mencium dan memeluk wanita lain?! Papa jahat sekali melebihi seluruh penjahat di dunia ini karena sudah mengkhianati bundaku!"

Rio berusaha melepaskan diri dari cengkraman ayahnya. Jantung Danang berdegub kencang mendangar ucapan putranya. Baru pertama kali ia mendengar Rio yang irit bicara sampai bicara sebanyak itu. Pria itu memaksa lidahnya untuk bicara meskipun tercekat.

"De-de-dengarkan Papa, Nak. Ini tidak seperti yang kamu kira."

"Aku tidak selalu tetap jadi anak kecil, Pa. Aku sudah besar. Aku sudah mengerti apa yang sedang terjadi. Kalau Papa gak mau usir wanita itu dari rumah ini, aku akan bilang sama Bunda!" ancam Rio dengan sorot mata tajam.

"Jangan, Nak. Papa bisa jelaskan ini."

"Lepasin! Aku benci sama Papa! Papa jahat!"

Danang semakin mencengkram bahu putranya. Ia harus memastikan Rio tidak bicara apa pun pada istrinya. Bisa hancur berantakan rumah tangganya dengan Safira. Wanita itu bukanlah wanita yang bisa ditekan dan Danang tahu itu.

"Lepasin aku, Pa!"

"Dengarkan Papa dulu!" bentak Danang.

"Mas! Lepasin!" teriak Safira mendekat dengan langkah cepat.

Rio berhasil lepas dan langsung lari menjauh. Pricilia dan Arini yang mengintip langsung mengejar Rio yang berlari ke arah kamarnya.

"Kamu kenapa sih, Mas?! Sampai bikin anak ketakutan gitu. Belum puas tadi kamu sudah mau pukul dia sekarang kamu cari tempat lain buat menekan putraku?"

"Dia putraku juga, Fir. Kamu kalau ngomong suka gak saring."

"Ya, karena orang tua yang bijak itu tidak mudah berbuat kasar pada anak, Mas. Rio itu sudah besar. Bentar lagi dia masuk SMP. Kamu jangan berlebihan, deh. Bela pembantu segitu banget. Bisa kan anak diajak bicara baik-baik," omel Safira.

"Ini semua karena kamu terlalu memanjakannya, membelanya tanpa berpikir. Sudah tahu anak salah, masih dibela! Aku gak mau dia kebiasan nanti bulli orang lain!"

Danang berusaha berkilah. Ia tak ingin istrinya curiga kalau memang dia sangat mengkhawatirkan Megan. Megan yang cantik, muda dan pandai memperlakukannya sebagai lelaki dewasa.

"Kalau bukan Megan yang diisengin Rio, apakah responmu akan setegang ini, Mas?" cecar Safira tak berkedip menatap suaminya.

"Apaan sih pertanyaanmu itu, gak mutu. Udah akh, aku capek. Didik anakmu itu supaya tidak mudah membulli orang lain!"

Danang ketus dan masam untuk menutupi ketidak mampuannya menjawab pertanyaan istrinya. Ia pun melangkah cepat meninggalkan Safira seorang diri di halaman rumah itu.

"Cepat atau lambat, aku akan mengetahui apa sebenarnya yang sedang terjadi, Mas."

"Cepat atau lambat ...," desis Safira berulang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 7

    "Kamu jangan nangis lagi, Rio. Ada banyak anak yang sudah pernah mengalami yang seperti kamu alami. Bahkan, di tengah kemiskinan," ujar Arini dengan nada berat. Itu curahan hatinya. "Kamu tenang aja. Mbak pelakor itu akan mendapatkan ganjarannya," tambah Pricillia optimis. "Kamu jangan memberikan ide gila lagi. Gara-gara idemu itu, kita semua kena getahnya," ketus Arini. Dia sedih sekali melihat Rio dimarah bahkan hampir mau dipukul. Memang persis seperti yang ayahnya lakukan dulu padanya. Tapi beruntung, Rio punya bunda yang punya kekuatan. Kalau ibunya, justru ikut dipukul. Mengingat itu, Arini hanya bisa menahan sakit batinnya yang masih mungil. Bahkan bekas pukulan tangan ayahnya masih ada. Belum sempat Pricilia menimpali, Rio sudah membuka mulut untuk membelanya. "Sudah, kamu jangan salahin Pricilia. Papaku memang jahat. Aku bahkan ingin dia benar-benar memukulku agar aku makin benci padanya," timpal Rio. "Rio ...." desis Arini dan Pricilia bersamaan, merasa ikut sedih. To

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 8

    "Kamu harus hati-hati, Sayang. Bundanya anak-anak sudah mulai curiga," ujar Danang menelpon Megan dengan nomor lain dan tentu saja ponsel lain. Ponsel itu selalu dia simpan di kantornya, tak pernah dia bawa pulang. Memang akal bulus buaya muara."Iya, Sayang. Aku akan hati-hati. Untung saja kan aku melihat orang yang pasang cctv. Dikira aku bodoh apa. Katanya tukang rumput, tau-taunya malah masang kamera tersembunyi di ruang tamu. Aku gak tahu di mana lagi istrimu itu memasang kamera tersembunyi. Jadinya sekarang kita gak bisa dekat-dekatan lagi. Iiih Mama kangen, Yank! Sayangku! Kangen!""Sabar, sayang. Papa juga kangen Mama. Kan tiap hari kita ketemu.""Tapi kan gak bisa peluk dan cium apalagi itu itu lagi sama Sayangku ini. Memangnya gak kangen apa sama ini ini ini kesukaanmu?" gerutu Megan mendesah sendiri di dalam selimut.Dia tahu, Danang pasti mengerti arah ucapannya. Pria itu hanya mengecap menahan hasrat. Benar, Safira itu masih cantik dan mandiri tapi yang baru dan ranum itu

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 9

    FLASH BACK! "Nyonya, saya rindu sekali dengan Megan," ujar Mbok Mar pada Safira. "Megan? Anaknya Mbok itu kan?""Iya, Nyonya. Boleh gak dia ke sini dan tinggal di sini seminggu aja? Mumpung dia libur semester.""Ooh, boleh dong, Mbok. Gak apa-apa," ujar Safira rela. Mbok Mar tersenyum senang. Selang dua hari, seorang gadis manis dengan kulit kuning langsat sudah hadir di rumah itu. Semua menyambut dengan suka rela termasuk Nyonya rumah."Makan apa yang ada, ya Megan. Jangan sungkan," ujar Safira saat duduk makan malam bersama suami dan anak-anaknya. "Terimakasih banyak, Nyonya," jawab Megan sungkan apalagi melihat ibunya juga ikut duduk di meja makan. "Mbok Mar sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri jadi dia memang makan bersama dengan kami seperti ini," tambah Safira. Danang yang berada di sampingnya hanya diam. Dia tak terlalu memperhatikan gadis desa yang baru sampai di rumahnya itu. Criiing! Sendok Megan jatuh. Refleks gadis itu menunduk. Sendok itu berada di dekat kak

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 10

    "Kok bengong?" cecar Bu Andin. "Maaf, Bu. Hanya Nyonya Safira yang berhak memecat saya," timpal Megan lalu berbalik menjauhi Bu Andin. Eh?! Terdengar suara deruman mobil dari arah gerbang. Bu Andin menoleh. Itu menantunya. Wanita berhijab lebar itu mengerucutkan mulutnya kesal. Dia bahkan tidak menunggu menantunya masuk rumah. Dengan cepat langkahnya mendekati Safira yang sedang keluar dari mobil. "Mama? Kapan sampainya? MasyaAllah, aku rindu sekali," sapa Safira menutup pintu mobil. Bu Andin baru pulang dari menemai putrinya yang melahirkan di luar provinsi selama empat bulan lebih. Itu mengapa dia baru mengunjungi rumah Danang. "Kamu ya. Kok ada wanita muda tinggal di rumah ini? Apa gak takut Danang digoda, hah?!""Takutlah, Ma. Cuma gini ceritanya, Ma. Jangan emosi dulu, ah.""Gimana Mama gak emosi. Mama gak suka, Safira."Safira meraih tangan mertuanya, menatapnya dengan senyuman. Jika banyak mengatakan mertua adalah saingan, bagi Safira, mertuanya adalah sudah seperti ibunya

    Last Updated : 2025-02-08
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 11

    "Aaaakh!!! Sakit, Nyai!!!""Karena belas kasihanku pada ibumu makanya aku terus merayu putriku agar tetap menerimamu bekerja di sini. Tapi kamu rupanya menjelma menjadi pagar makan tanaman."Safira tersenyum sinis melihat Megan dijambak ibunya. Ia merasa memang ibunya adalah yang paling berhak sebab ibunya itulah tempat asal Mbok Mar mengabdi. Karena desakan ibunya pula ia masih mempertahankan Megan lebih-lebih hasutan suaminya. Ia mengira Danang tulus rupanya .... "Tolong lepaskan saya, Nyai! Lepaskan!"Megan memberontak dan mendorong Bu Sartini. Ia berhasil melepaskan dirinya dan menghentak angkuh. "Apa pun kesalahanku, kalian tidak berhak untuk memperlakukanku seperti ini. Karena tidak hanya aku yang melakukan perselingkuhan tapi juga Mas Danang! Kami sama-sama mau!""Ya, sebelum dia kucincang, kau yang akan lebih dulu kumutilasi!" seru Bu Sartini terengah-engah. "Tak perlu, Mbak! Biar aku yang cincang anak laki-lakiku yang tak guna ini! Bagaimana bisa dia tergoda wanita rendaha

    Last Updated : 2025-02-13
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 12

    "Apa pun itu! Kamu juga ada andil! Mama tegaskan, tidak ada perceraian! Kasihan kedua cucuku! Ini baru saja kok! Anggap saja kesalahan pertama! Seandainya tidak terjadi hal ini pastilah kamu akan terus menerima kehadiran perempuan murahan itu kan di rumah ini?!"Safira diam dan air matanya kembali jatuh lagi lebih deras. Matanya refleks menoleh ke arah Megan dengan rambut yang sudah acak-acakkan karena tangan ibunya. "Dalam hal ini, saya yang paling salah. Jadi salahkan saja saya, Mbak. Saya yang membujuk Safira agar terus menerima Megan padahal Fira sudah bilang keberatan."Bu Sartini mengelus pundak putrinya. Ia benar-benar kasihan pada Safira yang mendapatkan omelan dari mertuanya bahkan setelah suaminya jelas-jelas selingkuh. "Itulah Mbak. Sebagai orang tua, kita harus menjaga rumah tangga anak-anak. Saya pun menyanyangkan ada wanita muda berkeliaran di sini. Sebagai laki-laki, akan sangat sulit memang menjaga pandangan apalagi di rumah sendiri."Pak Rahmat menambahkan. Biar bag

    Last Updated : 2025-02-13
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 13

    FLASH BACK! Pukul 11 malam. "Mbok, aku dilamar!" seru Megan lewat telepon. "Ya Allah, yang serius kamu, Megan? Kok tiba-tiba ada yang lamar, sih?" tanya Mbok Mar langsung hilang ngantuknya. "Aku memang suruh kamu nikah biar ada yang nemenin kamu setelah lulus kuliah. Bisa bantuin kamu cari kerjaan dan ada yang jagain, Nak. Tapi ini kan belum wisuda, Megan. Jadi selama ini kamu gak kuliah, malah sibuk pacaran, ya?" cecar Mbok Mar. "Mbok tenang dulu. Calon suamiku ini jelas orang kaya, bukan perintis. Dia pun sudah mapan dengan pekerjaan yang mapan pula, Mbok.""Serius? Kaget aku, Megan!""Kami memang baru kenal tapi dia bilang serius sama aku, Mbok.""Aduh, bikin penasaran. Orang mana? Kamu gak pernah cerita-cerita.""Dia ...."Tok! Tok! "Mbok? Sudah tidur?""Belum, Non!" jawab Mbok Mar cepat. "Sebentar ya, Megan. Nyonya panggil."Ponsel dibiarkan menyala. Mbok Mar langsung membuka pintu. "Belum, Non. Kenapa?""Ini Amira rewel, Mbok. Pegang dulu, ya. Aku kebelet ke toilet! Mas D

    Last Updated : 2025-02-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 14

    "Mbok, duduklah! Kita harus bicara dengan cepat," ujar Danang membimbing Mbok Mar duduk di depan cafe samping supermarket. "Jangan tegang gitu akh, Mbok! Semua baik-baik saja!" seru Megan berbinar. Mbok Mar melihat ke arah punggung tangan Megan yang sudah berhena. Ada cincin juga. Lemas rasa persendiannya membayangkan apa yang akan dia dengar. "Maaf, Mbok. Saya nekat menikahi Megan karena saya merasa sudah jatuh cinta padanya. Saya menikahinya secara siri, dinikahkan oleh Paman Wan. Saksinya lima orang termasuk istri paman Wan.""Lailahaillah. Pak, bagaimana saya menyimpan wajah saya di depan Bu Sartini? Di hadapan Nona Fira? Ini pengkhianatan namanya, Pak.""Jadi Mbok tetap gak suka saya jadi mantu Mbok?" tantang Danang yang membuat Mbok Mar kehilangan kosa kata. Refleks wanita itu menggeleng. "Saya akan menjamin hidup Mbok dan Megan. Mbok tenang saja. Selama semua lancar, semua akan indah. Saya janji, enam bulan ke depan saya akan umrohkan Mbok. Pangkat saya di kantor makin tingg

    Last Updated : 2025-02-16

Latest chapter

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 76

    "Silahkan, Mas. Urusanmu sekarang hanya dengan Rio dan Amira." Safira merentangkan tangan kanannya menegaskan sikapnya. Tak punya pilihan, Danang terpaksa keluar membawa kekecewaan yang pekat. Cukup lama dia terpekur menatap langit taman rumah sakit itu. Suara kaki ke sana kemari para pengunjung sama sekali tak bisa mengusik pikirannya. Ia mengingat-ingat bagaimana berwibawanya dia saat hidup bersama Safira. Sekarang, ia bahkan mendatangi orang lain untuk mencari peluang. "Aku dipecat, karena sayangku pada Megan. Aku juga kehilangan keluarga sempurnaku, kehilangan kepercayaan putraku karena cintaku pada Megan. Sekarang aku akan punya anak cacat karena menikahi Megan. Apa yang telah merasukiku hingga bisa sejauh ini? Jika benar-benar cinta, kenapa sekarang aku bahkan malas untuk menemuinya? Apa yang kemarin itu nafsu?Tapi tak mungkin aku melepaskan Megan begitu saja sebab janjiku pada ibunya. " gumam Danang sendirian. Tiba-tiba ponselnya berdering dan nampak yang memanggilnya a

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 75

    "Malam ini, aku akan mengajak Safira rujuk." "Mas!" "Apa? Kenapa?" Danang mengangkat rahangnya. "Kamu jangan gila! Aku gak mau dimadu!" Seperti hilang rasa sakit di tubuh Megan. Dia berusaha bangkit dan duduk di ranjang. Matanya tajam melihat ke arah Danang. Sedangkan pria itu terus saja memperbaiki rambutnya. Sama sekali dia tak menoleh pada istrinya itu. "Kamu mabuk, ya, Megan? Yang belakangan datang dalam kehidupanku siapa?" "Tapi, Mas. Kamu bilang kamu mencintaiku ...." Megan tergugu. Sakit sekali di dalam batinnya. Dia tidak terima dimadu. Memang wanita itu sudah tak memiliki isi otak. Entah tertinggal di mana. "Aku memang mencintaimu, Sayang. Tapi aku butuh Safira. Aku malah heran, kenapa aku mencintai kamu padahal kamu tidak bisa memberikan aku apa-apa. Giliran dapat anak, malah cacat. Jadi jangan was-was, aku tetap mencintaimu meskipun nanti rujuk dengan Safira." "Mas, kalimatmu itu menyakitiku," lirih Megan mengusap pipinya yang basah. "Kok sakit? Harus

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 74

    Sedangkan di sisi lain. Saat perjalanan pulang, David menoleh pada Tasya yang sedang asik memainkan ponselnya. "Gimana? Masih setia kan kamu sama suamimu?" tanya David. "Ya iyalah. Nanti kalau suamiku berhenti berlayar, aku mau resign. Jadi ibu rumah tangga full." "Ah yang bener kamu, Sya? Janganlah dulu." Tasya cekikikan senang melihat bosnya itu serius panik. "Bilang aja, Bapak mau kasih aku tugas jadi mak jomblang." David mengelus tengkuknya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya fokus memegang kemudi. Tasya seolah bisa membaca pikirannya. "Gimana ya, Sya. Aku mau sembunyikan juga, cuman kamu yang cocok tempatku bicara. Jadi menurutmu, kira-kira Safira mau gak terima aku?" Bukannya menjawab, Tasya justru melongo. Alhasil, buku catatan kecil di atas dashboard terlempar di atas paha Tasya. "Masuk lalat dua mangkuk tuh di mulutmu!" "Ish Bapak! Aku shock aja. Kirain kecurigaanku gak bener. Rupanya ...." "Aku gak punya pilihan selain jujur. Aku sudah jatu

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 73

    "Dia juga melambangkan cinta dan kebahagiaan," sanggah Tasya yang membuat David jadi salah tingkah. Safira terhenyak. "Loh! Kok pada ngobrol di depan pintu? Ayo! Masuk!" seru Danang. Tasya dan David pun masuk, langsung duduk di sofa. Safira meletakkan bunga itu di laci samping Rio. Danang mengusap hidungnya mencoba menetralkan perasaannya. Tiba-tiba dia menjadi sangat benci pria yang sudah memberikan mantan istrinya itu bunga. 'Kampungan' umpat hati Danang. "Jadi Rio sakit apa, Fir?" tanya Tasya saat Safira memperbaiki selimut Rio. Safira terdiam. "Jatuh di rumah. Tapi tepat mengenai saraf belakangnya," jawab Danang dengan cepat. "Oooh sayang. Kasihan. Mudahan lekas sembuh. Ngomong-ngomong Adeknya mana? Kangen sama cuitannya yang menggemaskan." "Kan anak kecil gak boleh masuk sini, Sya. Jadi, dia dibawa sama pengasuhnya di rumah mertuaku." Tasya mengangguk-angguk sembari mencuri pandang terhadap Danang yang terlihat datar. Ia jadi sungkan pada pria itu seba

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 72

    Sekarang bahkan wanita tua itu sudah berdiri di depan pintu dan Megan hanya bisa menahan napas. Seolah ia benar-benar takut untuk menghirup udara. "Susul Mbokmu, Megan. Kehadiranmu mengancam keselamatan cucu-cucuku!" "Maafkan saya, Nyai. Maafkan saya. Saya khilaf. Saya hanya ingin Rio makan. Saya salah." "Jangan bicara kamu." Bu Sartini mendekat dengan ekspresi menakutkan. Urat-urat di wajah tuanya mengeras dengan bola mata seperti akan melompat untuk menggerogoti Megan. "Ibuk! Please, Buk! Tolong jangan buat kegaduhan di sini!" seru Danang menarik keras Bu Sartini. "Lepaskan aku!" "Buk! Tolong." Danang bertahan dengan seluruh kekuatannya meski terdorong keras oleh Bu Sartini. Namun wanita itu berhasil meraih lengan Megan. Ditariknya tangan wanita itu hingga tubuh Megan jatuh. "Aaaakh!" Megan mengerang kesakitan. Danang semakin kuat menarik bahu Sartini yang mencoba untuk kembali meraih istrinya. "Berhenti! Ini bukan tempat untuk membuat kegaduhan!" seru sa

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 71

    "Apa Down Syndrome maksudnya, Dok?" tanya Danang tercekat. Dokter mengangguk pasti. Gerakan kepala pria berseragam putih itu seperti hantaman meteor terbesar pada dunia Megan yang bergelar sebagai calon ibu. "Gugurkan saja, Dok," ucap Danang tanpa segan. Tak bernapas Megan mendengarnya. "Terkait itu, kami tidak bisa asal ambil keputusan seperti itu. Lagi pula kita perlu melakukan pemeriksaan lanjutan melalui tes darah. Pemeriksaan ini untuk memastikan kromosom janin positif trisomi 21 atau tidak." "Tapi saya tidak mau memiliki anak yang cacat mental, Dok! Dua anak saya sebelumnya normal, kok. Ganteng dan cantik. Pintar-pintar juga. Saya gak bisa!" Menetes deras air mata Megan, tanpa ada isakan, tanpa ada suara sedikit pun. Sakit di tubuhnya lebih sakit mendengar berita yang sekarang dia dengar. Apalagi ucapan suaminya, bagai belati setiap kalimatnya. "Untuk tindakan terminasi atau aborsi, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan di trimester kedua melalui USG untuk melihat

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 70

    "Ma-maafkan saya, Mbak! Lepaskan!" Safira justru menekan kakinya hingga Megan semakin sulit untuk menarik napas. "Kenapa kamu menjadi hama yang menggerogoti keluargaku, ha? Sudah kamu rebut suamiku sekarang kamu siksa anakku. Dimana hati nuranimu, perempuan?!" "Tak ada yang merebut siapa pun, Mbak. Mas Danang yang datang pada saya!" "Sebelum itu pasti ada kesepakatan kan? Jangan coba-coba berdalih kamu." Kaki Safira yang masih menggunakan sendal slop dengan highheels yang cukup tinggi, sekarang naik tepat di atas leher Megan. Wanita muda itu gemetar. Tangannya mencoba melepaskan kaki Safira namun Safira semakin menekannya keras. Itulah kekuatan seorang ibu yang sedang murka. Bpahkan Megan tak kuasa menggeser tubuhnya sendiri. "Saya emosi karena Rio tak mau makan, Mbak! Saya sayang anak-anak!" Byuuuuur! Safira menyiram wajah Megan dengan centong yang pecah itu. Megan refleks memiringkan wajahnya namun itu tentu saja sudah terlambat. Banyak air yang sudah masuk dalam

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 69

    Flash back! "Bunda, aku kangen Abang!" seru Amira lewat telepon. "Ya sudah, nanti siang ke rumah Papa aja sama Mimi. Kalian naik grab." "Boleh saya pengetin paha ayam sekilo gak, Nyah?" sambung Mimi. "Ada ayam di kulkas? Nanti aku jemput pulang dari sana sekalian ajak anak-anak jalan ke hypermart." "Nanti saya beli duluan. Biasa nanti ada lewat dagang ayam, Nyah." "Oke!" Siang itu, setelah masak 1 kg paha ayam full, Mimi bersama Amira langsung ke rumah Cemara Indah. "Pasti Abang sudah pulang sekolah. Nanti adek janji, kalau diajak nginap juga, jangan mau. Oke?" ucap Mimi sembari memangku Amira. Amira mengangguk tanda mengerti. Setelah sampai rumah, Mimi terkejut mendengar suara tangisan Rio yang sangat kecang. Ia langsung melepaskan Amira dan berlari mencari sumber suara. Bagai tersambar ribuat kilatan petir, Mimi melihat Rio diperlakukan sangat jahat oleh ibu tirinya. Membuncah hebat isi dada Mimi. Tanpa pikir panjang, dia langsung mendorong Megan ke arah dindi

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 68

    "Makan," ucap Megan ketus meletakkan begitu saja piring berisi nasi dan ikan nila goreng di depan Rio yang baru pulang sekolah. "Aku kan gak suka ikan nila. Aku mau ayam." "Papamu tidak kasih uang banyak! Dia cuman kasih 50 ribu! Jangan banyak permintaan." "Aku gak mau. Aku mau pulang saja ke bunda," ucap Rio meninggalkan makanannya, masuk ke dalam kamar. Megan menggigit giginya sendiri menahan amarah. Di matanya, Rio anak kecil yang kurang ajar. Tak bisa menghargainya. Anak itu tak pernah tersenyum padanya. Benar-benar keturunan Safira yang mengesalkan hati. "Dia dan ibunya sama-sama spesies makluk menyebalkan!" Terlihat Danang sudah rapi dengan kemeja batik dan tas jinjing. "Mau kemana, Mas, siang-siang gini?" "Bahas bisnis itu sama temen. Rio sudah makan?" "Tuh, nasinya ditinggalin. Katanya mau makan ayam goreng." "Lah, kenapa kamu gak belikan ayam? Kamu kan tahu bagaimana selera Rio. Gak sehari dua hari kamu asuh dia sebelumnya. Tahu ada Rio mau datang, kam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status