Share

BAB 3

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2024-08-16 07:41:46

Kreess!

Ada semut yang menggigit kakiku dan aku terpaksa bergerak hingga menimbulkan suara gesekan. Megan refleks berbalik dan matanya sampai melotot begitu saat melihatku. Sekaget itu dia.

"Nyo-nyonya?"

"Iya. Aku mau gabung duduk. Gabut di dalam," ujarku salah tingkah juga. Aku menggaruk kakiku yang tersengat semut. Gatal sekali. Sepertinya ada lubangnya yang kuinjak. Sial betul.

"Saya ambilkan minyak kayu putih dulu, Nyonya. Tunggu sebentar!"

Aku berniat mencegahnya tapi Megan langsung berlari masuk rumah dengan hpnya yang masih menyala tentunya. Tak lama dia kembali dan aku langsung mengobati bentol-bentol di kakiku.

"Rupanya ada juga lubang semut di sini," ucapku meringis masih menahan gatal.

"Besok saya semprot pakai baygon biar mati semuanya, Nyonya."

Aku langsung menoleh padanya. Kalimat itu cukup kejam di telingaku. Bahkan setahuku, semut adalah salah satu hewan yang spesial di dalam Al Quran. Sampai diabadikan dalam sebuah surat AN-NAML. Jadi tidak boleh dibunuh begitu saja tanpa asbab.

"Tidak perlu. Tanah memang tempat tinggal mereka dan aku yang sudah mengganggu kehidupan mereka. Jadi sebenarnya akulah yang harus menyingkir bukan semut-semut itu," ucapku menekan.

Megan hanya diam saja sembari melihat kakiku yang sedang kuelus-elus lembut agar tidak meninggalkan bekas luka. Jika dia cerdas, dia pasti bisa menangkap ucapanku. Bahwa di sini dia harus tahu diri. Dia adalah pembantu, jangan coba-coba sedikit saja memposisikan diri sebagai nyonya di sini. Sama seperti sikapnya yang meminta anak-anakku memanggilnya dengan sebutan Mama adalah fatal bagiku.

"Jadi kamu sudah menikah?" tanyaku datar.

Meski cukup banyak detik yang terlewat, terdengar juga suara Megan.

"Iya, Nyonya. Saya sudah menikah."

"Masyalloh. Kenapa kamu tidak memberitahuku sejak awal? Lalu ... Mbok Mar juga, kenapa tak ada undangan atau sekedar pemberitahuan? Ini mengejutkan, Megan!" seruku antusias karena benar-benar kaget.

"Ma-maaf, Nyonya. Sa-saya sungkan. Acara kecil-kecilan," ucapnya terbata-bata.

"Duh, tak perlu sungkan begitu. Aku sama Mbokmu sudah sangat dekat. Jadi, suamimu tidak masalah kamu kerja di sini? Menjalani LDM?"

Megan mengerutkan alisnya seperti bingung.

"LDR maksud Nyonya?"

"Kalau LDR itu biasanya untuk yang belum menikah, Long Distance Relationship. Kalau LDM buat yang sudah Merried, nikah," jelasku.

"Oh, iya, Nyah," ujarnya seperti masih sungkan padaku.

Mungkin Megan takut aku memecatnya karena dia sudah menikah. Tapi justru aku sedikit lebih lega karena rupanya dia wanita bersuami. Meskipun tidak menjamin tapi ada sedikit ruang kelegaan.

"Ya sudah, lanjut aja. Aku ke kamar, ya," ujarku.

Megan mengangguk. Aku melenggang masuk meninggalkannya. Sempat aku menoleh ke belakang hanya sekejap, sekedar tersenyum, rupanya dia sedang menatapku kaku. Wanita itu aneh sekali.

Nomor yang Anda tuju sedang dalam panggilan lain ....

Bibirku berlipat, menatap nomor WA suamiku yang gagal kuhubungi. Jam 10 malam begini, dia bicara dengan siapa?

Mungkin ibu mertua kali, ya. Biasanya sebelum tidur, Mama mertua sering menelpon. Aku memutuskan ke dapur untuk mengambil salad buah. Kulihat Megan masih di taman sembari menelpon.

Hemm ....

Sambil scrolling i*******m, tak terasa salad buahku habis. Aku berniat kembali ke kamar bersamaan Megan pun masuk rumah. Dia hanya tersenyum kecil padaku lalu menghilang dari padangan. Tiba-tiba ponselku berdering. Mas Danang menelpon.

"Mas, tadi ngomong sama siapa? Gak bisa masuk panggilanku," tanyaku.

"Sama teman, Bun. Besok janjian mau berangkat bareng," jawab Mas Danang tanpa ada keraguan.

"Ooh, iya."

Obrolan kami pun berlanjut sekedar menanyakan kondisi anak-anak. Hingga sampai ...

"Aku kayaknya selama di sini gak bisa telpon full, Bun. Mau fokus kerja karena proyeknya ini cukup besar," ujar Mas Danang.

"Ooh gitu. Gak apa-apa, Mas. Kalau ada kendala, aku bisa bantu," sambutku.

Memang aku sering membantunya menyelesaikan pekerjaan kantornya. Sebagai sekretaris, aku selalu dia bisa andalkan dalam pekerjaannya sebagai kepala staf administrasi. Tumben-tumben ini dia tidak konsultasi denganku tentang pekerjaannya.

"Iya, Sayang. Aku bisa melakukannya sendiri, kok. Masa setiap ada pekerjaan, kamu saja yang repot," ucapnya terdengar manis.

"Aku kan istrimu, Sayang," ucapku manja.

"Iya. Istriku yang paaaaling kusayang."

"Iiiih 'paling?!' memangnya ada istri lain apa?" ucapku mengerucutkan mulut seolah dia di depanku. Aku hanya menggodanya.

"Eeeh, Bunda. Bisa aja," ucapnya terdengar tertawa kecil.

Aku pun tersenyum. Kami sedikit berbincang lalu memutuskan untuk tidur. Aku bahagia sekali memiliki suami seperti Mas Danang. Dia nyaris sempurna menjadi suami dan sosok ayah. Mas Danang banyak mengalah dan menuruti semua keputusanku.

Keesokannya, sebelum Rio dan Amira bangun tidur, Megan rupanya sudah menungguku selesai sholat subuh. Rumahku memiliki satu space khusus untuk sholat. Mas Danang sering memimpinku dan dua anak kami untuk sholat. Seperti potret keluarga kencil impian setiap wanita, keluarga cemara, tak memiliki cela.

"Kenapa, Megan? Sudah sholat?" tanyaku sembari melipat mukenahku.

"Sudah, Nyonya."

"Syukurlah. Kenapa? Katakan."

"Saya minta izin 3 hari saja buat pulang ke kampung. Mbok lagi kumat parah."

"Ooh ya, Allah."

Aku tidak bisa berkata apa pun. Pasalnya bagaimana aku mengurus rumah dan dua anakku tanpa art? Apalagi Mas Danang tugas ke luar kota. Tapi mendengar keadaan Mbok Mar parah, aku jadi tak tega.

"Kamu bisa menemani Mbok Mar sampai sembuh, Megan. Lama-lama juga tak masalah. Mungkin nanti aku cari asisten yang baru saja."

"Nyonya, saya hanya minta waktu 3 hari saja. Bukan berarti saya mau berhenti. Saya butuh uang buat pengobatan Mbok."

Megan sepertinya panik.

"Hemmm ... ya sudah. Jangan lebih, ya."

Megan mengangguk antusias. Berbinar kedua bola matanya bagai bulan purnama.

"Terimakasih banyak, Nyonya. Nanti setelah siapkan anak-anak sekolah, saya langsung pamit."

"Oke," jawabku berusaha santai.

Amira dan Rio satu sekolah meski beda jenjang. Setiap pagi ada mobil yang datang menjemput mereka. Khusus kusewa setiap hari untuk mengantar dan menjemput mereka. Sedangkan urusan dapur, aku sering masak karena aku suka, kadang juga beli online. Megan juga kerap masak karena itu memang tugasnya. Masak dan menjaga anak-anakku adalah tugas utamanya. Kalau laundry, setiap sekali dua hari orang datang menjemput dan mengantarkan pakaian. Sedangkan untuk kebersihan rumah, sesantai kami saja. Kadang aku yang menyapu setelah aku sholat subuh. Bahkan Mas Danang sering juga menyapu. Aku juga tak jarang memanggil jasa bersih-bersih rumah yang hitungan jam.

Tiga hari kujalani hari tanpa Megan dan tentu saja aku keteteran. Mempersiapkan dua anak itu cukup menyita waktuku untuk mempersiapkan diriku sendiri menuju kantor. Dan pada hari keempat, sore hari saat aku menyisir rambut Amira.

Terdengar ....

"Assalamu'alaikum!"

"Waalaikumsalam!" jawabku.

Mas Danang pulang. Karena suara tivi, aku tidak mendengar suara mobilnya. Amira langsung menghambur memeluk ayahnya. Rio yang sedang bermain game di tabku langsung mencium punggung tangan ayahnya takzim. Tak ketinggalan aku juga memeluk dan menyambut kedatangan suamiku dengan senyum kebahagiaan. Serasa tiga hari itu begitu lama dan berat tanpanya.

Masih suasana riuh gembira kedua anakku yang membuka hadiah dari ayahnya, tiba-tiba Megan membuka gerbang, memasuki halaman. Hatiku tiba-tiba berdesir aneh ....

Kok bisa kedatangan Megan hampir bersamaan dengan suamiku?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 4

    Aku mendekati Megan, yang sedang berjalan ke arah pintu samping. Pasti dia ingin masuk lewat samping. "Megan!" seruku menyapanya. "Saya, Nyonya. Maaf, saya gak lewat depan, takut ganggu kebersamaan Nyonya dan Tuan yang baru saja sampai," jawab Megan seperti gugup. "Kok kamu tahu, Mas Danang barusan pulang?" tanyaku menyelidik. "Oooh, barusan kan kedengaran suaranya, Nyonya," jawab Megan mengulum senyum. Oh ya? Memangnya tadi Mas Danang bersuara, ya? Perasaanku dia sedang memainkan hpnya. Yang ada suara Amira yang heboh. Aku menatap tajam pada wanita muda di depanku ini. Agak lain perasaanku ini. "Tidak ada yang kamu sembunyikan dariku, kan Megan?" "Apa maksud pertanyaan Nyonya? Maaf, saya gak paham. Oh ya, salamnya Mbok, Nyah. Terimakasih, saya sudah dikasih cuti." Aku hanya bergeming. Pasalnya aku pun menelpon Mbok Mar dan memang dia mengakui sangat berterimakasih karena memperkenankan putrinya pulang. Tapi Mbok Mar terdengar tidak sakit parah. Suaranya segar menurut te

    Last Updated : 2024-08-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 5

    "Sudah kerjain PR dari bu guru Indri belum?" tanya Arini pada kawan sekelasnya, Rio. Mereka sedang duduk di taman sekolah dasar swasta. Sekolah yang dikatakan elit. Hanya beberapa anak dari kalangan biasa seperti Arini yang justru diundang mendapatkan beasiswa dan dituntut harus memberikan konstribusi positif pada sekolah. "Aku lagi gak mood.""Idii, anak SD kelas enam susahin apa sih? Aku aja yang harus bantu ibuku kerja di kebun, masih semangat," sanggah Arini sedang menulis. "Ayahku selingkuh," ujar Rio menatap kosong pada rumput taman itu. Arini langsung meletakkan polpennya. Dia langsung menelan salivanya. Arini paham arti kata selingkuh. Lebih dari kata paham. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar-debar dan dingin tangannya. Dia adalah korban dari kata 'selingkuh.'"Oh My God! Rio?! Are you sure? Selingkuh?!"Rio dan Arini menoleh bersamaan. Pricilia, tetangga Rio sekaligus teman sekelas. Cantik, gaul adalah image yang disematkan pada Pricilia. Anak itu langsung duduk menggeser

    Last Updated : 2024-08-16
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 6

    "Kamu yang kurang ajar, Mas! Kamu yang setan! Beraninya kamu mengatakan kalimat itu pada putraku! Apa hubunganmu dengan perempuan itu sehingga kamu sampai membelanya seperti itu, ha?!"Rio langsung berlari menghambur di pelukan ibunya. Safira mengelus kepala putranya agar lebih tenang. Suaminya tak pernah semurka itu sebelumnya. Ia membuatnya benar-benar sangat marah. "Bukan begitu, Bun. Kasihan lo, Megan. Sampai pucat begitu," ucap Danang gelagapan. "Heleh! Hamster segede anak tikus aja sampai peluk suami orang," cerocos Safira. Nampak Megan sedang memeluk dirinya di dekat dinding. Yang barusan itu benar-benar menakutkan. Hatinya cukup panas mendengar tanggapan Nyonya. Ingin rasanya ia berbuat melebihi batasannya sebagai pembantu rumah itu. Namun dia masih menahannya. Belum waktunya, desis hatinya menahan amarah. "Kamu jangan memudahkan semua perihal. Ini sudah masuk kasus pembulian. Banyak orang yang takut sama kecoa, ulat, cacing!""Terus saja kamu belain dia, Mas. Kamu membuat

    Last Updated : 2024-08-22
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 7

    "Kamu jangan nangis lagi, Rio. Ada banyak anak yang sudah pernah mengalami yang seperti kamu alami. Bahkan, di tengah kemiskinan," ujar Arini dengan nada berat. Itu curahan hatinya. "Kamu tenang aja. Mbak pelakor itu akan mendapatkan ganjarannya," tambah Pricillia optimis. "Kamu jangan memberikan ide gila lagi. Gara-gara idemu itu, kita semua kena getahnya," ketus Arini. Dia sedih sekali melihat Rio dimarah bahkan hampir mau dipukul. Memang persis seperti yang ayahnya lakukan dulu padanya. Tapi beruntung, Rio punya bunda yang punya kekuatan. Kalau ibunya, justru ikut dipukul. Mengingat itu, Arini hanya bisa menahan sakit batinnya yang masih mungil. Bahkan bekas pukulan tangan ayahnya masih ada. Belum sempat Pricilia menimpali, Rio sudah membuka mulut untuk membelanya. "Sudah, kamu jangan salahin Pricilia. Papaku memang jahat. Aku bahkan ingin dia benar-benar memukulku agar aku makin benci padanya," timpal Rio. "Rio ...." desis Arini dan Pricilia bersamaan, merasa ikut sedih. To

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 8

    "Kamu harus hati-hati, Sayang. Bundanya anak-anak sudah mulai curiga," ujar Danang menelpon Megan dengan nomor lain dan tentu saja ponsel lain. Ponsel itu selalu dia simpan di kantornya, tak pernah dia bawa pulang. Memang akal bulus buaya muara."Iya, Sayang. Aku akan hati-hati. Untung saja kan aku melihat orang yang pasang cctv. Dikira aku bodoh apa. Katanya tukang rumput, tau-taunya malah masang kamera tersembunyi di ruang tamu. Aku gak tahu di mana lagi istrimu itu memasang kamera tersembunyi. Jadinya sekarang kita gak bisa dekat-dekatan lagi. Iiih Mama kangen, Yank! Sayangku! Kangen!""Sabar, sayang. Papa juga kangen Mama. Kan tiap hari kita ketemu.""Tapi kan gak bisa peluk dan cium apalagi itu itu lagi sama Sayangku ini. Memangnya gak kangen apa sama ini ini ini kesukaanmu?" gerutu Megan mendesah sendiri di dalam selimut.Dia tahu, Danang pasti mengerti arah ucapannya. Pria itu hanya mengecap menahan hasrat. Benar, Safira itu masih cantik dan mandiri tapi yang baru dan ranum itu

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 9

    FLASH BACK! "Nyonya, saya rindu sekali dengan Megan," ujar Mbok Mar pada Safira. "Megan? Anaknya Mbok itu kan?""Iya, Nyonya. Boleh gak dia ke sini dan tinggal di sini seminggu aja? Mumpung dia libur semester.""Ooh, boleh dong, Mbok. Gak apa-apa," ujar Safira rela. Mbok Mar tersenyum senang. Selang dua hari, seorang gadis manis dengan kulit kuning langsat sudah hadir di rumah itu. Semua menyambut dengan suka rela termasuk Nyonya rumah."Makan apa yang ada, ya Megan. Jangan sungkan," ujar Safira saat duduk makan malam bersama suami dan anak-anaknya. "Terimakasih banyak, Nyonya," jawab Megan sungkan apalagi melihat ibunya juga ikut duduk di meja makan. "Mbok Mar sudah saya anggap seperti ibu saya sendiri jadi dia memang makan bersama dengan kami seperti ini," tambah Safira. Danang yang berada di sampingnya hanya diam. Dia tak terlalu memperhatikan gadis desa yang baru sampai di rumahnya itu. Criiing! Sendok Megan jatuh. Refleks gadis itu menunduk. Sendok itu berada di dekat kak

    Last Updated : 2025-02-07
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 10

    "Kok bengong?" cecar Bu Andin. "Maaf, Bu. Hanya Nyonya Safira yang berhak memecat saya," timpal Megan lalu berbalik menjauhi Bu Andin. Eh?! Terdengar suara deruman mobil dari arah gerbang. Bu Andin menoleh. Itu menantunya. Wanita berhijab lebar itu mengerucutkan mulutnya kesal. Dia bahkan tidak menunggu menantunya masuk rumah. Dengan cepat langkahnya mendekati Safira yang sedang keluar dari mobil. "Mama? Kapan sampainya? MasyaAllah, aku rindu sekali," sapa Safira menutup pintu mobil. Bu Andin baru pulang dari menemai putrinya yang melahirkan di luar provinsi selama empat bulan lebih. Itu mengapa dia baru mengunjungi rumah Danang. "Kamu ya. Kok ada wanita muda tinggal di rumah ini? Apa gak takut Danang digoda, hah?!""Takutlah, Ma. Cuma gini ceritanya, Ma. Jangan emosi dulu, ah.""Gimana Mama gak emosi. Mama gak suka, Safira."Safira meraih tangan mertuanya, menatapnya dengan senyuman. Jika banyak mengatakan mertua adalah saingan, bagi Safira, mertuanya adalah sudah seperti ibunya

    Last Updated : 2025-02-08
  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 11

    "Aaaakh!!! Sakit, Nyai!!!""Karena belas kasihanku pada ibumu makanya aku terus merayu putriku agar tetap menerimamu bekerja di sini. Tapi kamu rupanya menjelma menjadi pagar makan tanaman."Safira tersenyum sinis melihat Megan dijambak ibunya. Ia merasa memang ibunya adalah yang paling berhak sebab ibunya itulah tempat asal Mbok Mar mengabdi. Karena desakan ibunya pula ia masih mempertahankan Megan lebih-lebih hasutan suaminya. Ia mengira Danang tulus rupanya .... "Tolong lepaskan saya, Nyai! Lepaskan!"Megan memberontak dan mendorong Bu Sartini. Ia berhasil melepaskan dirinya dan menghentak angkuh. "Apa pun kesalahanku, kalian tidak berhak untuk memperlakukanku seperti ini. Karena tidak hanya aku yang melakukan perselingkuhan tapi juga Mas Danang! Kami sama-sama mau!""Ya, sebelum dia kucincang, kau yang akan lebih dulu kumutilasi!" seru Bu Sartini terengah-engah. "Tak perlu, Mbak! Biar aku yang cincang anak laki-lakiku yang tak guna ini! Bagaimana bisa dia tergoda wanita rendaha

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 76

    "Silahkan, Mas. Urusanmu sekarang hanya dengan Rio dan Amira." Safira merentangkan tangan kanannya menegaskan sikapnya. Tak punya pilihan, Danang terpaksa keluar membawa kekecewaan yang pekat. Cukup lama dia terpekur menatap langit taman rumah sakit itu. Suara kaki ke sana kemari para pengunjung sama sekali tak bisa mengusik pikirannya. Ia mengingat-ingat bagaimana berwibawanya dia saat hidup bersama Safira. Sekarang, ia bahkan mendatangi orang lain untuk mencari peluang. "Aku dipecat, karena sayangku pada Megan. Aku juga kehilangan keluarga sempurnaku, kehilangan kepercayaan putraku karena cintaku pada Megan. Sekarang aku akan punya anak cacat karena menikahi Megan. Apa yang telah merasukiku hingga bisa sejauh ini? Jika benar-benar cinta, kenapa sekarang aku bahkan malas untuk menemuinya? Apa yang kemarin itu nafsu?Tapi tak mungkin aku melepaskan Megan begitu saja sebab janjiku pada ibunya. " gumam Danang sendirian. Tiba-tiba ponselnya berdering dan nampak yang memanggilnya a

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 75

    "Malam ini, aku akan mengajak Safira rujuk." "Mas!" "Apa? Kenapa?" Danang mengangkat rahangnya. "Kamu jangan gila! Aku gak mau dimadu!" Seperti hilang rasa sakit di tubuh Megan. Dia berusaha bangkit dan duduk di ranjang. Matanya tajam melihat ke arah Danang. Sedangkan pria itu terus saja memperbaiki rambutnya. Sama sekali dia tak menoleh pada istrinya itu. "Kamu mabuk, ya, Megan? Yang belakangan datang dalam kehidupanku siapa?" "Tapi, Mas. Kamu bilang kamu mencintaiku ...." Megan tergugu. Sakit sekali di dalam batinnya. Dia tidak terima dimadu. Memang wanita itu sudah tak memiliki isi otak. Entah tertinggal di mana. "Aku memang mencintaimu, Sayang. Tapi aku butuh Safira. Aku malah heran, kenapa aku mencintai kamu padahal kamu tidak bisa memberikan aku apa-apa. Giliran dapat anak, malah cacat. Jadi jangan was-was, aku tetap mencintaimu meskipun nanti rujuk dengan Safira." "Mas, kalimatmu itu menyakitiku," lirih Megan mengusap pipinya yang basah. "Kok sakit? Harus

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 74

    Sedangkan di sisi lain. Saat perjalanan pulang, David menoleh pada Tasya yang sedang asik memainkan ponselnya. "Gimana? Masih setia kan kamu sama suamimu?" tanya David. "Ya iyalah. Nanti kalau suamiku berhenti berlayar, aku mau resign. Jadi ibu rumah tangga full." "Ah yang bener kamu, Sya? Janganlah dulu." Tasya cekikikan senang melihat bosnya itu serius panik. "Bilang aja, Bapak mau kasih aku tugas jadi mak jomblang." David mengelus tengkuknya dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya fokus memegang kemudi. Tasya seolah bisa membaca pikirannya. "Gimana ya, Sya. Aku mau sembunyikan juga, cuman kamu yang cocok tempatku bicara. Jadi menurutmu, kira-kira Safira mau gak terima aku?" Bukannya menjawab, Tasya justru melongo. Alhasil, buku catatan kecil di atas dashboard terlempar di atas paha Tasya. "Masuk lalat dua mangkuk tuh di mulutmu!" "Ish Bapak! Aku shock aja. Kirain kecurigaanku gak bener. Rupanya ...." "Aku gak punya pilihan selain jujur. Aku sudah jatu

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 73

    "Dia juga melambangkan cinta dan kebahagiaan," sanggah Tasya yang membuat David jadi salah tingkah. Safira terhenyak. "Loh! Kok pada ngobrol di depan pintu? Ayo! Masuk!" seru Danang. Tasya dan David pun masuk, langsung duduk di sofa. Safira meletakkan bunga itu di laci samping Rio. Danang mengusap hidungnya mencoba menetralkan perasaannya. Tiba-tiba dia menjadi sangat benci pria yang sudah memberikan mantan istrinya itu bunga. 'Kampungan' umpat hati Danang. "Jadi Rio sakit apa, Fir?" tanya Tasya saat Safira memperbaiki selimut Rio. Safira terdiam. "Jatuh di rumah. Tapi tepat mengenai saraf belakangnya," jawab Danang dengan cepat. "Oooh sayang. Kasihan. Mudahan lekas sembuh. Ngomong-ngomong Adeknya mana? Kangen sama cuitannya yang menggemaskan." "Kan anak kecil gak boleh masuk sini, Sya. Jadi, dia dibawa sama pengasuhnya di rumah mertuaku." Tasya mengangguk-angguk sembari mencuri pandang terhadap Danang yang terlihat datar. Ia jadi sungkan pada pria itu seba

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 72

    Sekarang bahkan wanita tua itu sudah berdiri di depan pintu dan Megan hanya bisa menahan napas. Seolah ia benar-benar takut untuk menghirup udara. "Susul Mbokmu, Megan. Kehadiranmu mengancam keselamatan cucu-cucuku!" "Maafkan saya, Nyai. Maafkan saya. Saya khilaf. Saya hanya ingin Rio makan. Saya salah." "Jangan bicara kamu." Bu Sartini mendekat dengan ekspresi menakutkan. Urat-urat di wajah tuanya mengeras dengan bola mata seperti akan melompat untuk menggerogoti Megan. "Ibuk! Please, Buk! Tolong jangan buat kegaduhan di sini!" seru Danang menarik keras Bu Sartini. "Lepaskan aku!" "Buk! Tolong." Danang bertahan dengan seluruh kekuatannya meski terdorong keras oleh Bu Sartini. Namun wanita itu berhasil meraih lengan Megan. Ditariknya tangan wanita itu hingga tubuh Megan jatuh. "Aaaakh!" Megan mengerang kesakitan. Danang semakin kuat menarik bahu Sartini yang mencoba untuk kembali meraih istrinya. "Berhenti! Ini bukan tempat untuk membuat kegaduhan!" seru sa

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 71

    "Apa Down Syndrome maksudnya, Dok?" tanya Danang tercekat. Dokter mengangguk pasti. Gerakan kepala pria berseragam putih itu seperti hantaman meteor terbesar pada dunia Megan yang bergelar sebagai calon ibu. "Gugurkan saja, Dok," ucap Danang tanpa segan. Tak bernapas Megan mendengarnya. "Terkait itu, kami tidak bisa asal ambil keputusan seperti itu. Lagi pula kita perlu melakukan pemeriksaan lanjutan melalui tes darah. Pemeriksaan ini untuk memastikan kromosom janin positif trisomi 21 atau tidak." "Tapi saya tidak mau memiliki anak yang cacat mental, Dok! Dua anak saya sebelumnya normal, kok. Ganteng dan cantik. Pintar-pintar juga. Saya gak bisa!" Menetes deras air mata Megan, tanpa ada isakan, tanpa ada suara sedikit pun. Sakit di tubuhnya lebih sakit mendengar berita yang sekarang dia dengar. Apalagi ucapan suaminya, bagai belati setiap kalimatnya. "Untuk tindakan terminasi atau aborsi, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan di trimester kedua melalui USG untuk melihat

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 70

    "Ma-maafkan saya, Mbak! Lepaskan!" Safira justru menekan kakinya hingga Megan semakin sulit untuk menarik napas. "Kenapa kamu menjadi hama yang menggerogoti keluargaku, ha? Sudah kamu rebut suamiku sekarang kamu siksa anakku. Dimana hati nuranimu, perempuan?!" "Tak ada yang merebut siapa pun, Mbak. Mas Danang yang datang pada saya!" "Sebelum itu pasti ada kesepakatan kan? Jangan coba-coba berdalih kamu." Kaki Safira yang masih menggunakan sendal slop dengan highheels yang cukup tinggi, sekarang naik tepat di atas leher Megan. Wanita muda itu gemetar. Tangannya mencoba melepaskan kaki Safira namun Safira semakin menekannya keras. Itulah kekuatan seorang ibu yang sedang murka. Bpahkan Megan tak kuasa menggeser tubuhnya sendiri. "Saya emosi karena Rio tak mau makan, Mbak! Saya sayang anak-anak!" Byuuuuur! Safira menyiram wajah Megan dengan centong yang pecah itu. Megan refleks memiringkan wajahnya namun itu tentu saja sudah terlambat. Banyak air yang sudah masuk dalam

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 69

    Flash back! "Bunda, aku kangen Abang!" seru Amira lewat telepon. "Ya sudah, nanti siang ke rumah Papa aja sama Mimi. Kalian naik grab." "Boleh saya pengetin paha ayam sekilo gak, Nyah?" sambung Mimi. "Ada ayam di kulkas? Nanti aku jemput pulang dari sana sekalian ajak anak-anak jalan ke hypermart." "Nanti saya beli duluan. Biasa nanti ada lewat dagang ayam, Nyah." "Oke!" Siang itu, setelah masak 1 kg paha ayam full, Mimi bersama Amira langsung ke rumah Cemara Indah. "Pasti Abang sudah pulang sekolah. Nanti adek janji, kalau diajak nginap juga, jangan mau. Oke?" ucap Mimi sembari memangku Amira. Amira mengangguk tanda mengerti. Setelah sampai rumah, Mimi terkejut mendengar suara tangisan Rio yang sangat kecang. Ia langsung melepaskan Amira dan berlari mencari sumber suara. Bagai tersambar ribuat kilatan petir, Mimi melihat Rio diperlakukan sangat jahat oleh ibu tirinya. Membuncah hebat isi dada Mimi. Tanpa pikir panjang, dia langsung mendorong Megan ke arah dindi

  • KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU   BAB 68

    "Makan," ucap Megan ketus meletakkan begitu saja piring berisi nasi dan ikan nila goreng di depan Rio yang baru pulang sekolah. "Aku kan gak suka ikan nila. Aku mau ayam." "Papamu tidak kasih uang banyak! Dia cuman kasih 50 ribu! Jangan banyak permintaan." "Aku gak mau. Aku mau pulang saja ke bunda," ucap Rio meninggalkan makanannya, masuk ke dalam kamar. Megan menggigit giginya sendiri menahan amarah. Di matanya, Rio anak kecil yang kurang ajar. Tak bisa menghargainya. Anak itu tak pernah tersenyum padanya. Benar-benar keturunan Safira yang mengesalkan hati. "Dia dan ibunya sama-sama spesies makluk menyebalkan!" Terlihat Danang sudah rapi dengan kemeja batik dan tas jinjing. "Mau kemana, Mas, siang-siang gini?" "Bahas bisnis itu sama temen. Rio sudah makan?" "Tuh, nasinya ditinggalin. Katanya mau makan ayam goreng." "Lah, kenapa kamu gak belikan ayam? Kamu kan tahu bagaimana selera Rio. Gak sehari dua hari kamu asuh dia sebelumnya. Tahu ada Rio mau datang, kam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status