"Mas Dirga mabuk?"Yang dilihat Nami pertama kali saat membiarkan pintu studio ditutup di belakangnya adalah adanya aroma alkohol yang pekat. "Aku nggak mimpi, kan?"Samudra dengan kalimat tidak formalnya, muncul begitu saja. Nami semakin yakin jika Samudra memang berada di bawah pengaruh minuman."Tunggu sebentar." Samudra membuka pintu lagi dan pergi meninggalkan Nami sendirian. Samudra kembali ketika Nami sedikit membereskan studio Samudra, dimana sebelumnya letak selimut dan bantal berantakan. Juga ada bungkus makanan dan minuman di lantai. Satu-satunya tempat yang tidak disinggung Nami, hanyalah meja kerja tempat Samudra bermain musik.Samudra kembali dengan tampilan sedikit segar. Sepertinya pria itu mencuci muka dan menyikat gigi."Aku punya sedikit sisa roti." "Aku memesan sarapan." Nami memotong dan duduk di sofa lebar yang tadinya digunakan Samudra untuk tidur."Kayaknya kamu nggak bisa diajak ngobrol.""Nggak usah ngobrol. Kamu diam aja, biar aku pandangin seharian."Na
Meja makan saat itu dipenuhi oleh berbagai makanan rumahan yang menggugah selera. Obrolan ringan disela menikmati hidangan, diiringi tawa kecil yang bersahutan.Mata Samudra berkilau cemerlang setiap kali ia memandang anggota keluarganya saat bicara, menunjukkan seberapa besar kasih sayang dan kedekatan pemuda itu pada keluarganya."Nami, apa kabar? Sudah menjenguk mamanya?" Nami sedikit tersentak saat namanya disebut oleh ayah Samudra, sebab sejak menyantap hingga nasi di piringnya tersisa sedikit, ia sudah terbiasa tidak dilibatkan dalam percakapan yang mereka buat. Butuh beberapa detik sebelum dia menjawab."Sejauh ini baik." Nami berusaha tersenyum sopan,"saya belum sempat menjenguk mama.""Nggak apa-apa. Kamu pasti butuh waktu untuk berhadapan sama mama kamu lagi."Nami hanya tersenyum, tidak tahu harus menanggapi seperti apa.Kemudian suasana ruang makan menjadi hening. Hanya diisi oleh suara denting sendok dan garpu yang menggesek piring. Sampai kepala rumah tangga itu membuk
"Maaf Nami, mungkin sambutan kami tadi kurang ramah waktu kamu datang. Kami bertiga sebenarnya bingung mau ngadepin kalian berdua kayak gimana. Ibu juga dari tadi nahan nangis lihat kamu. Katanya kasihan tiap ingat kisah Nami soal masalah hidup kamu yang sangat berat itu."Ah, Nami mengerti sekarang. Nami juga seperti itu biasanya bila harus berhadapan dengan seseorang yang masalah hidupnya berat. Pasti ia akan membayangkan perjuangan dan penderitaan yang diambil oleh orang tersebut. Bukannya menghibur, malah dirinya sibuk berusaha agar tidak ikut menangis.Samudra total tidak menduga akan situasi ini. Ia menjadi melankolis dan matanya berkaca-kaca. Samudra bahkan hanya mengangguk-ngangguk saat kedua orang tuanya menasehatinya panjang lebar. "Omongan saya barusan jangan terlalu dipikirkan." Ibu Samudra berujar, sembari menggenggam tangan Nami tiba-tiba. "Saya sudah sangat senang, punya anak yang bisa memilih orang seperti kamu untuk dijadikan pasangan. Terlihat sekali betapa matang
"Kalian memikirkan pernikahan saat saya menderita di sini?"Oke. Nami dan Samudra cukup kaget dengan sikap wanita paruh baya yang telah mengenakan seragam tahanan khusus wanita, yang mereka kunjungi siang itu. Namun Nami dan Samudra akan lebih kaget lagi, apabila mamanya Nami langsung memberi restu begitu saja. Seseorang seperti mamanya Nami nyaris nihil langsung sadar akan perbuatannya selama ini."Nami, harusnya kamu lebih memikirkan cara untuk mengeluarkan mama dari sini. Bukannya malah memikirkan kebahagiaan diri sendiri. Kamu tega sama mama? Apa kamu bisa menikah dengan tenang, ketika mama kamu sendiri mendekam di penjara? Ckckck."Lagi. Mamanya Nami bermain seakan-akan dirinya lah korban diantara segala permasalahan yang terjadi.Samudra hendak bicara, tapi ia tahan-tahan, karena ia masih tak ingin ikut campur. "Oh, mama tahu. Kamu memang sengaja nggak mau mengundang mama di hari bahagia kamu, kan? Kamu sebenarnya datang ke sini, juga bukan murni karena ingin restu mama. Tapi
"Jadi gimana? Raline masih nggak mau nyerah soal rebutan hak asuh Tama, Megumi, dan Zelo?"Samudra mencebik dan mengangguk lucu. Nami hanya tertawa saja, geleng-geleng menghadapi Samudra yang mengaku lelah berebut anak asuh dengan mantan kekasih. "Maaf, Mas. Bukannya aku nggak dukung kamu untuk mengadopsi mereka bertiga. Tapi dari segi persyaratan, Raline dan Rauf jelas akan lebih dulu dan gampang mengurusnya. Kita aja sekarang belum menikah. Sementara Raline dan Rauf sudah punya anak pertama."Nami mengusap-ngusap punggung Samudra yang lunglai tak bersemangat. "Nggak papa, Mas. Raline sama Rauf pasti bakalan ngizinin kamu buat ketemu dan sesekali main sama kamu." Nami mencondongkan wajahnya untuk berbisik,"Nanti aku kasih anak-anak yang lucu buat kamu. Tenang aja."Samudra yang mencebik dan lemas, sontak menoleh tajam ke arah Nami. Pundak dan dada bidangnya membusung seketika."Ayo!" pekiknya semangat empat lima."Apanya ayo?" sahut Nami bingung."Ayo, kita buat anaknya sekarang!"
Orang-orang berkata jika menjelang pernikahan adalah saat-saat yang membahagiakan sekaligus cobaan berat bisa terjadi begitu saja. Nami dulu tak begitu mengerti apa maksudnya. Namun sekarang ia paham, karena tengah mengalaminya.Kurang dari dua minggu dirinya bersanding dengan Samudra. Image dirinya ditempa habis-habisan sekali. Nami pikir selesai dengan urusan sang mama berserta hutang-hutangnya, ia sudah bisa bernapas lega dan melanjutkan hidup normal seperti orang-orang.Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Tuhan selalu punya cara untuk terus menaikkan derajat Nami sebagai seorang insan di muka bumi.Gadis itu kembali dihujam dengan masa lalu yang semarak diungkit oleh akun-akun gosip.Dirinya yang pernah menjadi korban pelecehan Kaze, kembali mencuat dan dibahas lagi secara jor-joran di media.Bahkan ada seorang wanita yang seingat Nami urusannya sudah selesai dengan orang tersebut, malah muncul lagi dikarenakan ingin mengambil atensi publik akan tidak terimanya dirinya, s
SAMUDRA(“Sayang, H-3.”)NAMI(“Hehe. Iya, Mas.”)SAMUDRA (“Bisa besok saja tidak menikahnya? Mas kangen sama kamu.”)NAMI(“Haha. Kan tiap hari saling kirim foto sama video call. Sabar, Mas.”)(“Mas, aku mau ke kuburan papa setelah menikah nanti. Boleh, kan? Soalnya udah nggak boleh sama ibunya mas buat kemana-mana.”)SAMUDRA(“Boleh, Sayang. Maaf, ya. Kalau sikap ibu berlebihan.”)NAMI(“Nggak masalah, Mas. Aku malahan senang diperhatikan gitu. Berasa kayak anak-anak lain.”)Keesokan harinya.NAMI(“H-2, Mas.”)SAMUDRA(“Gugup, tidak?”)NAMI(“Banget.”)Keesokan harinya.SAMUDRA(“Besok, Sayang.”)NAMI(“Iya, Mas. Aku gugup.”)SAMUDRA(“Tenang. Besok pasti lancar.”)Samudra mengirimkan screenshot nama kontak Nami di ponselnya. Sudah diganti Samudra dengan nama,”Istriku.”Nami yang mengetahui itu, tertawa saja. Karena ia sendiri tidak kepikiran mengotak-ngatik nama kontak Samudra.NAMI(“Hehe.”)SAMUDRA(“Ganti juga nama kontakku. Suamiku yang tampan rupawan satu galaksi.”)NAMI(“Du
"Terima kasih sudah mengizinkan Tama, Megumi dan Jelo untuk have fun bersama kita.""Ya. Terima kasih udah bikin pesta pernikahan yang seru. Aku bisa ngumpul sama keluarganya Mas Dirga. Terus sama temen-temen. Juga sama anak-anak asuh, Mas, yang manis. Ya walau tadi, sempat ada drama, Mas sama Raline rebutan anak."Samudra tertawa singkat. Samudra dan Raline tampaknya tetap melanjutkan persaingan mereka untuk menjadikan Tama, Megumi dan Jelo sebagai anak adopsi mereka kelak. Walau menurut Nami, Raline-lah yang akan memenangkan hak asuh tersebut. Keheningan menjeda keduanya. Baik Samudra dan Nami, mereka belum ada yang berganti pakaian sama sekali. Seketika obrolan yang tadi terhenti, berganti dengan kecanggungan yang nyata.Keduanya sama-sama duduk di tepi tempat tidur tempat tidur yang sudah dihias dengan kelopak mawar ungu. Bahkan Naomi tidak ingat bila ia pernah mendiskusikan tentang kamar pengantin mereka. Tahu-tahu, saat ia diajak Samudra untuk singgah ke salah satu hotel binta
"Apa ini, Bu?"Saat jam istirahat makan siang, ibunya Samudra menemui Nami secara mendadak. Nami diajak ke cafe terdekat dari kantornya untuk makan siang. Sembari menunggu pesanan disajikan ke hadapan, ibunya Nami memberikan sesuatu kepada sang menantu."Itu tiket. Nggak mungkin kamu nggak tahu." Ibunya Samudra terkekeh kemudian.Ya. Nami tahu jika itu tiket. Namun maksudnya apa memberikan tiket kepadanya?"Kamu sama anak ibu abis bertengkar, kan? Meski sekarang udah baikan, ibu sama ayah mau ngasih dua tiket ini, biar kamu dan Samudra bisa liburan berdua. Anggap bulan madu tipis-tipis.""Bu." Nami tersenyum canggung menatap tiket dan mertuanya bergantian."Kok, ayah sama ibu repot-repot?""Nggak repot sama sekali. Ibu itu kepengen kamu dan Samudra lebih lengket aja."Nami senang, karena mertuanya untuk ke sekian kali menunjukkan kebaikannya yang hangat. Namun kali ini, Nami terpaksa menolak."Ibu, terima kasih banget sudah peduli sama kami dan sayang sama aku. Aku beruntung banget b
"Maaf soal kelakuanku di mobil."Kalau dipikir-pikir sesudah kepalanya dingin, sikap seperti tadi sungguh childish. "Mas juga minta maaf, Sayang."Samudra kapok mengambil peran untuk drama romantis setelah ini. "Harusnya aku ngerti kalau mas cuma kerja. Padahal aku masih suka dengerin lagu-lagunya mas yang dipersembahkan buat Raline dulu. Tapi anehnya aku nggak cemburu dengernya."Bahkan Samudra sempat menjadikan Raline model video klipnya. Nami masih ingat adegan per adegan romantis Samudra bersama Raline. Namun ketika otaknya memutar memori video klip tersebut, ada pertentangan yang berbeda dengan perkataannya sebelum ini."Tapi kesel, ih! Kok Mas sama Raline so sweet banget? Dibikinin lagu satu album plus dijadiin model video klip lagi."Samudra cuma bisa bengong awalnya. Sampai akhirnya ia tersadar bila harus merespon untuk menenangkan Nami yang tampaknya lelah."Sayang, lagu-laguku yang terinspirasi dari kamu, sudah melebihi dua lagu dari lagu-laguku buat Raline. Kalau kamu mau
Tak ada yang bisa menandingi bagaimana panasnya hati seorang perempuan, saat mendengar atau bersentuhan sedikit dengan kata menjijikkan bernama PELAKOR. Arsya, Arsyi, dan Leony bergerak gesit mendandani Nami agar lebih mentereng dan mencuri perhatian lebih dari Aleena Kalila acara menonton bersama episode satu yang tayang serempak hari ini. “Aku sudah mengetahui tentang semua yang dikenakan Aleena hari ini. Pemilik butik tempatnya membeli gaun, berhubungan baik dengan Kiano.” Arsya merasa bangga dan puas hati, karena bisa mendapatkan gaun yang lebih wah, tidak norak, tapi tetap elegan untuk Nami. “Hair stylistnya Aleena pun, aku mengenalnya,” sambung Arsya yang memang untuk urusan seputar fashion, sudah tentu memiliki koneksi yang luas. Itu dikarenakan pekerjaannya yang memang berkutat di bidang tersebut. Nami hari itu sungguh tampil maksimal. Perutnya yang sudah sedikit membuncit tidak menjadi halangan untuknya mengenakan gaun berwarna biru malam dengan aksen manik-manik gemerlap
Syuting sudah usai. Samudra dan Nami yang sempat berseteru dalam diam, perlahan kembali menjalin untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat dingin. Nami gerah dan cemburu mengetahui tak sedikit para penggemar dan netizen yang malah berpendapat terang-terangan jika Samudra dan Aleena sangat serasi. Lebih gilanya lagi, Samudra dan Aleena memiliki fanclub bentukan perempuan-perempuan sinting yang secara tidak langsung, seperti mendoakan Samudra dan Aleena menjadi pasangan real saja. Yang dilakukan Samudra sudah benar. Ia lebih intens memperhatikan Nami. Komunikasi mereka juga meningkat tajam. Bila Nami tidak cepat mengangkat panggilan dan membaca pesan, justru Samudra yang ketar-ketir. Saking tidak inginnya Samudra melihat istrinya sedih dan stress saat hamil, Samudra lebih gila lagi membagikan momen-momen manis Nami yang entah sendirian atau saat bersamanya dan acara kumpul keluarga. Gara-gara hal itu, netizen seperti terbagi-bagi menjadi beberapa kubu. Kubu pertama adalah kubu o
"Sayang, maaf soal Aleena.""Iya. Nggak papa, Mas.""Serius nggak masalah? Jangan bohong.""Kesal sebenarnya." Bahkan Nami gatal sekali ingin menjambak rambut panjang Aleena, kemudian menjedotkan kepalanya ke jalan aspal. Untung saja Nami bukan psikopat. "Tapi aku tahu kalau mas nggak bakalan tertarik. Lagian kalau mas khilaf, aku bisa tinggal angkat kaki."Samudra menelan ludahnya susah payah,"Jangan, Sayang. Masa aku khilaf? Nggak percaya aku memangnya?"Nami cuma tersenyum,"Percaya, kok. Aku cuma mau ngasih tahu aja kalau laki-laki selingkuh yang ngaku khilaf itu, nggak perlu didampingi.""Nggak, Sayang. Aku nggak akan berbuat sebodoh itu. Janji." Samudra sampai mengacungkan dua jarinya. "Iya. Iya."Nami tidak ingin membahasnya lagi. Hormon kehamilannya, membuatnya jauh lebih sensitif. "Gaya bicara kamu berubah banyak, Mas." Nami selama ini jarang menyinggung hal yang satu itu. "Emmm, mas harus terbiasa, Sayang. Dialog juga kebanyakan gaya bahasa informal. Sama kru syuting dan
Syuting untuk series drama pertama Samudra pun dimulai hari ini. Syuting hari pertama berjalan cukup lancar. Meski Samudra harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebelum ini, sebagai seorang artis, tidak dipungkiri memang urusan akting bukan hal yang pertama baginya. Namun syuting untuk series drama dengan musik video tetap ada perbedaan. Samudra harus menghapal naskah dan membangun chemistry dengan lawan mainnya lawan mainnya kali ini adalah seorang gadis bernama Aleena Kalila. Aleena memang pernah berskandal sebelumnya. Namun karena tidak terbukti, Aleena masih tetap digunakan bakatnya dalam dunia entertainment. Karena harus membangun chemistry, mau tidak mau samudra dan Aleena diharuskan lebih dekat agar proses syuting berjalan dengan baik.Tentu saja semuanya dilakukan dengan profesional. Hubungan antara Samudra dengan pemain lain dan para staf pun sangat bersahabat.Samudra juga beberapa kali mendapatkan kiriman food truck dari Mellifluous juga dari teman-teman satu grupny
“Nami.” “Eh, Arsya.” Namun Nami segera merevisi panggilannya,”Bu Arsya, selamat siang. Pak Kiano ada di dalam.” “Ck! Aku mau ngobrol bentar sama kamu. Nggak usah manggil ibu gitu, ah. Aneh dengarnya.”Nami belum mengiyakan, tapi Arsya sudah menariknya agar berdiri dari kursi kerjanya. Nami digandeng, dibawa ke cafetaria kantor. “Eh, ada Arsyi sama Leony juga. Ini mau ada apaan?”Nami akhirnya duduk bergabung bersama tiga sahabatnya. Nami merasa heran, karena ketiga temannya menatapnya dengan tatapan aneh. “Nami, kamu serius ngizinin Samudra main drama series?” tanya Leony memulai rapat dadakan yang entah bertujuan untuk apa. “I-iya.” Nami semakin heran jika pertemuan itu dilakukan hanya untuk membahas Samudra akan memulai debut akting di drama series. “Kenapa, Nam?” tanya Arsyi dengan kening berkerut dalam. “Ya, nggak kenapa-napa banget. Tapi justru kalian kenapa, deh?” “Nam, kamu harus larang Samudra. Mumpung belum syuting.” Arsya mendesak. Nami malah semakin tidak mengerti d
"Eh, tumben ada kembang api."Sebelum mereka kembali ke hotel, Nami dan samudra memutuskan untuk jalan-jalan di pusat keramaian di kota Seoul.Selain mereka, penduduk lokal juga banyak yang memilih untuk nongkrong di sana. Pertokoan dan tempat makan, lengkap ada di lokasi tersebut. Mungkin itu alasan lokasi tersebut ramai pengunjung."Mungkin ada perayaan."Samudra menggenggam erat tangan Nami. Mereka mendongak, menikmati pancaran kembang api yang berkilauan di atas sana. Banyak yang merekam momen indah tersebut, tak terkecuali Nami yang dengan cepat mengambil ponselnya. Otomatis pegangan tangan mereka terlepas. Samudra pun yang tidak ingin Nami tersenggol kerumunan, menarik pinggangnya untuk lebih rapat. Suasana yang indah itu, mampu membuat Samudra terbawa perasaan. Bukannya menikmati kembang api yang sedang mempercantik angkasa sekaligus menambahkan kadar polusi. Samudra memilih untuk memandangi sang istri yang sibuk merekam sembari menonton pertunjukkan kembang api. Berawal da
“Jangan diikat.”Samudra merebut ikat rambut Nami yang baru saja ingin disematkan sang istri ke rambut. “Kenapa, sih, Mas?”“Dingin. Rambutmu sudah pendek. Untuk apa diikat?”Memang tidak ada alasan khusus, tapi Nami heran saja pada Samudra yang melarangnya mengikat rambut. “Aku tidak suka lehermu dilihat oleh pria lain. Terutama tour guide kita.”Nami tidak begitu suka pria pencemburu sebenarnya. Tapi harus ia akui bila kejujuran Samudra serasa menggelitik dadanya. Senang juga dicemburui ternyata. “Ya, udah, Mas. Nggak jadi ngikat rambut.” “Oke. Kita pulang dulu istirahat. Besok jadi ke Namsan Tower?”“Jadi, dong. Aku mau gembokin namaku sama mas.”“Oh, tidak jadi dengan Kim Seokjin?”“Ih, Mas! Cuma bercanda. Jangan jealous.”Sesampainya di hotel. Bukannya istirahat, mereka kembali melakukan hubungan suami istri layaknya pengantin baru yang baru dimabuk cinta. Benar ternyata. Yang membuat mereka tidak enjoy saat bercinta, karena fisik dan pikiran mereka sudah lelah akibat bekerj