"Kalian memikirkan pernikahan saat saya menderita di sini?"Oke. Nami dan Samudra cukup kaget dengan sikap wanita paruh baya yang telah mengenakan seragam tahanan khusus wanita, yang mereka kunjungi siang itu. Namun Nami dan Samudra akan lebih kaget lagi, apabila mamanya Nami langsung memberi restu begitu saja. Seseorang seperti mamanya Nami nyaris nihil langsung sadar akan perbuatannya selama ini."Nami, harusnya kamu lebih memikirkan cara untuk mengeluarkan mama dari sini. Bukannya malah memikirkan kebahagiaan diri sendiri. Kamu tega sama mama? Apa kamu bisa menikah dengan tenang, ketika mama kamu sendiri mendekam di penjara? Ckckck."Lagi. Mamanya Nami bermain seakan-akan dirinya lah korban diantara segala permasalahan yang terjadi.Samudra hendak bicara, tapi ia tahan-tahan, karena ia masih tak ingin ikut campur. "Oh, mama tahu. Kamu memang sengaja nggak mau mengundang mama di hari bahagia kamu, kan? Kamu sebenarnya datang ke sini, juga bukan murni karena ingin restu mama. Tapi
"Jadi gimana? Raline masih nggak mau nyerah soal rebutan hak asuh Tama, Megumi, dan Zelo?"Samudra mencebik dan mengangguk lucu. Nami hanya tertawa saja, geleng-geleng menghadapi Samudra yang mengaku lelah berebut anak asuh dengan mantan kekasih. "Maaf, Mas. Bukannya aku nggak dukung kamu untuk mengadopsi mereka bertiga. Tapi dari segi persyaratan, Raline dan Rauf jelas akan lebih dulu dan gampang mengurusnya. Kita aja sekarang belum menikah. Sementara Raline dan Rauf sudah punya anak pertama."Nami mengusap-ngusap punggung Samudra yang lunglai tak bersemangat. "Nggak papa, Mas. Raline sama Rauf pasti bakalan ngizinin kamu buat ketemu dan sesekali main sama kamu." Nami mencondongkan wajahnya untuk berbisik,"Nanti aku kasih anak-anak yang lucu buat kamu. Tenang aja."Samudra yang mencebik dan lemas, sontak menoleh tajam ke arah Nami. Pundak dan dada bidangnya membusung seketika."Ayo!" pekiknya semangat empat lima."Apanya ayo?" sahut Nami bingung."Ayo, kita buat anaknya sekarang!"
Orang-orang berkata jika menjelang pernikahan adalah saat-saat yang membahagiakan sekaligus cobaan berat bisa terjadi begitu saja. Nami dulu tak begitu mengerti apa maksudnya. Namun sekarang ia paham, karena tengah mengalaminya.Kurang dari dua minggu dirinya bersanding dengan Samudra. Image dirinya ditempa habis-habisan sekali. Nami pikir selesai dengan urusan sang mama berserta hutang-hutangnya, ia sudah bisa bernapas lega dan melanjutkan hidup normal seperti orang-orang.Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Tuhan selalu punya cara untuk terus menaikkan derajat Nami sebagai seorang insan di muka bumi.Gadis itu kembali dihujam dengan masa lalu yang semarak diungkit oleh akun-akun gosip.Dirinya yang pernah menjadi korban pelecehan Kaze, kembali mencuat dan dibahas lagi secara jor-joran di media.Bahkan ada seorang wanita yang seingat Nami urusannya sudah selesai dengan orang tersebut, malah muncul lagi dikarenakan ingin mengambil atensi publik akan tidak terimanya dirinya, s
SAMUDRA(“Sayang, H-3.”)NAMI(“Hehe. Iya, Mas.”)SAMUDRA (“Bisa besok saja tidak menikahnya? Mas kangen sama kamu.”)NAMI(“Haha. Kan tiap hari saling kirim foto sama video call. Sabar, Mas.”)(“Mas, aku mau ke kuburan papa setelah menikah nanti. Boleh, kan? Soalnya udah nggak boleh sama ibunya mas buat kemana-mana.”)SAMUDRA(“Boleh, Sayang. Maaf, ya. Kalau sikap ibu berlebihan.”)NAMI(“Nggak masalah, Mas. Aku malahan senang diperhatikan gitu. Berasa kayak anak-anak lain.”)Keesokan harinya.NAMI(“H-2, Mas.”)SAMUDRA(“Gugup, tidak?”)NAMI(“Banget.”)Keesokan harinya.SAMUDRA(“Besok, Sayang.”)NAMI(“Iya, Mas. Aku gugup.”)SAMUDRA(“Tenang. Besok pasti lancar.”)Samudra mengirimkan screenshot nama kontak Nami di ponselnya. Sudah diganti Samudra dengan nama,”Istriku.”Nami yang mengetahui itu, tertawa saja. Karena ia sendiri tidak kepikiran mengotak-ngatik nama kontak Samudra.NAMI(“Hehe.”)SAMUDRA(“Ganti juga nama kontakku. Suamiku yang tampan rupawan satu galaksi.”)NAMI(“Du
"Terima kasih sudah mengizinkan Tama, Megumi dan Jelo untuk have fun bersama kita.""Ya. Terima kasih udah bikin pesta pernikahan yang seru. Aku bisa ngumpul sama keluarganya Mas Dirga. Terus sama temen-temen. Juga sama anak-anak asuh, Mas, yang manis. Ya walau tadi, sempat ada drama, Mas sama Raline rebutan anak."Samudra tertawa singkat. Samudra dan Raline tampaknya tetap melanjutkan persaingan mereka untuk menjadikan Tama, Megumi dan Jelo sebagai anak adopsi mereka kelak. Walau menurut Nami, Raline-lah yang akan memenangkan hak asuh tersebut. Keheningan menjeda keduanya. Baik Samudra dan Nami, mereka belum ada yang berganti pakaian sama sekali. Seketika obrolan yang tadi terhenti, berganti dengan kecanggungan yang nyata.Keduanya sama-sama duduk di tepi tempat tidur tempat tidur yang sudah dihias dengan kelopak mawar ungu. Bahkan Naomi tidak ingat bila ia pernah mendiskusikan tentang kamar pengantin mereka. Tahu-tahu, saat ia diajak Samudra untuk singgah ke salah satu hotel binta
"Kamu kurang olahraga ternyata," ujar Samudra ketika ia bertanya tentang jadi tidaknya mengunjungi makam papanya Nami."Ih, Mas! Namanya aja baru pertama kali ngalamin."Nami mencubit lengan Samudra, kesal malah dikatai kurang olahraga. "Maaf, Sayang. Lain kali aku lebih pelan. Soalnya, kamu sendiri yang mohon-mohon biar aku lebih cepat dan keras.""Mas, aku haus!" potong Nami yang malu setengah mati, karena Samudra malah membahas aktivitas malam pertama mereka. "Oke. Oke. Tunggu sebentar, Sayang." Nami lega, karena Samudra segera menghubungi pelayanan kamar. Nami mendengar suaminya turut memesan makanan berat dan hidangan pencuci mulut. Nami menenggelamkan wajahnya di bantal. Entah berapa kali dirinya malu dipadu meleyot, karena momen-momen kecil.Seperti Samudra yang tadi pagi menyebut,"Sudah seharusnya suami menyuapkan makanan ke mulut istrinya."Lalu Samudra yang membantunya ke kamar mandi, karena Nami banyak kehilangan energi pasca malam pertama. "Tunggu sebentar," ujar Samu
"Bu Nami, ada kiriman biasa dari suami tercinta.""Oh, iya. Taroh aja di mejaku. Thank you, Eddy."Tak terasa bulan demi bulan berlalu. Pernikahan Samudra dan Nami sangat baik-baik saja. Saking tenangnya, malah netizen yang ribut. Seperti hari ini, Nami selalu rutin mendapatkan kiriman bunga dari Samudra. Tidak heran jika Kiano, bosnya sampai menyuruh Nami untuk membuka toko bunga saja. Ya, meja Nami setiap hari selalu berganti bunga. Bunga yang sebelumnya, Nami bawa pulang untuk dipajang di rumah. Tak heran jika rumah Nami dan Samudra seakan penuh bunga dimana-mana. Sampai di kamar mandinya pun, Nami letakkan bunga di sana. Tentu saja bunga-bunga itu berasal dari Samudra. Selain bunga, Samudra juga tak pernah pulang dengan tangan kosong. Makanan, hadiah, dan apapun itu dibawakan untuk Nami. Selama itu membuat Nami bahagia, maka Samudra akan terus melakukannya.Awalnya Nami sudah sempat membicarakan hal tersebut. Sedikit protes bila sang suami tidak harus demikian setiap hari. Ak
"Mas, kok sakit, ya?""Iya. Punyamu kering, Sayang. Mana lututku juga pegel jadinya."Sekali lagi mereka harus menyerah, akibat hubungan suami istri yang ingin mereka lakukan, malah berujung gagal total.Mereka sudah berusaha membangun kemesraan. Memberikan sentuhan-sentuhan penuh kasih dan tatap mesra yang memang biasanya sudah lumrah dilakukan oleh pasangan suami istri yang ingin menyatu. Namun beberapa malam mereka mencoba, rasanya begitu hambar. Bahkan tidak ada yang sampai klimaks. Ujung-ujungnya Samudra lelah dan Nami sakit pada bunga telangnya yang mengering."Kita konsul ke dokter, yuk, Mas?""Serius, Nam?" Tidak tahu mengapa, Samudra malah merasa malu berkonsultasi tentang hubungan ranjangnya yang payah ke hadapan dokter."Serius. Daripada cerita ke orang lain, walaupun bestie sendiri. Lebih baik ke ahlinya. Bisa dapat solusi yang bagus."Alasan Nami sangat tepat. Namun Samudra masih ragu untuk mengiyakan. "Dokter sama perawatnya tidak akan membocorkan rahasia, bukan?" T