SAMUDRA(“Sayang, H-3.”)NAMI(“Hehe. Iya, Mas.”)SAMUDRA (“Bisa besok saja tidak menikahnya? Mas kangen sama kamu.”)NAMI(“Haha. Kan tiap hari saling kirim foto sama video call. Sabar, Mas.”)(“Mas, aku mau ke kuburan papa setelah menikah nanti. Boleh, kan? Soalnya udah nggak boleh sama ibunya mas buat kemana-mana.”)SAMUDRA(“Boleh, Sayang. Maaf, ya. Kalau sikap ibu berlebihan.”)NAMI(“Nggak masalah, Mas. Aku malahan senang diperhatikan gitu. Berasa kayak anak-anak lain.”)Keesokan harinya.NAMI(“H-2, Mas.”)SAMUDRA(“Gugup, tidak?”)NAMI(“Banget.”)Keesokan harinya.SAMUDRA(“Besok, Sayang.”)NAMI(“Iya, Mas. Aku gugup.”)SAMUDRA(“Tenang. Besok pasti lancar.”)Samudra mengirimkan screenshot nama kontak Nami di ponselnya. Sudah diganti Samudra dengan nama,”Istriku.”Nami yang mengetahui itu, tertawa saja. Karena ia sendiri tidak kepikiran mengotak-ngatik nama kontak Samudra.NAMI(“Hehe.”)SAMUDRA(“Ganti juga nama kontakku. Suamiku yang tampan rupawan satu galaksi.”)NAMI(“Du
"Terima kasih sudah mengizinkan Tama, Megumi dan Jelo untuk have fun bersama kita.""Ya. Terima kasih udah bikin pesta pernikahan yang seru. Aku bisa ngumpul sama keluarganya Mas Dirga. Terus sama temen-temen. Juga sama anak-anak asuh, Mas, yang manis. Ya walau tadi, sempat ada drama, Mas sama Raline rebutan anak."Samudra tertawa singkat. Samudra dan Raline tampaknya tetap melanjutkan persaingan mereka untuk menjadikan Tama, Megumi dan Jelo sebagai anak adopsi mereka kelak. Walau menurut Nami, Raline-lah yang akan memenangkan hak asuh tersebut. Keheningan menjeda keduanya. Baik Samudra dan Nami, mereka belum ada yang berganti pakaian sama sekali. Seketika obrolan yang tadi terhenti, berganti dengan kecanggungan yang nyata.Keduanya sama-sama duduk di tepi tempat tidur tempat tidur yang sudah dihias dengan kelopak mawar ungu. Bahkan Naomi tidak ingat bila ia pernah mendiskusikan tentang kamar pengantin mereka. Tahu-tahu, saat ia diajak Samudra untuk singgah ke salah satu hotel binta
"Kamu kurang olahraga ternyata," ujar Samudra ketika ia bertanya tentang jadi tidaknya mengunjungi makam papanya Nami."Ih, Mas! Namanya aja baru pertama kali ngalamin."Nami mencubit lengan Samudra, kesal malah dikatai kurang olahraga. "Maaf, Sayang. Lain kali aku lebih pelan. Soalnya, kamu sendiri yang mohon-mohon biar aku lebih cepat dan keras.""Mas, aku haus!" potong Nami yang malu setengah mati, karena Samudra malah membahas aktivitas malam pertama mereka. "Oke. Oke. Tunggu sebentar, Sayang." Nami lega, karena Samudra segera menghubungi pelayanan kamar. Nami mendengar suaminya turut memesan makanan berat dan hidangan pencuci mulut. Nami menenggelamkan wajahnya di bantal. Entah berapa kali dirinya malu dipadu meleyot, karena momen-momen kecil.Seperti Samudra yang tadi pagi menyebut,"Sudah seharusnya suami menyuapkan makanan ke mulut istrinya."Lalu Samudra yang membantunya ke kamar mandi, karena Nami banyak kehilangan energi pasca malam pertama. "Tunggu sebentar," ujar Samu
"Bu Nami, ada kiriman biasa dari suami tercinta.""Oh, iya. Taroh aja di mejaku. Thank you, Eddy."Tak terasa bulan demi bulan berlalu. Pernikahan Samudra dan Nami sangat baik-baik saja. Saking tenangnya, malah netizen yang ribut. Seperti hari ini, Nami selalu rutin mendapatkan kiriman bunga dari Samudra. Tidak heran jika Kiano, bosnya sampai menyuruh Nami untuk membuka toko bunga saja. Ya, meja Nami setiap hari selalu berganti bunga. Bunga yang sebelumnya, Nami bawa pulang untuk dipajang di rumah. Tak heran jika rumah Nami dan Samudra seakan penuh bunga dimana-mana. Sampai di kamar mandinya pun, Nami letakkan bunga di sana. Tentu saja bunga-bunga itu berasal dari Samudra. Selain bunga, Samudra juga tak pernah pulang dengan tangan kosong. Makanan, hadiah, dan apapun itu dibawakan untuk Nami. Selama itu membuat Nami bahagia, maka Samudra akan terus melakukannya.Awalnya Nami sudah sempat membicarakan hal tersebut. Sedikit protes bila sang suami tidak harus demikian setiap hari. Ak
"Mas, kok sakit, ya?""Iya. Punyamu kering, Sayang. Mana lututku juga pegel jadinya."Sekali lagi mereka harus menyerah, akibat hubungan suami istri yang ingin mereka lakukan, malah berujung gagal total.Mereka sudah berusaha membangun kemesraan. Memberikan sentuhan-sentuhan penuh kasih dan tatap mesra yang memang biasanya sudah lumrah dilakukan oleh pasangan suami istri yang ingin menyatu. Namun beberapa malam mereka mencoba, rasanya begitu hambar. Bahkan tidak ada yang sampai klimaks. Ujung-ujungnya Samudra lelah dan Nami sakit pada bunga telangnya yang mengering."Kita konsul ke dokter, yuk, Mas?""Serius, Nam?" Tidak tahu mengapa, Samudra malah merasa malu berkonsultasi tentang hubungan ranjangnya yang payah ke hadapan dokter."Serius. Daripada cerita ke orang lain, walaupun bestie sendiri. Lebih baik ke ahlinya. Bisa dapat solusi yang bagus."Alasan Nami sangat tepat. Namun Samudra masih ragu untuk mengiyakan. "Dokter sama perawatnya tidak akan membocorkan rahasia, bukan?" T
"Mas, mana tour guidenya?"Akhirnya Nami dan Samudra tulus juga bertandang ke Korea Selatan. Nami yang mengajukan cuti kepada Kiano, tak perlu dipersulit sama sekali. Mungkin itu salah satu keuntungan memiliki atasan yang adalah teman akrab seangkatan kuliah. Bukan juga Nami dipersandingkan dengan nepotisme. Kiano menilai bila kinerja Nami memang sepatutnya dihadiahi libur. Di sisi lain, jatah cuti Nami ternyata masih ada. Jadi tidak ada alasan melarang. Jadi liburan kala itu tentu disambut antusias oleh Nami. Itu pertama kali dirinya ke luar negeri. Langsung ke negara yang memang selama ini hanya menjadi khayalannya pula. "Coba bantu mas nyari tour guide-nya." Samudra memperlihatkan sebuah foto yang dikirim ibunya lewat ponsel.Nami melihat foto seorang pria tampan khas negeri ginseng. "Wah!" refleknya kagum."Mirip Lee Dongwook Ahjussi!"Binar tatapan Nami cerah seketika. Rasa lelah dan mengantuk lenyap begitu saja. Pria tampan memang obat segalanya. Tak peduli, Samudra melir
"Mas, pihak hotelnya so sweet banget, ya? Sampai nyiapin ini semua untuk menyambut kita."Nami dan Samudra disambut dengan taburan kelopak mawar merah, tidak hanya di tempat tidur. Tapi juga di lantai, mulai dari depan pintu. Ketika mereka masuk lebih dalam, terdapat kartu ucapan yang bertuliskan 'Welcome Mr. Samudra Dirgantara and Mrs. Nami Dirgantara. Happy honeymoon'. "Nama kamu jadi berubah, tuh!"Samudra tak terbiasa dengan nama lengkap istrinya yang mendadak diubah seperti itu. "Bukannya wajar, Mas?" Menurut Nami sudah biasa ketika seorang istri menyandang nama belakang suaminya."Entahlah. Aku kurang setuju.""Kenapa?""Yang pantas menyandang nama belakangku itu, anak-anak kita kelak. Seorang istri, tetap tidak boleh kehilangan identitas aslinya. Ya, kali, istri sama seperti anak, yang nama belakangnya tiba-tiba diganti setelah menikah?"Nami memeluk lengan Samudra seraya terkikik lucu. "Siapa yang pake kamar mandi duluan?" "Terserah. Kamu aja duluan. Biar kamu cepat rebah
"Sabar, Sayang. Sebentar lagi, Namjin datang."Nami disuruh duduk, tapi malah berdiri gelisah. Nanti melangkah kecil mondar-mandir, mengetuk-ngetukkan pelan ujung sepatu boots pink-nya pada lantai lobby. Kelihatan sekali sudah tidak sabar dengan perjalanan wisata hari itu."Nah, itu dia!" Nami menunjuk pada mobil Namjin yang baru sampai. Kaki-kaki Nami berlari kecil keluar lobby, disusul Samudra yang sedikit berdecak. Kurang suka melihat sang istri begitu antusias saat bertemu Namjin. "Selamat pagi, Tuan Samudra dan Nyonya Nami.""Pagi juga, Namjin Oppa.""Tidak usah pakai oppa," tegur Samudra tidak terima. Ia juga menghunuskan tatapan sinis dan menarik pinggang Nami agar lebih menempel kepadanya.Namjin yang melihat itu, hanya tersenyum kecil sembari menggeleng."Sudah siap untuk perjalanan hari ini?" Mereka bertiga sudah masuk mobil. Nami bersorak antusias, sangat bersemangat. Dibanding Samudra yang diam cemberut, tidak suka pada Nami yang cengengesan pada Namjin."Mas, kok cember