Beranda / Historical / KEMBALINYA SANG RATU / Bab 16: Tawar-Menawar yang Memanas

Share

Bab 16: Tawar-Menawar yang Memanas

Penulis: Oceania
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 07:18:48

Di bawah langit Lambusango yang cerah, situasi semakin memanas. Pemilik tambang asing, seorang pria berkebangsaan asing dengan mata penuh ambisi, berdiri di balik barisan petugas keamanan dan alat berat. Ia semakin kehilangan kesabaran.

“Waktu adalah uang,” katanya dengan nada dingin kepada timnya. “Pastikan alat berat itu bergerak, apa pun yang terjadi. Gunakan semua cara yang perlu.”

Petugas keamanan dan karyawan tambang lokal yang hadir merasa tegang saat mendengar perintah tegas dari pemilik tambang asing tersebut. Mereka merasa terancam dan tidak yakin apakah tindakan mereka akan sesuai dengan prinsip-prinsip moral yang mereka pegang. Namun, di tengah tekanan yang semakin meningkat, mereka merasa tidak punya pilihan selain melaksanakan perintah tersebut demi menjaga pekerjaan dan keselamatan mereka. Semua mata tertuju pada alat berat yang mulai bergerak, menandakan dimulainya konflik yang tak terelakkan di tambang tersebut.

Para Parabela melihat aspek itu sebagai ruang konflik ya
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 17: Menggalang Dukungan dari Komunitas Akademik dan Dunia Digital

    Di tengah perjuangan mempertahankan Lambusango, Sinta dan Jun-ho menyadari bahwa mereka membutuhkan strategi yang lebih luas. Perlawanan di barikade memberikan kekuatan moral, tetapi itu tidak cukup untuk menghadapi kekuatan perusahaan tambang yang memiliki pengaruh besar. Mereka memutuskan untuk melibatkan lebih banyak pihak, khususnya dari komunitas lokal dan dunia akademik. Dengan dukungan dari komunitas akademik dan dunia digital, Sinta dan Jun-ho berharap dapat menarik perhatian lebih banyak orang terhadap isu lingkungan yang mereka hadapi. Melalui kolaborasi ini, mereka berharap dapat memperkuat perlawanan mereka dan menciptakan perubahan positif yang lebih besar.Sinta mengusulkan untuk membawa isu Lambusango ke universitas-universitas lokal. “Jun, kita perlu melibatkan generasi muda. Mereka adalah pewaris tanah ini, dan mereka harus memahami bahwa Lambusango adalah aset yang tak ternilai.” Jun-ho setuju dengan usulan Sinta dan mengatakan bahwa pendidikan l

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 18: Sinergi untuk Masa Depan

    Dengan semangat dan antusiasme yang menggelora, Sinta dan Jun-ho menyaksikan bagaimana berbagai elemen masyarakat mulai terhubung dalam visi yang sama untuk Hutan Lambusango. Universitas, masyarakat adat, komunitas lokal, dan pemimpin desa bahu-membahu dalam mengembangkan konsep keberlanjutan yang berpijak pada tradisi dan teknologi. Mereka menyadari bahwa sinergi antara berbagai pihak merupakan kunci utama untuk mencapai tujuan bersama dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan sekitarnya. Dengan kerjasama yang solid, mereka yakin masa depan Hutan Lambusango akan menjadi lebih terjamin.****Perwakilan dari universitas setempat dan internasional telah menandatangani nota kesepahaman untuk menjadikan Lambusango sebagai pusat riset global. Mereka sepakat untuk mengirim mahasiswa dan peneliti ke Lambusango, tidak hanya untuk mempelajari ekosistemnya, tetapi juga untuk mengembangkan solusi berbasis komunitas yang inovatif.“Kita memiliki peluang besar di sini,” kata Profesor Rahmat d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 19: Dunia Bunian dan Jejak Keajaiban

    Kisah Sinta dan Jun semakin mendalam ketika mereka akhirnya masuk ke dalam dimensi ghaib yang dihuni oleh suku Bunian. Dunia ini tidak hanya memperlihatkan kehidupan yang unik, tetapi juga menghubungkan Sinta dengan jati dirinya sebagai titisan Ratu Wakaaka. Perjalanan ini mengungkapkan keajaiban, tantangan, dan pelajaran yang tidak dapat ditemukan di dunia nyata.Mereka bertemu dengan makhluk-makhluk gaib yang memiliki kekuatan luar biasa dan kebijaksanaan yang mendalam. Sinta dan Jun belajar banyak hal baru tentang kehidupan, cinta, dan kekuatan sejati. Mereka merasakan kedamaian yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, dan semakin yakin bahwa petualangan ini membawa mereka pada takdir yang sudah ditentukan sejak awal.Mereka juga menemukan bahwa ada konspirasi gelap yang mengancam kedamaian dunia gaib tersebut, dan mereka harus bersatu untuk melawan kekuatan jahat yang mengancam keberlangsungan hidup mereka. Dalam perjalanan mereka, Sinta dan Jun menemukan bahwa kekuatan sejati

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 20: Tarian Cinta dan Tarian Balaba

    Sabotase yang dilakukan oleh perusahaan tambang membawa konflik di Lambusango ke puncaknya. Sinta dan Jun harus menghadapi ancaman yang tidak hanya merusak secara fisik tetapi juga mencoba mematahkan semangat perjuangan mereka. Serangan dari pihak perusahaan semakin intensif, menggunakan preman untuk menebar teror. Namun, komunitas adat, para mahasiswa, dan tokoh-tokoh lokal tidak tinggal diam. Mereka bersatu untuk melawan kekuatan besar yang mencoba menghancurkan lingkungan dan kehidupan mereka. Solidaritas dan semangat juang yang tinggi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan tersebut.Di suatu malam, Jun menjadi sasaran kekerasan. Dalam perjalanan kembali dari pertemuan dengan masyarakat adat, ia dikepung oleh beberapa preman bayaran perusahaan. Salah satu dari mereka mencoba menyerangnya dengan pukulan keras, tetapi Jun yang terlatih dalam seni bela diri Taekwondo berhasil menghindar dengan cekatan. Serangan itu hanya mengenai bahunya, meninggalkan lebam kecil. Namun, peristiwa i

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 21: Keteguhan Hati di Bawah Langit Lawele

    Malam di Teluk Lawele dipenuhi suara ombak lembut yang menyentuh pantai, menciptakan suasana yang damai namun penuh makna. Setelah menarikan Balaba bersama, Sinta, Jun, dan La Ode Harimao duduk melingkar di atas pasir. Di depan mereka, pantai yang tenang menyimpan kisah peperangan masa lalu antara Oputa Yi Koo, pahlawan legendaris Buton, dan pasukan Belanda.“Tempat ini bukan hanya tanah,” La Ode Harimao memulai, suaranya penuh kebijaksanaan. “Ini adalah saksi sejarah, di mana leluhur kita mempertaruhkan segalanya demi melindungi kehormatan dan tanah air mereka. Kita adalah penerus perjuangan itu.” Sinta, Jun, dan La Ode Harimao merenungkan kata-kata tersebut dengan penuh penghormatan, menyadari betapa pentingnya warisan yang mereka sandang. Mereka berjanji untuk terus menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai luhur yang telah ditinggalkan oleh leluhur mereka.La Ode Harimao membuka sebuah naskah kuno yang dibawanya, sebuah teks bhanti-bhanti yang membahas cinta, kesucian, dan kehormatan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 22: Menemukan Ancaman dari Dalam

    Di tengah perjalanan mereka menyusuri Hutan Lambusango, Sinta dan Jun tiba-tiba mendengar suara-suara keras dari arah barat. Ketukan kapak pada batang kayu terdengar berulang-ulang, membelah keheningan hutan yang selama ini terasa seperti surga tersembunyi. Dengan rasa penasaran, mereka mendekati asal suara tersebut. Mereka kembali terkejut ketika melihat sekelompok pemburu liar sedang menebang pohon-pohon besar. Mereka menargetkan Kayu Cendana dan kayu Besi untuk diolah dan dijual ke Wakatobi. Mereka tidak bisa mempercayai apa yang mereka lihat. Bagaimana mungkin ada orang yang berani merusak hutan ini, tempat yang selama ini mereka anggap sebagai tempat yang suci dan penuh keindahan alam? Sinta dan Jun merasa marah dan sedih melihat pemandangan itu; mereka merasa bertanggung jawab untuk melindungi hutan ini dari ancaman yang datang dari dalam. Dengan langkah hati-hati, mereka menyusup ke dalam kerumunan pemburu liar tersebut, siap untuk mengungkapkan kebenaran yang sebenarnya."Ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 23: Kehadiran Sang Peneliti

    Di tengah kesibukan Sinta dan Jun menyusun strategi pemberdayaan masyarakat lokal, datang seorang tamu tak terduga ke Hutan Lambusango. Seorang pria paruh baya dengan ransel besar dan sikap tenang memperkenalkan dirinya kepada tokoh adat setempat. Pria tersebut adalah seorang peneliti yang tertarik untuk melakukan studi tentang keanekaragaman hayati di hutan tersebut. Dengan pengalaman dan pengetahuannya, ia berharap dapat memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat.“Nama saya Dr. Malik Al-Fahmi,” katanya sambil tersenyum. “Saya peneliti ekologi sosial dan aktivis lingkungan serta karbon. Saya mendengar tentang upaya konservasi di Lambusango dan ingin membantu, jika diizinkan.” Tokoh adat setempat menyambut kedatangan Dr. Malik dengan hangat, mengapresiasi minatnya dalam pelestarian lingkungan. Mereka pun berdiskusi lebih lanjut tentang rencana studi yang akan dilakukan oleh Dr. Malik di hutan Lambusango.Dr. Malik adalah sosok yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 24: Resonansi Cinta dalam Kabanti

    Di malam-malam yang tenang, di bawah kerlip bintang dan nyala api unggun kecil, Sinta dan Jun meluangkan waktu untuk membuka kembali teks-teks kuno kabanti. Aroma dedaunan dan suara hutan yang hidup menjadi latar belakang refleksi mereka. Kabanti, dengan bait-baitnya yang penuh makna, menjadi lebih dari sekadar puisi bagi mereka—ia adalah jembatan antara tradisi dan masa kini.Sinta menunjuk sebuah teks yang menarik perhatiannya. “Lihat ini, Jun. Di sini disebutkan bahwa manusia harus menjadi penjaga bumi, bukan penguasanya. Kita bagian dari alam, bukan pemiliknya.”Jun membaca dengan saksama, lalu berkata, “Ini mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan alam bukan soal kekuasaan, tapi soal tanggung jawab. La Ode Harimao benar. Jika kita mencintai sesuatu, kita harus menjaga dan melindunginya.”Sinta mengangguk perlahan. “Kabanti ini mengajarkan keseimbangan. Bukan hanya antara manusia dan alam, tapi juga antara kebutuhan kita dan kebutuhan generasi mendatang. Jika kita serakah hari

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26

Bab terbaru

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 34: Lambusango Koin dan Perpustakaan di Teluk Lawele

    Pagi itu, Jun memulai harinya dengan membuka platform cryptocurrency tempat Lambusango Koin—proyek ambisiusnya—baru saja diluncurkan. Dengan fondasi ekonomi yang kuat, koin ini didukung oleh valuasi ekosistem Hutan Lambusango yang kaya akan keanekaragaman hayati dan nilai budaya. Awalnya, pasar menerima koin tersebut dengan antusias, namun pagi ini segalanya berubah.Investor mulai menjual Lambusango Koin secara massal, menyebabkan harga turun drastis dalam waktu singkat. Jun merasa cemas dan bingung, tidak mengerti apa yang menyebabkan perubahan mendadak ini. Dia segera menuju ke perpustakaan di Teluk Lawele, tempat dia biasa mencari inspirasi dan solusi dalam menghadapi masalah. Saat dia tiba di sana, dia melihat sekelompok orang sedang berdiskusi dengan serius di sudut ruangan. Jun mendekati mereka dan akhirnya menemukan jawaban atas kejadian yang sedang terjadi.Jun kembali melihat layar handphonenya, "Semua merah," gumam Jun, menatap grafik yang menunjukkan penurunan drastis. Lam

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 33: Menjaga Hutan Lambusango dengan Kangkilo

    Pagi itu, mentari bersinar lembut menyentuh dedaunan Hutan Lambusango. Sinta dan Jun-ho melangkah mantap memasuki desa-desa di sekitar hutan, menyapa warga dan mendengarkan suara mereka. Hari ini, mereka memiliki agenda penting: bertemu dengan tokoh-tokoh adat untuk mendiskusikan ancaman peta izin tambang yang mengintai kelestarian hutan.Sinta dan Jun-ho merasa tegang namun juga penuh semangat untuk melindungi hutan Lambusango. Mereka sadar betapa pentingnya menjaga ekosistem hutan tersebut agar tidak terancam oleh aktivitas tambang yang merusak lingkungan. Dengan hati yang penuh tekad, mereka berharap pertemuan dengan tokoh-tokoh adat dapat membawa solusi yang terbaik untuk menjaga kelestarian hutan yang mereka cintai.Sinta berbicara dengan penuh semangat, "Jun, hari ini kita harus fokus pada pemberdayaan masyarakat. Kita harus memperkenalkan kembali nilai-nilai kangkilo sebagai materi utama dalam pelatihan yang akan datang."Jun menatap Sinta, wajah

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 32: Di Bawah Langit Kapuntori

    Sinta berdiri memandangi hamparan persawahan di bawah Bukit Kapuntori. Terasa begitu tenang, seolah waktu melambat untuk memberikan ruang bagi pikirannya yang berkelana. Bentangan hijau sawah yang berkilau diterpa matahari sore mengingatkannya pada permadani alam yang penuh keindahan dan rahasia. Kilauan sawah yang menguning memberikan suasana yang nyaman dan tentunya membawa seseorang untuk menikmati senjanya, terlebih dengan seorang kekasih. Matahari perlahan tenggelam di balik bukit, mewarnai langit dengan gradasi warna yang memukau. Sinta merasa beruntung bisa menikmati momen indah ini bersama kekasihnya di bawah langit Kapuntori.Jun-ho berdiri di sampingnya, matanya mengikuti arah pandang Sinta. Ia hanya tersenyum, meskipun di hatinya ada kegelisahan yang sulit ia ungkapkan. Sinta terlihat begitu tenggelam dalam pikirannya, hingga Jun tak bisa menahan diri untuk berkata, "Sinta, ini seperti bentangan permadani. Di sinilah banyak kisah cinta tumbuh dan pergi. Mungkinkah

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 31: Kembali dari Talaga, Membangun Harapan Baru

    Perjalanan dari Pulau Talaga menjadi momen yang tak terlupakan bagi Sinta dan Jun. Jun-ho memperhatikan keindahan pulau Talaga dan melihat dari jauh pulau Kabaena. Kali ini mereka naik kapal penumpang. Kapal agak besar dibandingkan dengan perahu nelayan. Jun-ho membayangkan tentang tujuh bidadari yang turun di puncak gunung Sambampolulu. “Suatu saat saya akan ke sana, negeri di atas awan,” pikirnya sementara matanya di arahkan ke wajah cantic di depannya, wajah Sinta yang luar biasa. Kulitnya tetap putih dan halus, tanpa terpengaruh oleh terik matahari di sekitar hutan tropis.Wawasan yang mereka peroleh tentang kangkilo—nilai tradisional yang menekankan kejujuran, keseimbangan, dan hubungan yang harmonis dengan alam—telah mengubah cara pandang mereka terhadap perjuangan mereka selama ini. Mereka merasa terinspirasi untuk kembali ke desa mereka dan menerapkan nilai-nilai kangkilo dalam upaya membangun harapan baru bagi masyarakat setempat.

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 30: Perjalanan ke Talaga dan Misteri Kangkilo

    Rasa penasaran yang membara membawa Jun-ho dan Sinta ke Pulau Talaga, tempat asal mula tradisi Pengka Loe-Loe, ritual adat yang telah mengubah persepsi mereka tentang hubungan antara dunia nyata dan spiritual. Mereka ingin memahami lebih dalam tentang kangkilo, filosofi yang menjadi inti dari kepercayaan masyarakat Buton. Jun-ho dan Sinta sangat penasaran, terutama Jun-ho yang menyaksikan kejadian beberapa hari yang lalu dengan mata bahkan dengan direkam dengan kamera. Jun sangat kaget, karena sebuah fenomena yang unik terjadi di depan mata, tepat dizaman seperti ini. “Ini adalah representasi ruang-ruang kesadaran budaya yang tidak mungkin dapat dijelaskan oleh prspektif ilmiah. Datang ke Pulau Talaga adalah sesuatu yang penting, untuk menyaksikan secara langsung, bagaimana masyarakat setempat mendapatkan pemahaman mengenai dunia bawah laut.” Jun-ho dan Sinta mengharapkan ada penjelasan yang mendalam mengenai masalah ini. Mereka akhirnya menuju Kota Baubau untuk menumpang kapal-kapa

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 29: Mengurai Misteri Pengka Loe-Loe

    Kisah sumpah adat Pengka Loe-Loe yang menewaskan La Ode Musrama dan perempuan-perempuan penyebar fitnah menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di Buton tetapi juga di berbagai media sosial. Banyak yang terpukau dan takjub, tetapi ada pula yang mempertanyakan kebenaran ritual tersebut. Beberapa pihak bahkan meminta investigasi atas insiden ini. Bahkan ada berita di media yang menjelaskan bahwa ritual itu adalah ritual pembunuhan. Bahkan ada media yang menjelaskan bahwa mantra itu adalah mantra pembunuhan dalam versi yang lainnya.“Kita harus melakukan investigasi atas apa yang terjadi di pantai kemarin. Itu murni kriminalitas yang berbasis di mantra”. Bahkan media nasional dan internasional menomentari peistiwa itu setelah videonya tersebar luas di masyarakat.“Ini adalah pembunuhan,” kata salah seorang anak muda yang memiliki hubungan dengan pihak tambang yang selama ini dihalangi oleh tetua adat yang didukung oleh Sinta dan J

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 28: Ujian Adat di Tanjung Pemali

    Kedatangan Sinta dari Korea yang seharusnya menjadi momen kebahagiaan dan kebanggaan justru berubah menjadi polemik besar di Buton. Desas-desus yang disebarkan oleh kaki tangan pengelola tambang dan La Ode Musrama yang merasa iri, telah merusak reputasi Sinta. Isu bahwa Sinta tidak lagi suci sebagai calon pemimpin adat beredar luas, membuat masyarakat dan Parabela (tetua adat) ragu akan kelayakannya. Isu itu bahkan dibuatkan dalam bentuk musik. La Ode Musrama selalu menyanyikan lagu Sepuli na Jandi yang dipopulerkan La Ode Karimuddin. Ia menyebarkan desas desus bahwa Sinta yang merupakan tokoh muda yang dapat mewarisi peradaban Buton kini tidak layak lagi."Sinta sudah melanggar nilai-nilai sakral budaya kita," bisik beberapa orang. Ia bergerilya dan melibatkan banyak ibu-ibu yang senang bergosip. Ia sudah berjalan terlampau jauh, ia sampai di pulau Jeju, tidak mungkin kita percaya lagi”. Rasa cemburu menyelimuti hatinya. Ia begitu benci ketika ia tahu bahwa Sinta pergi

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 27: Kembali ke Buton

    Pesawat dari Seoul menuju Jakarta meluncur mulus di langit malam. Di kursi sebelah, Sinta terlelap, wajahnya yang khas—perpaduan antara warisan Buton, Melanesia, dan sentuhan keturunan Asia lainnya—bersinar tenang di bawah cahaya lampu kabin. Bagi Jun, Sinta adalah sosok yang tidak hanya menginspirasi cinta, tetapi juga harapan bagi masyarakat yang ingin mereka bangun bersama. Sebelum tidur, Sinta memutar music pop Korea Touch Love yang dipopulerkan Yoon Mi-rae, Sinta terlelap dalam imajinya, berharap bersandar pada Jun-ho dalam perjalanan panjang hidupnya nanti. Pelan-pelan teks-teks lagu itu menjelma dalam mimpinya, ia sudah menemukan dirinya bersandar pada Jun-ho di pantai yang ada di pulau Jeju. Ia menyandarikan dirinya. Jun-ho melihat Sinta tersenyum dan matanya tetap tertuju. Jun-ho membirkan ia Sinta tertidur, ia hanya mengagumi kencatikan itu, mengalahkan Yoon Mi-rae artis Korea yang terkenal di negaranya.Di benak Jun, rencana-rencana besar berkecamuk. Kembali ke Buton bukan

  • KEMBALINYA SANG RATU   Bab 26: Mengunjungi Ruang Budaya dan Pendidikan di Korea

    Jun membawa Sinta mengunjungi berbagai institusi budaya dan pendidikan di Korea, memperlihatkan bagaimana sistem pengelolaan budaya diajarkan kepada generasi muda. Mereka mengunjungi sebuah sekolah dasar di Seoul, di mana anak-anak diajarkan menghormati warisan budaya mereka melalui pelajaran sejarah, seni, dan praktik-praktik tradisional.“Lihat ini, Sinta,” kata Jun sambil menunjukkan salah satu mural di aula sekolah yang menggambarkan tradisi rakyat Korea. “Setiap generasi diajarkan untuk memahami akar budaya mereka sejak dini. Jika kita bisa menerapkan hal yang serupa di Buton, terutama untuk konservasi Hutan Lambusango, aku yakin hasilnya akan luar biasa.”Sinta mengangguk, terinspirasi. “Mendidik anak-anak di sekitar Lambusango untuk mencintai budaya dan lingkungan mereka sejak dini adalah langkah yang sangat penting. Itu akan menjadi bagian dari jati diri mereka.”Mereka juga mengunjungi sebuah museum budaya yang memamerkan cara hidup tradisional Korea. Di sana, Jun menunjukkan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status