"Luh…." rintihan pedih seorang pemuda.
Tubuhnya penuh penuh luka, Ia merangkak mendekati seorang gadis yang terkapar bersimbah darah. Dengan sisa tenaga yang ia miliki, pemuda itu menggenggam tangan gadis itu dan berkata;
"L-Luh…. j-jangan lupakan j-janjimu, a-ayo… kita bertemu di dunia tanpa kasta… "
“Aaaah!” jerit Dayu terbangun dari tidurnya.
Gadis yang tersengal-sengal itu, segera meraih gelas berisi air yang ada di sebelah tempat tidurnya. Setelah meneguk beberapa kali, ia menghembuskan nafasnya.
Lalu, ia membaringkan kembali tubuhnya diatas tempat tidur untuk menenangkan diri.
“Sungguh mimpi yang menyeramkan, siapa pemuda itu? kenapa kamu muncul lagi Iluh, siapa kamu? andaikan saja ada 1 benda yang berkaitan denganmu, aku pasti dapat menemukanmu,” gumamnya lirih.
Ida Ayu Suci, itulah nama lengkap gadis keturunan kasta Brahmana itu.
Ia bukanlah gadis biasa, selain ia cantik dan molek, ia memiliki bakat yang unik, yaitu ia dapat melihat peristiwa masa lalu melalui sebuah artefak.
Kemampuan yang ia dapatkan sejak berumur 13 tahun itu, telah membawanya melihat berbagai macam kejadian di masa lampau yang tidak tercatat didalam buku sejarah manapun.
Karena bakat itu jugalah, Dayu mulai jatuh cinta kepada dunia kuno dan akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang dosen sejarah di salah satu universitas yang terkenal di pulau Bali.
Namun, walaupun ia memiliki segudang pengetahuan dan bakat yang unik itu, ternyata ia tidak mampu memecahkan misteri sederetan mimpi yang ia alami.
Sudah selama beberapa pekan, ia kerap memimpikan seorang gadis bernama Iluh. Terkadang ia melihat gadis itu pergi ke sawah, pada malam yang lain ia melihatnya memberi makan babi, dan ia juga pernah melihat perempuan itu bersembahyang di pura.
Dayu tidak mengenal gadis itu, namun yang pasti, wajah Iluh sangat mirip dengannya.
Jam menunjukkan pukul 4 dini hari. Setelah terjaga selama hampir satu jam lamanya, gadis itu akhirnya tertidur kembali.
Beberapa jam setelahnya, terdengar suara kokok ayam, anjing yang menggonggong, dan suara kendaraan bermotor di kejauhan. Cakrawala sudah naik sangat tinggi, akhirnya wanita cantik itu terbangun dari tidurnya dan berjalan keluar dari kamarnya.
Ia menguap,menggeliat dan kemudian melihat ke arah sekelilingnya.
Ia tidak mendapati siapapun di rumah itu. Rupanya orang tuanya sudah berangkat ke hotel untuk bekerja. Sedangkan adiknya sudah berangkat kuliah.
Tak lama kemudian, gadis itu berjalan menyusuri taman bunga yang terletak di tengah komplek bangunan rumah tersebut.
Setelah melewati jembatan lotus, ia sampai di dapur dan segera menyiapkan sarapan.
Sesaat kemudian wanita itu terlihat duduk di teras dapur sambil menikmati makanannya.
Matanya berkeliling melihat suasana rumah itu.
Griya, atau rumah keluarga pendeta itu, memanglah tergolong mewah.
Kamar tidur orang tua, kamar tidur anak, ruang dapur dan pura keluarga, semuanya dibangun terpisah-pisah.
Setiap ruangan dibuat dengan batu bata merah dan dihiasi dengan ukiran yang sangat detail pada pintu dan pilar-pilar nya.
Bunga yang bermekaran di depan setiap teras kamar, membuat tempat tinggal keluarga Brahmana itu terkesan indah bagaikan istana para raja di masa lalu.
"Apakah aku memang berhak tinggal di istana seperti ini?" gumam gadis itu sambil mendesah perlahan, lalu ia meneguk segelas air putih.
Selesai sarapan, gadis itu pergi ke kamar untuk membersihkan dirinya.
Tak lama kemudian, ia sudah keluar lagi dari biliknya dengan mengenakan kebaya dan kain batik yang menutupi tubuhnya hingga tungkai kakinya yang putih bersih.
Setelah meraih keranjang berisi sesaji, ia berjalan memasuki bangunan griya lain. Seorang pendeta berpakaian serba putih terlihat menyambutnya.
“Eh Dayu, kemarilah!”
“Iya kakek,” gadis itu menaiki anak tangga teras, kemudian duduk di sebelah kakeknya.
“Tumben kamu kemari sepagi ini ada apa?”
"Saya memiliki deretan mimpi aneh kakek."
"Mimpi? seperti apa?"
"Belakangan ini ada gadis yang bernama Iluh sering muncul sebagai kembang tidur saya. Saya dapat melihatnya ke sawah, mandi, menjual kayu, menari… " Dayu tak melanjutkan ceritanya, ia menghela nafas, kemudian tertunduk.
"Bukankah itu mimpi yang lazim? masalahnya dimana?" tanya pendeta tua itu.
"Setiap kali orang memanggilnya Iluh, entah mengapa, mereka seperti memanggil saya… seolah-olah Iluh itu adalah saya Kek," ucap gadis itu sambil memandang wajah kakeknya.
Pendeta tua itu hanya terdiam, Ia mengelus rambut janggutnya yang putih.
"Kek, saya tidak berani menanyakan ini kepada Ayah atau Ibu, tapi… " Dayu tidak berani melanjutkan perkataannya. Ia kembali tertunduk.
"Tapi apa?" sahut pria berjanggut putih itu.
"Apakah saya anak angkat? apakah saya sebenarnya orang jaba? " tanya Dayu dengan perasaan yang harap-harap cemas.
Ia sedang menebak seandainya dia sebenarnya bukanlah anak keturunan keluarga itu, melainkan keturunan orang jaba atau orang dengan kasta yang paling rendah.
"Omong kosong apa itu? tentu saja kamu adalah darah daging kami, rupanya kembang tidur itu telah meracuni pemikiranmu.
Ayo! katakan padaku, apalagi yang kamu lihat?" tanya pendeta itu dengan raut wajah serius.
"Tadi malam, saya memimpikan seorang pemuda yang sedang sekarat, sekujur tubuhnya penuh luka berdarah.
Sebelum ia mati, ia meminta Iluh untuk menepati janjinya.
Mimpi itu menakutkan sekali Kek, saya juga merasa… merasa bahwa saya juga sedang sekarat disana… "ucap gadis itu dengan suara gemetar.
Mendengar kalimat yang terakhir itu, sang kakek mengangguk- angguk. Lalu ia berkata;
“ Kemarikan canang itu!” perintahnya.
Dayu segera meraih keranjang sesaji dan mengeluarkan beberapa buah canang, yaitu kotak yang terbuat dari daun kelapa dan berisi berbagai macam bunga diatasnya.
Setelah menambahkan dupa, gadis itu menyerahkannya kepada pria yang sangat dihormatinya tersebut.
Lalu, mereka berdua berjalan menuju bangunan pura milik keluarga itu kemudian duduk bersila dan mulai berdoa.
Tak lama kemudian, Pendeta tua itu bangkit dengan membawa cawan kecil berisi air suci dan memercikkannya diatas ubun-ubun cucu perempuannya itu. Setelah itu, mereka kembali ke teras dan melanjutkan pembicaraan mereka.
“Kamu memiliki hutang masa lalu yang belum terbayarkan, pemuda itu mencarimu,” ungkap pendeta itu.
“Mencariku?” tanya Dayu kaget.
Lelaki tua itu hanya menatap gadis itu dan menganggukkan kepalanya.
“Tapi aku tidak mengenal orangnya, bagaimana mungkin aku berhutang kepadanya?” sambung Dayu.
"Seperti yang saya katakan tadi, itu adalah hutang dari kehidupanmu yang sebelumnya, bukan hutang dari kehidupan yang sekarang."
Mendengar penjelasan pendeta itu, Dayu terdiam. Sebagai umat Hindu ia memang percaya akan adanya sebuah reinkarnasi.
Dan rupanya, dirinya memiliki hutang dari kehidupan sebelumnya yang harus ia bayar pada kehidupan yang sekarang.
"Apa kah kakek tahu kira-kira siapa orangnya?"
“Kakek tidak tahu siapa,atau dimana orangnya. Tapi kamu akan segera mengenalinya,” pendeta itu berbicara dengan nada datar.
Melihat wajah kakeknya yang tenang tanpa ekspresi itu, malah membuat Dayu merasa resah. Mengingat mimpi terakhirnya yang sangat mengerikan, ia mulai bertanya- tanya, apakah dia harus membayar hutangnya dengan nyawa?
“Apakah dia akan membunuhku?” tanya gadis itu dengan penuh kekhawatiran.
Mendengar pertanyaan itu, lelaki tua itu hanya tersenyum, lalu ia memegang tangan cucu kesayangannya itu.
“Itu sebuah hutang yang indah, jangan khawatir…” katanya dengan lembut.
Ucapan itu membuat Dayu bernafas lega.
“Pergilah ke pantai dan carilah udara segar, kamu perlu belajar menenangkan diri,” perintah pendeta itu.
“Baik Kek, tapi saya tidak bisa pergi hari ini,”
“Memangnya, kamu mau kemana sore ini?” tanya pendeta itu.
“Malam ini saya ada pentas tari di Art Centre,”
Mendengar jawaban itu, sang Kakek terdiam, ia seperti sedang menerka- nerka sesuatu. Tangannya yang keriput, membelai belai jenggotnya yang memutih.
“Baiklah, tapi besok sore kamu harus ke pantai ya, jangan ditunda. Malam ini pergilah pentas, ingat! jangan pulang terlalu larut.”
“Iya Kek, matur suksma, terima kasih,” ucap gadis itu dengan menghaturkan sembah.
Lelaki tua itu hanya menjawabnya dengan anggukan dan senyuman.
Tak lama kemudian gadis itu pergi meninggalkan tempat itu.
Pentas di Art Center. Suara gamelan terdengar sangat indah membahana, Dayu terlihat sedang mengikuti gladi resik pentas tari di sebuah panggung terbuka. Tempat itu terlihat sangat sibuk. Adanya kunjungan beberapa pejabat penting pada sore itu, membuat pengamanan di tempat itu dilipat gandakan. Terlihat ada banyak aparat polisi yang berjaga di pintu masuk. Ketika matahari sudah terbenam, Dayu dan Gek Trisha sedang bersolek bersama beberapa penari lain di ruang rias. Mereka sedang bersiap untuk menarikan Tari Pendet, tarian pembuka pada pentas malam itu. Gek Trisha adalah sahabat karib Dayu sejak SMA. Ia adalah seor
Keesokan harinya, di sebuah pantai berpasir putih yang terletak di bawah sebuah tebing,terlihat 2 orang pria duduk diatas bebatuan berwarna coklat.Mereka berdua sedang memancing ikan."Entah kenapa, setiap kali aku duduk disini, aku merasa sedih," ucap De Arya."Memangnya kenapa komandan?" tanya Parto."Mungkin karena cerita sedih dipantai ini.Konon katanya, ada sepasang kekasih yang meninggal di sini setelah mengikat sumpah setia satu sama lain.Karena cerita itu, penduduk disini menamai tempat ini Pantai Tebing Perjanjian."
Malam harinya di kantor polisi."komandan, lihat!" Parto tergopoh gopoh sambil menunjukkan layar ponselnya."Ada yang menemukan dompet komandan, lihat ini nomor whatsapp nya," sambungnya.Kapten muda itu memeriksa postingan itu dengan cermat. Lalu ia mencatat nomor orang yang memasang pengumuman itu, dan menulis pesan kepadanya.Selamat malam, saya Made Aryajaya, apakah benar bapak/ibu menemukan dompet saya?Tak lama kemudian terlihat ada jawaban.Iya, saya memang menemukan dompet bapak, tapi untuk memastikan bahwa dompet ini milik bapa
Bab 5. Deja Vu, Penglihatan masa lalu.Waktu menunjukkan jam 4 sore. Tak sabar lagi, De Arya segera keluar dari kantornya dengan mengendarai mobilnya.Sesaat kemudian, mobil kecil itu memasuki gerbang sebuah rumah megah. Lalu ia memarkirkannya diantara beberapa mobil mewah yang lain.Setelah keluar dari pintu kendaraan itu, Ia terburu-buru menuju biliknya.Ia tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang telah memperhatikan kehadirannya.Ia adalah Nyonya Rai, Ibu kandung De Arya yang sedang menyiram bunga. Seorang wanita berumur sekitar 60 tahun, yang masih terlihat cantik dan terawat untuk wanita seusianya.
“Ayo Dayu, sedikit lagi!” kata De Arya melenyapkan lamunan Dayu.Gadis itu menatap pria yang berjalan di depannya. Namun, bayangan matahari yang sebentar lagi terbenam itu menyilaukan matanya. Ia tak dapat melihat wajah pria itu.Sesampainya di atas batu yang paling atas, De Arya membantu gadis itu berdiri, dan mereka berdua menatap matahari yang sedang terbenam.Lalu mereka berdua duduk diatas batu itu."Entah mengapa, setiap kali aku berada disini, aku merasa seperti sudah berdiri disini lama sekali…Dan setiap kali aku duduk disini, aku merasa kesepian, aku seperti menunggu sese
De Arya yang mendapatkan panggilan mendesak dari Dayu, segera memutar arah mobilnya, untuk menemukan gadis itu. Tak lama kemudian, ia sampai pada minimarket yang dituju. Setelah keluar dari mobil, De Arya segera menuju ke dalam minimarket dan mencari Dayu yang bersembunyi di balik rak. "Yang mana mobilnya?" "Mobil offroad berwarna hitam di seberang jalan," jawab Dayu dengan sedikit berbisik. De Arya berpura-pura melihat barang yang di dekat kaca, lalu melihat ke arah seberang jalan. Dan benar saja, mobil yang dimaksud gadis itu masih berada disana. Polisi itu melihat ada beberapa pria didalam mobil itu.
"Dayu, bersiaplah, siang ini jam 11 kita akan kedatangan tamu istimewa, "ucap seorang pria yang sangat berwibawa.Pria berumur 60 tahun, berbadan tegak, dan masih terlihat gagah itu adalah Pak Bagus. ayah dari Dayu."Siapa tamunya?" tanya Dayu penasaran."Kamu akan lihat sendiri, pokoknya, nanti berpakaianlah yang sopan, kalau perlu, pakailah kebaya yang mama belikan kemarin." sahut nyonya Amara, wanita yang telah melahirkan dan membesarkan gadis itu.Mendengar perkataan ibundanya, Dayu hanya menganggukan kepalanya sambil menikmati sarapan yang dihidangkan oleh ibunya.Tepat jam 11 siang, sebuah mobil sport mewah&
Melihat nama De Arya yang muncul di layar ponselnya, tanpa pikir panjang lagi, Dayu segera mengangkat panggilan itu. "Halo De, apakah kamu sedang sibuk ?" "Tidak, memangnya kenapa?" jawab pemuda itu di kejauhan. " Apakah kamu bisa datang kerumahku secepatnya? oh ya,pakai seragam polisi dan bawa mobil mercy mu kesini." "Memangnya kenapa?" De Arya terdengar bingung. "Apakah kamu mau menjadi pacarku? kalau iya, laksanakan saja perintahku!" ucap Dayu tegas. Mendengar kata-kata gadis itu, De Arya tertegun seperti tidak percaya.
Melihat tubuh yang molek, ranum, lekuk yang indah dan tak mengenakan sehelai benang pun bergerak condong ke arahnya dan mulai membuka kancing baju yang ia kenakan satu per satu. Gung Yoga segera merengkuh tubuh gadis itu dan mencium bibirnya dan tangannya membelai kulit halusnya. Wanita yang sudah dibutakan nafsu itu membalas ciuman itu dengan semangat. "Ayo, kita bersenang-senang malam ini, sebagai pembalasan atas perbuatan mereka, puaskanlah aku Gung Yoga, malam ini aku milikmu… " kata Mang Selly dengan nafasnya yang memburu.Tanpa pikir panjang lagi, Gung Yoga segera melucuti pakaiannya dengan dibantu oleh gadis itu. Setelahnya, keduanya berciuman, berpelukan sambil berbansa menikmati musik romantis yang mengalun pelan bagaikan dua insan yang jatuh cinta. Ruangan gelap yang dihiasi kelap kelip lampu diskotik, membuat suasana tempat itu menjadi tempat yang sempurna untuk bercinta. Setelah puas berdansa, Gung Yoga mengangkat tubuh wanita itu, dan membaringkannya di sofa. Mang Sel
Melihat kemesraan De Arya dan Dayu, hati pria yang duduk di bangku taman yang gelap di kebun hotel King Lotus bergejolak penuh amarah.Setelah yakin bahwa kedua orang yang diamati nya tidak menyadari kehadirannya. Pria itu pergi meninggalkan tempat itu.Dengan mobil mewahnya, ia keluar dari parkiran hotel King Lotus dengan ugal-ugalan.Mobil sport berkecepatan tinggi itu melaju kencang.Gung Yoga duduk di balik kursi kemudian itu marah, dan air mata yang berderai.Tak sanggup mengendalikan amarah.Pria itu menepi dan menendang ban mobilnya.
Malam itu, De Arya dan Dayu terlihat duduk berdua diatas tempat tidur hotel King Lotus. Sesaat keduanya terlihat saling memandang mesra. Kedua tangan mereka saling bergenggaman. Kemudian mereka saling berpelukan. "Dayu, aku bahagia sekali bisa kembali padamu," kata De Arya. "Aku juga De Arya, aku sangat sedih ketika kau meninggalkan aku seperti itu. Tolong… jangan pernah lagi, percayalah, hatiku sepenuhnya milikmu," kata Dayu dengan memeluk pria itu erat. Setelah puas saling melepas rindu. Dayu meraih beberapa benda dari tasnya. Benda benda kecil itu dibungkus dengan kertas tissue. Lalu ia membukanya satu persatu dan menaruhnya di atas tempat tidur. De Arya menatap deretan koin dan cincin itu dengan heran. Benda-benda itu tampak kusam dan kuno. "Coba lihat dan pegang benda ini, katakanlah padaku kalau kau ingat sesuatu," kata Dayu. De Arya meraih satu per satu benda itu, tetapi dia tidak menunjukkan expresi apapun. "Jujur Dayu… aku tidak mengenali benda- benda ini, maaf… ," k
"Om Swastiastu! benarkan ini rumah De Raga?" terdengar suara pak Bagus."Ayah! mengapa dia kemari?" sahut Dayu panik."Akulah yang menghubungi bos, anak gadis satu-satunya pingsan di rumah orang, tentu saja aku hari memberi kabar kan?" jawab Robertus.Dayu bergegas bangkit dari kamar itu dan keluar untuk menyambut ayahnya yang sudah bersama De Raga."Ayah… !" serunya."Dayu! apakah kamu tidak apa-apa?" sahut pria itu sambil memeluk putri satu-satunya.Pria tua itu mengelus pundak Dayu dengan penuh kasih sayang. Namun ketika tatapan matanya menangkap sosok
Mang Selly membiarkan dirinya sekali lagi didalam pelukan Gung Yoga. Entah mengapa ia juga tidak ingin menolak pria itu yang sepertinya sangat peduli dengan perasaannya. Setelah puas menangis, perlahan gadis itu melepaskan diri dan menyeka air matanya. "Aku mau pulang dulu Gung Yoga, aku harus mengurus usaha ku. Sampai ketemu lagi.""Berhati-hatilah, bila kau perlu teman bercerita hubungi saja aku. Aku berjanji hal seperti semalam tidak akan terjadi lagi," kata pria itu sambil memasukkan tangan kedalam saku baju tidur nya. Mang selly mengangguk, lalu kemudian berlalu dari tempat itu. ***Ditempat yang jauh, tampak Dayu yang berdiri disamping De Raga sedang menyaksikan upacara Ngaben kakek dari Mang Arini. Suasana upacara yang terjadi di kuburan yang sama sejak ratusan tahun lalu itu, telah membuatnya teringat akan beberapa kejadian yang telah terjadi dimasa lampau. Ia masih ingat ketika neneknya, pamannya, dan beberapa orang lain yang telah lebih dahulu meninggal daripada dia, s
Dipeluk oleh gadis yang setengah telanjang. Itulah yang dialami Gung Yoga. Alam bawah sadarnya masih bekerja, sehingga dengan ragu ia berusaha melepaskan diri dari pelukan gadis itu. “ Mang Selly, apa yang kau lakukan? Kau akan menyesali ini…”“ Apa kau memang tidak menganggapku menarik juga Gung Yoga? Jadi tidak ada lagi yang tertarik denganku? Sungguh malang nasibku…hu..hu..hu…” tangis Mang Selly menjadi pecah lagi dengan keras.“Bukan itu Mang Selly,...kamu cantik dan menarik, tetapi kita berteman, tidak selayaknya kita berbuat hal seperti ini…aku yakin kau akan menyesal…” kata Gung Yoga dengan berusaha menenangkan gadis itu. Sungguh hal yang ironis, selama ini dia dengan mudahnya meniduri gadis-gadis, namun entah mengapa, dengan Mang Selly, ia sedikit lebih berhati-hati.Apabila perempuan itu adalah wanita malam, mungkin tanpa ragu lagi ia akan menggilasnya habis-habisan diatas ranjanganya. Namun gadis ini bukanlah wanita seperti itu. Jadi ia berusaha keras agar tidak terjadi s
De Arya hanya bisa memandang Mang Selly dengan tatapan aneh. Ia tidak benar-benar memahami maksud gadis itu yang telah meninggalkannya lima tahun yang lalu. Sekilas masih diingatnya ketika ia mengejarnya dan Mang Selly tampak tidak peduli dengan perasaannya, dan sekarang ia bilang masih mencintainya? sungguh tidak masuk di akal! Sesaat De Arya tampak tersenyum mengejek pada gadis cantik itu. "Mengapa kau tersenyum seperti itu?" "Omong kosong apa yang kau punya Mang Selly? Aku masih ingat bagaimana aku mengejarmu lima tahun yang lalu namun kau sama sekali tidak peduli. Sekarang kau menyerahkan dirimu kepadaku? aneh sekali!" jawab De Arya sambil meneguk whisky di tangannya.
Dayu tertegun melihat pria itu, dengan busana yang mirip dan sapu tangan yang mirip. Sungguh sebuah kejadian yang terulang kembali. Untuk beberapa detik, gadis itu hanya terdiam bengong, sementara Pak Ardi dan Bu Werni tersenyum mendengar ucapan De Raga, yang terdengar sedikit berselorohTersadar, Dayu segera mengambil sapu tangan milik De Raga. Sungguh unik dan jarang. Orang jaman sekarang lebih sering membawa tisu ke mana-mana, tetapi pria ini malah membawa sapu tangan.Setelah menyeka air matanya, Dayu duduk di sebuah sudut ruangan jauh dari Penduduk desa yang lain. Sesaat dipandanginya sapu tangan yang ada di tangannya.Sepotong kain dengan rajutan mawar merah itu mirip sekali dengan yang ia buat untuk De Raga dua ratus tahun yang la
"Iya kak Dayu, beliau baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Sebelumnya ia sempat bertanya kapan kakek akan datang kemari lagi," ucap Mang Arini di kejauhan.Berita tentang meninggalnya kakek gadis itu membuat Dayu shock. Dia tidak menyangka pertemuan pertamanya dengan orang yang mengenalinya sebagai Iluh Suci, juga menjadi pertemuan terakhirnya.Padahal ia masih sangat ingin bercerita dan bercengkrama dengan sosok tua renta itu."Kapan upacara Ngaben nya?" tanya Dayu." Menurut pak Mangku, bisa dilaksanakan dua hari lagi," jawab Mang Arini."Aku akan kesana besok pagi untuk melihat beliau terakhir kalinya, Terima kasih Man