🌸🌸🌸🌸“Itu Nindi, kan, Al?” Mataku tertuju pada sesosok gadis cantik bekerja sebagai SPG mobil di mol terbesar di kotaku.“Iya, benar,” jawabku seraya terus mengamati gerak gerik Nindi.Nindi sedang menjelaskan mobil keluaran terbaru dari Toyota. Aku sendiri sedang menemani Lusi yang sengaja melihat pameran mobil di mol ini. Lusi berniat untuk membeli juga. Ah, sultan model Lusi beli apa pun juga tinggal tunjuk.Aku jadi tidak fokus mendengarkan penjelasan dari Mbak SPG yang menemani kami untuk melihat-lihat mobil di sini.“Aku harus samperin Nindi. Dia sudah sebulan tidak sekolah, aku pun kehilangan kontak dengannya. Terakhir datang ke rumah sakit dia sudah terlebih dahulu pergi,” kataku pada Lusi.“Aku temani atau?”“Enggak usah, Lus. Kamu di sini saja. Fokus saja sama tujuan kamu.”“Kayak apaan sih, Al, fokus segala? Santai aja lagi,” sahut Lusi seraya tertawa renyah.Kau gegas menghampiri Nindi. Dari sekian banyak SPG yang ada di sini hanya Nindi yang terlihat sangat menarik. T
“Sabar, ya, Al.”“Iya, Lus. Aku tidak habis pikir kenapa Nindi sekarang bisa sabar menghadapi mamahnya. Kamu lihat dan dengar sendiri kan, dia tidak membalas teriakan dan umpatan mamahnya.”“Itu tandanya Nindi sudah semakin dewasa. Semoga saja selamanya dia bisa begitu.”“Aamiin ... antar aku sampai rumah ya, Lus.”“Enggak jadi minep?”“Enggak, terima kasih lain, kali aja. Aku harus bilang ke kakek dan nenek tentang kondisi Tante Devi. Meski jauh di dasar hatiku puas melihat mereka begitu, tapi entah kenapa di sudut hatiku yang lain aku tidak tega. Setidaknya kami harus tahu Tante Devi sakit apa.”“Masya Allah Al, itu artinya hatimu tidak tertutup. Semoga kamu bisa memaafkan mereka.”“Iya, Lus. Inysa Allah aku memaafkan mereka.”Sampai rumah sudah hampir jam 11 malam untung saja nenek tidak marah.Aku lebih memilih langsung membicarakannya dengan nenek.“Kalau kita mau bawa Tantemu ke dokter, Nindi harus dikasih tahu. Kalau tidak nanti bakalan susah.”“Iya, Nek. Pelan-pelan nanti aku
***POV Anin.Aku kesal sekali dengan dokter yang tidak bisa menyembuhkan sakitku dengan segera. Uangku sudah hampir habis hanya untuk biaya pengobatanku. Terakhir kali memang Ardi si adiknya Tari yang sudah koit membawaku ke dokter. Bahkan dua dokter sekaligus tetap saja hasilnya sama. Ardi terkesan kasihan dan juga jijik padaku. Dia memberiku sejumlah uang dan menyuruhku pergi jauh dari sini. Aku tentu saja tidak mau! Memang dia siapa seenak sendiri ngatur-ngatur hidupku.Perhiasan berlian yang ditinggalkan Mas Hendra dulu sudah kujual semua. Uangku di ATM tidak sampai 5 juta saldonya. Aku bingung harus bagaimana.Nasibku kenapa sesial ini! Apa salahku? Bukankah hal wajar jika seorang perempuan cantik bisa dapat suami ganteng, kaya, dan juga suami orang? Bukan salahku, Mas Hendra yang salah sudah tahu punya istri masih tergoda padaku.Aaaahhh ... aku benar-benar pusing sekali. Aku ingin pulang kampung saja. Di sana aku masih punya rumah bagus, sawah, ternak, dan juga orang tua. Tapi
POV ANGGA🌸🌸🌸Aku mengenalnya sejak kecil, tepatnya aku lupa yang jelas aku mulai akrab dengannya ketika kelas 5 SD. Cantik, baik, periang, dan juga rendah hati. Sifat baiknya itulah yang membuatku makin kagum padanya. Padahal dia dilahirkan dari keluarga kaya raya, harta orang tuanya 7 turunan 8 tanjakan tidak akan habis.Biasanya orang kalau bergelimang harta akan sombong dan semena-mena, tapi tidak baginya. Ah, dia memang begitu istimewa di mataku.Selain itu dia memiliki sifat tegas dan tidak mau kalah jika berargumen. Aku pernah dicuekin lebih dari seminggu gara-gara adu argumen dan dia kalah. Menggemaskan sekali bukan?Kebersamaan yang terus berlanjut itulah yang menjadikan aku nyaman dengannya dan di sini, di dalam relung hatiku namanya selalu terukir dan aku langitkan dalam doaku.Pernah suatu malam aku berdoa yang menurutku sangat konyol. “Allah jadikan dia jodohku, jika tidak maka jadikan dia perawan tua.” Ya, itu doaku kala itu, saat pertama kali aku merasakan indahnya j
Aku sering menanyakan kabar padanya lewat telepon Alya menjawab sekedarnya saja. Setiap hari tanpa terlewat aku selalu kepo akun sosial medianya. Lagi-lagi nihil Alya jarang sekali membagikan kegiatan sehari-harinya di sosmedAku semakin penasaran padanya. Di saat semua penduduk dunia ini mengakses internet untuk berlomba menjadi terkenal dan membagikan kegiatan mereka Alya lebih memilih tidak. Jika pun online dia hanya membagikan kuote-kuote relegius dan juga kegiatan bersama teman-temannya tanpa memperlihatkan wajahnya alias foto bersama dan itu dengan jarak yang cukup jauh dan kecil-kecil sudah kuzoom berkali-kali, tapi aku tidak paham yang mana dia. Oh, Alya seperti apa kamu sekarang? Bahkan foto IG dan FB-nya masih fotonya waktu zaman SMA hanya foto sampul yang diubahnya. Sebuah foto universitas kebanggaannya. Di grup alumni pun Alya tidak banyak berinteraksi hanya sesekali saja dia muncul. Yaitu saat ada musibah ataupun teman-teman membutuhkan bantuan. Secepat kilat dia akan m
~k~u🌸🌸🌸[Sayang? Weekup sudah siang ini!]Seketika wajahku lesu, pesan yang kuharapkan dari Alya, ternyata dari Dita. Gadis cantik itu selalu saja menggangguku padahal aku sudah terang-terangan menolaknya.Dita, sepupu jauhku. Wanita bar-bar ini menyatakan cintanya sejak pertama kali kami menginjakkan kaki di sini. Dia bilang sudah suka padaku sejak SMA. Beh! Sebenarnya aku ge-er ternyata ada juga wanita yang suka padaku, tapi tetap saja aku tidak mau berpindah hati. Aku tetap memilih Alya.[Don’t disturb me!] Balasku.[Oke, setidaknya kamu sudah bangun. Pasti kamu tidak makan sahur ya? Nanti ke kampus mau ambil ijazah atau tidak?]Hah, iya, hari ini aku harus ambil ijazah. Kertas itulah satu-satunya bukti bahwa aku mahasiswa berprestasi di sini. Kertas itu yang sangat dinantikan banyak orang termasuk diriku. Kenapa aku bisa lupa begini. Semalam pun aku tidak makan sahur, untung sebelum tidur aku sudah makan. Masih jam 5 syukurlah aku masih bisa salat subuh. Gegas aku tunaikan sala
🌸🌸🌸POV ANGGAAku memutuskan untuk pulang lebih cepat dari jadwal yang seharusnya. Ini semua kulakukan bukan hanya semata karena rindu pada Alya, tapi pada orang tuaku juga. Toh, Alya juga pulangnya masih 3 harian lagi.Bundaku sakit struk sehari setelah kelulusanku di jenjang S1 meski tidak terlalu parah nyatanya membuat ayah berpaling darinya.Sedih sudah pasti. Apa lagi aku tidak bisa setiap hari menemainya. Hanya tanteku yang baik hati yang merawat bunda dibantu seorang suster. Ayah, tentu saja sibuk dengan dunia barunya yang tak lain adalah istri mudanya yang dinikahi baru dua tahun belakangan.Hal yang paling mengejutkan adalah bunda yang mempersiapkan pernikahan mereka dan ikut menghadiri pernikahan ayah. Aku sudah katakan pada bunda untuk pergi saja jika tidak terima dengan perbuatan ayah, tapi bunda bersikukuh tidak akan pergi. Kata bunda, ayah sedang salah jalan kalau ditinggalkan nanti semakin tidak bisa kembali.Ah, bunda, hatimu begitu baik dan lembut. Aku saja yang t
Karena penasaran aku segera berkaca. Pantulan di cermin depanku menunjukkan pemuda gagah sangat berbeda dengan Angga yang dulu. Masa sih, Alya paham.[Alya cakap itu you, tapi I tidak percaya, makanya tanya.][Iya, tu, Alya salah orang. Mungkin dia terlalu rindu padaku jadi, di matanya hanya ada aku yang terlihat.]Aku tertawa puas membalas WA Lusi, aku yakin dia akan meneruskan pesanku pada Alya.[Pede!]Tak kubalas lagi pesan Lusi. Aku beranjak ke dapur. Sebentar lagi berbuka puasa.Ada bunda dibantu ayah dan ART menyiapkan menu buka puasa. Ke mana istri muda ayah? Ya, Tuhan ternyata dia sedang main Tik Tok di ruang TV.“Wangi banget sih, masakan Bunda. Hem ....”Pujiku. Kupeluk bunda dari belakang.“Iya, dong! Kan, masakan sepesial untuk anak Bunda ini. Sudah ah, tunggu saja sana di meja makan. Malu dilihat Mbok,” jawab bunda. ART kami hanya senyum saja.“Ayah, enggak mau peluk Bunda?” tanyaku.“Angga, enggak boleh gitu, ah! Nah, kan, sudah azan. Ayo, cepat kita buka puasa.”Bunda d
Sejujurnya aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menerima Angga karena aku tidak ingin menyakiti hati Lusi. Ya, walaupun sekarang Lusi sudah bahagia bersama suami dan anak-anaknya, tapi aku yakin jika dia tahu aku menikah dengan Angga pasti di dalam dasar lubuk hatinya ada rasa kecewa padaku dan aku tidak mau itu terjadi. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lain apalagi itu Lusi, sahabatku sendiri walaupun itu setitik nila.“Aku tahu Al, kalau kamu pun sebenarnya mencintai aku. Semua kutahu itu dari Lusi dan aku tahu kamu menolakku pasti karena Lusi. Al, Lusi, sudah bahagia dengan suaminya dan anak-anaknya bahkan Lusi merasa sangat bersalah karena telah menuliskan perasaannya di dalam buku diary-nya yang akhirnya kamu baca. Kalau kamu tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan ini kamu bisa tanyakan sendiri pada Lusi. Tolong jangan tinggalkan aku lagi, Al. Aku sangat mencintaimu dari dulu hingga kini.”“Angga, tapi aku, aku ....”“Tidak perlu kamu jawab Alya karena aku ta
“Alya, tunggu! Kamu mau ke mana?” Angga menarik ujung jilbabku. Seketika aku menghentikan langkahku.“Kamu pikir aku mau ke mana Ngga? Pulanglah, ngapain aku di sini? Jagain Cafe kamu?” jawabku ketus.“Ya, kali aja mau juga kamu jagain cafeku. Jangan jagain kafekulah, jagain hatiku aja,” jawab Angga lagi. Dia ini benar-benar membuat aku salah tingkah.“Apaan, sih, Ngga ... sudahlah aku mau pulang. Lain kalu aku main ke sini lagi, oke ... aku ada banyak kerjaan yang harus aku selesaikan,” pamitku pada Angga. Sejujurnya aku sangat malu padanya karena bukan hanya sekali ini saja Angga memergokiku gagal bertemu dengan seseorang. Dulu bahkan saat pernikahanku gagal dan Anggalah yang tahu pertama kali setelah keluargaku.Kenapa harus dia aku kan, jadi malu seolah aku ini adalah gadis terkutuk yang tidak bisa mendapatkan jodoh. Apalagi umurku sekarang menjelang kepala tiga bulan depan. Kalau perempuan di luaran sana mungkin sudah punya anak dua ataupun tiga, sedangkan aku boro-boro punya
“Hilda!” Suara bariton seseorang memanggil perempuan di depanku.Ternyata perempuan di depanku ini namanya Hilda. Lantas dia tahu namaku dari mana?“Oh, jadi ini, Put, yang kamu lakukan di belakangku? Diam-diam kamu cari perempuan lain untuk jadi pendamping hidupmu, lalu aku ini kamu anggap apa, Put! 8 tahun aku nemenin kamu dari nol, giliran kamu sudah sukses kamu cari perempuan lain yang kata kamu lebih soliha dan lebih cantik dari aku! Picik kamu, Put! Dan kamu Alya, asal kamu tahu bahwa 2 hari ini yang menghubungimu bukan Putra, tapi aku. Hilda Widyani, calon istri Putra yang entah kenapa laki-laki brengsek itu tergoda oleh kamu. Aku yakin kamu tidak menggoda Putra, tapi aku minta sama kamu sebagai sesama perempuan jauhi dia kalau tidak aku akan hancurkan nama baikmu,” ucap perempuan itu berapi-api.“Hilda, kamu ngomong apa, sih! kita sudah putus dan kita sudah sepakat untuk mengakhiri hubungan kita. Lalu kenapa sekarang kamu mau merusak hubunganku dengan perempuan lain? Ingat ya
Ekstra part.“Hai! Ngalamun aja serius banget kayaknya. Lagi mikirin aku, ya?” Aku dikagetkan dengan kedatangan Angga yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku.Aku merasa entah kenapa dunia ini begitu sempit. Aku melalang buana ke mana pun pasti ujung-ujungnya bertemu dengan Angga. Padahal jujur bertahun-tahun aku berusaha untuk melupakan dia.“Enggak .... kok, kamu bisa di sini, ngikutin aku, ya?” tebakku asal. Habisnya aku bingung mau bilang apa.“Ye, ge-er banget, deh! Ngapain juga ngikutin kamu enggak penting kayaknya. Eh, tapi sepertinya waktu dan keadaanlah yang mempertemukan kita. mungkin kita berjodoh,” jawab Angga. Senyum khasnya membuatku ingat tentang masa lalu.“Angga, ihh, ngaco, deh! Ngomong-ngomong apa kabar? Terus kamu di sini ada kegiatan apa?” tanyaku. Sebenarnya aku sedikit salah tingkah, tapi ya, Angga tidak boleh tahu. Kalau sampai dia tahu yang ada nanti aku akan dibully dia habis-habisan.Sejujurnya aku sangat bahagia bertemu dengan Angga karena selama 2 t
POV Alya. “Otewe mulu, kapan dong, sampainya?”“Nanti, Ngga ... jika Allah sudah berkehendak.” Angga hanya mengangguk saja.Entah kenapa kami merasa canggung sebenarnya ingin bersikap seperti biasanya saja, tapi tidak bisa. Seperti ada jarak yang memisahkan antara kami berdua.Angga memang terlihat semakin berwibawa mungkin itu yang membuatku merasa canggung dan juga dia suami orang maka dari itu aku harus jaga image jangan sampai nantinya ada kesalahpahaman di antara kami.“Non, ada Mas Akmal di luar.” Mbok memberi tahuku.“Em, kalau begitu aku permisi ya, Al. Takut ganggu. Kalau ada waktu main ke rumah ya, Gulsen pasti senang sepertinya memang dia sudah menyukaimu buktinya tadi langsung akrab,” pamit Angga. Aku mengiyakan.“Gulsen, pulang, yuk! Sudah siang nanti Kakek nyariin kita, loh,” ajak Angga. Gulsen menggeleng lucu sekali.“Gulseeenn ....” Lagi-lagi anak itu hanya menggeleng.“Biar nanti aku yang mengantar Gulsen,” sahutku.“Beneran?”“Iya, Ngga ... bolehkan?”“Oke, boleh-bo
POV ALYA.Hati yang bimbang.“Tante boleh minta tolong ambilkan bola itu. Bolanya kotor aku jijik mau ambilnya,” pinta anak kecil di depanku seraya menarik-narik ujung jilbabku. Aku yang sedang fokus menatap layar HP terpaksa memandangnya. Ekspresinya menggemaskan sekali.“Please ....” pintanya lagi. Senyumnya menampilkan deretan gigi kecil-kecil yang rapi.“Boleh, tunggu sebentar.”Aku mengambil bola yang tercebur pada kubangan lumpur bekas hujan semalam.“Tante cuci dulu ya, di kran sebelah situ. Kamu bisa menunggu Tante di sini?” Anak kecil itu mengangguk.Oke, fine Alya. Ini sungguh menggelikan karena untuk pertama kalinya aku dipanggil tante oleh orang lain. Anak kecil pula. Biasanya mereka akan memanggilku kakak dan yang memanggilku tante hanya Alika anak tante Eni dan adik-adiknya saja. Ke mana orang tua anak itu kenapa dibiarkan main sendirian di taman. Meski taman kompleks perumahan tetap saja bahaya.Akan tetapi lucu juga anak kecil itu. Keberaniannya membuatku berhasil meni
POV Nindi. Ternyata omongannya hanya bualan semata untuk memperdayaku. Pernikahan yang baru seumur jagung menjadi taruhannya.Kurasakan pergerakan dipan. Mas Aris memelukku dalam tidurnya setelah menciumku berkali-kali.Aku biarkan saja dia menciumku mungkin ini untuk yang terakhir kalinya. Barang kali esok aku sudah pergi dari sini dan kembali ke rumahku seorang diri. Jujur aku tidak siap dimadu. Aku tidak siap berbagi suami. Tidak! Aku tidak siap.Membayangkannya saja hatiku begitu ngilu dan sakit apa lagi menjalaninya. Pastilah aku kurus kering karena setiap hari makan hati. Perempuan itu salah satu anak dari guru ngajinya Mas Aris. Aku pun mengenalnya. Usianya 5 tahun lebih muda dariku. Namanya Yesi, meski tidak secantik dan semenarik diriku, tapi dia perempuan subur yang siap melahirkan banyak anak demi baktinya pada seorang suami. Itu yang dia katakan padaku juga pada Mas Aris.Aku akui keberanian dan juga misi hidupnya patut diacungi jempol, tapi kenapa harus rumah tanggaku y
POV Nindi.POV Nindi.“Apa tidak ada cara lain, Mas? Apa kamu setega itu padaku?” tanyaku pada Mas Aris, suamiku.Lelaki yang terkenal bijak dan baik hati itu perlahan membelai rambutku.“Maafkan aku, Dik. Aku tak kuasa menolak permintaan Ibu,” jawab Mas Aris.“Kamu benar, Mas, mungkin ini jalan yang terbaik untuk rumah tangga kita. Aku bisa apa? Rahimku bermasalah dan kita tidak bisa punya keturunan, tapi please lepaskan aku dulu sebelum kamu menikahi perempuan pilihan ibumu,” tegasku.Mata Mas Aris berkaca-kaca. Manik hitam itu dalam hitungan detik dipenuhi air mata. Lalu lolos. Kembali aku direngkuh dalam pelukannya.“Tidak, Dik. Aku tidak mau berpisah denganmu. Aku tidak sanggup. Aku sudah berjanji pada mamahmu untuk menjagamu seumur hidupku. Aku mencintaimu Dik, ada atau tidaknya anak bagiku hanya pelengkap saja. Cintaku padamu tulus, Dik. Tolong jangan pernah katakan perkataan yang sangat aku benci. Aku tidak bisa hidup tanpamu, Dik,” ucap Mas Aris seraya mempererat pelukannya.
POV Angga.Alyaku, aku tahu dia masih sendiri di usianya yang ke 29 tahun. Aku tahu semuanya dari Lusi dan juga Nindi.Entah seberapa berat hidup yang dijalaninya, tapi Alya masih tetap seperti dulu. Ayu dan masih muda. Mungkin karena dia tidak pernah menyikapi permasalahan dengan berlebihan. Dia tetap bersikap manis pada siapa pun meski aku tahu luka di hatinya sangatlah dalam.Alya, tetap baik pada bundaku, adikku, dan orang-orang di sekelilingnya termasuk pada keluarga mantan calon suaminya. Aku salut padanya. Aku tahu semua itu tentu saja dari cerita orang-orang terdekatku.Hari ini pertama kali aku menginjakkan kakiku ke lapak pecel buk Siti sejak 4 tahun yang lalu pergi ke Kalimantan. Pecel legendaris kenanganku bersama Alya. Ya, aku kembali pulang untuk tujuan hidup agar lebih baik lagi.Sedang Dita tetap di Kalimantan mengembangkan bisnis orang tuanya. Tak ada drama tangis perpisahan antara Gulsen dan ibunya. Biasa saja seperti hari-hari biasa. Gulsen pun tidak pernah menanyak