Karena bayi kakaknya yang ditinggalkan tak lama setelah kakaknya meninggal, Sarah menganggap bayi itu bagaikan anaknya sendiri. Namun, betapa terkejutnya Sarah ketika mendengar kabar bahwa keponakannya, alergi terhadap susu sapi, dan harus mendapatkan ASI? Karena rasa tak enak, Sarah pun menyetujui untuk menjadi ibu susu untuk sang bayi, dan juga istri sah dari Baskara, suami kakaknya. Namun, bagaimana bisa dirinya menyusui di umurnya yang masih muda, padahal melahirkan pun tak pernah!?
View More“Owaa, owaa!”
Suara tangisan bayi seketika mengejutkan seorang wanita yang sedang sibuk melakukan tugasnya. Dengan cepat, wanita itu bergegas untuk menghampiri sumber suara.
Sembari berusaha menenangkannya, Sarah memandang sendu bayi kecil yang tengah berada di dalam gendongannya. Sesekali, wanita itu berusaha menghapus air mata yang berkelinang di pelupuk matanya.
Pasalnya, Sarah tak kuasa kala menatap bayi laki-laki bernama Azka yang baru saja kehilangan ibunya sendiri. Ibu Azka itu adalah kakak dari Sarah, Laras namanya. Sara merasa, sungguh malang nasib Azka sehingga harus tumbuh tanpa seorang ibu di sisinya. Namun, di sisi lain, Sarah juga bangga kepada kakaknya yang rela mempertaruhkan nyawanya dan bahkan ‘menukar’ kehidupannya demi hadirnya seorang malaikat kecil di tengah-tengah keluarga mereka.
“Kalau Azka sudah besar, aunty akan cerita dengan bangganya di hadapan Azka bahwa Azka punya mama yang hebat untuk Azka,” gumam Sarah.
Bayi yang baru berumur 3 minggu itu menggeliat dan mengulas senyuman tipis di wajahnya. Sarah yang melihat itu pun ikut tersenyum, Azka benar-benar seolah bisa mendengar apa yang dikatakan oleh auntynya sehingga dia bisa tersenyum dengan manis seperti ini.
“Azka senang ya, kalau aunty bicarakan mama kamu? Aunty juga rindu sama mamanya Azka.” gumam Sarah lagi.
Berat sebenarnya untuk berada di posisi Sarah. Sarah adalah orang yang paling dan sangat dekat dengan Laras. Bagaimana pun, terlepas dari keduannya yang memang berstatus sebagai adik dan kakak, hubungan keduanya sangat baik dan selalu saling mendukung.
Bagi Sarah, Laras adalah saudaranya, kakaknya, mamanya, kotak curhatnya dan segalanya. Jadi, ketika dikabarkan bahwa Laras meninggal oleh kedua orang tuanya, orang yang paling terpukul di sini adalah Sarah. Dia yang paling histeris ketika sang kakak dimakamkan di tempat terakhirnya, bukan mamanya ataupun Baskara, suami dari Laras.
Sarah mengusap air matanya ketika dia kembali mengingat kenangannya bersama dengan Laras. Meski terasa sedih, Sarah terus berusaha untuk kuat demi menjadi aunty yang baik untuk keponakan pertamanya itu.
Saat sedang fokus menatap Azka, tiba-tiba kedua orang tuanya, bersama dengan keluarga kakak iparnya, datang dan berkumpul di ruang keluarga.
“Sarah, bagaimana Azka? Dia cocok aja sama susu formulanya?” tanya Ayu, ibunya.
“Cocok aja, Bu. Azka gak rewel, anteng dan benar-benar ngerti keadaan rumah,” jawab Sarah sembari tersenyu.
Sejak kepergian kakak kandungnya, Sarah lah yang menjaga Azka. Sarah juga yang mengurus semua keperluan Azka, sehingga Sarah yang selalu ada di samping Azka. Bahkan, dia juga sudah menganggap Azka sebagai anaknya sendiri.
Sementara Baskara, kakak ipar dan juga ayah kandung Azka, biasanya mengunjungi Azka seusai bekerja.
“Mama berterima kasih ya, karena nak Sarah sudah mau mengurus Azka. Baskara benar sedang sibuk akhir-akhir ini. Pekerjaan kantornya terpaksa diabaikan sejak kelahiran Azka dan kematian Laras, jadi dia harus mengurus beberapa pekerjaan yang belum usai sekarang,” ucap mama Mala, orang tua dari kakak iparnya.
“Nggak apa-apa tante, dengan senang hari. Kebetulan, aku juga nggak ada kegiatan di rumah. Dengan adanya Azka, aku jadi nggak ngerasa kesepian. Kalau lagi sendiri dan kesepian, aku selalu ingat kakak soalnya,” jawab Sarah seraya tersenyum manis ke arah mertua dari kakaknya itu.
Bu Ayu tersenyum dan mengelus rambut anak bungsunya itu. Bu Ayu dan bu Mala memang sedang mengadakan makan malam untuk membahas sesuatu yang tak diketahui oleh Sarah. Kemungkinan besar, membahas hal yang ada sangkut pautnya dengan almarhumah kakaknya.
“Nanti malam, Baskara mau ke sini, sekaligus kamu mau membawa Azka untuk menginap di rumah kami untuk beberapa hari ke depan, bagaimana?”
“Baik, Tante. Bagaimana pun juga, Azka ‘kan anak dari mas Baskara dan cucu dari tante. Jadi, aku gak punya hak untuk melarangnya.” jawab Sarah, maniknya sesekali mengarah ke Azka yang berada di pangkuannya.
Mendengar itu, Mala tersenyum dan mengelus punggung Sarah dengan lembut. “Terima kasih ya, dan panggil mama aja, sama seperti yang lainnya. Jangan panggil tante.”
Sarah mengangguk, “Siap, Ma.”
Selanjutnya, mereka mulai terlibat obrolan kecil tentang Azka yang banyak belum mereka ketahui. Sarah yang menceritakan itu semua, hingga tiba-tiba, obrolan mereka terhenti ketika seorang lelaki yang mereka tunggu kehadirannya datang.
Dengan setelan jas berwarna biru dongkernya, pria itu datang sembari menyapa seluruh keluarganya, termasuk Sarah.
“Maaf, saya terlambat, tadi ada sedikit masalah di kantor,” ucapnya seraya tersenyum ke arah semua orang yang berada di ruangan tersebut.
Sarah hanya bisa mengangguk kepada Baskara Atmaja Josephine, kakak iparnya, lelaki yang kini menyandang status duda tinggal mati. Meskipun umurnya yang bisa dibilang sudah tak muda, wajah tampan, rahangnya yang tegas, serta profesinya sebagai CEO di perusahaan turun temurun keluarganya, membuat kakak iparnya itu masih berkharisma.
“Nggak apa-apa, kita juga lagi santai dan nggak terburu-buru. Memangnya, perusahaan lagi sibuk banget ya, Bas?” tanya sang ayah mertua.
“Iya pa, kerjaannya menumpuk karena kemarin banyak yang belum sempat aku kerjakan.” jawab Baskara seraya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
“Ya sudah, yang penting kamu tetap jaga kesehatan kamu, ya.” timpal Mama Ayu.
Sebagai tanggapan, Baskara hanya menganggukan kepalanya. Justru, pandangan lelaki itu kini beralih pada adik iparnya—lebih tepatnya pada anaknya yang berada di gendongan sang wanita. Sudah dua hari dia tidak berkunjung ke sini karena pekerjaannya yang mengharuskan dirinya untuk lembur, rasa rindu dia kepada anaknya sudah tidak bisa dia tahan.
“Mau gendong mas?” tanya Sarah pada Baskara ketika tersadar manik iparnya terus menatap ke arah Azka yang berada di pangkuannya.
Pertanyaan Sarah membuat Baskara tersenyum, namun, dia menggelengkan kepalanya dengan lembut, “Mas belum bersih-bersih. Nanti aja.”
Sarah mengangguk dan kembali diam seraya menepuk-nepuk pelan bokong Azka yang terlihat terganggu.
“Ma, Pa, aku mau ke atas, ya? Kayanya Azka nggak nyaman kalau tidur dalam posisi gini.”
“Jangan pergi dulu, Sarah. Ada yang ingin kami jelaskan kepada kamu,” ucap ayahnya. Entah mengapa, wajahnya seketika menunjukkan ekspresi yang sangat serius.
Entah mengapa, saat itu, ada perasaan tidak enak yang memenuhi hatinya. “Ada apa, Pa?”
Ketika Sarah pikir ayahnya akan bersuara, justru kini ayahnya terdiam. Tak hanya itu, semua orang tampak mengalihkan tatapannya ke arah Baskara. Mereka seolah memberikan kesempatan kepada Baskara untuk menjelaskan sesuatu.
Baskara gugup, dia berusaha menetralkan raut wajahnya. Meski begitu, dia mulai membuka suaranya dan—
“Sarah, apakah kamu bersedia menikah dengan saya dan menjadi ibu untuk Azka?”
Baskara akhir-akhir ini sedang dilanda masalah besar di kantornya. Kantornya sedang keos dan memiliki problem yang membuat keuangan kantor menurun. Sebagai seorang pemilik perusahaan, tentu saja Baskara harus turun tangan dan bekerja keras demi mempertahankan perusahaan yang menjadi penggantung hidup bagi banyak orang. Dan karena itu juga, dia harus merelakan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan membuat perusahaan stabil kembali seperti biasa. Sarah sebagai seorang istri juga ibu tentu saja maklum. Dia berusaha mengerti dan berusaha menyemangati suaminya untuk melakukan apapun yang dia lakukan. Sarah berusaha memposisikan diri dan sebisa mungkin menjadi istri yang penuh support system untuk suaminya. Seperti saat ini, Sarah sedang ada dalam perjalanan untuk menuju kantor suaminya. Matanya melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangannya, pukul 11:30 dan mungkin sebentar lagi dia akan tiba di kantor suaminya. Iya, dia akan mengantarkan makan siang untuk suaminya." Semoga
" Bukannya anterin dokumen itu malah sok-sokan curhat sama istri orang, " sindir Baskara.Fendi mengangkat bahunya acuh, dia tidak perduli dengan apa yang dikatakan oleh Baskara, dia hanya diam dan menikmati kue kering yang berada di atas meja sofa kediaman Baskara. " Lho? Udah pulang mas? " tanya Sarah. Baskara tersenyum, " Ada yang mau aku omongin sama kamu. Kita sama-sama ke kamar dulu ya. Azka biar sama Fendi aja. " " Uhukk-- " Fendi terbatuk setelah dia tidak sengaja menelan kue kering utuh yang belum sempat dia kunyah. Dia sudah terkejut duluan mendengar apa yang dikatakan oleh Baskara. " Apa? Masa Azka sama gue? Gue nggak bisa jaga bayi ya. " " Sebentar aja, gue harus cepet omongin ini sama Sarah. " " Tapi--"Fendi berdecak malas ketika dia tidak memiliki pilihan lain karena Sarah yang sudah memberikan Azka di hadapannya. Dengan ogah-ogahan, dia segera menyimpan toples kue yang semula dia peluk itu. Dan ya, sekarang yang dia peluk adalah Azka, bukan toples kue kering itu.
Sarah merasa bahwa semuanya berjalan dengan lancar akhir-akhir ini. Dia sangat menikmati peran sebagai seorang istri dan ibu muda. Ya, meski usianya bisa dibilang sangat muda, namun Srah patut diacungi dua jempol berkat ketelatenannya mengurus rumah tangga, anak juga suaminya. Ya meski begitu, tetap saja Sarah masih malu untuk 'terbuka' kepada suaminya. Dalam artian, dia belum berani jika menyusui di depan suaminya langsung, ya harus di tutup dadanya oleh kain yang selalu dia bawa ke mana pun. Pagi ini suaminya sudah berangkat ke kantornya dan Sarah sedang membetulkan posisi Azka yang berada di dalam gendongannya saat ini. Sarah sedang ada dalam perjalanan menuju tukang sayur yang berada tidak jauh dari kediamannya. " Wah mbak Sarah baru kelihatan lagi, kirain saya mbak Sarah mau pindah rumah, " ucap seorang ibu yang sebetulnya Sarah tidak ingat betul siapa nama ibu tersebut. " Enggak ibu, kebetulan kemarin hujan terus kan, terus juga Azka sedikit demam. Jadi, saya full mengurus A
"Jadi, gimana rasanya nikah lagi padahal kuburan bini lo yang onoh belum kering? Mana nikahnya sama adiknya lagi? " tanya Fendi dengan nada menggodanya. Fendi sudah sepenuhnya paham dengan situasi yang tengah sepupunya hadapi itu. Ya, Fendi pun maklum juga, bagaimana pun Azka butuh seorang ibu dan seseorang untuk ada di saat tumbuh kembangnya-- kan? Baskara menggelengkan kepalanya pelan, " Biasa aja, " jawabnya dengan singkat. " Masa sih, tadi gue liat waktu makan tadi pandangan lo nggak lepas tuh dari bini lo. Jujur aja kali, kaya ke siapa aja, " jelas Fendi seraya menahan tawanya. Baskara menggelengkan kepalanya, " Ya mengucapkan terima kasih harus sambil lihat orangnya kan? Nggak usah suudzon deh. " "Nggak suudzon, toh nggak apa-apa kali kalau lo lihatin istri lo, orang udah jadi milik lo kok. " " Udah jangan ngomongin itu terus! Mending ngomongin kerjaan lo yang nggak bener itu ya! " Fendi memutar bola matanya malas, " Gue bukan males. Tapi, ngerjainnya santuy, toh juga per
Pernikahan keduanya tak terasa sudah menginjak usia dua minggu. Selama dua minggu juga sudah banyak yang terjadi pada rumah tangga Baskara dan Sarah, mulai dari Sarah yang sudah terbiasa untuk melayani semua kebutuhan Baskara hingga Sarah yang sudah enjoy menyusui Azka. Anak Baskara dengan Laras. Seperti saat ini, weekend adalah hari yang paling ditunggu oleh keluarga Baskara dan Sarah, di mana ketika weekend mereka bisa menghabiskan waktunya dengan berleha-leha dan saling memberikan perhatian satu sama lain. "Weekendnya mau di rumah aja gitu? Nggak mau nyoba main keluar? " Sarah bermonolog. Baskara yang berada di sampingnya segera membukanya suaranya, " Di luar hujan, becek ah! Nanti mobilnya kotor, " jawab Baskara dengan santai. Sarah melirim Baskara dengan sinis, " Malah mikirin mobil kamu. Iya deh tau mobilnya baru, baru banget malah. Jadi nggak mau kotor sedikit pun, " ucap Sarah dengan nada sinisnya. Baskara terbahak dan merangkul bahu Sarah yang sedang menggendong Azka den
Sarah mendelik kesal ke arah suaminya yang sejak tadi tidak pernah absen untuk mengikuti dirinya. Sejak suaminya pulang dari kantor, suaminya itu segera membersihkan diri dan menjalankan aksinya untuk mengikuti ke mana pun istrinya pergi. Entah ada niat apa suaminya itu padanya, yang jelas Sarah benar-benar merasa risih. Sarah menghentikan langkahnya tepat di depan oven yang sedang membakar kue buatan Sarah, " Mas kamu kalau ngikutin aku lagi, aku nggak akan kasih kamu tidur sama aku ya. Biar kamu tidur di luar! " ucap Sarah dengan pandangan marahnya, namun terkesan lucu itu. "Eh jangan gitu dong istriku, mas nggak bisa kalau nggak tidur sama kamu, sama Azka. " Sarah berkacak pinggang dan menatap galak ke arag Baskara, " Makanya diem. Aku ini heran dari tadi mas tuh nggak habis-habisnya ngikutin aku. Nggak bisa diem apa? Sana jagain Azka, mas! "Baskara menyerahkan dan akhirnya lebih memilih untuk mengikuti apa yang dikatakan okeh istrinya. Dia tidak ingin ada adegan dirinya tidak
Kabar yang paling bahagia untuk Baskara saat ini tidak lain tidak bukan adalah kabar bahwa asi istrinya itu sudah keluar dnegan derasnya sehingga anaknya sudah bisa minum asi dari ibunya sendiri. Iya, Baskara dan Sarah sepakat menggunakan panggilan ayah dan ibu. Lebih simple dan lebih mudah menurut mereka. Baskara tengah bersiap untuk melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Pergi bekerja untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk menafkahi anak dan istrinya. Namun, ada yang berbeda dari sebelumnya. Sekarang, Baskara sudah bisa meminta istrinya untuk memasangkan dasinya kembali. Setelah sebelumnya dia kehilangan momen yang Baskara sukai ketika pagi hari. "Asi boosternya jangan dulu di minum aja, nanti malah makin deras. Lihat, baju kamu udah basah aja pagi-pagi, " ucap Baskara seraya melirik ke arah baju bagian atas istrinya yang sudah terlihat basah. "Kata dokter sama mama minum aja. Malah makin bagus buat kualitas asinya nanti. Padahal aku sebelum bikin sarapan tadi udah ganti ba
Sesuai dengan apa yang dikatakan okeh Baskara, akhirnya Sarah dan Baskara memutuskan untuk berbelanja kebutuhan rumah mereka. Kebutuhan di sini seperti bahan makanan dan juga barang-barang rumah tangga yang belum ada di rumah mereka. Istilahnya, Baskara dan Sarah hanya melengkapi kekurangannya saja. " Buah-buahannya taruh di kursi kedua aja. Di samping car seat Azka," ucap Sarah ketika Baskara menyimpan buah yang mereka beli ke nagasi mobil mereka. Baskara mengangguk dan mulai menyimpan buah tersebut di samping car seat Azka yang tertidur pulas. "Kamu duduk di depan aja, Azkanya tidur ini. " "Iya."Sarah segera berjalan dan membuka pintu samping kemudi mobil Baskara. Lalu dia duduk dengan rapih dan memakai safety beltnya, selanjutnya Baskara masuk dan mengambil posisi duduk di balik kemudi dan di samping suaminya untuk selanjutnya melajukan mobilnya meninggalkan halaman supermarket tersebut. Di perjalanan menuju ke kediaman mereka, tidak ada percakapan diantara keduanya. Baik Sar
Setalah satu minggu di rawat di rumah sakit, akhirnya Azka diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya yang mulai stabil dan-- asi Sarah yang mulai keluar. Meski baru sedikit dan mungkin hanya mendapatkan setengah botol dalam satu hari, itu sudah perkembangan yang pesat bukan? Mungkin, total lima hari dari hari di mana Sarah melakukan induksi laktasi, semuanya mulai berjalan baik dan kondusif saat ini. Pulang dari rumah sakit, Sarah dan Azka sudah menempati rumah milik Baskara, kepala keluarga mereka. Rumah baru yang disiapkan okeh Baskara untuk memulai hidup baru dengan istri juga anaknya saat ini. "Kenapa harus ngambil rumah ini mas? Bukannya rumah yang kemarin masih bagus ya? Atau buat investasi aja? " tanya Sarah. Baskara yang sedang menyesap kopinya pun mulai membuka suaranya, " Nggak. Aku emang janji kalau Azka udah pulang sama kamu aku mau beli rumah baru buat kita tinggal. Ya, emang itung-itung investasi si. Tapi, lebih ke pengen membangun kisah baru aja di kehidupan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments