"Mas? Kamu ini bercanda, ya? Mas ini ada-ada aja. Mana bisa gitu, Mas Baskara," ucap Sarah, manik hitamnya membulat.
Sarah masih merasa bahwa apa yang baru saja Baskara katakan kepadanya itu hanya candaan semata. Bagaimana tidak, Baskara adalah kakak iparnya, dan kini pria itu terang-terangan ingin menjadikan Sarah sebagai istri untuknya dan ibu untuk Azka di depan seluruh keluarganya. Padahal, dia adalah adik kandung Laras, istrinya yang baru saja meninggal! Bahkan, tanah kuburannya belum sepenuhnya mengering saat ini.
Melihat anaknya yang terkejut dengan apa yang dikatakan oleh menantunya, membuat bu Ayu mengusap bahu Sarah dengan penuh kelembutan, “Ini sama sekali bukan candaan, Sarah. Baskara masih waras, dan dia memang meminta kamu untuk menjadi istrinya di hadapan mama, papa juga mama dan papa Baskara," ucap mamanya sendiri, seolah tak membantu Sarah mengatasi rasa terkejutnya.
Sarah semakin dibuat bingung, hingga dia tidak bisa mengeluarkan suaranya sedikitpun.
"Sarah? Kami, terlebih Baskara, butuh jawaban dari kamu. Maukah kamu menikah dengan Baskara dan menjadi ibu sambung untuk Azka?" tanya mama Mala yang berada di sampingnya.
"Tapi- kenapa? Kenapa harus menikah dengan mas Bas dan kenapa harus aku? " ucap Sarah lirih.
"Semua itu biar Baskara yang menjelaskan langsung kepada kamu. Yang jelas, mama dan semuanya yang berada di ruangan ini sudah merestui hubungan kamu dengan Baskara. Kami justru sangat berharap kepada kamu untuk menerima Baskara dan Azka sebagai suami dan anak kamu," jelas mama Ayu.
Jujur, Sarah tidak bisa berpikir jernih saat ini. Dia benar-benar bingung dengan situasi yang tengah dia hadapi, situasi di mana mama dan seluruh keluarganya meminta dirinya untuk menikah dan memiliki hubungan dengan Baskara, yang notabenenya adalah kakak ipar Sarah. Sebenarnya, ada apa dengan mereka?
Sarah masih diam, bahkan ketika mama Mala mengambil Azka dari gendongannya, Sarah hanya diam dan memberikan Azka kepada neneknya. Setelah Azka berada di dalam pangkuan dan pelukan neneknya, mama dan papa Sarah juga Baskara segera pergi meninggalkan sepasang ipar itu untuk saling membicarakan perihal pinangan dadakan dari Baskara tersebut.
Baskara menghela napasnya ketika dia telah ditinggalkan berdua oleh kedua orang tuanya. Adik iparnya yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri itu nampak benar-benar terkejut dengan pinangan dadakan darinya.
Bukan, bukan bermaksud untuk mengejutkan Sarah atau membuat Sarah sulit karena pinangan darinya. Hanya saja, ada beberapa hal yang tidak Sarah ketahui dan harus segera di luruskan di sini dan tentu saja dijelaskan secara baik-baik.
"Sarah," panggil Baskara dengan lembut.
Sarah mengangkat tatapannya untuk melihat ke arah Baskara. Manik hitamnya menatap Baskara dengan nanar, masih kelabakan menghadapi permintaan yang baru saja didengarnya.
"Mas, apa yang diucapkan sama mas tadi, itu nggak serius kan mas? Itu nggak benar kan mas?”
"Sarah, saya benar-benar serius dengan ucapan saya. Ada hal yang saya ingin jelaskan juga terkait semua ini,” jawab Baskara. Pria itu kini melangkahkan kakinya, mendekati Sarah.
Tangan pria itu kini meraih tangan adik iparnya. Sembari menatap Sarah dalam, Baskara melanjutkan kalimatnya. "Saya meminta kamu untuk menikah dengan saya, dan menjadi ibu Azka. Saya jelas tidak bisa mengurus Azka sendiri. Kedua orang tua saya pun harus kembali ke Singapura setelah urusan ini selesai.”
‘Hanya itu alasannya? Cih, itu adalah alasan terburuk dan ter-tidak masuk akal yang pernah aku dengar.’ Batin Sarah dalam hati.
"Mas, saya masih muda, dan saya juga sudah anggap Mas sebagai kakak sendiri, sama seperti saya menganggap Mbak Laras. Kenapa Sarah, Mas? Sarah nggak peduli jika Mas mau menikah lagi, bahkan di saat tanah kuburan Mbak Laras belum mengering. Yang jelas, jangan dengan Sarah, karena Sarah tidak mau melakukan hal itu sampai kapanpun."
Ucapan yang keluar dari mulut Sarah benar-benar terlihat lirih dan marah. Bagaimana tidak, kekecewaan juga rasa marah benar-benar menguasai diri Sarah saat ini.
Sarah sudah ingin bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Baskara sendirian, namun Baskara menghentikan pergerakannya. Baskara mencekal tangan Sarah dengan cepat, dan membawa Sarah untuk kembali duduk di sofa.
"Lepaskan, Mas! " ucap Sarah seraya menghentakkan tangannya yang tengah dicekal oleh Baskara.
Baskara dengan segera melepaskan cekalan tangannya pada Sarah.
Setelah cekalan itu lepas, Sarah segera memalingkan wajahnya dari hadapan Baskara dan mengusap air matanya dengan kasar yang tiba-tiba mengalir. Entah mengapa di saat itu, Sarah justru ingat pada kakaknya.
"Jangan menangis, Sarah. Maaf, maaf jika ajakan saya menimbulkan kesedihan di hati kamu. Tapi, demi Tuhan saya akan menjelaskan semuanya kepada kamu dengan sejelas-jelasnya tanpa ada yang saya kurangi atau tambahkan."
"Sarah, saya tahu bahwa ini sangat mengejutkan untuk kamu. Bukan hanya kamu, tapi ini juga sangat mengejutkan saya. Beberapa hari yang lalu, saya berkumpul dengan orang tua kamu juga orang tua saya tanpa kamu. Awalnya, saya mengira bahwa mereka akan membicarakan terkait dengan Laras. Terkait hubungan saya dengan Laras ataupun terkait makam Laras. "
"Namun, saya salah. Saya salah mengira itu semua karena Laras. Faktanya, mama dan papa saya juga kamu meminta saya untuk menikahi kamu, menjadikan kamu istri saya dan ibu untuk Azka. Saya terkejut dan tidak pernah mengira itu sebelumnya, sama seperti kamu saat ini. Saya menolak keinginan kedua orang tua saya untuk menikahi kamu. Awalnya saya menentang itu, saya tidak setuju sama seperti kamu. Tapi, setelah mereka menjelaskan semuanya, saya jadi paham. Saya paham bahwa memang semua ini harus dilakukan. Termasuk pernikahan saya dengan kamu, " jelas Baskara.
Sarah menghela napasnya kasar, "Apa alasannya? Apa yang membuat kamu begitu yakin untuk menikah dengan aku dan mengambil keputusan yang sangat tidak masuk akal itu? Aku adik iparmu, Mas," ucap Sarah dengan lirih.
Dengan pelan, Baskara mengarahkan Sarah untuk menatap dalam matanya.
"Banyak alasan yang membuat saya akhirnya menerima saran dari kedua orang tua kita untuk menikahi kamu. Pertama, saya tidak ingin jauh-jauh dari Azka dan saya ingin Azka tinggal bersama dengan saya. Namun, saya memiliki keterbatasan. Saya tidak bisa mengurus Azka sendiri dan saya butuh kamu untuk ikut bersama saya dan mengurus Azka. Karena orang yang paling dekat dengan Azka dan yang paling memahami Azka saat ini adalah kamu. Ya, saya juga paham bahwa bisa saja saya membawa kamu ke rumah saya dan tak perlu sampai menikahi kamu. Tapi, saya takut fitnah. Saya takut jika hubungan kita akan menjadi boomerang nantinya. "
"Dan yang kedua tentang Azka. Tentang Azka yang perlu sosok ibu di hidupnya dan ya kamu adalah orang yang tepat untuk saya dan Azka. Karena kedekatan kamu dengan kami yang sudah terjalin lama dan tidak sulit untuk bisa saling memahami satu sama lain. Jadi-- mau kah kamu menikah denganku, Sarah?"
Sarahtidak menjawab apa yang dikatakan okeh kakak iparnya, Baskara. Sarahlebih memilih untuk membawa langkahnya juga Azka yang berada di pelukannyauntuk masuk ke kamar miliknya. Dia tidak ingin menganggap serius ucapan darikakak iparnya itu yang benar-benar tidak masuk akal. “Akutak ingin ambil pusing, lebih baik aku mengadu pada pria yang kucintai,”gumamnya pelan, tak ingin menganggu bayi yang masih di pelukannya. Malamitu, karena ingin melupakan permintaan tak masuk akal dari kakak iparnya, diamemutuskan untuk menemui kekasihnya. Sarah berjalan ke arah kamarnya untukmenidurkan Azka karena dia akan pergi setelah Azka tertidur. Setelahsemuanya selesai, dia kembali berjalan ke arah box bayi Azka dan mencium keningAzka dengan lembut. "Auntymau pergi dulu ya, Azka yang anteng ya sayang." KeningAzka dikecup pelan oleh Sarah, setelah itu Sarah kemudian mulai pergimeninggalkan kamarnya. Namun,tiba-tiba sebuah suara mengejutkannya. "Mau ke mana, Sar?" Sarahmenghentika
Baskara datang di waktu yang sangat amat tepat. Dengan emosinya yang melonjak tinggi, Baskara segera berjalan ke arah Andre yang berada di samping Sarah dan tanpa aba-aba memukul dengan brutal wajah, perut hingga bagian tangan Andre.Sarah terkejut! Dia benar-benar tidak menyangka bahwa Baskara akan datang dan menghabisi Andre tepat di wajahnya dan tanpa sadar, air mata Sarah mengalir membasahi wajahnya. Jujur dia—merasa sakit hati dengan perlakuan yang baru saja Andre lakukan kepadanya. “Keparat! Nggak pantas untuk hidup! Mati saja kamu! “Sarah hanya bisa diam dan tidak ada keinginan di dalam dirinya untuk memisahkan perkelahian antara Baskara dengan Andre. Sarah terlalu takut juga terkejut dengan apa yang baru saja terjadi kepada dirinya. “Jangan sekali-sekali sentuh Sarah!” teriak Baskara lantang, kepalan tangannya terus mengeras, menghabisi pria yang telah melecehkan adik iparnya. Bugh!Pukulan terakhir menjadi penutup bagi perkelahian keduanya. Kini, Baskara bisa melihat And
“Sarah, apa maksudmu? Aku memang memintamu untuk menjadi istriku, tapi bukan berarti kamu harus—” Belum sempat Baskara menyelesaikan kalimatnya, ibunya tiba-tiba sudah memotongnya sembari memeluk Sarah.“Pilihan yang bagus, Sarah, terima kasih, Azka pasti akan senang jika kamu menjadi ibu susunya.” Timpal Bu Mala, ibu Baskara.Kali ini, Baskara yang kelabakan mendengar ucapan Sarah. Jelas-jelas, pria itu sendiri yang melihat Sarah yang menolak keras untuk menjadi istrinya. Mengapa kali ini dia berubah pikiran, dan bahkan menawarkan untuk jadi ibu susu untuk anaknya? Namun, yang masih terbesit dalam benaknya adalah, bagaimana bisa Sarah yang masih lajang, dan berumur 20 tahun itu menyusui anaknya? “Ma, tapi bagaimana bisa Sarah menjadi ibu susu untuk Azka? Dia masih muda, dan dia bukan ibu menyusui!” “Bisa. Mama sudah diskusi dengan dokter sebelumnya. Sarah bisa disuntik hormon menyusui, lalu diberikan perangsangan oleh Azka. Kamu ini berpendidikan, masa gitu aja gak tau? Teknologi
Baskara ternyata benar-benar melakukan apa yang dia kafakan kepada Sarah kemarin. Tepat hari ini, dirinya sudah berada di hadapan ayah mertuanya untuk menikahi Sarah, adik iparnya. Di hadpaan dua keluarga inti yang sama-sama ingin menjadi saksi sah-nya hubungan Baskara, Baskara sama sekali tidak merasa gugup atau apapun itu. Dia membawa semuanya dengan santai sekarang. 'Bagaimana para saksi? ''SAH! 'Baskara lega bukan main, dia tersenyum ke arah Sarah yang berada di sampingnya dan terlihat sangat cantik dengan gaun putihnya, " Terima kasih, Sarah." Sarah hanya diam. Dia tidak menjawab ucapan dari Baskara."Dengan ini, kalian sudah sah menjadi sepasang suami istri baik di mata hukum dan agama. Papa meminta kepada kalian berdua untuk menjalani pernikahan ini dengan landasan agama. Kalian harus ingat itu, " nasihat papa Bambang terdengar tegas. " Baik pa. InsyaAllah Baskara akan mengingat itu. " Pernikahan ini berlangsung di kediaman Sarah dan sangat tertutup juga sangat sederhana.
Sarah benar-benar tidak bisa berbuah banyak. Dia hanya diam dan berlindung di balik punggung tegap suaminya yang tiba-tiba datang di depannya untuk melindungi dirinya. Entah apa yang akan dilakukan oleh Andre sehingga kini seluruh keluarga besarnya memusatkan perhatian mereka pada kedatangan Andre dengan teriakan kerasnya. "Ada apa? " tanya Baskara dengan nada tegas khasnya. Baskara memang orang yang fleksibel. Bisa menempatkan dirinya sesuai dengan situasi yang sedang dia hadapi, seperti saat ini. Andre berdeculih pelan, " Belum berpisah dan putus denganku, kamu malah sudah menikah dengan lelaki bajingan ini. Di mana otakmu, Sarah?! " " Apa kamu ingin ikut terlihat bajingan dan pengecut karena mengkhianatiku begitu saja, sama seperti dengan lelaki di depanmu itu Sarah? Apa kau juga tidak ingat bahwa lelaki yang kau nikahi itu adalah suami dari kakakmu yang sudah mati, Sarah?! " Andre terlihat benar-benar sangat marah. Entah dari mana Andre tahu mengetahui terkait pernikahan Sara
Saling menggenggam tangan dan memberikan kekuatan satu sama lain, itulah yang tengah dilakukan oleh Baskara dan Sarah saat ini. Baskara tengah menguatkan Sarah yang tebgah menjalani proses induksi laktasi. Di mana proses tersebut sebentar lagi akan mengubah diri Sarah entah dalam waktu dekat atau dalam waktu lama. "Semuanya sudah selesai. Ibu Sarah bisa dipindahkan ke ruang rawat biasa untuk dipantau keadaannya, " ucap sang dokter yang baru saja menangani proses induksi laktasi kepada Sarah. "Kamu hebat, " puji Baskara tepat di samping telinga milik Sarah. Sarah tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum untuk merespon ucapan dari sang suami. Suami yang tidak meninggalkan dirinya sedetik pun sejak dirinya melakukan induksi satu jam yang lalu. Sarah saat ini sudah berada di ruang perawatan. Di mana ruangan tersebut menyatu dengan ruangan di mana Azka sedang di rawat juga. Baskara memang meminta untuk pihak rumah sakit menyatukan ruangan keduanya untuk memantau perkembangan istri dan ana
Setalah satu minggu di rawat di rumah sakit, akhirnya Azka diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya yang mulai stabil dan-- asi Sarah yang mulai keluar. Meski baru sedikit dan mungkin hanya mendapatkan setengah botol dalam satu hari, itu sudah perkembangan yang pesat bukan? Mungkin, total lima hari dari hari di mana Sarah melakukan induksi laktasi, semuanya mulai berjalan baik dan kondusif saat ini. Pulang dari rumah sakit, Sarah dan Azka sudah menempati rumah milik Baskara, kepala keluarga mereka. Rumah baru yang disiapkan okeh Baskara untuk memulai hidup baru dengan istri juga anaknya saat ini. "Kenapa harus ngambil rumah ini mas? Bukannya rumah yang kemarin masih bagus ya? Atau buat investasi aja? " tanya Sarah. Baskara yang sedang menyesap kopinya pun mulai membuka suaranya, " Nggak. Aku emang janji kalau Azka udah pulang sama kamu aku mau beli rumah baru buat kita tinggal. Ya, emang itung-itung investasi si. Tapi, lebih ke pengen membangun kisah baru aja di kehidupan
Sesuai dengan apa yang dikatakan okeh Baskara, akhirnya Sarah dan Baskara memutuskan untuk berbelanja kebutuhan rumah mereka. Kebutuhan di sini seperti bahan makanan dan juga barang-barang rumah tangga yang belum ada di rumah mereka. Istilahnya, Baskara dan Sarah hanya melengkapi kekurangannya saja. " Buah-buahannya taruh di kursi kedua aja. Di samping car seat Azka," ucap Sarah ketika Baskara menyimpan buah yang mereka beli ke nagasi mobil mereka. Baskara mengangguk dan mulai menyimpan buah tersebut di samping car seat Azka yang tertidur pulas. "Kamu duduk di depan aja, Azkanya tidur ini. " "Iya."Sarah segera berjalan dan membuka pintu samping kemudi mobil Baskara. Lalu dia duduk dengan rapih dan memakai safety beltnya, selanjutnya Baskara masuk dan mengambil posisi duduk di balik kemudi dan di samping suaminya untuk selanjutnya melajukan mobilnya meninggalkan halaman supermarket tersebut. Di perjalanan menuju ke kediaman mereka, tidak ada percakapan diantara keduanya. Baik Sar
Baskara akhir-akhir ini sedang dilanda masalah besar di kantornya. Kantornya sedang keos dan memiliki problem yang membuat keuangan kantor menurun. Sebagai seorang pemilik perusahaan, tentu saja Baskara harus turun tangan dan bekerja keras demi mempertahankan perusahaan yang menjadi penggantung hidup bagi banyak orang. Dan karena itu juga, dia harus merelakan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan membuat perusahaan stabil kembali seperti biasa. Sarah sebagai seorang istri juga ibu tentu saja maklum. Dia berusaha mengerti dan berusaha menyemangati suaminya untuk melakukan apapun yang dia lakukan. Sarah berusaha memposisikan diri dan sebisa mungkin menjadi istri yang penuh support system untuk suaminya. Seperti saat ini, Sarah sedang ada dalam perjalanan untuk menuju kantor suaminya. Matanya melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangannya, pukul 11:30 dan mungkin sebentar lagi dia akan tiba di kantor suaminya. Iya, dia akan mengantarkan makan siang untuk suaminya." Semoga
" Bukannya anterin dokumen itu malah sok-sokan curhat sama istri orang, " sindir Baskara.Fendi mengangkat bahunya acuh, dia tidak perduli dengan apa yang dikatakan oleh Baskara, dia hanya diam dan menikmati kue kering yang berada di atas meja sofa kediaman Baskara. " Lho? Udah pulang mas? " tanya Sarah. Baskara tersenyum, " Ada yang mau aku omongin sama kamu. Kita sama-sama ke kamar dulu ya. Azka biar sama Fendi aja. " " Uhukk-- " Fendi terbatuk setelah dia tidak sengaja menelan kue kering utuh yang belum sempat dia kunyah. Dia sudah terkejut duluan mendengar apa yang dikatakan oleh Baskara. " Apa? Masa Azka sama gue? Gue nggak bisa jaga bayi ya. " " Sebentar aja, gue harus cepet omongin ini sama Sarah. " " Tapi--"Fendi berdecak malas ketika dia tidak memiliki pilihan lain karena Sarah yang sudah memberikan Azka di hadapannya. Dengan ogah-ogahan, dia segera menyimpan toples kue yang semula dia peluk itu. Dan ya, sekarang yang dia peluk adalah Azka, bukan toples kue kering itu.
Sarah merasa bahwa semuanya berjalan dengan lancar akhir-akhir ini. Dia sangat menikmati peran sebagai seorang istri dan ibu muda. Ya, meski usianya bisa dibilang sangat muda, namun Srah patut diacungi dua jempol berkat ketelatenannya mengurus rumah tangga, anak juga suaminya. Ya meski begitu, tetap saja Sarah masih malu untuk 'terbuka' kepada suaminya. Dalam artian, dia belum berani jika menyusui di depan suaminya langsung, ya harus di tutup dadanya oleh kain yang selalu dia bawa ke mana pun. Pagi ini suaminya sudah berangkat ke kantornya dan Sarah sedang membetulkan posisi Azka yang berada di dalam gendongannya saat ini. Sarah sedang ada dalam perjalanan menuju tukang sayur yang berada tidak jauh dari kediamannya. " Wah mbak Sarah baru kelihatan lagi, kirain saya mbak Sarah mau pindah rumah, " ucap seorang ibu yang sebetulnya Sarah tidak ingat betul siapa nama ibu tersebut. " Enggak ibu, kebetulan kemarin hujan terus kan, terus juga Azka sedikit demam. Jadi, saya full mengurus A
"Jadi, gimana rasanya nikah lagi padahal kuburan bini lo yang onoh belum kering? Mana nikahnya sama adiknya lagi? " tanya Fendi dengan nada menggodanya. Fendi sudah sepenuhnya paham dengan situasi yang tengah sepupunya hadapi itu. Ya, Fendi pun maklum juga, bagaimana pun Azka butuh seorang ibu dan seseorang untuk ada di saat tumbuh kembangnya-- kan? Baskara menggelengkan kepalanya pelan, " Biasa aja, " jawabnya dengan singkat. " Masa sih, tadi gue liat waktu makan tadi pandangan lo nggak lepas tuh dari bini lo. Jujur aja kali, kaya ke siapa aja, " jelas Fendi seraya menahan tawanya. Baskara menggelengkan kepalanya, " Ya mengucapkan terima kasih harus sambil lihat orangnya kan? Nggak usah suudzon deh. " "Nggak suudzon, toh nggak apa-apa kali kalau lo lihatin istri lo, orang udah jadi milik lo kok. " " Udah jangan ngomongin itu terus! Mending ngomongin kerjaan lo yang nggak bener itu ya! " Fendi memutar bola matanya malas, " Gue bukan males. Tapi, ngerjainnya santuy, toh juga per
Pernikahan keduanya tak terasa sudah menginjak usia dua minggu. Selama dua minggu juga sudah banyak yang terjadi pada rumah tangga Baskara dan Sarah, mulai dari Sarah yang sudah terbiasa untuk melayani semua kebutuhan Baskara hingga Sarah yang sudah enjoy menyusui Azka. Anak Baskara dengan Laras. Seperti saat ini, weekend adalah hari yang paling ditunggu oleh keluarga Baskara dan Sarah, di mana ketika weekend mereka bisa menghabiskan waktunya dengan berleha-leha dan saling memberikan perhatian satu sama lain. "Weekendnya mau di rumah aja gitu? Nggak mau nyoba main keluar? " Sarah bermonolog. Baskara yang berada di sampingnya segera membukanya suaranya, " Di luar hujan, becek ah! Nanti mobilnya kotor, " jawab Baskara dengan santai. Sarah melirim Baskara dengan sinis, " Malah mikirin mobil kamu. Iya deh tau mobilnya baru, baru banget malah. Jadi nggak mau kotor sedikit pun, " ucap Sarah dengan nada sinisnya. Baskara terbahak dan merangkul bahu Sarah yang sedang menggendong Azka den
Sarah mendelik kesal ke arah suaminya yang sejak tadi tidak pernah absen untuk mengikuti dirinya. Sejak suaminya pulang dari kantor, suaminya itu segera membersihkan diri dan menjalankan aksinya untuk mengikuti ke mana pun istrinya pergi. Entah ada niat apa suaminya itu padanya, yang jelas Sarah benar-benar merasa risih. Sarah menghentikan langkahnya tepat di depan oven yang sedang membakar kue buatan Sarah, " Mas kamu kalau ngikutin aku lagi, aku nggak akan kasih kamu tidur sama aku ya. Biar kamu tidur di luar! " ucap Sarah dengan pandangan marahnya, namun terkesan lucu itu. "Eh jangan gitu dong istriku, mas nggak bisa kalau nggak tidur sama kamu, sama Azka. " Sarah berkacak pinggang dan menatap galak ke arag Baskara, " Makanya diem. Aku ini heran dari tadi mas tuh nggak habis-habisnya ngikutin aku. Nggak bisa diem apa? Sana jagain Azka, mas! "Baskara menyerahkan dan akhirnya lebih memilih untuk mengikuti apa yang dikatakan okeh istrinya. Dia tidak ingin ada adegan dirinya tidak
Kabar yang paling bahagia untuk Baskara saat ini tidak lain tidak bukan adalah kabar bahwa asi istrinya itu sudah keluar dnegan derasnya sehingga anaknya sudah bisa minum asi dari ibunya sendiri. Iya, Baskara dan Sarah sepakat menggunakan panggilan ayah dan ibu. Lebih simple dan lebih mudah menurut mereka. Baskara tengah bersiap untuk melanjutkan aktivitasnya seperti biasa. Pergi bekerja untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk menafkahi anak dan istrinya. Namun, ada yang berbeda dari sebelumnya. Sekarang, Baskara sudah bisa meminta istrinya untuk memasangkan dasinya kembali. Setelah sebelumnya dia kehilangan momen yang Baskara sukai ketika pagi hari. "Asi boosternya jangan dulu di minum aja, nanti malah makin deras. Lihat, baju kamu udah basah aja pagi-pagi, " ucap Baskara seraya melirik ke arah baju bagian atas istrinya yang sudah terlihat basah. "Kata dokter sama mama minum aja. Malah makin bagus buat kualitas asinya nanti. Padahal aku sebelum bikin sarapan tadi udah ganti ba
Sesuai dengan apa yang dikatakan okeh Baskara, akhirnya Sarah dan Baskara memutuskan untuk berbelanja kebutuhan rumah mereka. Kebutuhan di sini seperti bahan makanan dan juga barang-barang rumah tangga yang belum ada di rumah mereka. Istilahnya, Baskara dan Sarah hanya melengkapi kekurangannya saja. " Buah-buahannya taruh di kursi kedua aja. Di samping car seat Azka," ucap Sarah ketika Baskara menyimpan buah yang mereka beli ke nagasi mobil mereka. Baskara mengangguk dan mulai menyimpan buah tersebut di samping car seat Azka yang tertidur pulas. "Kamu duduk di depan aja, Azkanya tidur ini. " "Iya."Sarah segera berjalan dan membuka pintu samping kemudi mobil Baskara. Lalu dia duduk dengan rapih dan memakai safety beltnya, selanjutnya Baskara masuk dan mengambil posisi duduk di balik kemudi dan di samping suaminya untuk selanjutnya melajukan mobilnya meninggalkan halaman supermarket tersebut. Di perjalanan menuju ke kediaman mereka, tidak ada percakapan diantara keduanya. Baik Sar
Setalah satu minggu di rawat di rumah sakit, akhirnya Azka diperbolehkan pulang oleh dokter karena keadaannya yang mulai stabil dan-- asi Sarah yang mulai keluar. Meski baru sedikit dan mungkin hanya mendapatkan setengah botol dalam satu hari, itu sudah perkembangan yang pesat bukan? Mungkin, total lima hari dari hari di mana Sarah melakukan induksi laktasi, semuanya mulai berjalan baik dan kondusif saat ini. Pulang dari rumah sakit, Sarah dan Azka sudah menempati rumah milik Baskara, kepala keluarga mereka. Rumah baru yang disiapkan okeh Baskara untuk memulai hidup baru dengan istri juga anaknya saat ini. "Kenapa harus ngambil rumah ini mas? Bukannya rumah yang kemarin masih bagus ya? Atau buat investasi aja? " tanya Sarah. Baskara yang sedang menyesap kopinya pun mulai membuka suaranya, " Nggak. Aku emang janji kalau Azka udah pulang sama kamu aku mau beli rumah baru buat kita tinggal. Ya, emang itung-itung investasi si. Tapi, lebih ke pengen membangun kisah baru aja di kehidupan