Home / Romansa / Just Married (Trilogi Just Seri-3) / BAB 2: Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Share

BAB 2: Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-11-07 23:20:38

ARINI

“El, Farzan, udah selesai? Buruan kita mau berangkat,” teriak Arini sembari memasangkan kerudung instan di kepala Al, putrinya.

“Iya, Mami.”

“Sebentar, Kak,” sahut El dan Farzan nyaris bersamaan dari kamar masing-masing.

“Aku turun ke parkiran dulu taruh ini ke mobil ya, Sayang. Takut kamu lupa lagi,” ledek Brandon disambut delikan dari Arini. Sebuah kantong berisi Shiny Crust Brownies menggantung di tangan kanan.

“Bercanda. Masa gitu aja marah,” ujar Bran mengusap puncak kepala istrinya yang terbungkus rapi dengan kerudung segi empat berwarna peach.

“Barengan aja, Bran. Sebentar lagi El dan Farzan juga keluar dari kamar,” tanggap Arini merapikan kerudung yang menghiasi kepala Al.

Brandon hanya mengangguk setuju mendengar perkataan istrinya.

“Mami, kenapa Al harus pakai ini?” tanya Al memegang ujung kerudung dengan tangan mungilnya.

Arini tersenyum lembut sambil mengelus pipi chubby sang Putri. “Agar kamu selalu terlindungi, Princess. Sama kayak Mami.”

“Emang karung ini melindungi?”

Wanita itu tergelak mendengar pertanyaan Al. “Ini bukan karung, tapi kerudung.”

Brandon menatap lama Arini sambil tersenyum. Dia senang melihat bagaimana istrinya berinteraksi dengan kedua buah hati mereka dan Farzan. Wanita itu tampak begitu sabar menghadapi ketiga bocah itu.

“Papi kenapa lihatin Mami gitu?” celoteh Al sambil mengedipkan mata bingung.

“Mami kamu cantik banget ya, Al,” kata Brandon mengerling nakal ke arah Arini.

“Cantik banget, Papi,” balas Alyssa manggut-manggut menyunggingkan senyum, sehingga lesung pipi di kedua belah pipi terlihat.

Arini berdiri, lantas melihat Al dan Bran bergantian. “Kalian ini jago banget ngerayu ya?”

Baru saja Bran ingin menanggapi perkataan istrinya, Farzan dan El muncul di sela pintu kamar masing-masing. Mereka tinggal di sebuah apartemen yang besar, memiliki empat kamar yang bisa ditempati bersama kedua anak dan adik Brandon.

Mereka berlima langsung turun ke basemen parkir. Begitu tiba di sana, Brandon duduk di kursi kemudi. El dan Farzan duduk di belakang. Sementara Al minta dipangku oleh ibunya di kursi depan.

“Wah, kayaknya kita harus ganti mobil nih,” seru Brandon sebelum menyalakan mesin.

“Iya. Anak-anak udah tambah gede sekarang. Bagusnya ganti sama apa ya?” Arini menoleh ke arah suaminya.

“Lexus LM atau Mercedes Benz V-Class aja, Kak,” usul Farzan.

Brandon terkejut mendengar perkataan adiknya. “Kamu tahu dari mana seri mobil seperti itu?”

Farzan nyengir kuda sambil garuk-garuk kepala.

“Dia ‘kan hobi pantengin acara otomotif di TV, Sayang. Pasti sering googling juga tuh di internet,” komentar Arini.

Di rumah itu yang paling perhatian dengan anak-anak adalah Arini. Dia tahu makanan kesukaan, kebiasaan dan hobi mereka juga. Bukan berarti Brandon tidak perhatian, tapi kesibukan sebagai Komisaris Utama The Harun’s Group membuatnya tidak memiliki waktu yang cukup bersama dengan keluarga.

Berbeda dengan Arini, meski melakoni dua profesi sekaligus tapi masih memerhatikan perkembangan kedua anak dan juga adik iparnya. Dia memang cerdas dan disiplin sejak dulu, sehingga tidak heran jika bisa membagi waktu di sela kesibukannya sebagai CEO perusahaan katering dan ibu rumah tangga.

“Kamu ambil jurusan teknik aja nanti, Farzan. Teknik mesin. Mau nggak?” Arini melihat ke arah jok belakang.

“Masih lama, In. Belum SMA loh,” desis Bran sambil menginjak gas. Perlahan mobil meninggalkan area apartemen mewah tempat mereka tinggal.

“Harus direncanakan sekarang, Bran.”

“Aku ikut Kakak Cantik aja. Tapi maunya kuliah di luar negeri. Boleh nggak, Mas?” tanya Farzan hati-hati.

“Kamu mau kuliah di luar negeri? Mau di mana?” Bran mengerling ke arah kaca spion, lantas fokus lagi melihat jalan raya.

“Belum tahu. Aku masih belum searching kampus mana yang bagus untuk jurusan teknik mesin.”

“Nanti kita cari sama-sama di internet,” cetus Arini.

“Kalau Abang kuliah di luar negeri, El nanti main sama siapa?” Raut wajah El tampak sedih sekarang.

Farzan tersenyum kepada keponakannya, lalu mengusap lembut rambut hitam tebal El. “Nanti kalau udah besar, kamu pasti punya banyak teman. Abang bakal balik lagi kok ke sini.”

“Janji ya?”

Farzan menganggukkan kepala. “Abang janji, Dek.”

Sejak kecil Farzan tidak mau dipanggil Om oleh dua keponakannya. Dia ingin dipanggil Abang, karena jarak usia hanya enam tahun dengan El.

“Oke, kamu kasih tahu Mas aja mau kuliah di mana kalau udah ketemu kampus yang cocok. Biar Mas yang urus nanti.”

“Beneran, Mas?” Mata kecil Farzan melebar.

Brandon mengangguk mantap dengan pandangan lurus ke depan.

Arini tersenyum melihat ke tempat Farzan duduk sambil mengedipkan mata. “Nanti kita cari yang bagus kampusnya.”

Mobil terus melaju menuju lapas khusus wanita di daerah Jakarta. Sepuluh menit kemudian, kendaraan roda empat tersebut berhenti di depan pintu gerbang.

“Kalau udah selesai telepon aja ya. Aku mau ajak anak-anak jalan-jalan dulu,” ujar Brandon sebelum Arini turun.

Wanita itu menganggukkan kepala, lantas memberi kecupan singkat di bibir Bran. Setelahnya Arini dan Farzan turun dari mobil.

“Brownies buat Mommy udah dibawa ‘kan, Farzan?”

“Udah, Kak.” Wajah Farzan tampah lesu ketika melangkah menuju gerbang.

Langkah Arini berhenti begitu memasuki pekarangan lapas, setelah pemeriksaan pertama. Dia menarik napas panjang sambil memandangi Farzan lekat.

“Kakak tahu gimana perasaan kamu sekarang, Dek. Sekali ini aja coba tersenyum bertemu beliau di dalam. Sebentar lagi Mommy kamu akan bebas, dia pasti butuh dukungan moral dari anaknya.”

Mata hitam Farzan tampak berkaca-kaca. “Kakak nggak minta aku tinggal sama Mommy, ‘kan?”

“Tentu nggak, Sayang. Kakak udah janji dari awal mau membesarkan kamu. Maksud Kakak, Mommy kamu nggak punya siapa-siapa lagi sekarang. Hanya kamu yang dimilikinya. Kamu harus berbakti, meski nggak tinggal dengan beliau. Paling nggak kalian bisa berkomunikasi dengan baik setelah Mommy bebas nanti,” jelas Arini mengusap lembut rambut hitam Farzan.

Anak itu menganggukkan kepala dengan tersenyum samar. “Aku nggak mau tinggal sama Mommy. Maunya tetap tinggal dengan Mas dan Kakak Cantik.”

“Pasti, Dek. Peluk dulu sini,” risik Arini menarik Farzan ke dalam pelukan.

Dia sangat memahami bagaimana perasaan Farzan. Sejak dulu, anak itu tidak terlalu dekat dengan Ibu kandungnya. Farzan malah lebih dekat dan sayang kepada Lisa, meski memiliki predikat sebagai ibu tiri.

Saat sang Ibu masuk penjara karena skandal penggelapan dana perusahaan, Farzan masih berusia enam tahun. Selama masa tahanan, baru dua kali anak itu datang berkunjung. Begitu tahu apa yang telah diperbuat oleh wanita itu, dia memilih untuk tidak lagi datang menemuinya.

Setelah bertahun-tahun membujuk Farzan, akhirnya Arini berhasil membawanya datang ke sini lagi. Surga berada di bawah telapak kaki ibu, itulah yang sering dikatakannya kepada Farzan.

“Nanti di dalam kasih senyum buat Mommy ya. Udah lama banget loh kamu nggak ke sini. Mommy pasti bangga lihat kamu udah gede sekarang,” hiburnya agar Farzan menarik bibir tersenyum.

Farzan selalu patuh dengan Arini. Dia lebih mendengarkan perkataan kakak iparnya daripada Bran. Sejak kecil, anak itu sudah menyukai Arini bahkan sejak pertama kali mereka berjumpa.

“Adik Kakak pintar banget. Kita masuk sekarang ya,” ajak Arini sambil menarik tangan Farzan.

Keduanya kembali menjalani pemeriksaan yang ketat, sebelum bertemu dengan tahanan. Mengunjungi saudara di Lembaga Pemasyarakatan tidaklah mudah, harus melalui beberapa prosedur administrasi terlebih dahulu, hingga pemeriksaan ketat. Setelah melewati semuanya, mereka baru diperbolehkan masuk ke ruang besuk tahanan.

Tiba di dalam ruang besuk, Farzan menggenggam erat tangan Arini karena sebentar lagi akan berjumpa dengan Ibu yang telah melahirkannya. Tampak raut tegang di wajah anak itu.

Arini juga bisa merasakan tangan Farzan yang dingin. Dia tersenyum lembut kepadanya, kemudian mengangguk.

Tak lama seorang perempuan muncul di balik kaca pembatas berukuran tebal. Hanya ada beberapa lubang kecil membentuk lingkaran, agar tahanan bisa berkomunikasi dengan pengunjung. Perempuan yang hanya berusia satu tahun di atas Arini itu, kini memandangi Farzan dengan mata berkaca-kaca.

“Farzan?” lirihnya sembari memegang kaca pembatas.

Anak laki-laki itu hanya tersenyum tipis. Perasaannya mulai berkecamuk melihat kondisi sang Ibu yang cukup memprihatinkan. Dalam ingatannya, Ayu adalah wanita yang cantik dan modis. Make up selalu menghiasi wajah tirusnya.

Keadaan sekarang berubah, dia tak lagi seperti dulu. Kulit yang dulu kenyal, kini mulai kering dan menunjukkan tanda-tanda penuaan. Dalam waktu lima tahun, Ayu berubah menjadi sosok berbeda. Tak lagi sama dengan yang dijumpai terakhir kali.

Arini juga menyaksikan hal itu. Dia tak menyangka perubahan fisik Ayu tampak begitu drastis dari sebelumnya. Tidak ada lagi rambut hitam tebal yang tergerai indah, kini rambut itu mulai menipis. Rambut putih juga tumbuh beberapa di helaiannya.

Ya ampun, kasihan juga lihat tampang Ayu sekarang. Nggak nyangka, gumam hati Arini.

Arini hanya melihat sendu interaksi ibu dan anak yang tidak berjalan dengan semestinya. Apalagi Farzan tidak terlalu menanggapi perkataan Ayu. Tampak jelas ketidaknyamanan dari paras anak itu.

“Pulang sekarang, Kak?” tanya Farzan setelah keadaan hening.

Iin mengerling ke arah Ayu yang sedang menggelengkan kepala. Dia bisa melihat sorot rindu di mata wanita itu kepada Farzan.

“Aku tunggu di luar ya,” kata Farzan sebelum meninggalkan Arini dan Ayu berdua di ruang besuk.

Wanita itu hanya bisa menarik napas singkat melihat Farzan menghilang di balik pintu. Dia menoleh kepada Ayu yang tersenyum kecut kepadanya.

“Makasih udah rawat Farzan dengan baik ya, Rin,” ucap Ayu menatap sendu Arini.

“Sama-sama, Mbak.”

Ayu memandangi Arini lama sebelum berujar, “Bulan depan aku udah bebas. Bisa minta tolong nggak, Rin?”

Kening Arini berkerut mendengar pekataan Ayu. “Minta tolong apa, Mbak?”

“Tolong carikan aku tempat tinggal. Nggak tahu lagi harus pergi ke mana setelah bebas. Kamu tahu sendiri gimana kondisi aku sekarang, ‘kan?”

Terdengar embusan napas berat dari sela hidung Arini. Dia tidak bisa memutuskan ini sendiri, karena harus berdiskusi dengan Brandon terlebih dahulu. Bagaimanapun, Ayu pernah menyebabkan retaknya rumah tangga ayah dan ibu mertuanya.

“Nanti aku diskusikan dengan Brandon dulu, Mbak,” ujar Iin kemudian.

“Makasih, Rin,” ucap Ayu tersenyum tipis.

“Mas Sandy apa kabar sekarang?” tanya wanita itu lagi.

“Papa baik-baik aja, Mbak. Alhamdulillah.”

“Bisa bujuk Mas Sandy buat jemput aku bulan depan, Rin?” pinta Ayu lagi.

Mata Arini membulat mendengar permintaan Ayu. Sumpah demi apapun, dia tidak akan membiarkan wanita ini merusak rumah tangga mertuanya yang kembali harmonis lagi lima tahun belakangan. Iin menggeleng dengan tegas sebagai jawaban, tanpa menanggapi dengan perkataan.

“Maaf, Mbak. Aku harus pamit sekarang. Farzan udah nunggu di luar,” cetusnya lantas berdiri.

Tanpa menoleh kepada Ayu, Arini melangkah menuju pintu keluar.

“Percuma kamu menghindar, Arini. Aku akan bujuk Mas Sandy agar mau menerimaku lagi,” teriak Ayu dari bilik besuk.

Genggaman Iin mengerat di tali sling bag yang menggantung di bahu kiri. Matanya terpejam erat.

“Coba aja kalau lo bisa. Gue dan Bran nggak akan biarkan hal itu terjadi,” bisiknya pelan sambil tersenyum di sudut bibir.

Bersambung....

Related chapters

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 3: Kedatangan Gadis, Si Biang Kerok

    Arini dan BrandonMobil sedan keluaran BMW terbaru berwarna biru memasuki pekarangan keluarga Harun di kawasan Menteng Dalam. Sebuah rumah mewah yang berukuran besar, tapi sayang hanya dihuni oleh kedua orang tua Brandon.Kening Iin berkerut mematut sebuah mobil yang tak pernah terlihat di rumah itu sebelumnya.“Mobil siapa ya?” desisnya.Bran mengangkat bahu. “Nggak tahu. Baru nongol juga tuh.”Begitu mobil berhenti dengan sempurna, Brandon keluar terlebih dahulu. Dia bergegas menuju pintu tempat Arini duduk. El dan Farzan terlebih dahulu memasuki rumah.Bran mengambil Al yang sedang terlelap di pangkuan Iin. Setelahnya mereka menyusul ke dalam rumah.“Ngeeeeng. Arini!!” teriak suara yang sangat akrab di telinga Arini dan Brandon. Begitu nyaring dan lengking.Seorang wanita berambut pendek mengenakan gaun lengan pendek dengan panjang selutut sedang membentangkan tangan.“Gadis!”“Kak Gadis!” seru Bran dan Iin bersamaan sambil menatap tak percaya sosok yang berdiri di hadapannya.Gadi

    Last Updated : 2024-11-07
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 4: Permintaan Mertua

    Arini dan BrandonKetika ingin menjawab pertanyaan Lisa, Sandy tiba-tiba muncul dari ruang keluarga. Dia duduk di samping istri tercinta, berhadapan dengan Brandon dan Arini.“Papa mau bicara sesuatu dengan kalian,” cetusnya melihat Bran dan Iin bergantian.Suami istri itu mengangguk serentak, lantas memilih fokus dengan apa yang dikatakan oleh Sandy.“Dulu, niat Papa membangun rumah sebesar ini agar bisa berkumpul dengan anak dan cucu.” Sandy kembali melihat anak dan menantunya. “Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Terasa sepi juga tidak ada canda dan tawa anak-anak. Apa kalian mau pindah ke sini?”Rupanya Sandy mengutarakan hal yang sama dengan Lisa. Di usia yang tak lagi muda, kakek dan nenek itu merasa kesepian di sana, sehingga ingin menghabiskan hari tua bersama anak dan cucu.Arini dan Bran kembali saling berpandangan.“Aku akan diskusikan hal ini dulu dengan Iin, Pa. Tadi Mama juga udah bilang begitu,” tanggap Brandon.Sandy dan Lisa sama-sama mengangguk paham.

    Last Updated : 2024-11-07
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 5: Belajar Puasa

    Arini dan BrandonDua bulan kemudianSepasang mata cokelat lebar mulai mengerjap. Tangan terangkat ke atas seiringan dengan kaki yang meregang menghalau pegal karena posisi tidur yang kurang pas. Senyuman terbit di wajah ketika melihat sang Suami masih tertidur pulas di samping.“Gaya tidurnya dari dulu nggak pernah berubah,” gumam Arini dengan wajah masih dihiasi senyuman.Sebuah kecupan diberikan di bibir Bran. Sesaat kemudian, Iin meraih ponsel dari atas nakas melihat jam.“Udah waktunya masak,” desisnya ketika melihat waktu menunjukkan pukul 03.00.Hari ini adalah hari pertama berpuasa. Ramadan pertama juga bagi Al puasa, sementara kali kedua bagi El.Ketika ingin beranjak dari tempat tidur, tiba-tiba sepasang tangan telah mendekapnya erat. Senyuman kembali menghiasi wajah cantik Arini.“Kamu udah bangun?”Bran menganggukkan kepala di atas bahu kanan istrinya. “Waktu kamu cium bibirku tadi.”“Aku masak buat sahut dulu ya. Kamu tidur lagi aja, nanti aku bangunin kalau udah selesai

    Last Updated : 2024-11-21
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 6: Goes to School

    ElfarehzaDelapan tahun kemudianEl tampak berdiri di depan cermin memastikan pakaian telah terpasang dengan rapi sebelum berangkat ke sekolah. Rambut hitam tebal tersisir rapi dengan belah pinggir. Dasi berwarna abu-abu menggantung di bagian tengah bawah leher. Sebuah senyuman terbit di wajah setelah menyeka pinggir rambut yang lebih pendek.“Sarapan dulu, El.” Terdengar suara lembut sang Ibu memanggil dari luar kamar.“Ya, Mi. Sebentar lagi aku turun,” sahutnya bergegas mengambil tas ransel berwarna biru dongker dari meja belajar.Dengan ringan kaki panjang El melangkah menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman keluarga Harun.Selama delapan tahun terakhir, Brandon beserta anak dan istri tinggal di kediaman keluarganya. Rumah yang tadi sepi menjadi ramai dengan kehadiran kedua cucu keluarga Harun dan juga Farzan.Ah, mengenai Farzan. Anak itu kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan, tidak kalah dari Brandon sewaktu muda. Sekarang Farzan menempuh pendidikan S1 Teknik Mesin (Me

    Last Updated : 2024-11-24
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 7: Diam-diam Diperhatikan

    ElfarehzaNetra cokelat El melihat Arini dan Brandon bergantian ketika sedang duduk di meja makan. Bibirnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi kembali tertutup. Dia memilih menandaskan sarapan terlebih dahulu, sebelum berbicara dengan kedua orang tuanya.“Papi.” El bersuara ketika melihat Bran menyeka sudut bibir dengan serbet.“Kenapa, El?” Brandon mengalihkan pandangan kepada putranya.“Belikan motor dong, Pi. Masa aku ke sekolah dianterin supir terus?” desisnya takut.Bran mendesah pelan lantas meletakkan serbet di atas meja. Mata sayunya menatap lekat El.“Kamu masih belum cukup umur untuk dibelikan motor, El.”“Teman-temanku semua pakai kendaraan sendiri ke sekolah. Cuma aku aja yang masih dianterin supir. Belikan ya, Pi,” pinta El dengan sorot memelas.Brandon menggeleng tegas. “Papi udah bilang sebelumnya, ‘kan? Kamu dibelikan kendaraan setelah cukup umur.”“Tapi, Pi—”“Nggak ada tapi, El! Sekali Papi bilang A ya harus A, nggak bisa ditawar lagi! Mengerti?”

    Last Updated : 2024-11-25
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 8: Diselimuti Dilema

    Elfarehza“Woi, ngapain lo duduk di sini?” tegur Hariz sambil menepuk kedua pundak El.“Eh, lo Riz,” sahut El menoleh ke belakang.Hariz langsung duduk di samping El. Mereka berdua sekarang berada di area atap sekolah, salah satu tempat para favorit siswa menghabiskan waktu di luar jam pelajaran.Kebiasaan El hampir sama dengan kedua orang tuanya ketika masih bersekolah dulu. Memilih duduk di puncak tertinggi gedung saat tidak ada jam pelajaran. Tempat ini juga menjadi saksi kebersamaan Arini dan Brandon ketika masih menjalin persahabatan.“Ngapain bengong di sini, entar kesambet loh,” ledek Hariz.“Lagi kesal aja,” ujar El dengan kedua tangan memegang pinggir bangku besi di samping tubuh.“Kesal kenapa?”El menarik napas pelan, lantas mendongakkan kepala ke atas sehingga netra cokelatnya bisa melihat langit yang diselimuti awan kelabu.“Gue udah coba lagi minta dibelikan motor sama Bokap, tapi nggak berhasil,” ungkap El lesu.“Sabar, Bro. Berarti lo memang ditakdirkan ke sekolah dian

    Last Updated : 2024-11-26
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 9: Tentang Perasaan

    Elfarehza dan AlyssaEl termenung menunggu Al di depan gedung. Dia berharap bisa bertemu lagi dengan gadis yang mampu mencuri perhatiannya. Selama ini El tidak pernah dekat dengan siswi manapun, berbeda dengan Brandon dulu saat seusianya.“Lama banget sih, Dek,” keluh El begitu melihat Al keluar dari pintu gedung.“Tadi aku … ngobrol sama teman dulu,” sahut Al.Mereka berdua sekarang melangkah menuju gerbang. Mobil pasti sudah standby di sana.“Eh, sebentar,” tahan El menarik tangan adiknya.Kening Al berkerut bingung. “Ada yang ketinggalan?”Senyuman terbit di bibir El. “Jadi namanya Syifa ya?”Al memutar bola mata malas. “Aku udah jawab dari tadi, Bang. Namanya As-syifa Syauqiyyah, satu kelas sama aku.”“Kamu dekat nggak sama dia?”Gadis itu menyenggol lengan El sambil mengerling usil. “Abang suka ya sama dia? Aku bilangin Papi loh.”El panik seketika, lantas memegang tangan Al. “Jangan bilang Papi dong, Dek. Nggak seru nih kamu.”“Bercanda kok, Bang. Habis dari tadi kepo mulu. Tany

    Last Updated : 2024-11-27
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 10: Membangun Kepercayaan

    Arini dan BrandonArini duduk di ruang tamu menunggu Brandon pulang. Dia sudah rapi mengenakan dress panjang dengan lengan hingga siku. Rambut hitam panjang dibiarkan tergerai hingga pinggang. Iin selalu berpenampilan seperti itu ketika berada di dalam rumah, berbeda jauh ketika bepergian. Wanita itu ingin selalu tampak cantik di depan suaminya.“Cie … yang lagi nungguin Papi datang,” goda Al ketika berada di anak tangga paling bawah.Iin tersipu malu mendengar perkataan putrinya.“Kayak lagi nungguin pacar deh, Mi.” Al melangkah mendekati ibunya, lantas duduk di samping kanan Arini.Mata cokelat lebar Iin menyipit. “Kamu jangan-jangan sama kayak El ya? Lagi ada yang disukai?”“Ih, enggak lah ya. Ngeri kalau ketahuan Papi. Bisa ngamuk entar,” sahut Al bergidik.Iin tergelak pelan.“Mami nggak pernah bosan ya ketemu sama Papi terus? Sejak SMA selalu barengan loh,” tanya Al tanpa bisa menutupi rasa penasaran.“Hmmm … Gimana ya?” Arini pura-pura berpikir sambil menepuk dagu dengan ujung

    Last Updated : 2024-11-28

Latest chapter

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 50: Still Like Just Married

    ElfarehzaEl tersenyum melihat Arini yang masih berkutat dengan papan Scrabble. Sejak lima belas menit yang lalu wanita itu memikirkan bagaimana menyusun abjad menjadi sebuah kata.“Payung,” ujar El menukar letak huruf Y dan G yang salah.Arini menoleh ke arah El dengan kening berkerut.“Payung, Mami. Yang biasa kita pakai lagi hujan.”Wanita paruh baya itu mengangguk cepat, kemudian kembali lagi melihat papan Scrabble.“Sekarang mainnya udah dulu ya, Mi. Ada yang mau aku ceritakan sama Mami.” El memegang lengan sang Ibu kemudian membantunya duduk di sofa.Arini melihat putranya dengan tersenyum samar. Sejak beberapa bulan terakhir ini, dia mengalami penurunan dalam mengucapkan kosa kata. Iin memilih banyak diam dan mendengar cerita El dan Bran, termasuk Al yang baru menikah lima bulan yang lalu.“Mami masih ingat nggak dulu aku pernah cerita tentang perempuan yang disu

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 49: The Wedding Day

    Arini dan BrandonDua tahun berlalu setelah Brandon mengetahui apa yang terjadi antara Arini dan Farzan. Sejak saat itu, Farzan jarang pulang ke rumah. Hubungannya dengan sang Kakak tidak lagi sebaik dulu.Ketika ingatan membaik, Iin menanyakan kenapa Farzan tidak berkunjung? Bran mengatakan adiknya sedang sibuk dengan pekerjaan, sehingga hanya bisa datang satu kali dalam sebulan. Selama berada di kediaman keluarga Harun, Farzan hanya berinteraksi sekedarnya dengan Arini.Hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagi Alyssa. Tepat satu bulan lalu, Alfatih datang melamar bersama dengan kedua orang tua. Pria itu menunaikan janji untuk menikahi Al empat tahun setelah hari pertama kunjungannya ke Menteng Dalam.Selama empat tahun nyaris tidak ada komunikasi secara langsung yang terjalin antara Alyssa dan Fatih. Keduanya hanya mendapatkan kabar melalui kedua kakak masing-masing. Mereka terkesan sedikit kuno, tapi begitulah Fatih yang memegan

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 48: Pengakuan Farzan

    BrandonSejak tadi pikiran Brandon tidak tenang. Dia menduga kemungkinan yang terjadi antara Arini dan Farzan dua tahun silam. Pria itu tidak bisa marah dengan Iin, karena penyakit yang dideritanya. Apalagi saat itu sang Istri juga pernah salah mengenali putranya sendiri.Selepas salat Isya, Brandon meminta Arini tidur terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk menunggu Farzan datang. Hari ini adiknya pulang ke Menteng Dalam.Setelah lulus dari Zurich, Farzan memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan tempatnya bekerja di daerah Cikarang. Pemuda itu baru bisa pulang ke Menteng Dalam setiap akhir minggu.Brandon menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Arini untuk memastikan apakah telah tidur atau belum? Perlahan-lahan, dia turun dari tempat tidur lalu bergerak ke luar kamar.Farzan pasti udah di rumah. Aku harus menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi, batin Brandon tidak tenang.Langkah pria itu terus berlanjut menuju kamar adiknya yang berada di lantai dua. Bran melihat pi

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 47: Pengakuan Arini

    AriniDua tahun kemudian“Ayo, Mi. Coba sambung lagi kata-katanya,” cetus Al menyemangati Arini.Gadis itu sedang bermain scrabble di ruang keluarga bersama dengan El dan Arini, sembari menunggu Brandon pulang kantor. Mereka sekarang menyusun kosa kata dalam bahasa Indonesia.Arini berpikir lama agar bisa membentuk satu kata yang pas dengan kepingan huruf yang sudah tersusun. Dia mengambil huruf C, kemudian huruf T. Setelah diletakkan huruf ketiga, Iin tersenyum puas.El dan Al saling berpandangan saat membaca huruf tersebut tertukar tempat sehingga tidak bisa dibaca dengan benar.“Huruf T ditaruh sebelah sini, Mi.” Al meletakkan huruf T di samping huruf N. “Nah ini masih kurang G.”Setelah dibenarkan posisinya, baru terbentuk satu kata ‘Canting’.Begitulah perkembangan penyakit Arini sekarang. Kemampuan menyusun kata dan kalimat mulai mengalami penurunan. Dia sering lupa dengan ejaan kata. Bukan hanya itu, terkadang Iin tidak bisa menyusun kalimat yang seharusnya.“Mami besok mau aku

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 46: Perasaan yang Terdalam

    AriniDua bulan kemudianSelama dua bulan ini Brandon dan kedua anak-anaknya lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Arini. Banyak hal yang dilakukan mereka ketika waktu senggang, salah satunya bermain Scrabble dan mengisi buku TTS. Sudah banyak buku TTS yang telah diisi Iin. Untungnya kegiatan tersebut bisa memperlambat menurunnya kemampuan berbahasa wanita itu.Rencana jalan-jalan ke Swiss terpaksa dibatalkan, karena kondisi kesehatan Arini. Bran khawatir jika istrinya pergi dan tersesat sendirian di negeri orang. Dia bisa saja mengendap-endap pergi tanpa sepetahuan Bran.“Abang Farzan kok lama banget ya, Mi? Bukannya udah sampai Jakarta siang ini?” celetuk Al melihat tak sabar ke arah jam dinding.Arini mengangkat bahu, lalu mengambil ponsel. Dia menghubungi adik kesayangannya.“Halo, Kakak Cantik.” Terdengar suara bariton Farzan dari ujung telepon.Wanita itu tergelak mendengar pujian yang selalu dilontarkan adiknya. “Kamu udah di mana, Dek? Ada yang dari tadi ngedumel terus

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 45: Keberanian Mengutarakan Niat Mulia

    AlyssaPandangan netra hitam Alyssa bergerak menyapu taman belakang sekolah. Ada beberapa siswa duduk santai di sana sambil bercengkerama. Beberapa di antara mereka lesehan di atas rumput hijau yang bersih dan segar, sebagian lain duduk di kursi seperti dirinya dan Fatih sekarang.“Makasih udah mau ngobrol, Kak,” ucap Al memecah keheningan. Dia menoleh sekilas sambil mengulas senyum.“Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan ya?” tebak Fatih to the point. Selama ini mereka hanya berkomunikasi jika ada hal penting yang ingin dibahas.Al mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan. Dia berpikir beberapa detik sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Fatih berbicara.“Mami dan Papi … mau ketemu sama, Kakak,” ungkap Al hati-hati.“Katanya mau ucapin terima kasih karena udah tolong aku waktu itu,” sambung Al cepat antisipasi jika Fatih salah paham.Pemuda itu tertawa pelan membuat kening Al berkerut.“Oke. Mau ketemu kapan?” sahutnya santai tanpa beban.Al semakin d

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 44: Pengakuan

    Brandon dan AriniArini sedang memandang suaminya yang masih tertidur lelap. Dia memeluk erat Brandon, lalu memberi kecupan di dada bidang itu.“Maaf udah ngerepotin kamu akhir-akhir ini, Bran. Aku mulai lupa banyak hal, tapi kamu yang sering ingetin,” bisik Arini mendongakkan kepala.Dia tersenyum ketika ingat Bran tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Dua hari yang lalu Iin sempat lupa mematikan kompor ketika memasak di dapur. Alhasil sekarang Brandon melarang dirinya membuatkan makanan.“Aku ‘kan udah bilang akan jadi pengingat saat kamu lupa, Sayang,” gumam Bran dengan mata tertutup.“Kamu udah bangun ya?”Brandon mengangguk, lalu mengangkat tubuh ramping itu ke atas sehingga kepala mereka sejajar. Netra sayunya perlahan terbuka. Senyum lembut tergambar di parasnya.“Hari ini kita jalan-jalan yuk! Ajak anak-anak sekalian,” usul Brandon.“Mau jalan-jalan ke mana?”“Ke puncak? Anak-anak juga udah selesai ujian ‘kan?”“Udah. Tapi Al katanya mau ngomong sama kita.” Arini menarik n

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 43: Will Always by Her Side

    BrandonEmpat pasang mata kini melihat Bran dengan saksama. Mereka menanti penjelasan dari pria itu. Sejak berada di rumah singgah tadi, Lisa, Sandy, El dan Al menahan diri untuk tidak bertanya apapun.“Bisa jelaskan apa yang terjadi, Bran?” pinta Lisa dengan tatapan menuntut.Sandy, El dan Al berbagi sorot mata yang sama dengan Lisa.Brandon menarik napas berat, kemudian mengangguk. “Nanti kita bicara. Sekarang mau ajak Iin tidur dulu.”“Janji ya, Pi,” harap Al.“Papi janji akan ke sini lagi setelah Mami tidur,” sahut Brandon kemudian beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Pria itu melihat Iin terduduk di pinggir kasur sambil menumpu kening dengan kedua tangan. Wanita itu sadar apa yang terjadi di rumah singgah tadi sore bisa menimbulkan kecurigaan anak-anak dan juga mertuanya.“Kenapa aku sampai kayak tadi, Bran? Harusnya nggak begitu, ‘kan?” sesal Iin menatap sendu.Raut wajahnya tampak kacau, karena tidak ingin ada yang tahu tentang penyakitnya.Brandon langsung memeluk istrin

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 42: Kepingan yang Mulai Hilang

    Brandon dan AriniUltah pernikahanBeberapa jam menjelang pesta ulang tahun pernikahan Brandon dan Arini diadakan, seluruh keluarga Harun bersiap-siap berangkat ke tempat tujuan. Bran meminta Al, El dan Kakek Neneknya untuk berangkat terlebih dahulu ke Poris.“Kamu berangkat pake mobil sama Nenek Kakek. Motor tinggal di rumah aja,” ujar Brandon pagi tadi.Motor? Yup! Brandon akhirnya membelikan motor Honda CBR keluaran terbaru untuk El. Jangan ditanyakan lagi bagaimana bahagianya anak itu saat diajak pergi ke dealer motor dua hari yang lalu. Pemuda itu tak menyangka kalau Bran bisa berubah pikiran.“Mami kamu yang bujuk Papi agar belikan motor ini. Sebenarnya Papi ingin belikan waktu kembali dari Raja Ampat, tapi nggak jadi karena keduluan Kakek,” ungkap Bran saat mereka berada di dealer.Kembali lagi ke pagi tadi.“Ya udah. Nanti ada teman-teman El yang ikut juga, Pi. Sekalian katanya ngumpul di sini.”“Oke. Papi nanti minta supir antarkan. Perlu berapa mobil?”“Dua aja cukup, Pi. Ng

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status