Beranda / Romansa / Just Married (Trilogi Just Seri-3) / BAB 7: Diam-diam Diperhatikan

Share

BAB 7: Diam-diam Diperhatikan

Penulis: LeeNaGie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-25 11:20:23

Elfarehza

Netra cokelat El melihat Arini dan Brandon bergantian ketika sedang duduk di meja makan. Bibirnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi kembali tertutup. Dia memilih menandaskan sarapan terlebih dahulu, sebelum berbicara dengan kedua orang tuanya.

“Papi.” El bersuara ketika melihat Bran menyeka sudut bibir dengan serbet.

“Kenapa, El?” Brandon mengalihkan pandangan kepada putranya.

“Belikan motor dong, Pi. Masa aku ke sekolah dianterin supir terus?” desisnya takut.

Bran mendesah pelan lantas meletakkan serbet di atas meja. Mata sayunya menatap lekat El.

“Kamu masih belum cukup umur untuk dibelikan motor, El.”

“Teman-temanku semua pakai kendaraan sendiri ke sekolah. Cuma aku aja yang masih dianterin supir. Belikan ya, Pi,” pinta El dengan sorot memelas.

Brandon menggeleng tegas. “Papi udah bilang sebelumnya, ‘kan? Kamu dibelikan kendaraan setelah cukup umur.”

“Tapi, Pi—”

“Nggak ada tapi, El! Sekali Papi bilang A ya harus A, nggak bisa ditawar lagi! Mengerti?” tegas Bran.

Arini hanya diam mendengar perkataan suaminya. Dia hanya mengusap punggung Bran seakan mencoba menenangkan.

“Belikan saja, Bran. Toh kamu dulu juga pakai motor sendiri ke sekolah. Antar jemput Arini juga,” komentar Sandy mengerling ke arah Iin.

“Benar, Bran. El sebentar lagi kelas dua belas, pasti butuh kendaraan sendiri juga ke tempat les,” imbuh Lisa.

“Nggak bisa, Ma Pa. Kondisi di jalanan sekarang beda dengan dulu. Peraturan semakin ketat, belum lagi diberlakukan ganjil dan genap juga. Razia pun makin sering,” sanggah Bran beralasan.

“El akan ikuti peraturan, Pi.” Elfarehza masih kekeh minta dibelikan sepeda motor.

“Kamu nggak tahu situasi sekarang, El. Semua udah berubah.” Brandon masih bersikeras dengan pendapatnya.

Arini memejamkan mata sambil menggelengkan kepala, memberi kode agar El tidak lagi menyanggah. Dia khawatir jika Bran marah sebelum mereka berangkat ke sekolah.

Al memilih diam mendengar perdebatan di meja makan pada pagi hari ini. Dia larut dengan pikiran sendiri.

“Berangkat sekarang ya, Prince dan Princess. Mami antar ke depan.” Arini berdiri lantas mengulurkan tangan kepada kedua buah hatinya.

Dia harus bertindak untuk menyelamatkan keadaan. Iin tidak ingin Bran marah pagi-pagi, karena bisa memengaruhi mood El dan Al dalam belajar.

“Maksud Papi baik, El. Papi nggak mau kamu nanti kenapa-napa di jalan. Lihat aja sekarang banyak pengendara yang ugal-ugalan, ‘kan?” tutur Iin ketika tiba di pintu rumah.

El hanya mengangguk lesu, lantas bersalaman dengan Arini. Al juga melakukan hal yang sama berpamitan kepada ibunya. Mereka berdua langsung menaiki mobil sedan yang telah standby di pekarangan rumah.

“Alasan Papi dibuat-buat nggak sih, Al? Kayaknya nggak percaya banget sama aku,” kata El setelah duduk di dalam mobil.

Alyssa mengangkat bahu. “Aku juga nggak tahu, Bang. Papi itu sering larang ini itu. Mami juga diam aja. Padahal menurut cerita Nenek dan Kakek, mereka dulu sering ke sekolah pake motor sebelum Papi punya SIM.”

El mendesah keras dengan wajah mengerucut. “Abang diledekin terus sama anak-anak karena masih dianterin ke sekolah, Al.”

Gadis itu hanya menepuk pundak belakang kakaknya. Suasana mobil kembali hening.

***

Alyssa

Al sedang memasang sepatu setelah menunaikan salat Zuhur. Setelahnya dia duduk termenung di bangku musala beberapa saat sambil menatap nanar ke arah kelas sebelas yang ada di seberang. Keinginan untuk bergabung dengan geng populer di sekolah masih menggelayuti hatinya.

Sementara, seorang pemuda duduk di bangku yang ada di tempat pintu keluar jamaah laki-laki. Dia memandang Al yang masih termanggu, asik dengan pikiran sendiri. Sebuah senyum kagum terbit di paras tampan itu melihat siswi cantik rajin menunaikan salat wajib.

“Kayaknya ada yang lihatin kamu dari tadi tuh, Al,” ujar seorang siswi duduk di samping Al tanpa disadari.

Al terkesiap lantas mengalihkan pandangan kepada siswi berambut ikal, panjang sepunggung. Keningnya berkerut tidak paham dengan maksud perkataan gadis yang juga teman satu kelas Alyssa.

Gadis itu mengerling ke arah pintu masuk jamaah laki-laki. Tilikan mata hitam kecil Al berpindah ke tempat yang dimaksud. Dia melihat seorang pemuda sedang tersenyum menyapa dirinya. Alyssa hanya menanggapinya dengan ekspresi datar.

“Anak rohis (Rohani Islam) tuh. Tumbenan dia senyum sama cewek. Biasanya beuh dingin banget kayak es, padahal ganteng loh,” komentar Ulfa.

Al merekam penampilan pemuda yang dimaksudkan ulfa. Rambut rapi selaras dengan pakaian yang licin tanpa kerutan.

“Kamu sejak kapan duduk di situ?” tanya Al tidak menanggapi perkataan Ulfa barusan.

“Sejak kamu melamun. Mikirin apa sih serius banget?”

Al mengangkat bahu. “Mau turun ke bawah sekarang nggak?”

“Nggak mau ngobrol dulu?” goda Ulfa menyikut lengan Al.

Netra Al menyipit sebentar, lantas tergelak. “Apaan sih? Nggak kenal juga.”

Keduanya berdiri, bersiap melangkah menuju tangga.

“Kirain kenal, kemarin itu aku lihat kamu ngobrol sama dia.” Ternyata Ulfa masih kepo.

“Kapan ya?” Kening Al kembali berkerut.

“Itu waktu selesai salat Zuhur. Kamu lupa?”

Bola mata Al terangkat ke atas ketika berusaha mengingat kapan bertemu dengan pemuda tersebut.

“Oh, iya. Aku baru inget.” Al melihat Ulfa sebentar. “Dia cuma kasih mukena yang ketinggalan di atas bangku kok.”

Feeling aku nih ya, Al. Dia itu tertarik sama kamu loh.” Ulfa menaik-naikkan kedua alis ke atas.

Al mengibaskan tangan sambil berdecak. “Nggak mungkin. Anak rohis ‘kan nggak ada yang pacaran.”

“Siapa bilang? Duh siapa itu namanya aku lupa. Pokoknya dialah, pacaran backstreet tuh. Tapi nggak kayak yang lain sih.”

“Lagian kalau dia suka, nggak akan ngaruh kali. Aku aja nggak dibolehin pacaran sama Papi,” tanggap Al duduk di kursi ketika tiba di kelas.

“Bisa backstreet, Alyssa,” kata Ulfa gemas.

Al menggelengkan kepala. “Serem kalau ketahuan sama Papi. Bisa-bisa ….” bisik Al sambil mengarahkan jari telunjuk ke leher.

“Kalau gitu sahabatan aja kayak Papi dan Mami kamu dulu. Sweet banget ‘kan kalau sampai nikah nanti.”

“Kamu aja gih yang kayak gitu. Aku nggak mau. Gelay,” canda Al terkekeh.

Keduanya terdiam beberapa saat ketika Al kembali larut dengan pikirannya.

“Eh, Fa. Geng Jelita. Kriteria buat deketin mereka apa ya? Kayaknya seru tuh bisa deket, bisa belajar modis juga.”

Ulfa bergidik mendengar pertanyaan Al. Kepalanya menggeleng cepat.

“Nggak ada tempat buat anak kayak kita, Al.”

“Kenapa?”

“Menurut info yang aku denger, mereka nggak akan mau bergaul dengan siswa yang nggak selevel dengan mereka,” tutur Ulfa setengah berbisik.

“Maksudnya secara materi?”

Kepala Ulfa kembali berputar ke kanan dan kiri. “Bukan begitu maksudnya. Secara materi udah jelas kamu lebih kaya dari mereka.”

“Trus apa dong?”

“Penampilan, Al. Mereka maunya terima orang-orang yang tampil modis kayak mereka. Rok pendek dan ketat. Baju juga sama.” Ulfa mendekatkan kepala ke telinga Al, lantas berbisik, “Di luar sekolah, penampilan mereka parah banget.”

“Parah gimana?” Al semakin penasaran.

Tanktop dan hotpants. Kamu mau pakai baju kayak gitu?” tanya Ulfa membuat wajah Al mengernyit ngeri.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya, jika ikut berpenampilan seperti itu? Jiwa remaja Al memberontak, menginginkan kebebasan dalam berekspresi, termasuk ekspresi dalam penampilan.

Desahan pelan keluar dari sela bibir Alyssa ketika melihat kerudung yang menutupi kepala sejak masih berusia lima tahun. Jauh dari lubuk hati terdalam, dia belum siap mengenakannya.

Bersambung....

Bab terkait

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 8: Diselimuti Dilema

    Elfarehza“Woi, ngapain lo duduk di sini?” tegur Hariz sambil menepuk kedua pundak El.“Eh, lo Riz,” sahut El menoleh ke belakang.Hariz langsung duduk di samping El. Mereka berdua sekarang berada di area atap sekolah, salah satu tempat para favorit siswa menghabiskan waktu di luar jam pelajaran.Kebiasaan El hampir sama dengan kedua orang tuanya ketika masih bersekolah dulu. Memilih duduk di puncak tertinggi gedung saat tidak ada jam pelajaran. Tempat ini juga menjadi saksi kebersamaan Arini dan Brandon ketika masih menjalin persahabatan.“Ngapain bengong di sini, entar kesambet loh,” ledek Hariz.“Lagi kesal aja,” ujar El dengan kedua tangan memegang pinggir bangku besi di samping tubuh.“Kesal kenapa?”El menarik napas pelan, lantas mendongakkan kepala ke atas sehingga netra cokelatnya bisa melihat langit yang diselimuti awan kelabu.“Gue udah coba lagi minta dibelikan motor sama Bokap, tapi nggak berhasil,” ungkap El lesu.“Sabar, Bro. Berarti lo memang ditakdirkan ke sekolah dian

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 9: Tentang Perasaan

    Elfarehza dan AlyssaEl termenung menunggu Al di depan gedung. Dia berharap bisa bertemu lagi dengan gadis yang mampu mencuri perhatiannya. Selama ini El tidak pernah dekat dengan siswi manapun, berbeda dengan Brandon dulu saat seusianya.“Lama banget sih, Dek,” keluh El begitu melihat Al keluar dari pintu gedung.“Tadi aku … ngobrol sama teman dulu,” sahut Al.Mereka berdua sekarang melangkah menuju gerbang. Mobil pasti sudah standby di sana.“Eh, sebentar,” tahan El menarik tangan adiknya.Kening Al berkerut bingung. “Ada yang ketinggalan?”Senyuman terbit di bibir El. “Jadi namanya Syifa ya?”Al memutar bola mata malas. “Aku udah jawab dari tadi, Bang. Namanya As-syifa Syauqiyyah, satu kelas sama aku.”“Kamu dekat nggak sama dia?”Gadis itu menyenggol lengan El sambil mengerling usil. “Abang suka ya sama dia? Aku bilangin Papi loh.”El panik seketika, lantas memegang tangan Al. “Jangan bilang Papi dong, Dek. Nggak seru nih kamu.”“Bercanda kok, Bang. Habis dari tadi kepo mulu. Tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 10: Membangun Kepercayaan

    Arini dan BrandonArini duduk di ruang tamu menunggu Brandon pulang. Dia sudah rapi mengenakan dress panjang dengan lengan hingga siku. Rambut hitam panjang dibiarkan tergerai hingga pinggang. Iin selalu berpenampilan seperti itu ketika berada di dalam rumah, berbeda jauh ketika bepergian. Wanita itu ingin selalu tampak cantik di depan suaminya.“Cie … yang lagi nungguin Papi datang,” goda Al ketika berada di anak tangga paling bawah.Iin tersipu malu mendengar perkataan putrinya.“Kayak lagi nungguin pacar deh, Mi.” Al melangkah mendekati ibunya, lantas duduk di samping kanan Arini.Mata cokelat lebar Iin menyipit. “Kamu jangan-jangan sama kayak El ya? Lagi ada yang disukai?”“Ih, enggak lah ya. Ngeri kalau ketahuan Papi. Bisa ngamuk entar,” sahut Al bergidik.Iin tergelak pelan.“Mami nggak pernah bosan ya ketemu sama Papi terus? Sejak SMA selalu barengan loh,” tanya Al tanpa bisa menutupi rasa penasaran.“Hmmm … Gimana ya?” Arini pura-pura berpikir sambil menepuk dagu dengan ujung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 11: Keterpaksaan

    El dan AlEl mondar-mandir di depan kamar kedua orang tuanya sebelum sarapan. Dia ingin bertanya, apakah Arini sudah berbicara dengan Brandon tentang motor atau belum. Sejak tadi malam, rasa penasaran terus melanda.Tak lama kemudian, Arini muncul ketika pintu kamar terbuka. Wanita itu telah rapi mengenakan gaun rumah yang biasa membalut tubuhnya sehari-hari.“Wah, Abang udah rapi nih,” sapa Arini tersenyum lembut.Anak itu menarik tangan ibunya menjauh dari kamar.“Mami udah ngomong sama Papi?” tanya El tak sabaran.Arini menggeleng pelan. “Mami belum ngomong masalah motor, Sayang. Tadi malam hanya ngobrol tentang kamu dan Al aja. Pelan-pelan dulu ya?”Tampak raut kecewa di wajah El mendengar jawaban Arini.“Kamu nggak boleh gitu, Prince. Mami masih berusaha ngomong sama Papi, tapi pelan-pelan.” Iin mengusap lengan El. “Sabar ya.”“El udah sabar, Mi. Mintanya dari enam bulan lalu, ‘kan?”“Berarti kamu harus ekstra sabar lagi. Berlatih lebih sabar ya, Sayang,” tutur Arini sembari meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 12: Forgetness

    Arini dan BrandonArini meregangkan tangan ke atas setelah mempelajari beberapa proposal kerja sama proyek pembangunan resort. Dia mengurut pundak yang terasa pegal. Hari ini banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Pagi hari ada tiga meeting, setelah istirahat makan siang disambut dengan beberapa dokumen proyek dan proposal yang harus dipelajari.Tilikan mata cokelat lebarnya beralih ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 15.00. Sesaat kemudian Iin teringat dengan janji yang telah diucapkan kepada El dan Al untuk membuatkan masakan kesukaan mereka.“Astaghfirullah, kayaknya nggak bisa pulang cepat,” gumamnya pada diri sendiri.Wanita berparas cantik itu segera meraih tas dan mengambil ponsel dari sana.“Lho kok ponselnya nggak ada?” desis Iin panik.Dia mencari di dalam laci, tetap tidak menemukan ponselnya. Di atas meja juga tidak ada.“Apa gue nggak bawa dari pagi ya?” desahnya pelan.Tangannya kemudian beranjak mengambil gagang telepon kantor di sisi kanan meja kerja. Baru sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 13: Spicy and Salty

    Arini dan Brandon“Kamu beneran nggak apa-apa, Sayang? Nggak biasanya lupa kirim uang bulanan sama Ayu,” selidik Bran melangkah mendekati Iin.Arini mengusap tengkuk sambil mengangguk. “I am okay, Bran. Beneran. Mungkin kecapean aja.”Bran menarik pinggang ramping Arini ke depan. Dia menatap istrinya lekat.“Apa sebaiknya usaha catering ditutup aja? Weekend kamu masih sibuk dengan usaha kalau ada orderan untuk nikahan.” Pria itu menarik Iin ke dalam pelukan sambil mengusap belakang kepala yang masih dibungkus kerudung.“Aku tahu kamu membangunnya susah payah, Sayang. Tapi pikirkan juga kesehatanmu. Nggak tega rasanya lihat kamu urus dua perusahaan sekaligus,” sambungnya lagi.Arini terdiam beberapa saat. Dia mengeratkan pelukan sehingga tubuh keduanya semakin rapat.“Kita lihat aja dulu, barangkali setelah pulang honeymoon pikiran jadi lebih rileks,” balasnya melonggarkan pelukan.Netra cokelat lebarnya bertemu dengan mata sayu milik Bran.“Ya udah. Aku janji selama honeymoon nanti ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 14: Freedom

    El dan AlBeberapa hari kemudianSepasang mata cokelat tampak mengerjap, perlahan terbuka lebar. El sesekali menguap sambil meregangkan tubuh setelah bangun dari tidur lelap. Senyuman terbit seketika di wajahnya saat ingat hari ini adalah hari kedua Brandon dan Arini pergi berbulan madu ke Raja Ampat.Dia bergegas ke kamar mandi membersihkan diri. El bahagia ketika kedua orang tuanya tidak sedang di rumah. Tujuh hari dimanfaatkan untuk meraih kebebasan.Selesai berpakaian, pemuda itu segera turun ke ruang makan. Sandy, Lisa dan Alyssa sudah menunggu di sana. Mereka duduk di kursi yang biasa ditempati masing-masing.Al tampak rapi mengenakan seragam batik dipadu dengan rok abu-abu panjang. Mereka kemudian menyantap hidangan yang telah tersedia.“Hari ini pulang jam berapa?” tanya Sandy melihat kedua cucunya bergantian selesai sarapan.“Biasa, Kek. Jumat pulang jam 11.00. Tapi kayaknya El salat Jumat di masjid dekat sekolah deh,” jawab El.“Al bagaimana? Terpaksa nunggu El pulang dulu d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 15: Honeymoon

    Arini dan BrandonPiaynemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua BaratArini memandang hamparan laut yang menyuguhkan warna perpaduan biru turquoise dan hijau toska. Laut itu dihiasi dengan gundukan-gundukan pulau karst kecil. Netra cokelatnya tak henti menatap kagum keindahan alam ciptaan Tuhan ini.Lelah yang terasa setelah menaiki 320 anak tangga menuju puncak Piaynemo kini terbayar sudah. Pemandangan indah terpampang jelas di hadapannya."Kamu suka, Sayang?" bisik Bran di telinga istrinya.Arini menegakkan tubuh yang tadi bersandar di dada Bran, lantas mendongakkan kepala. Dia mengangguk sambil mengulas senyum manis yang tampak begitu cantik."Suka banget, Bran. Makasih ya udah bawa aku ke sini," sahutnya masih dengan senyum mengambang."Aku berharap kamu bisa lebih enjoy lagi setelah liburan ke sini," ujar Brandon sembari memutar tubuh Arini menghadap kepadanya.Pria itu menatap lekat manik cokelat lebar milik Arini beberapa saat. "Jangan kecapean lagi ya. Aku nggak mau sesuatu terjadi sa

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 50: Still Like Just Married

    ElfarehzaEl tersenyum melihat Arini yang masih berkutat dengan papan Scrabble. Sejak lima belas menit yang lalu wanita itu memikirkan bagaimana menyusun abjad menjadi sebuah kata.“Payung,” ujar El menukar letak huruf Y dan G yang salah.Arini menoleh ke arah El dengan kening berkerut.“Payung, Mami. Yang biasa kita pakai lagi hujan.”Wanita paruh baya itu mengangguk cepat, kemudian kembali lagi melihat papan Scrabble.“Sekarang mainnya udah dulu ya, Mi. Ada yang mau aku ceritakan sama Mami.” El memegang lengan sang Ibu kemudian membantunya duduk di sofa.Arini melihat putranya dengan tersenyum samar. Sejak beberapa bulan terakhir ini, dia mengalami penurunan dalam mengucapkan kosa kata. Iin memilih banyak diam dan mendengar cerita El dan Bran, termasuk Al yang baru menikah lima bulan yang lalu.“Mami masih ingat nggak dulu aku pernah cerita tentang perempuan yang disu

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 49: The Wedding Day

    Arini dan BrandonDua tahun berlalu setelah Brandon mengetahui apa yang terjadi antara Arini dan Farzan. Sejak saat itu, Farzan jarang pulang ke rumah. Hubungannya dengan sang Kakak tidak lagi sebaik dulu.Ketika ingatan membaik, Iin menanyakan kenapa Farzan tidak berkunjung? Bran mengatakan adiknya sedang sibuk dengan pekerjaan, sehingga hanya bisa datang satu kali dalam sebulan. Selama berada di kediaman keluarga Harun, Farzan hanya berinteraksi sekedarnya dengan Arini.Hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagi Alyssa. Tepat satu bulan lalu, Alfatih datang melamar bersama dengan kedua orang tua. Pria itu menunaikan janji untuk menikahi Al empat tahun setelah hari pertama kunjungannya ke Menteng Dalam.Selama empat tahun nyaris tidak ada komunikasi secara langsung yang terjalin antara Alyssa dan Fatih. Keduanya hanya mendapatkan kabar melalui kedua kakak masing-masing. Mereka terkesan sedikit kuno, tapi begitulah Fatih yang memegan

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 48: Pengakuan Farzan

    BrandonSejak tadi pikiran Brandon tidak tenang. Dia menduga kemungkinan yang terjadi antara Arini dan Farzan dua tahun silam. Pria itu tidak bisa marah dengan Iin, karena penyakit yang dideritanya. Apalagi saat itu sang Istri juga pernah salah mengenali putranya sendiri.Selepas salat Isya, Brandon meminta Arini tidur terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk menunggu Farzan datang. Hari ini adiknya pulang ke Menteng Dalam.Setelah lulus dari Zurich, Farzan memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan tempatnya bekerja di daerah Cikarang. Pemuda itu baru bisa pulang ke Menteng Dalam setiap akhir minggu.Brandon menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Arini untuk memastikan apakah telah tidur atau belum? Perlahan-lahan, dia turun dari tempat tidur lalu bergerak ke luar kamar.Farzan pasti udah di rumah. Aku harus menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi, batin Brandon tidak tenang.Langkah pria itu terus berlanjut menuju kamar adiknya yang berada di lantai dua. Bran melihat pi

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 47: Pengakuan Arini

    AriniDua tahun kemudian“Ayo, Mi. Coba sambung lagi kata-katanya,” cetus Al menyemangati Arini.Gadis itu sedang bermain scrabble di ruang keluarga bersama dengan El dan Arini, sembari menunggu Brandon pulang kantor. Mereka sekarang menyusun kosa kata dalam bahasa Indonesia.Arini berpikir lama agar bisa membentuk satu kata yang pas dengan kepingan huruf yang sudah tersusun. Dia mengambil huruf C, kemudian huruf T. Setelah diletakkan huruf ketiga, Iin tersenyum puas.El dan Al saling berpandangan saat membaca huruf tersebut tertukar tempat sehingga tidak bisa dibaca dengan benar.“Huruf T ditaruh sebelah sini, Mi.” Al meletakkan huruf T di samping huruf N. “Nah ini masih kurang G.”Setelah dibenarkan posisinya, baru terbentuk satu kata ‘Canting’.Begitulah perkembangan penyakit Arini sekarang. Kemampuan menyusun kata dan kalimat mulai mengalami penurunan. Dia sering lupa dengan ejaan kata. Bukan hanya itu, terkadang Iin tidak bisa menyusun kalimat yang seharusnya.“Mami besok mau aku

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 46: Perasaan yang Terdalam

    AriniDua bulan kemudianSelama dua bulan ini Brandon dan kedua anak-anaknya lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Arini. Banyak hal yang dilakukan mereka ketika waktu senggang, salah satunya bermain Scrabble dan mengisi buku TTS. Sudah banyak buku TTS yang telah diisi Iin. Untungnya kegiatan tersebut bisa memperlambat menurunnya kemampuan berbahasa wanita itu.Rencana jalan-jalan ke Swiss terpaksa dibatalkan, karena kondisi kesehatan Arini. Bran khawatir jika istrinya pergi dan tersesat sendirian di negeri orang. Dia bisa saja mengendap-endap pergi tanpa sepetahuan Bran.“Abang Farzan kok lama banget ya, Mi? Bukannya udah sampai Jakarta siang ini?” celetuk Al melihat tak sabar ke arah jam dinding.Arini mengangkat bahu, lalu mengambil ponsel. Dia menghubungi adik kesayangannya.“Halo, Kakak Cantik.” Terdengar suara bariton Farzan dari ujung telepon.Wanita itu tergelak mendengar pujian yang selalu dilontarkan adiknya. “Kamu udah di mana, Dek? Ada yang dari tadi ngedumel terus

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 45: Keberanian Mengutarakan Niat Mulia

    AlyssaPandangan netra hitam Alyssa bergerak menyapu taman belakang sekolah. Ada beberapa siswa duduk santai di sana sambil bercengkerama. Beberapa di antara mereka lesehan di atas rumput hijau yang bersih dan segar, sebagian lain duduk di kursi seperti dirinya dan Fatih sekarang.“Makasih udah mau ngobrol, Kak,” ucap Al memecah keheningan. Dia menoleh sekilas sambil mengulas senyum.“Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan ya?” tebak Fatih to the point. Selama ini mereka hanya berkomunikasi jika ada hal penting yang ingin dibahas.Al mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan. Dia berpikir beberapa detik sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Fatih berbicara.“Mami dan Papi … mau ketemu sama, Kakak,” ungkap Al hati-hati.“Katanya mau ucapin terima kasih karena udah tolong aku waktu itu,” sambung Al cepat antisipasi jika Fatih salah paham.Pemuda itu tertawa pelan membuat kening Al berkerut.“Oke. Mau ketemu kapan?” sahutnya santai tanpa beban.Al semakin d

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 44: Pengakuan

    Brandon dan AriniArini sedang memandang suaminya yang masih tertidur lelap. Dia memeluk erat Brandon, lalu memberi kecupan di dada bidang itu.“Maaf udah ngerepotin kamu akhir-akhir ini, Bran. Aku mulai lupa banyak hal, tapi kamu yang sering ingetin,” bisik Arini mendongakkan kepala.Dia tersenyum ketika ingat Bran tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Dua hari yang lalu Iin sempat lupa mematikan kompor ketika memasak di dapur. Alhasil sekarang Brandon melarang dirinya membuatkan makanan.“Aku ‘kan udah bilang akan jadi pengingat saat kamu lupa, Sayang,” gumam Bran dengan mata tertutup.“Kamu udah bangun ya?”Brandon mengangguk, lalu mengangkat tubuh ramping itu ke atas sehingga kepala mereka sejajar. Netra sayunya perlahan terbuka. Senyum lembut tergambar di parasnya.“Hari ini kita jalan-jalan yuk! Ajak anak-anak sekalian,” usul Brandon.“Mau jalan-jalan ke mana?”“Ke puncak? Anak-anak juga udah selesai ujian ‘kan?”“Udah. Tapi Al katanya mau ngomong sama kita.” Arini menarik n

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 43: Will Always by Her Side

    BrandonEmpat pasang mata kini melihat Bran dengan saksama. Mereka menanti penjelasan dari pria itu. Sejak berada di rumah singgah tadi, Lisa, Sandy, El dan Al menahan diri untuk tidak bertanya apapun.“Bisa jelaskan apa yang terjadi, Bran?” pinta Lisa dengan tatapan menuntut.Sandy, El dan Al berbagi sorot mata yang sama dengan Lisa.Brandon menarik napas berat, kemudian mengangguk. “Nanti kita bicara. Sekarang mau ajak Iin tidur dulu.”“Janji ya, Pi,” harap Al.“Papi janji akan ke sini lagi setelah Mami tidur,” sahut Brandon kemudian beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Pria itu melihat Iin terduduk di pinggir kasur sambil menumpu kening dengan kedua tangan. Wanita itu sadar apa yang terjadi di rumah singgah tadi sore bisa menimbulkan kecurigaan anak-anak dan juga mertuanya.“Kenapa aku sampai kayak tadi, Bran? Harusnya nggak begitu, ‘kan?” sesal Iin menatap sendu.Raut wajahnya tampak kacau, karena tidak ingin ada yang tahu tentang penyakitnya.Brandon langsung memeluk istrin

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 42: Kepingan yang Mulai Hilang

    Brandon dan AriniUltah pernikahanBeberapa jam menjelang pesta ulang tahun pernikahan Brandon dan Arini diadakan, seluruh keluarga Harun bersiap-siap berangkat ke tempat tujuan. Bran meminta Al, El dan Kakek Neneknya untuk berangkat terlebih dahulu ke Poris.“Kamu berangkat pake mobil sama Nenek Kakek. Motor tinggal di rumah aja,” ujar Brandon pagi tadi.Motor? Yup! Brandon akhirnya membelikan motor Honda CBR keluaran terbaru untuk El. Jangan ditanyakan lagi bagaimana bahagianya anak itu saat diajak pergi ke dealer motor dua hari yang lalu. Pemuda itu tak menyangka kalau Bran bisa berubah pikiran.“Mami kamu yang bujuk Papi agar belikan motor ini. Sebenarnya Papi ingin belikan waktu kembali dari Raja Ampat, tapi nggak jadi karena keduluan Kakek,” ungkap Bran saat mereka berada di dealer.Kembali lagi ke pagi tadi.“Ya udah. Nanti ada teman-teman El yang ikut juga, Pi. Sekalian katanya ngumpul di sini.”“Oke. Papi nanti minta supir antarkan. Perlu berapa mobil?”“Dua aja cukup, Pi. Ng

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status