Share

Just Married (Trilogi Just Seri-3)
Just Married (Trilogi Just Seri-3)
Penulis: LeeNaGie

BAB 1: Bujuk dan Rayu

Penulis: LeeNaGie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-07 23:19:44

Arini dan Brandon

Good night, Prince,” ucap seorang wanita kepada bocah laki-laki berusia tujuh tahun.

Dia memberi kecupan singkat di kening dan kedua belah pipinya. Setelah memberi pelukan sebentar, wanita itu beranjak dari tempat tidur, kemudian mengganti penerangan dengan lampu tidur. Begitu keluar dari kamar, ia beranjak ke kamar satunya lagi menemui bocah perempuan berusia kurang dari enam tahun.

Wanita itu tersenyum memperlihatkan lesung pipi yang menghiasi kedua pipi. Dia memberi kecupan kepada putrinya yang sedang tidur lelap.

Good night, Princess,” bisiknya pelan sambil menaikkan selimut yang sedikit turun.

Arini beranjak ke kamar yang lain. Tampak seorang anak berusia dua belas tahun tersenyum menyambut kehadirannya.

“Farzan belum tidur?” tanya Arini lembut.

Anak bernama Farzan menggelengkan kepala. “Tunggu Kakak datang dulu.”

Wanita itu menggelengkan kepala sambil berdecak. “Selalu tunggu Kakak datang dulu baru mau tidur.”

“Iya dong. Nggak bisa tidur kalau belum lihat Kakak,” godanya tersenyum manis.

Jadi ingat Brandon dulu deh, bisik Arini dalam hati sambil tersenyum.

“Ya udah. Habis ini kamu tidur ya.” Arini memberi kecupan di kening Farzan, adik tiri suaminya. “Besok jadi ketemu Mommy, ‘kan?”

Farzan mengangguk lesu. Raut wajahnya langsung berubah sendu.

“Sebenarnya malas ketemu Mommy, tapi mau gimana lagi? Aku nggak mau disebut anak durhaka,” sahut Farzan bergidik.

Arini tersenyum sambil mengusap kepala Farzan. “Anak pintar. Gimanapun, dia adalah Ibu kamu. Dia yang melahirkan kamu, jadi harus tetap berbakti ya, Dek.”

Anak itu hanya tersenyum samar, lalu merebahkan tubuh di tempat tidur.

“Mas tadi udah ke sini?”

“Udah, sebelum adik-adik tidur.”

“Sekarang kamu tidur ya. Sudah malam, biar salat Subuh nggak kesiangan. Mau jamaah di masjid sama Mas dan El besok, ‘kan?”

Farzan kembali menganggukkan kepala. “Good night, Kakak Cantik,” ujarnya sambil melambaikan tangan.

Arini membalas lambaian tangan Farzan sebelum mengganti penerangan dengan lampu tidur. Dia langsung beranjak menuju kamar utama, karena sang Suami telah menanti kedatangannya di sana.

“Kenapa kamu senyam-senyum kayak gitu?” selidik Arini melihat suaminya ketika baru saja mencapai bibir kamar.

Pria itu tersenyum manis saat melihat istrinya muncul di sela pintu.

“Lagi nunggu bidadari datang,” balas Brandon sambil mengulurkan tangan.

Arini menutup pintu kamar kemudian bergegas mendekat tempat tidur. Dia menyambut uluran tangan sang Suami.

“Kangen ya?” bisiknya sambil mengedipkan mata.

Brandon segera menariknya sehingga terduduk di atas paha. “Iya nih, baru ditinggal beberapa menit aja udah kangen kayak gini, In.”

Iin adalah nama panggilan yang diberikan oleh Brandon, sejak mereka berdua duduk di bangku SMA dua puluh tahun yang lalu. Ya, Arini dan Brandon telah menjalin persahabatan selama dua belas tahun, sebelum menikah. Takdir seakan menyatukan mereka kembali, setelah berpisah selama dua tahun. Sekarang mereka telah dikaruniai seorang putra dan seorang putri yang lucu.

Arini melingkarkan kedua tangan di pundak Bran sembari memandang netra sayu itu bergantian. Dia mencolek ujung hidung mancung milik suaminya lembut.

“Kamu dari dulu gombalnya nggak hilang-hilang deh.”

“Eh, itu bukan gombal, Sayang. Dalam agama ‘kan jelas ada anjuran untuk selalu berkata mesra kepada istri. Tujuannya agar rumah tangga kita tetap sakinah mawaddah warahmah,” papar Brandon memberi kecupan singkat di bibir Arini.

Delapan tahun pernikahan, tak mampu membuat cinta untuk Arini surut di hati lelaki itu. Tidak ada juga kata bosan yang terlintas di pikirannya, meski telah mengenal Iin hampir setengah dari usianya saat ini.

“Bran,” panggil Arini sambil mengusap cambang tipis yang menghiasi pinggir wajah Brandon.

“Ya, Sayang?”

“Tambah anak lagi yuk! Masa cuma dua aja?” bujuk Arini sambil mengedip manja.

Brandon menggeleng tegas. “Dua anak cukup, In. Udah ya. Percuma kamu bujuk juga, aku tetap nggak mau.”

“Satu lagi aja, Bran. Mau ya?”

“Nggak, Sayang. Aku nggak kuat lihat kamu kesakitan kayak gitu waktu lahiran,” tutur Brandon kekeh dengan pendiriannya. “Kita udah sepakat sebelumnya, In. Jangan lupa.”

“Tapi aku pengin lihat apartemen ini ramai sama suara anak-anak.”

Desahan pelan keluar dari bibir Brandon ketika mendengar alasan sama seperti yang pernah diutarakan sang Istri sebelumnya. Entah kali ke berapa Arini mencoba membujuknya, agar setuju dengan usulan untuk menambah seorang anak lagi.

Brandon membelai lembut samping kepala istrinya. “Kamu ingin apartemen ini ramai dengan suara anak-anak?”

Wanita itu mengangguk cepat.

“Berikan aku waktu dulu untuk mewujudkannya. Suatu saat, kamu akan mendengarkan suara mereka di flat ini.”

“Keburu El dan Al gede dong?” tanggap Arini lesu.

“Ya nggak apa-apa ‘kan?”

Tiba-tiba Arini menyeringai nakal ketika tangannya mulai bergerak ke mana-mana. Dia juga mengubah posisi menghadap Brandon. Setiap kali mereka membahas hal ini, selalu berakhir dengan penyatuan yang memberi sensasi berbeda dari sebelumnya.

“Kamu semakin berumur jadi semakin nggak terkalahkan, In,” bisik Bran di sela napas yang terengah.

“Harus dong. Biar kamu nggak berpikiran cari wanita lain.” Arini memeluk suaminya erat.

“Eh, siapa yang mau cari yang lain? Satu aja udah kewalahan kayak gini.”

“Ya kali aja.”

“Aku ini sudah tiga puluh empat tahun loh sekarang, nggak muda lagi. Emangnya kamu pikir aku masih sama kayak dulu?” Brandon memukul pelan kening istrinya.

Arini memberi cubitan kecil di pinggang Bran. “Tetap aja was-was, Bran. Takut kamu bosan ketemu aku terus setiap hari.”

Brandon menaikkan tubuh Arini hingga kepala mereka sejajar. Dia menatap istrinya lekat.

“Dari dulu aku nggak pernah bosan ketemu kamu setiap hari. Kamu itu selalu bikin aku candu. Cintaku juga masih sama dan nggak ada yang berubah.” Brandon menarik napas sesaat.

“Aku juga nggak mau ulangi kesalahan yang dilakukan Papa kepada Mama. Kamu masih ingat gimana hancurnya aku waktu itu, ‘kan?” sambungnya lagi.

Arini mengangguk dengan tatapan sendu. Bagaimana ia bisa lupa dengan kejadian dua belas tahun silam? Tepatnya saat Sandy—ayah Brandon—ketahuan menikah lagi dengan wanita seusia dengan Bran. Apalagi saat tahu tentang pernikahan kedua itu, Farzan sudah berusia satu tahun.

“Maaf ya, Sayang. Aku mendadak nggak percaya diri aja. Mungkin faktor usia.”

Brandon tersenyum lembut, kembali memberi kecupan di bibir istrinya. Arini menarik kepala sang Suami, lantas menyesap bibirnya lama. Bran semakin menekan dan mengejar bibir wanita yang dicintai itu.

“Bibir kamu masih sama manis dan lembut kayak dulu,” cetus Bran sembari mengusap lengan polos istrinya.

“Masa sih?” Arini rupanya tidak percaya begitu saja.

“Serius, In. Aku masih ingat waktu pertama kali cium bibir kamu.”

Arini tersipu lantas menenggelamkan kepala di dada bidang Bran.

“Emang tahu kapan pertama kali aku cium bibir kamu?” desis Bran menarik dagu istrinya sehingga mereka berpandangan.

“Sebelum kita mulai bersenang-senang,” jawabnya.

Brandon menggeleng membuat kening Arini berkerut.

“Itu pertama kali kita ciuman, Bran.”

Seringaian terukir di paras Brandon yang masih terlihat tampan di usia pertengahan tiga puluhan.

“Kamu salah, Sayang.”

“Kok salah sih?” kejar Arini mulai memperlihatkan raut penasaran. Tubuhnya sedikit tegak melihat mata sayu milik suaminya bergantian.

“Kasih tahu nggak ya?” canda Brandon menahan tawa.

“Bran?” Wanita itu kembali menghadiahi cubitan di pinggang suaminya.

“Nggak ah, nanti kamu marah,” kata Brandon merebahkan lagi kepala di bantal.

“Suami?” desak Arini semakin penasaran.

Brandon kembali menegakkan kepala, lantas memberi kecupan di bibir istrinya dengan sedikit isapan.

“Begitu caranya aku mencuri ciuman pertamamu waktu itu.” Brandon memundurkan lagi kepala ke belakang.

“Mencuri? Kapan?” Kedua alis Arini terangkat ke atas.

“Waktu kamu tidur di kamar habis main PS. Saat kita kelas dua SMA,” ungkap Bran.

Mata cokelat lebar Arini membesar seketika mendengar pengakuan suaminya. Kedua tangan terangkat ke atas memegang bibir yang sedikit bengkak.

“Kamu cium aku lagi tidur? Berarti aku nggak mimpi? Benaran ada yang cium?” gumam Arini dengan mata berkedip pelan.

Brandon mengangguk cepat.

Arini langsung memberikan serangan semut api lagi di pinggang Bran. “Kamu jahat banget sih pakai curi ciuman pertamaku. Pantesan aja waktu itu rasanya ada yang aneh.”

Bran malah cekikikan. “Habis aku ingin first kiss sama kamu, gimana dong?”

Mata lebar Arini sekarang menyipit. “Jangan-jangan dari dulu kamu memang udah suka sama aku. Ayo ngaku!”

“Nggak perlu dibahas lagi, In. Kita udah nikah loh sekarang. Udah ada El dan Al juga,” ujar Bran menghindar dari pembahasan tentang masa lalu.

Dulu dia seorang laki-laki yang memiliki gengsi tinggi. Meski sudah menyukai Arini sejak awal persahabatan mereka, Bran selalu menyangkal. Terlalu malu baginya untuk mengakui perasaan yang sebenarnya. Apalagi saat itu mereka berdua sama-sama berkomitmen tidak akan menodai persahabatan dengan cinta.

“Ya udah, kita tidur sekarang aja. Besok harus mandi dulu sebelum salat Tahajud,” cicit Arini kembali merebahkan tubuh di kasur.

Bran mengembuskan napas lega, karena bisa kabur dari pembahasan yang bisa membuat dirinya malu. Dia memeluk tubuh ramping Arini sebelum tidur.

“Besok kita ke Menteng Dalam habis dari lapas (Lembaga Pemasyarakatan) aja ya?” gumam Brandon.

“Ya ampun, Sayang. Aku lupa bikin pesenan Mama,” seru Arini langsung terduduk.

“Shiny Crust Brownies yang Mama minta kemarin?” Brandon memandangi tubuh istrinya yang tersingkap.

Tahu maksud tatapan suaminya, Arini segera menarik selimut menutupi tubuh bagian atas.

“Dasar kamu mesumnya nggak hilang-hilang.”

“Nggak ada larangan mesum sama istri loh,” sanggah Bran.

“Kenapa aku bisa lupa ya? Padahal bahannya udah dibeli loh.” Arini mengalihkan pembicaraan sembari mengambil lagi pakaian yang dilepaskan Bran.

“Mau ngapain?”

“Bikin Brownies, Sayang.”

“Besok pagi aja bikinnya, In. Kamu tidur aja dulu, udah malam.”

“Takut nggak keburu, Bran.”

Brandon mendesah pelan. “Aku temani kamu masak di dapur ya?”

“Kamu tidur aja. Biar aku yang masak. Lihat tuh kamu ngantuk banget.”

“Aku temani biar bisa bantu, jangan protes lagi,” tegas Brandon mengambil celana boxer dan baju kaus dari lantai.

Arini menarik napas panjang, lantas mengangguk. Dia tidak bisa lagi berdebat dengan Bran jika sudah begini. Apalagi besok harus berangkat pagi, karena harus berkunjung ke lapas menemui wanita yang telah menghadirkan luka dalam keluarga Harun. Wanita yang menjadi penyebab dirinya harus mengikhlaskan Brandon menikah dengan perempuan lain beberapa tahun silam.

Bersambung....

Bab terkait

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 2: Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu

    ARINI“El, Farzan, udah selesai? Buruan kita mau berangkat,” teriak Arini sembari memasangkan kerudung instan di kepala Al, putrinya.“Iya, Mami.”“Sebentar, Kak,” sahut El dan Farzan nyaris bersamaan dari kamar masing-masing.“Aku turun ke parkiran dulu taruh ini ke mobil ya, Sayang. Takut kamu lupa lagi,” ledek Brandon disambut delikan dari Arini. Sebuah kantong berisi Shiny Crust Brownies menggantung di tangan kanan.“Bercanda. Masa gitu aja marah,” ujar Bran mengusap puncak kepala istrinya yang terbungkus rapi dengan kerudung segi empat berwarna peach.“Barengan aja, Bran. Sebentar lagi El dan Farzan juga keluar dari kamar,” tanggap Arini merapikan kerudung yang menghiasi kepala Al.Brandon hanya mengangguk setuju mendengar perkataan istrinya.“Mami, kenapa Al harus pakai ini?” tanya Al memegang ujung kerudung dengan tangan mungilnya.Arini tersenyum lembut sambil mengelus pipi chubby sang Putri. “Agar kamu selalu terlindungi, Princess. Sama kayak Mami.”“Emang karung ini melindun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 3: Kedatangan Gadis, Si Biang Kerok

    Arini dan BrandonMobil sedan keluaran BMW terbaru berwarna biru memasuki pekarangan keluarga Harun di kawasan Menteng Dalam. Sebuah rumah mewah yang berukuran besar, tapi sayang hanya dihuni oleh kedua orang tua Brandon.Kening Iin berkerut mematut sebuah mobil yang tak pernah terlihat di rumah itu sebelumnya.“Mobil siapa ya?” desisnya.Bran mengangkat bahu. “Nggak tahu. Baru nongol juga tuh.”Begitu mobil berhenti dengan sempurna, Brandon keluar terlebih dahulu. Dia bergegas menuju pintu tempat Arini duduk. El dan Farzan terlebih dahulu memasuki rumah.Bran mengambil Al yang sedang terlelap di pangkuan Iin. Setelahnya mereka menyusul ke dalam rumah.“Ngeeeeng. Arini!!” teriak suara yang sangat akrab di telinga Arini dan Brandon. Begitu nyaring dan lengking.Seorang wanita berambut pendek mengenakan gaun lengan pendek dengan panjang selutut sedang membentangkan tangan.“Gadis!”“Kak Gadis!” seru Bran dan Iin bersamaan sambil menatap tak percaya sosok yang berdiri di hadapannya.Gadi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 4: Permintaan Mertua

    Arini dan BrandonKetika ingin menjawab pertanyaan Lisa, Sandy tiba-tiba muncul dari ruang keluarga. Dia duduk di samping istri tercinta, berhadapan dengan Brandon dan Arini.“Papa mau bicara sesuatu dengan kalian,” cetusnya melihat Bran dan Iin bergantian.Suami istri itu mengangguk serentak, lantas memilih fokus dengan apa yang dikatakan oleh Sandy.“Dulu, niat Papa membangun rumah sebesar ini agar bisa berkumpul dengan anak dan cucu.” Sandy kembali melihat anak dan menantunya. “Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Terasa sepi juga tidak ada canda dan tawa anak-anak. Apa kalian mau pindah ke sini?”Rupanya Sandy mengutarakan hal yang sama dengan Lisa. Di usia yang tak lagi muda, kakek dan nenek itu merasa kesepian di sana, sehingga ingin menghabiskan hari tua bersama anak dan cucu.Arini dan Bran kembali saling berpandangan.“Aku akan diskusikan hal ini dulu dengan Iin, Pa. Tadi Mama juga udah bilang begitu,” tanggap Brandon.Sandy dan Lisa sama-sama mengangguk paham.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 5: Belajar Puasa

    Arini dan BrandonDua bulan kemudianSepasang mata cokelat lebar mulai mengerjap. Tangan terangkat ke atas seiringan dengan kaki yang meregang menghalau pegal karena posisi tidur yang kurang pas. Senyuman terbit di wajah ketika melihat sang Suami masih tertidur pulas di samping.“Gaya tidurnya dari dulu nggak pernah berubah,” gumam Arini dengan wajah masih dihiasi senyuman.Sebuah kecupan diberikan di bibir Bran. Sesaat kemudian, Iin meraih ponsel dari atas nakas melihat jam.“Udah waktunya masak,” desisnya ketika melihat waktu menunjukkan pukul 03.00.Hari ini adalah hari pertama berpuasa. Ramadan pertama juga bagi Al puasa, sementara kali kedua bagi El.Ketika ingin beranjak dari tempat tidur, tiba-tiba sepasang tangan telah mendekapnya erat. Senyuman kembali menghiasi wajah cantik Arini.“Kamu udah bangun?”Bran menganggukkan kepala di atas bahu kanan istrinya. “Waktu kamu cium bibirku tadi.”“Aku masak buat sahut dulu ya. Kamu tidur lagi aja, nanti aku bangunin kalau udah selesai

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 6: Goes to School

    ElfarehzaDelapan tahun kemudianEl tampak berdiri di depan cermin memastikan pakaian telah terpasang dengan rapi sebelum berangkat ke sekolah. Rambut hitam tebal tersisir rapi dengan belah pinggir. Dasi berwarna abu-abu menggantung di bagian tengah bawah leher. Sebuah senyuman terbit di wajah setelah menyeka pinggir rambut yang lebih pendek.“Sarapan dulu, El.” Terdengar suara lembut sang Ibu memanggil dari luar kamar.“Ya, Mi. Sebentar lagi aku turun,” sahutnya bergegas mengambil tas ransel berwarna biru dongker dari meja belajar.Dengan ringan kaki panjang El melangkah menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman keluarga Harun.Selama delapan tahun terakhir, Brandon beserta anak dan istri tinggal di kediaman keluarganya. Rumah yang tadi sepi menjadi ramai dengan kehadiran kedua cucu keluarga Harun dan juga Farzan.Ah, mengenai Farzan. Anak itu kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan, tidak kalah dari Brandon sewaktu muda. Sekarang Farzan menempuh pendidikan S1 Teknik Mesin (Me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 7: Diam-diam Diperhatikan

    ElfarehzaNetra cokelat El melihat Arini dan Brandon bergantian ketika sedang duduk di meja makan. Bibirnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi kembali tertutup. Dia memilih menandaskan sarapan terlebih dahulu, sebelum berbicara dengan kedua orang tuanya.“Papi.” El bersuara ketika melihat Bran menyeka sudut bibir dengan serbet.“Kenapa, El?” Brandon mengalihkan pandangan kepada putranya.“Belikan motor dong, Pi. Masa aku ke sekolah dianterin supir terus?” desisnya takut.Bran mendesah pelan lantas meletakkan serbet di atas meja. Mata sayunya menatap lekat El.“Kamu masih belum cukup umur untuk dibelikan motor, El.”“Teman-temanku semua pakai kendaraan sendiri ke sekolah. Cuma aku aja yang masih dianterin supir. Belikan ya, Pi,” pinta El dengan sorot memelas.Brandon menggeleng tegas. “Papi udah bilang sebelumnya, ‘kan? Kamu dibelikan kendaraan setelah cukup umur.”“Tapi, Pi—”“Nggak ada tapi, El! Sekali Papi bilang A ya harus A, nggak bisa ditawar lagi! Mengerti?”

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 8: Diselimuti Dilema

    Elfarehza“Woi, ngapain lo duduk di sini?” tegur Hariz sambil menepuk kedua pundak El.“Eh, lo Riz,” sahut El menoleh ke belakang.Hariz langsung duduk di samping El. Mereka berdua sekarang berada di area atap sekolah, salah satu tempat para favorit siswa menghabiskan waktu di luar jam pelajaran.Kebiasaan El hampir sama dengan kedua orang tuanya ketika masih bersekolah dulu. Memilih duduk di puncak tertinggi gedung saat tidak ada jam pelajaran. Tempat ini juga menjadi saksi kebersamaan Arini dan Brandon ketika masih menjalin persahabatan.“Ngapain bengong di sini, entar kesambet loh,” ledek Hariz.“Lagi kesal aja,” ujar El dengan kedua tangan memegang pinggir bangku besi di samping tubuh.“Kesal kenapa?”El menarik napas pelan, lantas mendongakkan kepala ke atas sehingga netra cokelatnya bisa melihat langit yang diselimuti awan kelabu.“Gue udah coba lagi minta dibelikan motor sama Bokap, tapi nggak berhasil,” ungkap El lesu.“Sabar, Bro. Berarti lo memang ditakdirkan ke sekolah dian

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 9: Tentang Perasaan

    Elfarehza dan AlyssaEl termenung menunggu Al di depan gedung. Dia berharap bisa bertemu lagi dengan gadis yang mampu mencuri perhatiannya. Selama ini El tidak pernah dekat dengan siswi manapun, berbeda dengan Brandon dulu saat seusianya.“Lama banget sih, Dek,” keluh El begitu melihat Al keluar dari pintu gedung.“Tadi aku … ngobrol sama teman dulu,” sahut Al.Mereka berdua sekarang melangkah menuju gerbang. Mobil pasti sudah standby di sana.“Eh, sebentar,” tahan El menarik tangan adiknya.Kening Al berkerut bingung. “Ada yang ketinggalan?”Senyuman terbit di bibir El. “Jadi namanya Syifa ya?”Al memutar bola mata malas. “Aku udah jawab dari tadi, Bang. Namanya As-syifa Syauqiyyah, satu kelas sama aku.”“Kamu dekat nggak sama dia?”Gadis itu menyenggol lengan El sambil mengerling usil. “Abang suka ya sama dia? Aku bilangin Papi loh.”El panik seketika, lantas memegang tangan Al. “Jangan bilang Papi dong, Dek. Nggak seru nih kamu.”“Bercanda kok, Bang. Habis dari tadi kepo mulu. Tany

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 25: Selalu Mencintaimu Selamanya

    Brandon dan AriniBrandon menyandarkan punggung di kursi mobil sambil sesekali mengurut pelipis. Akhir minggu dia harus pergi lagi ke Poris memastikan persiapan ulang tahun pernikahannya sudah mencapai 100%, sekaligus mengurus beberapa dokumen rumah singgah. Pria itu memberikan alasan ingin melihat-lihat rumah yang akan mereka tinggali nanti. Bersyukur Arini tidak pergi hari ini, katanya ingin istirahat di rumah dulu.Nggak sabar pengin tahu reaksi Iin nanti, bisik Brandon dalam hati sembari tersenyum.Rumah singgah itu didirikan sebagai pembuktian cintanya kepada Arini. Dia hanya ingin melihat sang Istri bisa berbahagia dikelilingi anak-anak, meski tidak lahir dari rahimnya.Perlahan mobil memasuki pekarangan rumah keluarga Harun. Tak lama kemudian, Bran melangkah memasuki rumah setelah turun dari kendaraan.“Gimana, Sayang?” tanya Arini begitu Brandon berada di ruang keluarga.Di sana ada Alyssa. Gadis itu duduk di samping Arini sembari menonton.“Masih lihat-lihat sih, In. Belum ne

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 24: Pemikiran yang Dewasa

    ElfarehzaEl bersandar lesu di dinding kamar. Sulit untuk bersikap seperti tidak terjadi apa-apa di hadapan Bran. Ingin sekali menanyakan langsung kepada pria itu, tapi diurungkan. Khawatir jika Arini mendengarkan pembicaraan mereka. Apalagi dia berpikir ayahnya tidak akan mau mengatakan yang sejujurnya.Pemuda itu memukul dinding dilapisi wallpaper bermotif kotak campuran warna putih dan abu-abu. Hanya itu satu-satunya cara agar El bisa melepaskan kekesalan yang terasa. Pandangannya beralih ke arah ponsel yang tergeletak di atas kasur. Saat ini ia butuh seseorang untuk berbicara, selain Al.El membuka aplikasi whatsapp dan mencari nama orang yang bisa diajak berbicara. Pencarian berakhir ketika menemukan nama Syifa di daftar kontak. Barangkali gadis itu bisa mendengarkan keluh kesahnya. Hanya dia yang bisa dipercaya. Tidak mungkin bercerita kepada Hariz, karena hari libur sering jalan-jalan dengan keluarganya.Me: Assalamualaikum. Kamu lagi sibuk nggak, Syifa?Pesan berhasil dikirim

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 23: Jalan Pulang Seharusnya

    AriniSetelah salat Subuh, Arini pergi ke kamar El. Seperti janji dengan Brandon, ia akan mencoba bicara dengan kedua buah hatinya. Wanita itu penasaran hal apa yang membuat mereka berubah menjadi dingin kepada Brandon?“El?” panggilnya dari luar kamar setelah mengetuk pintu.“Ya, Mi?” sahut El dari dalam kamar.Tak lama kemudian pintu kamar terbuka. Senyum hangat tergambar dari wajah tampan Elfarehza.“Mami pagi ini cantik banget,” puji El memandangi ibunya.Arini berdecak lalu menyipitkan mata. “Kamu persis kayak Papi. Pintar banget ngerayu Mami.”Tarikan lebar bibir El berangsur menyusut. Dia melangkah lesu ke dalam kamar, lalu duduk di pinggir tempat tidur.Iin juga masuk ke kamar dan duduk di samping putranya. Dia mengusap lembut puncak kepala El sembari menatapnya lekat.“Kamu masih marah ya sama Papi?”Pemuda itu menundukkan kepala dengan pandangan tertuju ke lantai keramik berwarna putih gading.“Nggak boleh gitu, Sayang. Papi larang pakai motor ‘kan demi kebaikan kamu. Papi j

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 22: Mencari Tahu Kebenaran

    ElfahrezaDesahan pelan keluar dari sela bibir El saat duduk di bangku atap gedung sekolah. Mata cokelatnya menatap nanar langit kota Jakarta Pusat yang cukup cerah menjelang siang. Warna biru langit hanya ditutupi sedikit awan putih.Dia tidak habis pikir dengan apa yang telah dilakukan Brandon. Jika terbukti pria itu mengkhianati Arini, El tidak akan pernah memaafkannya.Pandangan pemuda itu beralih ke samping belakang ketika mendengar pintu terbuka. Tampak seorang siswi berkerudung nan imut dan berparas cantik memasuki area atap.“Maaf, Kak. Aku pikir tadi nggak ada orang,” ucap gadis itu.Senyuman mengambang di wajah tampan El. “Nggak pa-pa. Kalau mau duduk di sini silakan, Syifa. Sekalian ngobrol.”Syifa berdiri di sela pintu. Tampak ragu di irasnya.El mengerling ke arah bangku satu lagi agar bisa ditempati Syifa.Gadis itu masih bergeming dengan tilikan mata tidak beranjak dari El. Ada yang tidak biasa di paras pemuda itu. Dia bisa menangkap raut kalut di wajahnya. Setelah mena

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 21: Pikiran Kosong

    Arini dan BrandonBrandon masih memikirkan perubahan sikap kedua buah hatinya tadi sore. Dia tahu El dan Al awalnya duduk bersama Arini di ruang tamu, tapi segera pergi setelah dirinya tiba. Pria itu bisa memahami jika El bersikap seperti itu, tapi kenapa Alyssa juga ikut-ikutan? Biasanya gadis itu lebih manja dengan Bran dibandingkan Iin.Saat makan malam mereka juga tidak banyak berbicara. Pertanyaan Brandon hanya ditanggapi dengan gumaman dan anggukan kepala dari keduanya. Hal ini membuat Bran tidak bisa menahan diri lagi untuk bertanya kepada istrinya.“In,” panggil Brandon saat melihat Arini mengenakan perawatan kulit khusus malam hari.Arini menoleh ke arahnya dengan tatapan bingung, lalu meletakkan botol krim malam yang dipegang. “Kenapa, Sayang?”Brandon berdiri, lantas melangkah mendekati Arini yang duduk di meja rias. Dia memeluk istrinya dari belakang.“Gimana anak-anak hari ini?” tanya Bran sambil mengusap lengan Arini.“Baik. Cuma kayaknya sedih aja sih karena harus pinda

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 20: Mewujudkan Impian Arini

    BrandonBeberapa jam yang laluMata sayu Bran beralih melihat ke arah jam dinding yang ada di ruang kerja. Dia mengambil beberapa berkas, lalu memasukkannya ke dalam tas. Sebelum melangkah ke luar ruangan, pria itu menerima sebuah pesan dari seseorang melalui aplikasi whatsapp.Dia tersenyum melihat foto yang tampil di layar ponsel. Di foto itu tampak sepuluh anak-anak dengan usia sekitar tiga hingga sepuluh tahun berdiri dengan rapi. Ada juga lima orang mendampingi, dua orang berusia paruh baya sementara tiga lagi masih muda. Beberapa di antara mereka sedang menggendong bayi berusia lima bulan hingga satu tahun.“Nggak sabar menunggu saatnya tiba,” gumam Bran melangkah menuju pintu.Tiba di luar ruangan, dia melihat Pak Habib telah standby dengan sebuah tablet pipih di tangan.“Berangkat sekarang, Pak,” ujar Brandon memberi kode agar Pak Habib ikut dengannya.Pria berusia enam puluh tahunan itu berjalan di belakang bosnya dengan tenang. Hari ini keduanya berencana memantau proyek yan

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 19: Mendadak Manja

    AriniSenyuman mengambang di wajah cantik milik Iin saat melihat El dan Al duduk di ruang tamu. Kedua remaja itu langsung berlari menghampirinya. Tanpa basa-basi mereka memeluk erat sang Ibu.Seperti biasa Arini memberi kecupan di kening keduanya bergantian.“Tumben tungguin Mami pulang di sini?” tanya Arini bingung.“Kangen sama Mami,” jawab Al bergelayut manja di lengan Iin.“Sama, kangen pelukan Mami,” imbuh El tak kalah manja.Arini duduk di sofa melepas penat setelah bekerja seharian di kantor.Tahu Ibunya kelelahan, El dan Al langsung memberi pijatan di pundak hingga lengan Iin tanpa diberi komando. Wanita berusia pertengahan empat puluh itu kembali mengulas senyum lembut keibuan. Dia mengamati kedua buah hatinya lekat satu per satu.“Papi kok nggak pulang sama Mami?” selidik Al setelah hening beberapa menit.“Papi lagi ke luar kota dari tadi pagi. Ngecek proyek di Tangerang,” sahut Iin menyandarkan punggung di sofa sembari menikmati pijatan yang diberikan El dan Al.“Emang lagi

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 18: Prasangka

    ElfarehzaAlyssa tersenyum lembut sambil menepuk pelan pundak kakaknya. Dia tahu saat ini El masih kesal, karena Brandon kembali menjual motor yang dibelikan oleh Sandy sepuluh hari yang lalu. Apalagi dalam minggu depan mereka akan pindah rumah. Arini terpaksa menyetujui keinginan Bran untuk tinggal terpisah dari kedua orang tuanya.“Mau sampai kapan Abang diemin Papi?” tanya Al ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju sekolah.Pemuda itu mengangkat bahu sambil mendesah pelan.“Udah dua hari loh, Bang. Lebih dari tiga hari udah dosa, apalagi sama orang tua sendiri,” tanggap Al berusaha menasihati kakaknya.“Kamu nggak ngerti sih perasaan Abang sekarang.”“Siapa bilang nggak ngerti? Aku tahu kok, ‘kan ikut menikmati juga kalau Abang punya motor.”El menatap malas adiknya, kemudian melengos ke sisi kiri jalan.“Aku ketemu sama Tante Moza waktu ke mall hari Minggu kemarin,” ungkap Al membuat El kembali melihat ke arahnya.“Oya? Kok nggak cerita sih?” protes El menyipitkan mata. “Udah

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 17: Gelas Retak

    Arini dan BrandonSesosok tubuh tampak menggeliat di balik selimut. Dia meregangkan tangan ke atas sambil sesekali menguap. Perjalanan panjang dari ujung timur Indonesia menuju Jakarta membuat tubuh terasa pegal.“Good morning, My Angel,” sapa Bran ketika merasakan gerakan tempat tidur.Dia beringsut mendekat istrinya, lantas memberi pelukan erat.“Kamu udah bangun?” gumam Iin dengan suara serak khas bangun tidur.“Baru aja bangun. Kalau masih capek tidur lagi aja.”Arini mengalihkan pandangan ke sisi kanan dinding kamar. “Udah jam 04.00, Sayang. Sebentar lagi subuh.”“30 menit lagi, In. Kamu masih bisa tidur.”Iin memutar balik tubuh, lalu memeluk suaminya erat. Dia menenggelamkan kepala di dada bidang Bran yang terbungkus baju kaus putih polos. Penggalan kejadian memalukan ketika berada di daerah Misool kembali berputar di pikiran.Hingga detik ini, Arini belum menceritakannya kepada Brandon. Dia memilih untuk merahasiakan hal ini, karena tidak ingin membuat pria itu khawatir.“Udah

DMCA.com Protection Status