Share

BAB 4: Permintaan Mertua

Author: LeeNaGie
last update Last Updated: 2024-11-07 23:21:58

Arini dan Brandon

Ketika ingin menjawab pertanyaan Lisa, Sandy tiba-tiba muncul dari ruang keluarga. Dia duduk di samping istri tercinta, berhadapan dengan Brandon dan Arini.

“Papa mau bicara sesuatu dengan kalian,” cetusnya melihat Bran dan Iin bergantian.

Suami istri itu mengangguk serentak, lantas memilih fokus dengan apa yang dikatakan oleh Sandy.

“Dulu, niat Papa membangun rumah sebesar ini agar bisa berkumpul dengan anak dan cucu.” Sandy kembali melihat anak dan menantunya. “Rumah ini terlalu besar untuk kami tinggali berdua. Terasa sepi juga tidak ada canda dan tawa anak-anak. Apa kalian mau pindah ke sini?”

Rupanya Sandy mengutarakan hal yang sama dengan Lisa. Di usia yang tak lagi muda, kakek dan nenek itu merasa kesepian di sana, sehingga ingin menghabiskan hari tua bersama anak dan cucu.

Arini dan Bran kembali saling berpandangan.

“Aku akan diskusikan hal ini dulu dengan Iin, Pa. Tadi Mama juga udah bilang begitu,” tanggap Brandon.

Sandy dan Lisa sama-sama mengangguk paham. Tidak mudah memang meminta Bran kembali lagi ke rumah keluarga Harun, setelah apa yang terjadi belasan tahun lalu. Pria itu membawa kepingan hati yang hancur ketika tahu Sandy menikah lagi dengan perempuan lain. Hanya Arini yang selalu setia menemaninya kala itu.

“Cantik banget sih ponakan Auntie.” Terdengar suara Gadis dari sela pembatas ruang tamu dan ruang keluarga.

Gadis melangkah menuju sofa sambil menggendong Al.

“Al udah berat, Dis. Suruh jalan aja,” ujar Bran.

“Jadi panggilannya Al ya, Cantik? Auntie tadi bingung mau panggil kamu apa, karena panggil Lisa nggak enak. Nama nenek kamu soalnya,” celetuk Gadis kepada Al.

Arini dan Brandon memang sengaja memberikan nama yang mirip dengan Lisa, sebagai wujud kasih sayang mereka kepada wanita hebat itu. Seorang Ibu yang penuh kehangatan dan penyayang.

“Iya, An … Tante,” sahut Al tersenyum manis memperlihatkan lubang memanjang di kedua belah pipi.

“Ya ampun, Rin. Al punya lesung pipi kayak kamu loh. Cantik banget. Sayang Cliff nggak di sini.”

“Apa hubungannya dengan Cliff, Dis?” Brandon menatap sepupunya curiga.

“Ya kali aja mereka bisa dijodohkan. Boleh ‘kan ya, Om?” sahut Gadis mengerling ke arah Sandy.

“Secara agama dan hukum boleh,” kata Sandy disambut dengan senyum semringah Gadis.

“Tuh boleh, ‘kan,” cibir Gadis.

Meski sudah sama-sama dewasa, tidak ada yang berubah dengan mereka. Keduanya masih sering berdebat seperti dulu.

“Mereka masih kecil, Dis. Terlalu dini membahas hal ini,” protes Bran dengan wajah mengerucut.

Arini tertawa melihat paras suaminya. “Dia selalu sensi kalau bahas beginian, Kak. Waktu Al masih umur enam bulan aja udah kelihatan over protective-nya.

Gadis berdecak sambil geleng-geleng kepala. “Parah banget lo, Ngeng. Kasihan El dan Al dong kalau udah gede.”

“Mungkin efek Papinya dulu kali, Dis,” komentar Lisa tersenyum usil kepada Bran.

“Sayang, sebaiknya kita pulang sekarang. Suasana semakin nggak kondusif nih,” ajak Brandon melihat Arini, karena merasa dipojokkan.

“Nggak mau ah. Orang aku masih kangen sama Papa Mama kok diajak pulang?”

Bran mendesah pelan ketika strategi untuk melarikan diri tidak berhasil. Lisa, Sandy, Gadis dan Arini tertawa melihat sifat Brandon yang masih sama seperti dulu.

“Ngeng jangan lupa ajak Arini dan anak-anak ke Aussie ya? Ntar gue ajak main keliling Sydney dan Melbourne deh.”

Insya Allah ya, Dis. Ntar gue cari waktu yang tepat dulu, sekarang masih susah ke mana-mana karena lagi banyak proyek,” tutur Bran.

“Benar, Dis. Perusahaan sejak di-handle Bran semakin berkembang pesat. Belum lagi garment sekarang juga sedang naik.” Sandy angkat bicara.

Perusahaan The Harun’s Group memang sedang memasuki masa jaya saat ini, bahkan omset-nya jauh lebih besar dibandingkan dulu.

“Semua nggak lepas dari saran Iin, Pa. Dia yang sering kasih masukan untuk proyek,” desis Bran sambil menggenggam jemari istrinya.

“Kamu hebat, Rin. Sudah waktunya kembali ke perusahaan berarti.” Sandy mengalihkan paras ke arah menantunya.

Arini memberi senyuman kepada ayah mertuanya. Dia masih belum bisa memutuskan apakah kembali lagi ke perusahaan atau tidak. Dulu, Iin pernah bekerja di sana sebagai sekretaris Brandon saat mengelola anak perusahaan. Tepatnya sebelum hamil El.

“Nanti aku diskusikan dengan Bran ya, Pa.”

Mereka kembali berbincang membahas berbagai hal. Arini memanfaatkan momen pertemuan ini sebagai melepas rindu dengan Gadis, setelah lama tidak bersua.

***

Tiba di apartemen, Arini, Bran dan Farzan duduk di ruang tamu. Sementara Al dan El memilih bermain di sisi ruangan lainnya.

“Farzan.” Arini menatap lekat adik iparnya. “Tadi Mommy minta kakak carikan rumah untuknya setelah keluar nanti.”

Bran memilih diam dan membiarkan Iin berbicara dengan Farzan, karena sejak dulu anak itu selalu mendengarkan apa yang dikatakan Arini.

“Setelah mempertimbangan berbagai hal, kayaknya Kakak akan cari tempat tinggal di luar daerah Jakarta. Yogyakarta atau Bali misalnya. Kamu keberatan nggak?” sambung Arini lagi.

Kepala Farzan menggeleng pelan. “Aku serahkan sama Kakak dan Mas aja. Kalau Mommy tinggal di dekat sini, khawatir nanti susahin Papa,” tanggap Farzan dengan sikap dewasanya.

Dia tahu apa yang akan terjadi jika Ayu tinggal berdekatan dengan Sandy. Farzan tidak ingin Lisa terluka lagi dengan kehadiran ibu kandungnya itu.

“Kalau kamu ingin bertemu Mommy, nanti bisa terbang ke sana, Dek,” usul Iin.

“Aku nggak mau ketemu Mommy lagi, Kak. Keluargaku ada di sini. Kakak, Mas Brandon, Papa, Mama, El dan Al. Kalian semua udah cukup bagiku,” papar Farzan tersenyum lembut.

Arini tersenyum kecut, karena tidak sepenuhnya setuju dengan perkataan Farzan. Untuk saat ini, dia memilih diam dulu sambil terus menasihati Farzan pelan-pelan. Setelah berdiskusi, mereka kembali ke kamar masing-masing.

Brandon mengamati Arini sedang berganti pakaian. Pandangannya tidak lepas dari tubuh istrinya yang masih terlihat sama meski telah memberi dua orang anak. Tidak ada yang berubah dari wanita itu.

“Kamu kenapa sih lihatin aku kayak gitu?” risik Iin.

Pria itu tersenyum nakal, lantas menarik tangan Iin sehingga terjatuh di lengan kekarnya.

“Aku pengin aja lihat kamu begini. Rasanya kembali saat awal-awal kita bersama,” bisik Bran sembari memberi kecupan kecil di pinggir leher istrinya.

“Bran, aku belum mandi loh ini,” protes Iin menahan geli.

“Nanti aja. Aku mau begini dulu.” Bran masih melanjutkan aksinya. “Nyesel deh waktu itu sebut kamu kutilangdara.”

“Rasain kemakan omongan sendiri,” ledek Arini di sela napas yang mulai tidak teratur.

“Kamu juga, Sayang. Kita berdua sama-sama kemakan omongan sendiri.”

Arini tertawa pelan, lantas kembali menikmati perlakuan suaminya.

“Eh, kamu nggak mau begituan sekarang, ‘kan?” desah Arini.

“Aku mau. Gimana dong?”

“Masih sore, Sayang. Kalau anak-anak masuk gimana?”

“Pintu dikunci, In.”

“Maksud aku, kalau anak-anak pengin ketemu gimana?”

Bran menghentikan aksinya sambil mengembuskan napas berat. Dia seperti masih belum puas bermesraan dengan sang Istri.

“Ya udah, ntar malam ya?” goda Bran tersenyum nakal.

Arini tersenyum sambil berdecak, lantas mengambil pakaian sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi. Banyak hal yang harus mereka bahas malam ini, mulai dari Ayu yang sebentar lagi akan keluar dari penjara hingga permintaan kedua orang tua Bran tadi.

“Kamu mau mandi sekarang atau nanti, Sayang?” tanya Iin setelah kembali dari kamar mandi.

“Ntar aja deh. Kita diskusi yang tadi dulu,” jawab Bran sambil meraih tangan istrinya.

Arini duduk di pinggir tempat tidur, tepat di samping Bran.

“Kamu mau kembali lagi ke perusahaan?” Bran memandangi wajah polos Arini lekat.

Meski tanpa menggunakan make up kecantikannya masih terpancar.

“Aku khawatir nggak bisa handle perusahaan dengan benar, Bran,” cetus Iin.

“Nggak bisa gimana? Usaha katering kamu berkembang pesat loh.”

“Beda bidang, Sayang.” Arini menangkupkan kedua daun tangan di pipi. “Tapi, kalau kamu butuh aku untuk mendampingi. Apa boleh buat. Apapun akan kulakukan demi kamu.”

Senyuman terbit di wajah Bran.

“Tapi dengan satu syarat,” lanjut Arini.

Raut paras Bran berganti bingung sekarang. “Syarat apa?”

“Aku mau kerja di perusahaan, jika kamu setuju pindah ke Menteng Dalam.”

Bersambung....

Related chapters

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 5: Belajar Puasa

    Arini dan BrandonDua bulan kemudianSepasang mata cokelat lebar mulai mengerjap. Tangan terangkat ke atas seiringan dengan kaki yang meregang menghalau pegal karena posisi tidur yang kurang pas. Senyuman terbit di wajah ketika melihat sang Suami masih tertidur pulas di samping.“Gaya tidurnya dari dulu nggak pernah berubah,” gumam Arini dengan wajah masih dihiasi senyuman.Sebuah kecupan diberikan di bibir Bran. Sesaat kemudian, Iin meraih ponsel dari atas nakas melihat jam.“Udah waktunya masak,” desisnya ketika melihat waktu menunjukkan pukul 03.00.Hari ini adalah hari pertama berpuasa. Ramadan pertama juga bagi Al puasa, sementara kali kedua bagi El.Ketika ingin beranjak dari tempat tidur, tiba-tiba sepasang tangan telah mendekapnya erat. Senyuman kembali menghiasi wajah cantik Arini.“Kamu udah bangun?”Bran menganggukkan kepala di atas bahu kanan istrinya. “Waktu kamu cium bibirku tadi.”“Aku masak buat sahut dulu ya. Kamu tidur lagi aja, nanti aku bangunin kalau udah selesai

    Last Updated : 2024-11-21
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 6: Goes to School

    ElfarehzaDelapan tahun kemudianEl tampak berdiri di depan cermin memastikan pakaian telah terpasang dengan rapi sebelum berangkat ke sekolah. Rambut hitam tebal tersisir rapi dengan belah pinggir. Dasi berwarna abu-abu menggantung di bagian tengah bawah leher. Sebuah senyuman terbit di wajah setelah menyeka pinggir rambut yang lebih pendek.“Sarapan dulu, El.” Terdengar suara lembut sang Ibu memanggil dari luar kamar.“Ya, Mi. Sebentar lagi aku turun,” sahutnya bergegas mengambil tas ransel berwarna biru dongker dari meja belajar.Dengan ringan kaki panjang El melangkah menuruni anak tangga menuju lantai dasar kediaman keluarga Harun.Selama delapan tahun terakhir, Brandon beserta anak dan istri tinggal di kediaman keluarganya. Rumah yang tadi sepi menjadi ramai dengan kehadiran kedua cucu keluarga Harun dan juga Farzan.Ah, mengenai Farzan. Anak itu kini tumbuh menjadi pemuda yang tampan, tidak kalah dari Brandon sewaktu muda. Sekarang Farzan menempuh pendidikan S1 Teknik Mesin (Me

    Last Updated : 2024-11-24
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 7: Diam-diam Diperhatikan

    ElfarehzaNetra cokelat El melihat Arini dan Brandon bergantian ketika sedang duduk di meja makan. Bibirnya sedikit terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi kembali tertutup. Dia memilih menandaskan sarapan terlebih dahulu, sebelum berbicara dengan kedua orang tuanya.“Papi.” El bersuara ketika melihat Bran menyeka sudut bibir dengan serbet.“Kenapa, El?” Brandon mengalihkan pandangan kepada putranya.“Belikan motor dong, Pi. Masa aku ke sekolah dianterin supir terus?” desisnya takut.Bran mendesah pelan lantas meletakkan serbet di atas meja. Mata sayunya menatap lekat El.“Kamu masih belum cukup umur untuk dibelikan motor, El.”“Teman-temanku semua pakai kendaraan sendiri ke sekolah. Cuma aku aja yang masih dianterin supir. Belikan ya, Pi,” pinta El dengan sorot memelas.Brandon menggeleng tegas. “Papi udah bilang sebelumnya, ‘kan? Kamu dibelikan kendaraan setelah cukup umur.”“Tapi, Pi—”“Nggak ada tapi, El! Sekali Papi bilang A ya harus A, nggak bisa ditawar lagi! Mengerti?”

    Last Updated : 2024-11-25
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 8: Diselimuti Dilema

    Elfarehza“Woi, ngapain lo duduk di sini?” tegur Hariz sambil menepuk kedua pundak El.“Eh, lo Riz,” sahut El menoleh ke belakang.Hariz langsung duduk di samping El. Mereka berdua sekarang berada di area atap sekolah, salah satu tempat para favorit siswa menghabiskan waktu di luar jam pelajaran.Kebiasaan El hampir sama dengan kedua orang tuanya ketika masih bersekolah dulu. Memilih duduk di puncak tertinggi gedung saat tidak ada jam pelajaran. Tempat ini juga menjadi saksi kebersamaan Arini dan Brandon ketika masih menjalin persahabatan.“Ngapain bengong di sini, entar kesambet loh,” ledek Hariz.“Lagi kesal aja,” ujar El dengan kedua tangan memegang pinggir bangku besi di samping tubuh.“Kesal kenapa?”El menarik napas pelan, lantas mendongakkan kepala ke atas sehingga netra cokelatnya bisa melihat langit yang diselimuti awan kelabu.“Gue udah coba lagi minta dibelikan motor sama Bokap, tapi nggak berhasil,” ungkap El lesu.“Sabar, Bro. Berarti lo memang ditakdirkan ke sekolah dian

    Last Updated : 2024-11-26
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 9: Tentang Perasaan

    Elfarehza dan AlyssaEl termenung menunggu Al di depan gedung. Dia berharap bisa bertemu lagi dengan gadis yang mampu mencuri perhatiannya. Selama ini El tidak pernah dekat dengan siswi manapun, berbeda dengan Brandon dulu saat seusianya.“Lama banget sih, Dek,” keluh El begitu melihat Al keluar dari pintu gedung.“Tadi aku … ngobrol sama teman dulu,” sahut Al.Mereka berdua sekarang melangkah menuju gerbang. Mobil pasti sudah standby di sana.“Eh, sebentar,” tahan El menarik tangan adiknya.Kening Al berkerut bingung. “Ada yang ketinggalan?”Senyuman terbit di bibir El. “Jadi namanya Syifa ya?”Al memutar bola mata malas. “Aku udah jawab dari tadi, Bang. Namanya As-syifa Syauqiyyah, satu kelas sama aku.”“Kamu dekat nggak sama dia?”Gadis itu menyenggol lengan El sambil mengerling usil. “Abang suka ya sama dia? Aku bilangin Papi loh.”El panik seketika, lantas memegang tangan Al. “Jangan bilang Papi dong, Dek. Nggak seru nih kamu.”“Bercanda kok, Bang. Habis dari tadi kepo mulu. Tany

    Last Updated : 2024-11-27
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 10: Membangun Kepercayaan

    Arini dan BrandonArini duduk di ruang tamu menunggu Brandon pulang. Dia sudah rapi mengenakan dress panjang dengan lengan hingga siku. Rambut hitam panjang dibiarkan tergerai hingga pinggang. Iin selalu berpenampilan seperti itu ketika berada di dalam rumah, berbeda jauh ketika bepergian. Wanita itu ingin selalu tampak cantik di depan suaminya.“Cie … yang lagi nungguin Papi datang,” goda Al ketika berada di anak tangga paling bawah.Iin tersipu malu mendengar perkataan putrinya.“Kayak lagi nungguin pacar deh, Mi.” Al melangkah mendekati ibunya, lantas duduk di samping kanan Arini.Mata cokelat lebar Iin menyipit. “Kamu jangan-jangan sama kayak El ya? Lagi ada yang disukai?”“Ih, enggak lah ya. Ngeri kalau ketahuan Papi. Bisa ngamuk entar,” sahut Al bergidik.Iin tergelak pelan.“Mami nggak pernah bosan ya ketemu sama Papi terus? Sejak SMA selalu barengan loh,” tanya Al tanpa bisa menutupi rasa penasaran.“Hmmm … Gimana ya?” Arini pura-pura berpikir sambil menepuk dagu dengan ujung

    Last Updated : 2024-11-28
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 11: Keterpaksaan

    El dan AlEl mondar-mandir di depan kamar kedua orang tuanya sebelum sarapan. Dia ingin bertanya, apakah Arini sudah berbicara dengan Brandon tentang motor atau belum. Sejak tadi malam, rasa penasaran terus melanda.Tak lama kemudian, Arini muncul ketika pintu kamar terbuka. Wanita itu telah rapi mengenakan gaun rumah yang biasa membalut tubuhnya sehari-hari.“Wah, Abang udah rapi nih,” sapa Arini tersenyum lembut.Anak itu menarik tangan ibunya menjauh dari kamar.“Mami udah ngomong sama Papi?” tanya El tak sabaran.Arini menggeleng pelan. “Mami belum ngomong masalah motor, Sayang. Tadi malam hanya ngobrol tentang kamu dan Al aja. Pelan-pelan dulu ya?”Tampak raut kecewa di wajah El mendengar jawaban Arini.“Kamu nggak boleh gitu, Prince. Mami masih berusaha ngomong sama Papi, tapi pelan-pelan.” Iin mengusap lengan El. “Sabar ya.”“El udah sabar, Mi. Mintanya dari enam bulan lalu, ‘kan?”“Berarti kamu harus ekstra sabar lagi. Berlatih lebih sabar ya, Sayang,” tutur Arini sembari meng

    Last Updated : 2024-12-01
  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 12: Forgetness

    Arini dan BrandonArini meregangkan tangan ke atas setelah mempelajari beberapa proposal kerja sama proyek pembangunan resort. Dia mengurut pundak yang terasa pegal. Hari ini banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Pagi hari ada tiga meeting, setelah istirahat makan siang disambut dengan beberapa dokumen proyek dan proposal yang harus dipelajari.Tilikan mata cokelat lebarnya beralih ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 15.00. Sesaat kemudian Iin teringat dengan janji yang telah diucapkan kepada El dan Al untuk membuatkan masakan kesukaan mereka.“Astaghfirullah, kayaknya nggak bisa pulang cepat,” gumamnya pada diri sendiri.Wanita berparas cantik itu segera meraih tas dan mengambil ponsel dari sana.“Lho kok ponselnya nggak ada?” desis Iin panik.Dia mencari di dalam laci, tetap tidak menemukan ponselnya. Di atas meja juga tidak ada.“Apa gue nggak bawa dari pagi ya?” desahnya pelan.Tangannya kemudian beranjak mengambil gagang telepon kantor di sisi kanan meja kerja. Baru sa

    Last Updated : 2024-12-02

Latest chapter

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 50: Still Like Just Married

    ElfarehzaEl tersenyum melihat Arini yang masih berkutat dengan papan Scrabble. Sejak lima belas menit yang lalu wanita itu memikirkan bagaimana menyusun abjad menjadi sebuah kata.“Payung,” ujar El menukar letak huruf Y dan G yang salah.Arini menoleh ke arah El dengan kening berkerut.“Payung, Mami. Yang biasa kita pakai lagi hujan.”Wanita paruh baya itu mengangguk cepat, kemudian kembali lagi melihat papan Scrabble.“Sekarang mainnya udah dulu ya, Mi. Ada yang mau aku ceritakan sama Mami.” El memegang lengan sang Ibu kemudian membantunya duduk di sofa.Arini melihat putranya dengan tersenyum samar. Sejak beberapa bulan terakhir ini, dia mengalami penurunan dalam mengucapkan kosa kata. Iin memilih banyak diam dan mendengar cerita El dan Bran, termasuk Al yang baru menikah lima bulan yang lalu.“Mami masih ingat nggak dulu aku pernah cerita tentang perempuan yang disu

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 49: The Wedding Day

    Arini dan BrandonDua tahun berlalu setelah Brandon mengetahui apa yang terjadi antara Arini dan Farzan. Sejak saat itu, Farzan jarang pulang ke rumah. Hubungannya dengan sang Kakak tidak lagi sebaik dulu.Ketika ingatan membaik, Iin menanyakan kenapa Farzan tidak berkunjung? Bran mengatakan adiknya sedang sibuk dengan pekerjaan, sehingga hanya bisa datang satu kali dalam sebulan. Selama berada di kediaman keluarga Harun, Farzan hanya berinteraksi sekedarnya dengan Arini.Hari ini akan menjadi hari yang bersejarah bagi Alyssa. Tepat satu bulan lalu, Alfatih datang melamar bersama dengan kedua orang tua. Pria itu menunaikan janji untuk menikahi Al empat tahun setelah hari pertama kunjungannya ke Menteng Dalam.Selama empat tahun nyaris tidak ada komunikasi secara langsung yang terjalin antara Alyssa dan Fatih. Keduanya hanya mendapatkan kabar melalui kedua kakak masing-masing. Mereka terkesan sedikit kuno, tapi begitulah Fatih yang memegan

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 48: Pengakuan Farzan

    BrandonSejak tadi pikiran Brandon tidak tenang. Dia menduga kemungkinan yang terjadi antara Arini dan Farzan dua tahun silam. Pria itu tidak bisa marah dengan Iin, karena penyakit yang dideritanya. Apalagi saat itu sang Istri juga pernah salah mengenali putranya sendiri.Selepas salat Isya, Brandon meminta Arini tidur terlebih dahulu. Dia memutuskan untuk menunggu Farzan datang. Hari ini adiknya pulang ke Menteng Dalam.Setelah lulus dari Zurich, Farzan memilih tinggal di apartemen yang dekat dengan tempatnya bekerja di daerah Cikarang. Pemuda itu baru bisa pulang ke Menteng Dalam setiap akhir minggu.Brandon menggoyang-goyangkan tangan di depan wajah Arini untuk memastikan apakah telah tidur atau belum? Perlahan-lahan, dia turun dari tempat tidur lalu bergerak ke luar kamar.Farzan pasti udah di rumah. Aku harus menanyakan langsung apa yang sebenarnya terjadi, batin Brandon tidak tenang.Langkah pria itu terus berlanjut menuju kamar adiknya yang berada di lantai dua. Bran melihat pi

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 47: Pengakuan Arini

    AriniDua tahun kemudian“Ayo, Mi. Coba sambung lagi kata-katanya,” cetus Al menyemangati Arini.Gadis itu sedang bermain scrabble di ruang keluarga bersama dengan El dan Arini, sembari menunggu Brandon pulang kantor. Mereka sekarang menyusun kosa kata dalam bahasa Indonesia.Arini berpikir lama agar bisa membentuk satu kata yang pas dengan kepingan huruf yang sudah tersusun. Dia mengambil huruf C, kemudian huruf T. Setelah diletakkan huruf ketiga, Iin tersenyum puas.El dan Al saling berpandangan saat membaca huruf tersebut tertukar tempat sehingga tidak bisa dibaca dengan benar.“Huruf T ditaruh sebelah sini, Mi.” Al meletakkan huruf T di samping huruf N. “Nah ini masih kurang G.”Setelah dibenarkan posisinya, baru terbentuk satu kata ‘Canting’.Begitulah perkembangan penyakit Arini sekarang. Kemampuan menyusun kata dan kalimat mulai mengalami penurunan. Dia sering lupa dengan ejaan kata. Bukan hanya itu, terkadang Iin tidak bisa menyusun kalimat yang seharusnya.“Mami besok mau aku

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 46: Perasaan yang Terdalam

    AriniDua bulan kemudianSelama dua bulan ini Brandon dan kedua anak-anaknya lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Arini. Banyak hal yang dilakukan mereka ketika waktu senggang, salah satunya bermain Scrabble dan mengisi buku TTS. Sudah banyak buku TTS yang telah diisi Iin. Untungnya kegiatan tersebut bisa memperlambat menurunnya kemampuan berbahasa wanita itu.Rencana jalan-jalan ke Swiss terpaksa dibatalkan, karena kondisi kesehatan Arini. Bran khawatir jika istrinya pergi dan tersesat sendirian di negeri orang. Dia bisa saja mengendap-endap pergi tanpa sepetahuan Bran.“Abang Farzan kok lama banget ya, Mi? Bukannya udah sampai Jakarta siang ini?” celetuk Al melihat tak sabar ke arah jam dinding.Arini mengangkat bahu, lalu mengambil ponsel. Dia menghubungi adik kesayangannya.“Halo, Kakak Cantik.” Terdengar suara bariton Farzan dari ujung telepon.Wanita itu tergelak mendengar pujian yang selalu dilontarkan adiknya. “Kamu udah di mana, Dek? Ada yang dari tadi ngedumel terus

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 45: Keberanian Mengutarakan Niat Mulia

    AlyssaPandangan netra hitam Alyssa bergerak menyapu taman belakang sekolah. Ada beberapa siswa duduk santai di sana sambil bercengkerama. Beberapa di antara mereka lesehan di atas rumput hijau yang bersih dan segar, sebagian lain duduk di kursi seperti dirinya dan Fatih sekarang.“Makasih udah mau ngobrol, Kak,” ucap Al memecah keheningan. Dia menoleh sekilas sambil mengulas senyum.“Pasti ada hal penting yang mau kamu bicarakan ya?” tebak Fatih to the point. Selama ini mereka hanya berkomunikasi jika ada hal penting yang ingin dibahas.Al mengangguk pelan, kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan. Dia berpikir beberapa detik sebelum mengutarakan maksudnya mengajak Fatih berbicara.“Mami dan Papi … mau ketemu sama, Kakak,” ungkap Al hati-hati.“Katanya mau ucapin terima kasih karena udah tolong aku waktu itu,” sambung Al cepat antisipasi jika Fatih salah paham.Pemuda itu tertawa pelan membuat kening Al berkerut.“Oke. Mau ketemu kapan?” sahutnya santai tanpa beban.Al semakin d

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 44: Pengakuan

    Brandon dan AriniArini sedang memandang suaminya yang masih tertidur lelap. Dia memeluk erat Brandon, lalu memberi kecupan di dada bidang itu.“Maaf udah ngerepotin kamu akhir-akhir ini, Bran. Aku mulai lupa banyak hal, tapi kamu yang sering ingetin,” bisik Arini mendongakkan kepala.Dia tersenyum ketika ingat Bran tidak pernah mengeluh dengan penyakitnya. Dua hari yang lalu Iin sempat lupa mematikan kompor ketika memasak di dapur. Alhasil sekarang Brandon melarang dirinya membuatkan makanan.“Aku ‘kan udah bilang akan jadi pengingat saat kamu lupa, Sayang,” gumam Bran dengan mata tertutup.“Kamu udah bangun ya?”Brandon mengangguk, lalu mengangkat tubuh ramping itu ke atas sehingga kepala mereka sejajar. Netra sayunya perlahan terbuka. Senyum lembut tergambar di parasnya.“Hari ini kita jalan-jalan yuk! Ajak anak-anak sekalian,” usul Brandon.“Mau jalan-jalan ke mana?”“Ke puncak? Anak-anak juga udah selesai ujian ‘kan?”“Udah. Tapi Al katanya mau ngomong sama kita.” Arini menarik n

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 43: Will Always by Her Side

    BrandonEmpat pasang mata kini melihat Bran dengan saksama. Mereka menanti penjelasan dari pria itu. Sejak berada di rumah singgah tadi, Lisa, Sandy, El dan Al menahan diri untuk tidak bertanya apapun.“Bisa jelaskan apa yang terjadi, Bran?” pinta Lisa dengan tatapan menuntut.Sandy, El dan Al berbagi sorot mata yang sama dengan Lisa.Brandon menarik napas berat, kemudian mengangguk. “Nanti kita bicara. Sekarang mau ajak Iin tidur dulu.”“Janji ya, Pi,” harap Al.“Papi janji akan ke sini lagi setelah Mami tidur,” sahut Brandon kemudian beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Pria itu melihat Iin terduduk di pinggir kasur sambil menumpu kening dengan kedua tangan. Wanita itu sadar apa yang terjadi di rumah singgah tadi sore bisa menimbulkan kecurigaan anak-anak dan juga mertuanya.“Kenapa aku sampai kayak tadi, Bran? Harusnya nggak begitu, ‘kan?” sesal Iin menatap sendu.Raut wajahnya tampak kacau, karena tidak ingin ada yang tahu tentang penyakitnya.Brandon langsung memeluk istrin

  • Just Married (Trilogi Just Seri-3)   BAB 42: Kepingan yang Mulai Hilang

    Brandon dan AriniUltah pernikahanBeberapa jam menjelang pesta ulang tahun pernikahan Brandon dan Arini diadakan, seluruh keluarga Harun bersiap-siap berangkat ke tempat tujuan. Bran meminta Al, El dan Kakek Neneknya untuk berangkat terlebih dahulu ke Poris.“Kamu berangkat pake mobil sama Nenek Kakek. Motor tinggal di rumah aja,” ujar Brandon pagi tadi.Motor? Yup! Brandon akhirnya membelikan motor Honda CBR keluaran terbaru untuk El. Jangan ditanyakan lagi bagaimana bahagianya anak itu saat diajak pergi ke dealer motor dua hari yang lalu. Pemuda itu tak menyangka kalau Bran bisa berubah pikiran.“Mami kamu yang bujuk Papi agar belikan motor ini. Sebenarnya Papi ingin belikan waktu kembali dari Raja Ampat, tapi nggak jadi karena keduluan Kakek,” ungkap Bran saat mereka berada di dealer.Kembali lagi ke pagi tadi.“Ya udah. Nanti ada teman-teman El yang ikut juga, Pi. Sekalian katanya ngumpul di sini.”“Oke. Papi nanti minta supir antarkan. Perlu berapa mobil?”“Dua aja cukup, Pi. Ng

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status