Sambil mengusap pipinya, Ardi bertanya kepada Ariel mengapa dia melakukan hal seperti itu.
"Kenapa aku tiba-tiba dipukulin? kalau cuma gara-gara menguping, seharusnya jangan sampai seperti itu".
"Ini bukan cuma gara-gara kamu menguping, tapi ini adalah balas dendam karena kamu sudah mengintip kami saat itu". Jawab Ariel.
Henry hanya bisa melihat mereka berdua, karena untuk menjadi penengah masalah tersebut haruslah bisa berpikir dengan cepat, soalnya Ariel dan Ardi adalah orang yang cukup pintar dalam berkata-kata. Dan jika dia membela salah satu dari mereka berdua, itu hanya akan membuat masalah baru baginya. Karena tidak tau harus melakukan apa lagi, Henry dengan cepat mendekat ke arah Jessy lalu meminta tolong padanya untuk membantu dia meleraikan Ardi dan Ariel. Jessy yang juga ingin bergegas untuk pergi ke rumah temannya itu akhirnya membantu Henry meleraikan mereka berdua. Henry mengira kalau Jessy benar-benar membantunya menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi, tapi ternyata Jessy hanya menarik tangan Ardi lalu menyuruhnya untuk segera berangkat ke rumah temannya. Henry hanya bisa melihat mereka berdua pergi tanpa mengucapkan apapun. Dan di samping itu, Ariel masih menatap sinis Ardi yang telah menjauh dari mereka berdua.
"Aku bingung sekali sama sahabat kamu itu, dari awal pertemuan dia selalu membuat aku kesal". Kata Ariel kepada Henry.
"Memangnya dia pernah membuat kamu kesal di hari sebelum-sebelumnya? yang aku tau itu cuman pada saat dia mengintip kalian aja". Tanya Henry.
"Susah aku jelasinnya, tapi enggak usah dipikirkan lagi, mending kita berdua makan dulu di tempat makan dekat sini".
Henry mengikuti ajakan dari Ariel yang ingin makan terlebih dahulu sebelum mereka pulang. Kemudian mereka berdua berjalan ke arah kendaraan milik Henry, dan Ariel merangkul tangannya Henry lalu menyenderkan kepalanya di bahu laki-laki itu sampai mereka tiba di parkiran yang berbeda.
Ardi saat ini sedang berada di rumah temannya Jessy, dan dia kelihatannya cukup bosan menunggu mereka berdua selesai mengerjakan tugas sekolahnya. Ketika tiba di tempat itu, sebenarnya Ardi berniat untuk langsung meninggalkan dia, tapi entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak jika meninggalkan Jessy di situ. Karena mengikuti perasaannya tersebut, lama-kelamaan akhirnya dia merasa bosan sendiri. Ingin segera pulang dari tempat itu, tapi Jessy mengatakan kalau pekerjaan mereka sedikit lagi akan selesai, sehingga dia terpaksa untuk menunggu sedikit lebih lama lagi.
Agar bisa menghilangkan kejenuhannya, Ardi menelepon Henry untuk bertanya tentang kejadian di tempat parkir tadi. Sebelum Jessy menarik tangannya, Ardi sebenarnya ingin bertanya kepada Henry dan Aurel tentang hubungan mereka berdua. Tapi sayangnya dia tidak sempat menanyakan hal tersebut.
Ardi membuka ponselnya lalu mencari nomor kontak Henry, lalu meneleponnya. Setelah lewat satu menit, akhirnya Henry mengangkat panggilan dari Ardi.
"Lama sekali, kamu lagi ngapain?". Kata Ardi dengan kesal.
"Memangnya ada kepentingan apa!? kalau enggak ada kepentingan, lebih baik enggak usah menelepon!". Suara seorang perempuan di balik panggilan tersebut. Ardi mengenal suara ini, ini adalah suara dari Ariel.
"Ariel? bagaimana bisa kamu yang menjawab panggilanku?". Tanya Ardi dengan terkejut. "Sebenarnya kalian itu ada hubungan apa?". Tambahnya.
"Dengar baik-baik ya, Aku sama Henry itu udah pacaran lebih dari satu bulan. Kami sama-sama menyembunyikan hubungan kami berdua, dan itu pun karena Henry memaksa untuk jangan di beritahukan kepada siapapun, termasuk teman-teman kami sendiri. Baiklah, segitu aja untuk penjelasannya, sekarang jangan ganggu kami berdua". Setelah mengatakan hal itu, Ariel langsung menutup panggilannya.
Setelah mengetahui kalau sahabatnya telah mempunyai kekasih, Ardi merenung sebentar dengan kehidupan percintaannya. Selama ini dia sama sekali belum pernah menjalin hubungan percintaan, dan sama sekali belum pernah mengajak kencan satupun perempuan . Setelah renungannya selesai, Ardi kemudian menatap Jessy cukup lama. Jessy yang risih dengan tatapannya itu akhirnya bertanya dengan dia apa masalahnya.
"Ardi, lebih lama lagi kamu melihat aku seperti itu, bakalan aku colok nanti!. Kamu kenapa sih? ada masalah apa?".
"Jessy, kamu suka nggak sama aku?". Pertanyaan Ardi tersebut sontak membuat Jessy dan temannya tertawa.
"Hahaha... Ardi, kamu kenapa tiba-tiba seperti itu? Apa jangan-jangan kamu itu iri melihat Henry sudah punya pasangannya tadi? sedangkan kamu yang sama sekali belum pernah kencan dengan perempuan". Ejek Jessy.
"Sudahlah, aku cuma bercanda. Lebih baik kamu cepat selesaikan pekerjaan kalian, aku sudah bosan berada disini terus". Kata Ardi mengalihkan pembicaraan.
"Ini juga sudah selesai kok". Jawab Jessy.
Kemudian Jessy dan temannya merapikan buku dan beberapa alat tulis mereka. Ardi yang mengetahui mereka berdua telah menyelesaikan pekerjaannya, kemudian langsung berjalan keluar dan duduk di motornya untuk menunggu Jessy.
Setelah berpamitan dengan temannya, Jessy kemudian berjalan ke arah Ardi.
"Ardi, kamu lapar nggak? kita makan dulu ya?." Kata Jessy kepadanya.
"Kenapa enggak langsung makan dirumah aja nanti". Jawab Ardi.
Jessy sebenarnya sangat lapar sekali, pada saat jam makan siang di sekolah, dia sama sekali tidak makan karena ada tugas yang harus dia kerjakan dari organisasi yang diikutinya, sedangkan rumah mereka berada cukup jauh dari tempat temannya tersebut. Agar Ardi setuju dengan bujukannya, dia menggunakan salah satu cara yang sangat ampuh.
"Ardi, nanti aku traktir deh". Kata Jessy dengan membisikkannya di telinga Ardi.
"Ayok!". Tanpa pikir panjang Ardi langsung setuju dan menyalakan sepeda motornya.
"Dasar!, Laki-laki zaman sekarang, mau cari yang enaknya aja".
Kemudian Jessy menaiki motor Ardi, dan mereka berangkat ke salah satu tempat makan yang ada di dekat situ.
Setelah sampai di tempat makan, Jessy langsung memesan makanan yang ada. Dia juga memesan makanan yang sama untuk Ardi, dengan alasan karena dia yang mentraktir.
Ardi merasa seperti dibohongi oleh Jessy, kalau dia di traktir, seharusnya dia bisa memesan dengan bebas makanan yang dia inginkan. Tapi mau bagaimanapun, Ardi tidak berani mengatakan hal tersebut, soalnya dia tau seperti apa sifat Jessy.
Setelah makanan mereka tiba, Jessy langsung memakan makanannya dengan lahap. Ardi yang melihat cara makan temannya itu berniat untuk menjahilinya. Pada saat Jessy ingin mengambil sepotong ayam yang ada di piring, Ardi dengan cepat menarik piring tersebut. Jessy yang melihat sikap Ardi seperti itu langsung memarahinya.
"Ardi!! Punya sopan santun nggak? Orang lagi makan kamu sempat aja ngelakuin hal seperti itu". Ujar Jessy sambil menatapnya dengan tajam.
"Maaf, aku kan cuma bercanda". Jawab Ardi menyesal.
Walaupun Ardi sudah meminta maaf, tapi Jessy masih tetap saja menatap dia. Tapi tatapan dari Jessy tersebut membuat Ardi berbalik menatap matanya. Semakin lama mereka berdua saling tatap, semakin berbeda juga perasaan yang dirasakan Ardi. Dia merasakan seperti ada hal yang aneh dengan temannya saat ini, dan dia juga bertanya-tanya pada dirinya sendiri mengapa mata Jessy sangat indah. Karena tidak ingin hanyut dengan rasa penasaran, Ardi memberanikan diri untuk bertanya kepada Jessy.
"Kenapa Jess? Aku merasa tatapan kamu itu berbeda dari beberapa saat tadi. Dan ngomong-ngomong juga, kenapa mata kamu bisa berubah menjadi seindah itu". Kata Ardi, dia mengatakan hal itu dengan bersungguh-sungguh.
'Ardi, menurut kamu aku itu seperti apa orangnya? Baik, pemarah, atau sombong?". Tanya Jessy kembali.
"Kamu itu orangnya baik, dan juga orang yang cukup sopan". Jawab Ardi.
Setelah mendengar jawaban Ardi, Jessy kembali melanjutkan makannya.
Ardi yang sudah tidak berani lagi menjahilinya, langsung memakan makanannya juga. Setelah pembicaraan tadi, mereka berdua sampai selesai makan sama sekali tidak mengatakan apapun. Ardi takut dia salah kata lagi nanti, sehingga dia hanya diam dan akan berbicara jika Jessy yang bertanya ataupun yang memulai pembicaraan terlebih dahulu. Setelah Jessy selesai membayar makanan makanan tersebut, dia langsung mengatakan kepada Ardi untuk segera pulang. Setelah mereka berada di motor Ardi, Jessy bertanya sesuatu kepadanya.
"Ardi, kamu tadi menatap mata aku kan?". Tanya Jessy.
"Iya, soalnya aku merasa ada yang berbeda dari kamu". Jawab Ardi.
"Aku suka sama kamu".
***
Dalam pikiran Ardi, dia merasa ini seperti deja vu."Kenapa perkataan ini seperti pernah aku dengar?" Kata Ardi dalam benaknya. "Ma-maksud kamu apa?" Tanya Ardi kepadanya. "Kalau aku mengatakan hal seperti itu, apa yang akan kamu lakukan?. Tanya Jessy kembali. "Enggak bakalan aku terima, soalnya aku sama sekali belum kepikiran untuk menjalin hubungan". Jawab Ardi. Jessy menghela napas lalu menasihati Ardi. "Ardi, kalau kamu mengatakan hal seperti itu kepada perempuan lain, dan dia memang menyimpan perasaan kepadamu, lalu kamu menolak kembali pada saat dia mengutarakan perasaannya, itu hanya akan membuat dia berada dalam kesedihan yang mendalam. Jadi sebaiknya, kalau kamu serius ya harus serius. Jangan jadikan perasaan seseorang sebagai mainan". "Memangnya aku udah buat apa?". Tanya Ardi kembali. "Kamu itu parah sekali. Tadi pada saat dirumah Rachel, kamu bertanya ke aku apakah mau jadi pacar kamu, iya kan?".
"Ardi, Ardi, bangun. . Kamu kenapa". Jessy menepuk-nepuk pipi Ardi agar segera bisa sadar dari tidurnya."Hah...? Jessy, kenapa aku bisa ada disini?". Tanya Ardi dengan rasa terkejut dan juga trauma."Tadi waktu aku mau ngasih makanan ini, aku dengar kamu teriak-teriak. Jadi aku masuk aja, soalnya pintu depan enggak kamu kunci. Kamu mimpi apa tadi?". Jelas Jessy sambil memberikan air yang dia ambil dari atas meja belajar Ardi.Setelah selesai minum, Ardi bertanya kembali pada Jessy."Jessy, apa kamu ada dikejar oleh preman pada saat kita pulang tadi?"."Preman? preman apa? setelah makan tadi, kita kan langsung pulang". Jawab Jessy."Syukurlah". Ardi langsung memeluk Jessy kemudian menangis. "Jessy, aku sangat takut, sangat takut. Kenapa aku selalu bermimpi buruk akhir-akhir ini, kenapa?". Dengan meneteskan air matanya, Ardi masih terus memeluk Jessy dengan erat."Ardi, mimpi buruk pasti pernah di alami oleh semua orang. Aku juga
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk