"Nama aku Nathan".
Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut.
"Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya.
"Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.
Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...
Buk....
Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk memukuli Nathan . Tapi dengan mudahnya Nathan bisa menangkis dan menahan serangan dari Jessy, dia bahkan terlihat seperti orang yang sangat hebat dalam bela diri.
Nathan mencengkeram tangan Jessy dengan kuat agar tidak bisa dilepaskan begitu saja olehnya.
"Ugh.. lepaskan". Ujar Jessy sedikit menjerit karena cengkeraman Nathan sangat kuat dan cukup sakit.
Nathan kemudian melepaskan cengkeramannya perlahan-lahan dan kemudian menghampiri Ardi yang tengah mematung. Jessy tidak tau apa yang dipikirkan oleh Nathan, tapi dia merasa kalau Nathan berniat untuk membantu Ardi menghilangkan rasa takutnya.
"Aku tidak tau darimana kamu bisa mengetahui identitas mereka. Tapi dari sikapmu aku melihat kalau engkau sudah melihat kejadian yang sangat buruk. Dan untuk menghilangkan rasa takutmu itu, aku menyarankan agar segera melupakannya". Ujar Nathan kepada Ardi.
Dalam benak Jessy, dia sangat marah karena apa yang dia harapkan ternyata salah besar. Kata-kata Nathan tadi bukanlah sebuah penyemangat, bagaimana bisa Ardi kembali bersemangat jika yang dimimpikannya kemarin telah menjadi kenyataan hari ini.
Kemarin malam, pada saat Jessy menginap di tempat Ardi, dia meminta Ardi untuk menceritakan mimpi buruk yang dialaminya. Dan walaupun dengan sedikit paksaan, akhirnya Ardi mau menceritakannya. Pada saat awal cerita Jessy tidak menganggapnya adalah mimpi buruk, tapi pada saat masuk bagian akhir, dia bisa memahami kenapa Ardi begitu sangat takut. Dan ditambah lagi dia juga sangat terkejut melihat orang yang bernama Nathan itu bisa bertemu dengan mereka berdua dalam situasi yang hampir sama seperti kejadian dimimpinya.
"Nathan! Bagaimana bisa kamu mengatakan hal seperti itu dengan mudahnya?. Semua orang mempunyai mental yang berbeda". Kata Jessy kesal.
"Itu memang benar. Tapi apakah hal seperti ini bisa dijadikan sebagai alasan? tentu saja tidak mungkin. Saya sudah sering bertarung dengan mempertaruhkan nyawa, dan sampai saat ini saya masih bisa hidup dengan baik. Jika ada keraguan sedikitpun dalam hati kalian, maka keraguan itulah yang akan membunuh kalian sendiri". Ujar Nathan sambil mengulurkan tangannya kepada Ardi untuk membantunya berdiri.
Setelah berdiri dengan bantuan Nathan, Ardi bertanya kepadanya apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Dia ingin memastikan apakah kejadian yang sedang terjadi saat ini akan sama persis dengan mimpinya atau tidak. Tapi Nathan tidak menjawabnya, dia hanya mengambil ponsel yang ada di sakunya kemudian menelepon seseorang.
...
Setelah pembicaraan yang dilakukan oleh Nathan selesai, dia kemudian berbicara kepada Ardi kembali.
"Itu bukan urusanmu. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana caramu untuk bisa menjadi lebih kuat kedepannya. Jika karena hal seperti ini sudah menangis, bagaimana nantinya jika sudah bertemu dengan masalah yang lebih besar lagi? Bisa-bisa nanti bunuh diri". Kata Nathan. Setelah mengatakan hal itu dia langsung pergi meninggalkan mereka berdua.
Setelah kepergian Nathan, berhentilah tiga mobil BMW warna hitam didekat mereka. Dan kemudian keluar beberapa orang yang menggunakan jas hitam serta kacamata warna hitam, sekilas mereka terlihat seperti orang yang ingin menghadiri pemakaman. Orang-orang tersebut sepertinya tidak menghiraukan keberadaan Ardi dan Jessy, setelah keluar dari mobil, mereka langsung mendatangi tiga orang yang pingsan gara-gara Jessy tadi. Salah satu dari mereka berbicara kepada yang lainnya.
"Apa kita harus membunuh mereka disini?".
"Kita harus memberikan peringatan kepada kelompok mereka agar tidak berani membelot lagi". Jawab yang lainnya.
Setelah pembicaraan singkat itu, tiga orang dari mereka mengeluarkan sebuah pistol. Dan kemudian mereka menembak orang-orang itu tepat di bagian kepalanya. Suara tembakan mereka tidak terlalu terdengar, mungkin di pistol itu dipasangkan silencer.
Setelah selesai membunuh mereka bertiga, salah satu dari orang ber jas hitam tersebut menghampiri Jessy dan juga Ardi yang masih berdiri di dekat tempat itu.
"Kalian tidak perlu takut. Kami akan memberikan pengawasan dua puluh empat jam kepada kalian berdua dan keluarga kalian sampai para pemberontak tersebut sudah kami habiskan". Kata laki-laki itu dengan memberikan sebuah kunci.
Jessy dan Ardi bingung melihat apa yang diberikan oleh laki-laki itu, dan sebelum Jessy bertanya untuk lebih jelasnya, laki-laki itu melanjutkan perkataannya.
"Ini adalah kunci salah satu dari mobil itu". (Dia menunjuk ke arah mobil BMW tersebut) "Dan saya disuruh untuk mengantarkan kalian pulang dan memberikan mobil ini kepada kalian juga".
Ardi hanya terdiam, tapi Jessy mulutnya ternganga dengan sangat besar. Dia tidak percaya kalau akan diberikan mobil BMW yang mahal itu.
"Ini memang diberikan untuk kami? Ta-tapi bagaimana kami membaginya kalau hanya ada satu?". Tanya Jessy dengan sedikit gugup.
"Kalian berdua boleh memakainya". Jawab laki-laki itu.
Ardi masih tidak mengucapkan satu kata pun kepada mereka ataupun Jessy, setelah mendengar perkataan dari laki-laki itu dia langsung menuju ke kendaraannya dan segera ingin pulang. Jessy mengatakan kepada Ardi kalau dia akan pulang dengan mobil BMW tersebut, jadi dia menyuruhnya untuk pulang lebih dulu.
***
Keesokan paginya, dengan suara kicauan burung dan sinar matahari yang menembus menyilaukan mata, Ardi terbangun dari tidurnya dengan suara lembut seseorang."Ardi... Bangun, sudah pagi". Suara itu terdengar halus di dekat telinganya.
Tapi suara itu masih belum cukup untuk menyuruh Ardi beranjak dari nikmatnya kasur yang empuk. Matanya masih belum terbuka, dan dia justru menutupi kepalanya menggunakan bantal yang ada di sampingnya.
"Ini sudah pagi!!!".
Jessy sudah kehabisan kesabaran untuk membangunkan Ardi dari tadi. Dia memukul Ardi menggunakan bantal yang dipakainya terus-menerus sampai Ardi terbangun.
"Kenapa? Ini kan masih belum jam berangkat sekolah". Kata Ardi yang dengan mata yang masih tertutup.
Byur....
Jessy menyirami Ardi dengan segelas air yang cukup besar ke wajahnya.
"Dingin!! Salah aku apa? Lagipula kamu kenapa bisa masuk ke sini. Padahal aku sudah menutupnya tadi malam". Kata Ardi kepada Jessy yang tiba-tiba melakukan hal itu.
"Dia sendiri yang beri kuncinya, dia sendiri yang lupa. Mending kamu cepat mandi, biar nanti kita enggak terlambat". Ujar Jessy yang menarik tangannya untuk segera mandi.
Setelah selesai, mereka berdua berangkat ke sekolah dan menjalankan hari-hari seperti biasanya sampai pada hari ujian.Di sekolah, Ardi dan Jessy adalah murid sangat pintar dan cukup berbakat di sekolah itu. Rata-rata nilai akademik mereka hampir mencapai angka sempurna semua. Dengan pencapaiannya tersebut, mereka berdua di undang oleh salah satu universitas terkenal dan terkemuka di kota itu. Universitas yang seluruh mahasiswanya adalah orang berbakat dan memiliki nilai akademik yang sangat baik, tempat dimana orang-orang dengan nilai pendidikan terbaik saling bersaing. Tapi Jessy menolak tawaran itu, dia lebih memilih untuk kuliah di salah satu universitas yang dia impikan, sehingga hanya Ardi saja yang menerima undangan tersebut.
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk