"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi.
"Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat.
"Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu.
"Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu.
"Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walaupun belum semuanya.
Ardi tidak terlalu memperhatikan perkenalan Nathan, perhatiannya terkadang teralihkan kepada Susi. Dia berusaha sekuatnya untuk mengingat, siapa perempuan yang bernama Susi ini. Tapi semakin keras dia berusaha untuk mengingatnya, maka semakin besar pula rasa lupanya tentang wanita itu. Nathan sambil memperhatikan arah mata Ardi, dia sering kali melihat arah pandangan Ardi selalu mengarah kepada Susi, sehingga dia berpikir kalau Ardi tertarik dengan Susi.
"Ardi, kamu paham dengan yang jelaskan tadi?" tanya Nathan.
"Paham, kalau gitu, aku mau kembali ke kamar dulu, mau menelepon orang tuaku kalau aku sudah sampai, tadi kelupaan." ujar Ardi, walaupun tidak semuanya.
Setelah melihat sikap Ardi tadi, Nathan ingin mencoba mendekatkan Susi dengannya, dia ingin membuat Ardi dan Susi menjalin hubungan percintaan, dan pemikiran ini langsung terlintas di kepalanya saja, tanpa tau tujuan yang jelas.
Setelah sampai di kamarnya, Ardi memikirkan sesuatu, dia sekarang ingin menyelidiki siapa Nathan itu, jadi dia berniat untuk mendekati Susi yang kelihatannya cukup dekat dengannya.
Siapakah dia, kenapa sering sekali bertemu secara tidak sengaja dengan Ardi, apakah dia mempunyai suatu tujuan? Ardi selalu memikirkan hal tersebut. Tapi sepertinya Nathan mempunyai rencana yang tersembunyi. Apalagi setelah kehadirannya di universitas Veulla, Ardi semakin penasaran siapakah Nathan ini.
Ketika sedang memikirkan hal tersebut, Jessy mengetuk pintu kamar Ardi, ada yang ingin dia sampaikan.
Setelah pintu kamar itu Ardi buka, Jessy ingin membicarakan sesuatu dengannya, tapi tidak di dalam kamar, melainkan di taman yang ada di dekat asrama mereka.
Setelah sampai di taman, mereka berdua langsung duduk di salah satu bangku taman tersebut, "Nah, sekarang apa?" tanya Ardi kepadanya.
"Nathan tadi ada menelepon aku, dia mau mengajak kita berdua untuk makan malam, sekaligus jalan-jalan."
"Jadi?" Ardi berpura-pura tidak tau maksud Jessy.
"Aku lagi nanya kamu, mau ikut atau enggak? Kalau enggak, aku juga nggak bakalan ikut." Jawab Jessy kesal.
"Oh ... aku ikut, sekalian jalan-jalan." Yang sebenarnya Ardi inginkan adalah menyelidiki Nathan, jadi dia berpikir kemungkinan Susi juga akan ikut. Jika dia ikut, maka Ardi akan mencoba untuk lebih dekat dengannya, walaupun akan sangat susah.
Setelah mendengar jawaban Ardi, Jessy kemudian membuka ponselnya lalu menelepon Nathan. Entah dari mana dia mendapatkan nomor Nathan, tapi Ardi kelihatannya tidak perduli.
"Halo, Katanya Ardi akan ikut."
"...."
"Hm ... ya, jam 8, oke. Kami menunggu kalian jemput aja, Oke."
Setelah perbincangan singkat itu, Jessy kemudian langsung meninggalkan Ardi. Dia mengatakan kepadanya kalau akan pergi mandi dan mendandani dirinya.
"Ini masih jam 5 sore." kata Ardi kepada Jessy.
"Untuk menjadi cantik itu enggak mudah, harus ada usaha ekstra yang besar." kata Jessy yang kemudian langsung meninggalkan Ardi.
Setelah kepergian Jessy, Ardi mencoba untuk berpikir lagi, bagaimana caranya agar dia bisa dekat dengan Susi.
"Apa aku harus minta maaf dengan kejadian tadi ya? atau aku langsung aja ngobrol dengan dia?. Ayolah Ardi ... bisa jadi kesempatan ini cuma ada sekali. Kalau terlewatkan, bakalan harus mikir cara lain lagi." Ardi mendapati dilema dalam pikirannya.
Kebetulan pada saat Ardi sedang memikirkan hal tersebut, Susi sepertinya sedang berbicara dengan beberapa perempuan lainnya, kemungkinan mereka adalah teman dekat Susi. Karena melihat kehadiran Susi di taman itu, Ardi selalu menatapnya, dia ingin melihat seperti apa sifat Susi ketika bersama dengan teman-temannya.
"Susi! coba lihat laki-laki itu, dia sepertinya menatap kita terus." ujar salah satu teman Susi.
Setelah melihat siapa laki-laki yang dimaksud, Susi langsung menghampirinya.
"Lo kenapa sih? suka sama salah satu dari kami? atau jangan-jangan ada pikiran kotor?" Susi memarahinya dan mencoba mencolok matanya.
"Eits ... jangan! ada apa? aku cuma kepikiran sama Jessy aja, bukan berpikir hal yang enggak-enggak dengan kalian!" kata Ardi berdalih.
"Enggak mungkin! sini kepala Lo, gua colokin tuh mata!" Susi memang benar-benar berniat mencolok mata Ardi.
Karena merasa benar-benar akan di colok, Ardi mendorong Susi dengan cukup kuat, dan langsung melarikan diri. Susi kemudian bangkit, dan mengelus-elus bokongnya yang kesakitan karena terjatuh tadi.
"Itu anak!!! Awas aja nanti." Susi geram, sikap Ardi tersebut membuat dia semakin membencinya.
Malam yang dijanjikan oleh Nathan, Dia menjemput Ardi dan Jessy menggunakan Limosin hitam. Ardi dan Jessy kagum melihat mobil itu yang sangat panjang, baru pertama kalinya bagi mereka berdua melihatnya secara langsung. Mereka memasuki mobil tersebut dan melihat beberapa interior yang ada didalamnya, dan semuanya sangat bagus, hal yang tidak pernah Ardi lihat sebelumnya. Ardi sangat terkagum, dia bahkan sampai tidak mendengar pertanyaan Nathan.
"Kalau orang bertanya itu dijawab!" Susi memukul kepala Ardi dari belakang menggunakan tasnya.
"Aw ... sakit! tasmu itu isinya apa aja? seperti batu kerasnya." kata Ardi kepada Susi.
Susi menahan amarahnya, dia merasa tidak enak jika memukul Ardi lebih dari itu lagi di depan Jessy. Di perjalanan, Ardi dan Jessy lumayan banyak mengajukan pertanyaan kepada Nathan, mereka sepertinya sangat menikmati perjalanan tersebut, walaupun hanya berkeliling kota menggunakan Limosin. Walaupun cukup menikmati perjalanannya, tapi Ardi masih belum melupakan rencana awalnya untuk menyelidiki Nathan, tapi dia masih belum berani mendekati Susi, apalagi dengan kelakuan yang dia lakukan tadi sore.
Sesampainya mereka di restoran yang dituju, Ardi memberanikan diri untuk mencoba berbicara dengan Susi, walaupun itu hanya sebentar saja. Saat Jessy sudah duluan masuk ke dalam restoran, dan Nathan masih sibuk memarkirkan Limosinnya, Ardi mencoba membuka pembicaraan dengan Susi.
"Susi, maaf untuk tadi sore. Aku ... memang enggak berpikiran yang buruk dengan kalian. Percaya ya!" Ardi memelas .
"Lo pikir dengan mengatakan hal seperti itu bisa buat gua iba? salah besar. hmph!" Susi langsung meninggalkan Ardi.
"Tu-Tunggu dulu Susi! a-" Ardi ingin memegang tangan Susi, tapi dia tersandung, sehingga tangannya tanpa sengaja menarik baju Susi yang saat itu juga mengenakan Dress selutut. Tarikan dari Ardi tersebut membuat dress Susi robek, dan robekannya memperlihatkan pakaian dalam yang dikenakan Susi.
Susi merasa sangat malu sekali, bahkan sampai menangis, apalagi dia diperhatikan oleh sekelilingnya. Tapi Ardi dengan cepat memeluknya dan melepaskan bajunya untuk menutup bagian yang robek tersebut. Kemudian Ardi membawanya pergi ke tempat yang agak jauh dari keramaian, dan beberapa waiters menyarankan kepada mereka berdua untuk pergi ke Kamar VIP untuk memperbaiki pakaiannya.
Setelah sampai di kamar VIP, tempat makan yang khusus dengan hiasan ruangannya yang indah, Ardi langsung di hajar habis-habisan oleh Susi, walaupun pukulan atau tamparan Susi tersebut tidak terlalu terasa bagi Ardi. Tapi tetap saja Ardi merasa kesakitan, bukan karena pukulan, tapi karena kasihan melihat Susi menangis seperti itu gara-gara kesalahannya.
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Malam ini adalah malam yang sunyi, di saat itu seorang pria sedang duduk di balkon apartemennya sambil menikmati kopi yang ia buat sendiri. Pria itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu, sesekali dia memegang dahinya sambil berkata. "Parah! Sangat parah!" kata dia yang terus saja mengulang kalimatnya sambil sesekali menyeruput kopinya. Jam sudah menunjukkan pukul 22:00 namun pria itu masih tetap duduk termenung di tempat itu memikirkan masalahnya, sampai-sampai tidak menyadari dering ponsel yang ada di atas meja. Dia hanya terus menatap langit malam dan sesekali melihat ke arah bawah. Kemungkinan ada masalah yang sangat buruk terjadi padanya. Dering ponsel itupun terus berbunyi nampak seperti ada hal penting yang ingin disampaikan oleh seseorang. Karena sudah merasa risih mendengarnya, dia pun akhirnya menjawab telepon tersebut. "Ada kepentingan apa yang membuatmu menelepon saya malam-malam seperti ini? Sekarang sudah waktunya untuk tidur!" tegas laki-laki tersebut yang bernama len
Ardi menyetujui permintaan Billa karena terpaksa dan merasa kasihan pada temannya itu. Dia memang mempunyai perasaan cinta dengan Bila, tapi dia masih belum yakin dengan perasaannya tersebut."Sekarang cepat mandi" ujar Billa kepadanya."Kenapa?" tanya Ardi "Sekarang aja masih jam delapan pagi. Aku itu belum makan, jadi mau makan dulu baru mandi" sambungnya."Sayang..., Kamu itu harus mandi dulu baru makan. Tenang aja kalau masalah makanan nanti aku masak makanan yang saaaangat enak untuk kamu, jadi sekarang kamu harus mandi! cepat!" Suara imut dari Billa keluar menjawab perkataan Ardi tadi.Ardi terkejut dengan apa yang diucapkan temannya, dia merasa malu dengan perkataan Billa yang merayunya tersebut."Nanti aja bisa kan? Soalnya risih aku dengarnya" Ardi kemudian memalingkan wajahnya.Billa tidak mengacuhkan perkataan Ardi kemudian berdiri dan menarik tangannya dan membawa dia pergi
Setelah berada didalam, Kakak Ardi menyuruh mereka berdua untuk duduk dan menceritakan apa yang terjadi tadi.Billa duduk disamping Ardi dan kakak Ardi duduk berhadapan didepan mereka berdua. Billa berpikir ini adalah kesempatannya untuk mengambil perhatian dari kakak Ardi dan membuat Ardi menuruti semua perkataannya."Gini kak, Ardi tadi usir aku gara gara enggak ngejawab pertanyaannya aja. Lebih dari sepuluh menit aku memencet bel, tapi dia enggak keluar sama sekali" Billa membuat wajahnya menjadi murung."Kakak juga liat kamu dari tadi kok, dan lebih dari 5 menit kakak awasi kamu" jawab Kakak Ardi.Ardi tidak sanggup melihat sikap Billa tersebut, dan mengatakan kepada kakaknya apa yang sebenarnya terjadi. Kakak Ardi percaya dengan perkataan adiknya tersebut, tapi dia juga melihat sendiri Billa yang sudah cukup lama berdiri didepan pintu apartemennya Ardi tanpa dibukakan olehnya. Dan itu memb
"Susi!!" Billa terkejut ketika melihat teman yang mengejeknya ada ditempat itu "Kenapa kamu bisa ada disini? kita kan janjiannya ketemuan di mall" tambah Billa."Cuma menghabiskan waktu luang sebelum ketemuan" Ujar Susi.Billa kemudian berdiri lalu menarik Susi ke tempat yang agak jauh dari Ardi."Kamu jangan bicara hal yang enggak-enggak ya dengan Ardi nanti" Kata Billa setelah mereka berdua cukup jauh dari Ardi."Maksud kamu apa?, Ardi itu teman aku juga.Teman kuliah, akrab malahan"Billa sangat terkejut, dia menutup wajahnya dan langsung berlari kearah Ardi.Kemudian dia bertanya kepada Ardi apakah dia dan Susi adalah teman kuliah?Ardi menjawab "Iya, kami teman dekat".Billa merasa sangat menyesal sekali dengan keputusan yang dia ambil kali ini, tidak disangka, ternyata mereka berdua sudah saling kenal. Sambil menahan rasa malu, Kemudi
"Aaaaaaaaaa". Seorang anak laki-laki berteriak di atas tempat tidurnya sendiri. Dia adalah Ardi, seorang siswa SMA yang tinggal sendirian di rumahnya. Orang tuanya tinggal ditempat berbeda karena Ayahnya dipindahtugaskan oleh pemimpin perusahaan tempat Ia bekerja, dan ibu serta adiknya ikut bersama dengan ayahnya di rumah baru mereka. Ardi tidak bersama dengan mereka karena dia dalam waktu dekat ini akan mengahadapi ujian nasional, sehingga tidak memungkinkan untuk pindah sekolah untuk mengikuti keluarganya."Langit-langit ruangan yang aku kenal. Astaga, kenapa hal seindah itu harus terjadi di dalam mimpi saja. Seandainya mimpi itu bisa terjadi di kehidupanku ini". Selagi meratapi kehidupannya, ponsel Ardi berbunyi.*Kriiiiinnggg......*Dengan cepat Ardi mengambil ponselnya dan menjawab panggilan telepon dari ibunya tersebut."Ada apa ma?"."Kamu udah sarapan belum? kalau
Sambil mengusap pipinya, Ardi bertanya kepada Ariel mengapa dia melakukan hal seperti itu."Kenapa aku tiba-tiba dipukulin? kalau cuma gara-gara menguping, seharusnya jangan sampai seperti itu"."Ini bukan cuma gara-gara kamu menguping, tapi ini adalah balas dendam karena kamu sudah mengintip kami saat itu". Jawab Ariel.Henry hanya bisa melihat mereka berdua, karena untuk menjadi penengah masalah tersebut haruslah bisa berpikir dengan cepat, soalnya Ariel dan Ardi adalah orang yang cukup pintar dalam berkata-kata. Dan jika dia membela salah satu dari mereka berdua, itu hanya akan membuat masalah baru baginya. Karena tidak tau harus melakukan apa lagi, Henry dengan cepat mendekat ke arah Jessy lalu meminta tolong padanya untuk membantu dia meleraikan Ardi dan Ariel. Jessy yang juga ingin bergegas untuk pergi ke rumah temannya itu akhirnya membantu Henry meleraikan mereka berdua. Henry mengira kalau Jessy benar-benar memban
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk