Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.
Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.
Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama.
"Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi.
"Aku bawa kamu kesini tadi karena ada yang mau katakan. Tapi kenapa kamu langsung tidur?".
"Maaf, tapi lepasin biarin aku nafas dulu".
"Tuh". Jessy akhirnya menuruti Ardi.
Setelah terasa sudah bisa kembali bernafas normal, Ardi merasa lega. Dia kemudian ingin membalas apa yang dilakukan Jessy kepadanya dengan cara yang sama, tapi Jessy langsung menggunakan keterampilan bela dirinya untuk menepis tangan Ardi.
"Curang!". Keluh Ardi karena dia tidak bisa melakukan hal tersebut.
"Ardi, aku mau serius sekarang!". Jessy menghilangkan senyuman dengan cepat setelah menepis tangan Ardi tadi.
Ardi menatap lama wajah temannya tersebut, baru setelah itu dia mengizinkannya berbicara.
"Silahkan".
"Aku mempunyai perasaan sama kamu, tapi hanya sebagai kakak. Perasaan khawatir, perasaan sayang, perasaan-perasaan lainnya hanyalah perasaan kakak terhadap adiknya. Jadi, jika kamu menganggap ada lebih dari itu, maka kamu salah. Aku sama sekali tidak mempunyai perasaan seperti yang kamu bayangkan".
"Aku kecewa". Kata Ardi dengan nada yang menurun.
"Itu lebih baik, daripada aku memberika-". Perkataan Jessy terpotong.
"Aku kira kamu seperti yang aku bayangkan. Padahal kalau kamu seperti Chihuahua, maka aku senang sekali. Soalnya Chihuahua itu anjing yang cantik, penurut dan pintar kepada majikannya. Tapi ternyata kamu menyuruh aku menganggapmu itu kakak aku. Aku kecewa sekali". Ardi mengusilinya.
"Aku serius Ardi!!". Jessy marah, karena Ardi tidak menanggapi perkataannya dengan sungguh-sungguh.
"Haha..., maaf. Tapi sebenarnya aku juga menganggap kamu itu seperti kakak sendiri, kakak yang mau menemani adiknya, mau merangkulnya disaat butuh pelukan, dan yang mau mendengarkan perasaan hatinya. Aku.... menganggap kamu seperti kakak sendiri". Ardi memegang kedua pipi Jessy.
Dengan mendengar perkataan Ardi tersebut, Jessy merasa seperti telah terlepas dari beban yang sangat berat. Cukup lama baginya untuk mencoba mengatakan hal tersebut, tapi situasi dan kondisinya masih belum tepat. Jessy berumur satu tahun lebih tua daripada Ardi, dengan alasan itulah, dia menganggap Ardi seperti adiknya sendiri, karena dia adalah anak tunggal, maka sangat besar harapannya bisa mempunyai saudara. Tapi sampai saat ini orang tua Jessy sama sekali belum dikaruniai anak lagi, sehingga dia menganggap Ardi dan adik perempuannya adalah saudaranya sendiri.
Kemudian Jessy merangkul Ardi dengan penuh kasih sayang sebagai kakak, walaupun orang-orang yang melihat mereka berdua beranggapan seperti pasangan yang sudah tidak bisa menahan kerinduannya.
"Kalau gitu, kamu harus dengarkan apa yang aku katakan. Kalau aku sedang menasihati kamu, maka hal itu harus didengarkan! Jangan sesekali kamu melawan, kalau enggak, nanti aku hajar habis-habisan seperti anggota mafia saat itu!". Ujar Jessy setelah melepaskan pelukannya.
Ardi mengangguk pasrah, dia ingat seperti apa sifat Jessy ketika dia sangat marah dengan ketiga anggota mafia saat itu.
"Bicara soal mafia, bagaimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?".
Kehadiran Nathan yang secara tiba-tiba membuat mereka berdua terkejut.
"Bagaimana kamu bisa ada disini?". Tanya mereka berdua serentak.
"Memangnya enggak boleh?. Tapi aku penasaran, darimana kamu bisa tau kalau mereka adalah anggota mafia?". Nathan kembali mengajukan pertanyaan yang sama kepada Ardi.
Ardi kemudian menjelaskan kepadanya mimpi yang pernah dia alami. Setelah menyimak cerita Ardi tadi, Nathan masih belum menerimanya. Dia masih beranggapan kalau Ardi berbohong.
"Cerita yang menarik, tapi setelah mendengarnya, aku merasa kalian berdua seperti seorang keluarga".
"Maksudnya apa?. Itu enggak ada hubungannya dengan yang aku ceritakan". Ardi tidak memahami apa yang dikatakan oleh Nathan.
Nathan tidak menjawab pertanyaan Ardi, dia langsung pergi dari tempat itu. Tapi karena merasa di abaikan, Ardi menyusul Nathan dan menarik bajunya kemudian kembali menanyakan hal yang sama.
"Apa maksud dari perkataanmu tadi? Aku sama sekali tidak suka ada orang yang mengabaikan pertanyaanku, jika tidak tau, katakan tidak!". Amarah menyelimuti Ardi kembali.
"Hanya dengan berhasil mengalahkan orang terkuat di sekolah ini, kamu sudah sok hebat ya". Nathan kemudian berbalik. "Sebaiknya perbaiki dulu mental kertas mu itu!" Nathan mendorong kepala Ardi beberapa kali menggunakan telunjuknya.
Ardi terdiam, dia tidak bisa mengatakan apapun. Dia merasa kalau Nathan yang tadi sangat berbeda dengan yang ada di toilet. Jessy kemudian menghampiri Ardi setelah Nathan sudah cukup jauh, dia bertanya kepadanya apa yang baru saja terjadi.
Ardi tidak memberikan jawabannya, dia hanya mengatakan kalau Nathan juga akan masuk universitas yang sama dengan mereka berdua, dan tentu saja ini hanyalah karangan ardi.
***
Setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas, saat ini Ardi akan berangkat ke tempat orang tuanya, sementara menunggu waktu keberangkatannya ke Universitas Veulla yang dijadwalkan bulan depan. Universitas tersebut berada di kota yang berbeda, dan cukup jauh dari kota Ardi saat ini. Keberangkatan Ardi kali ini ditemani oleh Jessy, Ardi tidak bisa menolak permintaannya, karena dia sempat diancam.
Tempat tinggal orang tua Ardi berdekatan dengan bandara yang ada di kota itu, dan di kota tersebut hanya ada satu bandara nasional. Jadi Ardi memanfaatkan hal tersebut untuk bertemu dengan keluarganya terlebih dahulu.
Mereka berdua menggunakan kereta untuk berangkat ke tempat orang tua Ardi, dan didalam kereta itu Jessy tidak bisa diam, banyak pertanyaan yang dia lontarkan kepada Ardi, sampai membuat Ardi angkat tangan untuk menjawabnya satu-persatu.
"Aku nyerah deh, pertanyaan kamu itu enggak ada habisnya". Ardi mengangkat kedua tangannya.
"Yee ... Ini kan perjalanan pertama aku ke daerah ini".
"Ini juga yang pertama buat aku, mereka pindah baru-baru ini juga. Jadi nikmati aja perjalanannya, jangan banyak tanya".
Setelah mengatakan itu, Jessy langsung menyenderkan kepalanya ke bagian kaca jendela kereta, dan tanpa sadar sudah tertidur.
Perjalanan yang cukup singkat, setelah tiba di tempat tujuannya, Ardi langsung membangunkan Jessy. Kota yang dipenuhi dengan gedung pencakar langit yang tinggi, dan dengan banyak taman yang indah, membuat Jessy merasa sangat senang ketika Ardi membawanya berjalan-jalan sebentar mengelilingi daerah itu.
Setelah puas berjalan-jalan, Ardi dan Jessy langsung berangkat menuju rumah orangtuanya Ardi. Setelah tiba di sana, mereka di sambut oleh adik perempuannya.
"Seperti biasanya, selalu dekat dan sangat mesra. Kakak, aku juga mau seperti itu". Kata adik perempuan Ardi kepada Jessy.
"Sini adik kakak yang cantik". Ujar Jessy dengan langsung memeluknya.
Setelah pelukan itu selesai, mereka bertiga masuk ke dalam rumah, dan duduk di sofa ruang keluarga untuk berbincang-bincang. Ayah dan ibu Ardi saat ini tidak ada di rumah, dan hanya ada Sherly sendirian.
"Kak, maaf ya aku tinggal dulu. Soalnya ada janji sama teman sore ini". Sherly langsung meninggalkan mereka berdua.
Beberapa puluh menit setelah kepergian Sherly, datanglah lagi orang yang tidak mereka berdua kenal.
"Siapa kalian?".
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Malam ini adalah malam yang sunyi, di saat itu seorang pria sedang duduk di balkon apartemennya sambil menikmati kopi yang ia buat sendiri. Pria itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu, sesekali dia memegang dahinya sambil berkata. "Parah! Sangat parah!" kata dia yang terus saja mengulang kalimatnya sambil sesekali menyeruput kopinya. Jam sudah menunjukkan pukul 22:00 namun pria itu masih tetap duduk termenung di tempat itu memikirkan masalahnya, sampai-sampai tidak menyadari dering ponsel yang ada di atas meja. Dia hanya terus menatap langit malam dan sesekali melihat ke arah bawah. Kemungkinan ada masalah yang sangat buruk terjadi padanya. Dering ponsel itupun terus berbunyi nampak seperti ada hal penting yang ingin disampaikan oleh seseorang. Karena sudah merasa risih mendengarnya, dia pun akhirnya menjawab telepon tersebut. "Ada kepentingan apa yang membuatmu menelepon saya malam-malam seperti ini? Sekarang sudah waktunya untuk tidur!" tegas laki-laki tersebut yang bernama len
Ardi menyetujui permintaan Billa karena terpaksa dan merasa kasihan pada temannya itu. Dia memang mempunyai perasaan cinta dengan Bila, tapi dia masih belum yakin dengan perasaannya tersebut."Sekarang cepat mandi" ujar Billa kepadanya."Kenapa?" tanya Ardi "Sekarang aja masih jam delapan pagi. Aku itu belum makan, jadi mau makan dulu baru mandi" sambungnya."Sayang..., Kamu itu harus mandi dulu baru makan. Tenang aja kalau masalah makanan nanti aku masak makanan yang saaaangat enak untuk kamu, jadi sekarang kamu harus mandi! cepat!" Suara imut dari Billa keluar menjawab perkataan Ardi tadi.Ardi terkejut dengan apa yang diucapkan temannya, dia merasa malu dengan perkataan Billa yang merayunya tersebut."Nanti aja bisa kan? Soalnya risih aku dengarnya" Ardi kemudian memalingkan wajahnya.Billa tidak mengacuhkan perkataan Ardi kemudian berdiri dan menarik tangannya dan membawa dia pergi
Setelah berada didalam, Kakak Ardi menyuruh mereka berdua untuk duduk dan menceritakan apa yang terjadi tadi.Billa duduk disamping Ardi dan kakak Ardi duduk berhadapan didepan mereka berdua. Billa berpikir ini adalah kesempatannya untuk mengambil perhatian dari kakak Ardi dan membuat Ardi menuruti semua perkataannya."Gini kak, Ardi tadi usir aku gara gara enggak ngejawab pertanyaannya aja. Lebih dari sepuluh menit aku memencet bel, tapi dia enggak keluar sama sekali" Billa membuat wajahnya menjadi murung."Kakak juga liat kamu dari tadi kok, dan lebih dari 5 menit kakak awasi kamu" jawab Kakak Ardi.Ardi tidak sanggup melihat sikap Billa tersebut, dan mengatakan kepada kakaknya apa yang sebenarnya terjadi. Kakak Ardi percaya dengan perkataan adiknya tersebut, tapi dia juga melihat sendiri Billa yang sudah cukup lama berdiri didepan pintu apartemennya Ardi tanpa dibukakan olehnya. Dan itu memb
"Susi!!" Billa terkejut ketika melihat teman yang mengejeknya ada ditempat itu "Kenapa kamu bisa ada disini? kita kan janjiannya ketemuan di mall" tambah Billa."Cuma menghabiskan waktu luang sebelum ketemuan" Ujar Susi.Billa kemudian berdiri lalu menarik Susi ke tempat yang agak jauh dari Ardi."Kamu jangan bicara hal yang enggak-enggak ya dengan Ardi nanti" Kata Billa setelah mereka berdua cukup jauh dari Ardi."Maksud kamu apa?, Ardi itu teman aku juga.Teman kuliah, akrab malahan"Billa sangat terkejut, dia menutup wajahnya dan langsung berlari kearah Ardi.Kemudian dia bertanya kepada Ardi apakah dia dan Susi adalah teman kuliah?Ardi menjawab "Iya, kami teman dekat".Billa merasa sangat menyesal sekali dengan keputusan yang dia ambil kali ini, tidak disangka, ternyata mereka berdua sudah saling kenal. Sambil menahan rasa malu, Kemudi
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk