"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.
Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir.
"Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya.
"Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.
Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.
Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Ardi, sakit. Aku di sikut oleh mereka tadi". Ujar Jessy sambil memegang perutnya yang sakit.
"Lebih baik kita lihatnya nanti aja. Daripada berdesakan seperti orang yang lagi kena bencana alam". Kata Ardi kepada Jessy.
Kemudian Ardi membawa Jessy untuk pergi ke kantin sementara menunggu daerah sekitar tempat pengumuman itu kosong.
Setibanya mereka di kantin, Ardi melihat di sana ada Henry dan juga Ariel yang sedang makan siang.
Ardi sebenarnya tidak ingin bergabung dengan mereka, tapi karena Henry yang memanggil dia, dan mengajaknya untuk makan bersama, sehingga mau tidak mau dia dan Jessy ikut makan bersama dengan Henry dan juga Ariel. Karena sangat sulit baginya menolak tawaran dari sahabatnya sendiri.
Ketika sudah duduk berhadapan, wajah Ariel kelihatan sangat marah. Dia sepertinya tidak senang dengan kehadiran Ardi.
"Henry, rasanya aku enggak enak kalau makan seperti ini. Soalnya, perempuan yang ada disebelah kamu itu enggak suka dengan kehadiranku". Kata Ardi yang merasa terganggu dengan tatapan Ariel.
"Ariel! Aku sudah mengatakan kepadamu kan! Kalau kamu harus merubah sikapmu itu". Kata Henry menasihati Ariel.
"Tapi aku itu masih dendam sama dia. Coba kamu pahami perasaan aku!". Jawab Ariel dengan sedikit nada tinggi.
"Dendam! Dendam! Dendam!". Henry dengan keras membentak Ariel. "Aku sudah bosan dengan kata itu. Kamu itu pacar aku, dan Ardi adalah teman aku. Kamu itu harus bisa memahami situasinya. Kamu pikir aku enggak terbebani dengan sikap permusuhan kalian berdua kalau sudah bertemu". Karena suara yang keras dari Henry tadi, membuat keheningan yang cukup lama di tempat itu. Ardi dan Jessy hanya bisa melihatnya, mereka tidak ingin ikut campur dalam masalah pribadi Henry dan Ariel.
Ariel menatap tajam mata Henry, dan kemudian raut wajahnya menjadi masam.
"Maaf... Tapi enggak usah sampai bentak aku gitu juga kan". Kata Ariel sambil memajukan bibirnya.
Jessy dan Ardi sepertinya kali ini akan melihat kemesraan dari Henry dan Ariel.
"Maaf kalau sudah memarahi kamu seperti itu. Aku cuma mau kalau kamu dan Ardi itu baikan aja". Kata Henry sambil mengelus rambut Ariel.
"Makasih sayang.... Kamu baik sekali". Balas Ariel dengan memeluk dan mencium pipi Henry.
Jessy dan Ardi yang ada di hadapan mereka sepertinya dipanggil hanya untuk menjadi obat nyamuk, walaupun masih siang hari.
"Apa sudah selesai mesra-mesraannya? Kami masih ada disini loh. Sepertinya memang lebih baik kami makan di tempat yang lain aja tadi". Kata Ardi kepada meraka berdua.
"Jangan seperti itu juga. Ini adalah salah satu dari ketegasan yang harus dilakukan oleh cowok, jadi enggak masalah kan, sekali-kali'. Ujar Henry yang tidak ingin temannya itu pergi.
Beberapa menit telah berlalu, mereka menikmati makanannya, cerita masa lalu, dan juga berbicara tentang masa depan mereka. Henry sangat sering bertanya tentang pertemanan Jessy dan juga Ardi, dia sangat suka mendengar cerita Jessy yang menceritakan kesialan Ardi pada saat kecil. Karena pada saat masih dalam sekolah dasar, Ardi adalah anak yang sangat sial. Entah itu dalam tebakan ataupun taruhan, bahkan dalam pelajaran, dia sangat sering mendapatkan kesialan, sampai pada akhirnya dia mengurung diri di kamar selama beberapa hari setiap pulang sekolah. Karena cukup lama tidak keluar rumah pada saat sore, Jessy kemudian mengunjungi dia, dan kemudian bermain bersama Ardi di dalam kamarnya setiap mereka sepulang sekolah. Setelah kedatangan Jessy itu, Ardi mulai berani untuk kembali bermain bersama teman-temannya yang lain. Walaupun kesialannya masih sering dialami.
Pada saat masih sedang bercerita, Ariel tiba-tiba mengatakan sesuatu, dan itu membuat Ardi terkejut, tapi Henry langsung memeluknya.
"Maaf, memotong pembicaraan kalian. Tapi aku mau minta maaf dulu sama Ardi, sudah sering memusuhi dia. Dan juga sudah sangat dendam, tapi karena aku mau Henry tidak terlalu terbebani, jadi aku mau melakukan gencatan senjata dulu sama Ardi". Tatapan mata Ariel tidak bisa fokus ke arah Ardi, dia masih sangat malu mengatakan hal seperti itu.
"Gila...!, gencatan senjata". Kata Ardi sambil tertawa.
"Nah, seperti ini yang aku suka. Jadi makin sayang". Henry langsung memeluknya.
Wajah Ariel kelihatan memerah setelah dipeluk oleh Henry. Bisa terlihat kalau mereka berdua memang saling mencintai. Dan Ardi juga cukup senang dengan kemesraan yang mereka berdua tunjukkan, dia merasa kalau Henry dan juga Ariel adalah pasangan yang cocok.
Hampir lebih dari satu menit Henry masih memeluk Ariel, dan itu membuat orang yang lewat disekitar mereka melihat-lihat Henry dan juga Ariel.
"Henry! Sudah! Kita di lihat-lihat orang nih". Ariel melepas paksa pelukan Henry.
Henry hanya terdiam dan tersenyum melihat sikap Ariel yang malu-malu seperti itu.
Ketika mereka ingin pergi dari tempat itu, datanglah teman Ardi yang selalu mengganggunya.
"Ardi...." Perempuan itu langsung memeluknya "Kamu udah makan! Kenapa enggak bawa aku tadi". Katanya dengan suara manja.
Setelah dia melirik ke arah Jessy, dia kemudian memarahi Ardi.
"Jadi kamu makan sama dia! Ish... Jahat sekali tau nggak!. Jessy!, jangan dekat-dekat sama Ardi! Duduk yang jauh sana".
Karena merasa di usir, Jessy tidak mau kalah dari perempuan itu. Dia tau kalau itu hanyalah gurauan, tapi sepertinya dia ingin mencoba menyaingi Milla.
"Hah? Kamu siapa berani ngomong seperti itu. Ardi ini punya aku, jadi enggak masalah bukan? kalau aku duduk disampingnya". Jessy menarik Ardi agar semakin merapat dengannya, kemudian mencium pipi Ardi.
Mereka yang ada di tempat itu tercengang melihat apa yang baru saja Jessy lakukan. Dan secara tidak sengaja juga, laki-laki yang menyukai Jessy melihat kejadian tersebut.
"Je-Jessy, kamu pacaran dengan Ardi?". Tanya Milla yang masih agak terkejut dengan kelakuan Jessy barusan.
"Enggak. Tapi aku yang bukan pacarnya Ardi berani tuh cium dia di depan kalian, masa kamu yang jadi pacarnya cuma berani meluk dia didepan umum aja". Jessy meledeknya
Walaupun sering mengerjai Ardi, Milla adalah orang yang tidak mau kalah dalam setiap hal. Baginya sudah cukup untuk kalah dari Ardi dan Jessy dalam nilai akademik, tapi untuk hal seperti ini, dia tidak ingin mengalah. Seandainya pacarnya yang sekarang melihat atau mengetahui dia melakukan hal seperti ini, dan memarahi dia atau bahkan ingin mengakhiri hubungan mereka, baginya itu bukan masalah. Karena tidak sulit bagi dia untuk mencari laki-laki baru yang bahkan lebih baik dari yang sebelumnya.
Milla adalah perempuan yang mempunyai paras cantik, dengan rambut panjang yang bergelombang, mata biru yang indah, dan bibir tipis yang mungil. Dia adalah idol terkenal dalam sekolah ini, jadi Ardi sebenarnya bisa dibilang orang yang beruntung karena bisa dipeluk oleh Milla setiap hari. Tapi bagi Ardi, dia merasa lebih seperti dipermainkan daripada dibilang orang beruntung oleh teman-temannya.
Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Milla melakukannya. Dia langsung mencium bibir Ardi di depan mereka semua, tanpa merasa malu sedikitpun dia terus menciumnya selama beberapa detik.
Perasaan Ardi campur aduk, dia merasa terkejut, senang, dan bahkan takut. Dia takut jika pacar Milla nanti akan memukulnya habis-habisan.
Beberapa teman Ardi yang secara kebetulan sedang ada di kantin itu langsung menyoraki dia, karena dia adalah satu-satunya laki-laki sekolah itu yang pernah dicium oleh Milla.
"Ho...... Kita kasih tepuk tangan untuk Ardi...." Teriak salah satu temannya.
Pada saat mereka sedang asyik mengangkat dan melemparkan Ardi ke atas, ada seseorang yang menarik Jessy dan ingin membicarakan suatu hal padanya.
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Malam ini adalah malam yang sunyi, di saat itu seorang pria sedang duduk di balkon apartemennya sambil menikmati kopi yang ia buat sendiri. Pria itu sepertinya sedang memikirkan sesuatu, sesekali dia memegang dahinya sambil berkata. "Parah! Sangat parah!" kata dia yang terus saja mengulang kalimatnya sambil sesekali menyeruput kopinya. Jam sudah menunjukkan pukul 22:00 namun pria itu masih tetap duduk termenung di tempat itu memikirkan masalahnya, sampai-sampai tidak menyadari dering ponsel yang ada di atas meja. Dia hanya terus menatap langit malam dan sesekali melihat ke arah bawah. Kemungkinan ada masalah yang sangat buruk terjadi padanya. Dering ponsel itupun terus berbunyi nampak seperti ada hal penting yang ingin disampaikan oleh seseorang. Karena sudah merasa risih mendengarnya, dia pun akhirnya menjawab telepon tersebut. "Ada kepentingan apa yang membuatmu menelepon saya malam-malam seperti ini? Sekarang sudah waktunya untuk tidur!" tegas laki-laki tersebut yang bernama len
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk