Dalam pikiran Ardi, dia merasa ini seperti deja vu.
"Kenapa perkataan ini seperti pernah aku dengar?" Kata Ardi dalam benaknya."Ma-maksud kamu apa?" Tanya Ardi kepadanya.
"Kalau aku mengatakan hal seperti itu, apa yang akan kamu lakukan?. Tanya Jessy kembali.
"Enggak bakalan aku terima, soalnya aku sama sekali belum kepikiran untuk menjalin hubungan". Jawab Ardi.
Jessy menghela napas lalu menasihati Ardi.
"Ardi, kalau kamu mengatakan hal seperti itu kepada perempuan lain, dan dia memang menyimpan perasaan kepadamu, lalu kamu menolak kembali pada saat dia mengutarakan perasaannya, itu hanya akan membuat dia berada dalam kesedihan yang mendalam. Jadi sebaiknya, kalau kamu serius ya harus serius. Jangan jadikan perasaan seseorang sebagai mainan".
"Memangnya aku udah buat apa?". Tanya Ardi kembali.
"Kamu itu parah sekali. Tadi pada saat dirumah Rachel, kamu bertanya ke aku apakah mau jadi pacar kamu, iya kan?".
"Enggak seperti itu juga". Kata Ardi secara spontan "Aku tadi bertanya, apakah kamu itu suka atau enggak sama aku. Gitu aja". Tambahnya.
Jessy kemudian menarik telinga Ardi sampai kepalanya juga ikut tertarik kebawah. Jessy tidaklah terlalu tinggi, dia kira-kira berukuran seratus enam puluh centimeter. Sedangkan Ardi mempunyai tinggi badan 174 centimeter.
"Makanya aku katakan tadi, gara-gara perkataanmu seperti itu akan membuat seseorang sakit hati. Jadi, kalau mau bercanda dengan perempuan jangan seperti itu, apalagi kalau perempuan itu mudah sekali terbawa perasaan". Jawab Jessy dengan rada kesal.
Karena sudah tidak ingin mendengar perkataan Ardi lagi, Jessy memaksa dia untuk segera menyalakan motornya dan membawa mereka berdua pulang.
Di tengah perjalanan, Ardi melihat seorang anak yang dikeroyok oleh beberapa preman. Karena Ardi tidak sanggup mengabaikannya, dia dengan berani menghampiri mereka. Jessy sempat melarang dia, tapi Ardi menghiraukannya.
Setelah berada di dekat mereka, Ardi berteriak dengan lantangnya.
"Woi!!! Kalau berani itu jangan keroyokan. Kalian badan aja yang besar tapi nyalinya kecil".
Tiga orang preman tersebut langsung melihat ke arah Ardi., kemudian berjalan ke arahnya dan mencoba untuk memukulnya juga. Laki-laki yang telah dipukul habis-habisan tadi, langsung berlari kearah Ardi dan menarik tangannya lalu melarikan diri dari tempat itu. Dia tau kalau ke tiga preman tersebut berniat untuk memukulnya juga. Melihat mereka berdua yang berlari, dua dari tiga orang preman tadi mengejar mereka berdua, dan yang satunya mendatangi Jessy yang sedang duduk di atas motor Ardi. Jessy yang melihat Ardi dan orang yang ingin dia tolong melarikan diri, dan dia juga melihat kalau salah satu preman tersebut mendekatinya. Karena hal itu, dengan cepat Jessy menyalakan motor Ardi lalu langsung pergi dari tempat tersebut agar tidak menyebabkan masalah yang buruk baginya.
Ardi dan laki-laki tadi masih berlari dari kejaran dua preman yang ada dibelakang mereka. Dengan melompati setiap pagar rumah orang agar bisa dengan cepat melarikan diri dari para preman tersebut. Karena mereka tidak memperhatikan kemana arah larinya, tanpa sengaja mereka berdua tepat berada didepan kantor polisi. Melihat keberuntungan itu, Ardi dan laki-laki tersebut langsung melaporkan kepada polisi tentang kejadian yang mereka alami. Setelah mendengar penjelasan mereka, polisi tersebut kemudian menanyakan lokasi preman yang mengejar mereka.
Setelah pemberian informasi selesai, Ardi bersamaan dengan laki-laki yang dia tolong, dan juga dua orang polisi yang membantu mereka, berjalan keluar untuk menunggu dua orang preman tadi. Laki-laki yang bersama Ardi tadi mengatakan kalau kemungkinan besar dua orang preman tersebut akan melewati kantor polisi ini.
Setelah mereka tiba di luar, dua orang preman tersebut juga sedang berkeliling mencari-cari keberadaan mereka berdua. Karena para preman itu kehilangan jejak di daerah tersebut.
"Mereka di sana pak!" Teriak Ardi sambil menunjuk ke arah para preman itu.
Preman yang juga mendengar teriakkan Ardi terus langsung menoleh ke arah mereka berempat.
Polisi yang sudah tau seperti apa wajah dari orang yang mengejar mereka berdua, langsung dengan cepat berlari dan menangkap para preman tersebut.
Ketika polisi sudah ada di depan mereka, tiba-tiba Ardi mendengar suara tembakan.
Dor....
Dor....
Beberapa saat setelah suara tembakan itu, dua orang polisi yang ada di dekat preman tadi langsung tersungkur. Ardi terkejut dan merasa sangat ketakutan, melihat darah yang sangat banyak mengalir keluar dari balik baju polisi tersebut, dan dia juga merasa ketakutan karena melihat kalau preman itu tanpa pikir panjang langsung menembak para polisi itu. Laki-laki yang ada disampingnya itu tiba-tiba tertawa, dan segera menarik Ardi untuk kembali kedalam kantor polisi.
"Hahahaha, aku tidak percaya, aku tidak percaya mereka melakukannya, hahahaha". Kata laki-laki itu.
"Kamu kenapa tertawa? Sudah jelas kalau ini bukan lagi candaan kan?". Kata Ardi meneriakinya.
Setelah sampai didalam kantor polisi itu lagi, laki-laki itu mengatakan sesuatu.
"Mereka adalah anak buah dari mafia terkenal kota ini". Kata laki-laki itu dan
Kemudian mereka melaporkan kepada petugas polisi lainnya tentang kejadian yang baru saja terjadi.Salah satu petugas polisi yang ada di situ mengatakan kepada petugas polisi lainnya untuk mengamankan mereka berdua.
Ardi dan laki-laki yang tidak dia ketahui namanya itu dibawa oleh seorang polisi ke dalam sebuah ruangan dan kemudian di kunci.
Dari ruangan itu mereka masih bisa mendengar suara baku tembak yang telah terjadi di luar.
"Bagaimana aku bisa berada dalam situasi seperti ini?" Kata Ardi dalan benaknya.
Selagi memikirkan kejadian yang menimpanya, telepon Ardi berdering. Panggilan itu berasal dari Jessy yang saat ini sedang menunggunya.
"Ardi, kamu dimana? Aku udah bosan nunggu kamu disini". Kata Jessy.
"Jessy, kamu dikejar oleh salah satu preman tadi nggak?". Tanya Ardi.
"Aku tadi sempat melarikan diri pakai motor kamu, karena dia sudah cukup jauh, jadi aku berhenti aja di daerah sini". Jawab Jessy.
Ardi yang merasa khawatir dengan keadaannya temannya itu langsung menyuruhnya untuk segera pulang ke rumahnya. Dia tidak ingin kalau Jessy terkena masalah gara-gara dirinya.
"Kamu kenapa seperti orang yang khawatir sekali? Aku sudah cukup jauh kok dari preman tadi". Jessy merasa bingung dengan sikap Ardi yang tiba-tiba berubah.
"Sudah cepat pulang sana!! Jangan kamu tunggu aku". Kata Ardi memarahinya.
Jessy tidak tau apa yang terjadi dengan Ardi, tapi dia tidak ingin mendengar Ardi memarahinya lebih dari itu.
"Baik, aku akan pulang duluan. Nanti kamu beritahu aku kalau sudah selesai, biar aku jemput". Kata Jessy yang kemudian menutup teleponnya.
Ardi kemudian menatap laki-laki yang sedang bersamanya itu, dan kemudian bertanya tentang kejadian apa yang sebenarnya terjadi padanya.
"Aku saat itu tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka tentang penyerangan kantor polisi. Mereka mengatakan ingin membebaskan seorang temannya yang ditangkap oleh kepolisian". Laki-laki mengatakan hal tersebut sambil terkekeh kecil.
"Kenapa tertawa dari tadi!?". Ardi sangat kesal dengan sifat laki-laki tersebut yang selalu tertawa dengan situasi saat ini.
"Tidak, tidak, aku tertawa karena merasa situasi ini sangat lucu. Coba bayangkan saja, gara-gara kita berdua polisi yang ada didepan sana mempertaruhkan nyawa mereka. Hahahaha, aku merasa kasihan terhadap mereka".
Ardi merasa sangat kesal dengan sifat laki-laki itu dan juga situasi yang dia alami sekarang.
"Sudahlah, jangan terlalu stres seperti itu". Laki-laki tadi kemudian memperkenalkan namanya.
"Saya Nathan. Seseorang yang sedang mencari cara untuk menghilangkan rasa bosan". Setelah memperkenalkan namanya, dia kemudian menelepon seseorang.
"Selamat sore, tolong cepat datang ke kantor polisi daerah Cherry. Sedang terjadi baku tembak antar polisi dan anggota mafia, saya tidak bisa ke mana-mana karena dikunci oleh polisi yang ada".
"Kamu menghubungi siapa?" Tanya Ardi.
"Oh, maaf. Sepertinya aku lupa kalau kamu ada disini". Kemudian laki-laki tersebut mendekati Ardi dan memukul bagian leher belakangnya sehingga membuatnya pingsan. Tubuh Ardi langsung terjatuh dan penglihatannya perlahan-lahan semakin kabur dan kemudian dia tidak sadarkan diri.
Setelah sadar, dengan kepala yang masih terasa pusing, dan juga apa yang dia lihat masih sedikit gelap, Ardi mendengar suara beberapa orang berbicara.
"Siapa yang menyuruh kalian? Apakah kalian berdua salah saru dari pemberontak? Jawab!".
Membutuhkan sedikit waktu bagi Ardi agar bisa membuka matanya dan mengetahui siapakah yang berbicara.Setelah dia bisa melihat dengan jelas, betapa terkejutnya dia ketika merasakan kalau tangannya terborgol. Dan dia melihat di sekelilingnya ada beberapa orang yang tidak dikenalnya, dan dia melihat kau Nathan tadi juga ikut terborgol.
Ardi masih belum bisa memahami seperti apa situasi yang telah terjadi pada saat dia pingsan, dan dia terlihat seperti orang kebingungan.
"Akhirnya kamu sadar juga ya. Maaf kalau sudah membawa kamu ke masalah seperti ini". Kata Nathan dengan suara kecil."Akhirnya kamu sadar juga. Katakan, siapa yang menyuruh kalian berdua?". Kata salah seorang laki-laki sambil menodongkan sebuah pistol tepat di depan mata Ardi.
"Sa-saya tidak tau apa-apa, tadi itu hanya niat untuk menolong dia dari orang yang memukulnya. Sa-saya tidak tau si-siapa kalian dan juga siapa dia". Kata Ardi dengan rasa takut yang luar biasa karena todongan pistol yang tepat berada didepannya. Ardi teringat dengan dua polisi tadi yang langsung mati karena tembakan pistol mereka.
Karena tidak tahan dengan mereka berdua, laki-laki yang menodongkan pistol tadi menarik pelatuknya dan menembak Ardi.
Karena melihat Ardi akan ditembak, Nathan dengan cepat menendang tangan laki-laki tersebut, sehingga tembakannya meleset.
"Kelamaan".
Dor.....
Dor..... Dor...Tembakan yang berturut-turut itu diberikan kepada Nathan yang tepat berada disamping Ardi. Dan darahnya keluar dengan sangat banyak sampai mengenai kaki Ardi.
"Enggak, enggak..... Aku enggak ada hubungan apapun sama dia. Aku bersungguh-sungguh, tolong, tolong jangan bunuh aku juga". Kata Ardi yang sudah tidak bisa menahan tangisannya karena takut.
Dor....
Tembakan itu tepat mengenai kepala Ardi.
"Ardi, Ardi, bangun. . Kamu kenapa". Jessy menepuk-nepuk pipi Ardi agar segera bisa sadar dari tidurnya."Hah...? Jessy, kenapa aku bisa ada disini?". Tanya Ardi dengan rasa terkejut dan juga trauma."Tadi waktu aku mau ngasih makanan ini, aku dengar kamu teriak-teriak. Jadi aku masuk aja, soalnya pintu depan enggak kamu kunci. Kamu mimpi apa tadi?". Jelas Jessy sambil memberikan air yang dia ambil dari atas meja belajar Ardi.Setelah selesai minum, Ardi bertanya kembali pada Jessy."Jessy, apa kamu ada dikejar oleh preman pada saat kita pulang tadi?"."Preman? preman apa? setelah makan tadi, kita kan langsung pulang". Jawab Jessy."Syukurlah". Ardi langsung memeluk Jessy kemudian menangis. "Jessy, aku sangat takut, sangat takut. Kenapa aku selalu bermimpi buruk akhir-akhir ini, kenapa?". Dengan meneteskan air matanya, Ardi masih terus memeluk Jessy dengan erat."Ardi, mimpi buruk pasti pernah di alami oleh semua orang. Aku juga
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Sambil menahan rasa sakit di perutnya, Ardi mencoba melihat wajah orang yang menghajarnya, dia ingin tau apa alasan orang tersebut melakukan hal tersebut padanya. Dengan tatapan sinis, laki-laki yang menampar perut Ardi tadi mengencangkan kerah baju Ardi dan mencoba untuk menghajarnya kembali. "Kenapa Susi menangis!" teriak laki-laki itu tepat didepan wajah Ardi setelah puas memukulinya. Wajah ardi penuh memar dan matanya mulai kelihatan membengkak, untuk mengucapkan sepatah kata pun hampir tidak sanggup. Mulutnya terasa perih, dan matanya sudah sangat sakit jika tidak dipejamkan. Walaupun begitu, Ardi tetap berusaha untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki tersebut. “Aku hanya melakukan apa yang bisa kulakukan, dan hanya itu saja yang bisa kulakukan untuknya.” Setelah mengatakan hal tersebut, Ardi langsung tidak sadarkan diri. Di tempat yang berbeda, Jessy dan Nathan saat ini masih menunggu kedatangan Susi dan Ardi untuk segera bergabung dengan mereka berdua di meja yang sudah
Lebih dari dua puluh menit mereka berdua di ruangan itu, tapi Susi masih belum berhenti menangis dan memukul Ardi. Dia terus memukuli dada Ardi dengan kepalan tangannya yang kecil, dan kepalanya ditempelkan di bagian dada Ardi untuk menutup wajahnya."Bodoh!! bodoh sekali!! itu memalukan sekali!!" kata Susi sambil terus memukul Ardi.Ardi tidak ingin mengatakan apapun, jika dia salah sedikit berucap, maka hal itu pasti akan membuat Susi semakin marah kepadanya.Disaat yang bersamaan, ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan itu dan mengatakan "Permisi tuan, apakah masalahnya sudah selesai? jika tuan tidak memesan ruangan ini, biarkan tamu lain yang memesannya."."Nanti saya bayar untuk biaya kamar ini! jadi jangan menganggu!" Teriak Ardi.Waiters yang ada di depan pintu tersebut terkejut dengan teriakan Ardi, dan mengelus-elus dadanya sambil mengatakan "Saya salah apa? padahal cuma bertan
"Susi!" Ardi merasa seperti pernah mendengar nama itu. "Apa kita pernah ketemu sebelumnya." tanya Ardi yang berdiri terpaku melihat Susi."Dasar!!! sombong sekali jadi cowok!! Sini, ikut aku." Susi menarik Ardi menuju suatu tempat."Nathan? kenapa kamu bisa ada disini?" Ardi terkejut ketika melihat Nathan berada di tempat itu."Nathan!, ini aku bawakan temanmu. Dia orang yang sombong sekali, aku jadi benci rasanya, apalagi saat ucapan salam ku diabaikan." Kata Susi menggerutu."Sudahlah, aku mau kalian berdua untuk akrab nanti. Ardi, aku belum memperkenalkan diri, kan? kenalkan, aku Nathan, Kaka tingkat yang akan mengawasi kamu dan juga Jessy, dia adalah teman aku dari kecil, namanya Susi Artia. Aku mau kalian bertiga berteman akrab nantinya, dan aku juga akan mengawasi kalian menggantikan Mr. Brown." Penjelasan yang singkat dari Nathan, dia akhirnya menunjukkan siapa dia yang sebenarnya kepada Ardi, walau
Laki-laki yang masuk ke tempat itu meningkatkan kewaspadaannya, dia berpikiran kalau Ardi dan Jessy adalah pencuri."Seharusnya saya yang bertanya Kamu siapa! Seenaknya saja langsung masuk rumah ini seperti pemiliknya sendiri". Kata Ardi memarahinya."Apa kamu Ardi?". Laki-laki itu menunjuk Ardi."Iya, siapa kamu! Apa yang mau kamu lakukan?". Tanya Ardi kembali.Laki-laki itu menghampiri Ardi, lalu memeluknya."Ternyata kamu calon saudaraku. Maaf kalau begitu, nanti aku jelaskan, tapi sekarang ada yang mau aku ambil di kamar, setelah itu berangkat lagi". Sebelum laki-laki itu menjauh, Jessy dengan cepat menarik tangannya."Kamu penipu ya?". Tanya Jessy."Jelas aja bukan, nanti kalian berdua tanya sama mama dan papa untuk lebih jelasnya, aku saat ini sibuk". Jawab laki-laki itu.Setelah mengatakan itu, Ardi dan Jessy mengikuti dia menuju ke
Ketika sudah berada di taman, Ardi dan Jessy duduk di sebuah bangku taman di bawah pohon yang cukup besar. Dengan ditemani semilir angin di bawah pohon, membuat suasananya menjadi sangat sempurna bagi Ardi untuk tidur di situ. Perlahan-lahan Ardi berbaring di bangku tersebut, dan menjadikan paha Jessy sebagai bantalnya. Rasa sejuk yang sangat cocok di tengah hari yang panas ini, membuat Ardi tida bisa menahan kantuknya, sehingga akhirnya dia tertidur untuk beberapa menit. Jessy yang tadi ingin mengatakan sesuatu jadi tertunda karena melihat Ardi yang sudah tertidur.Setelah beberapa menit, Ardi terbangun dari tidurnya karena tangan Jessy yang terus mengusap kepalanya. Walaupun terasa nikmat, tapi Ardi tetap terbangun karena usapan itu mengejutkannya.Jessy melihat Ardi sudah terbangun itu, langsung memencet hidungnya cukup lama."Jessy! Sudah! Aku enggak bisa nafas nih". Teriak Ardi."Aku bawa
Jessy merasa sangat ketakutan, selama ini, Jessy tidak pernah merasa takut yang berlebihan dalam setiap hal. Jika dia dikerumuni oleh orang yang ingin merampoknya, dia hanya tinggal berlari dan menyelamatkan diri, itu yang ada dipikirannya. Menurut Jessy, hal-hal yang cukup menakutkan bagi kebanyakan orang, baginya itu adalah hal yang dapat diselesaikan dengan mudah, jika kita menghilangkan rasa takut tersebut. Walaupun ketika ditodong seseorang menggunakan senjata api, dia tidak akan takut, Karena dia sudah pernah belajar dengan Ardi cara menghindari todongan senjata dengan cepat. Karena keberaniannya itu, Jessy dengan mudah mengalahkan ketiga anggota mafia yang saat itu sedang menghajar Nathan.Tapi kali ini Jessy mengerti. Dia paham seperti apa itu berada dalam keputusasaan disertai dengan rasa takut yang sangat besar. Dan mengingat hal itu, air matanya berjatuhan kembali.Dengan erat Ardi memeluk Jessy dari belakang, dia sangat m
Laki-laki itu membawa Jessy ke tempat yang cukup sepi."Jessy, apa kamu suka sama Ardi?". Dia bertanya dengan cukup serius.Jessy sudah tau apa yang ingin dibicarakan oleh laki-laki ini. Jadi dia mengatakan padanya secara perlahan kalau dia sama sekali tidak menyukai Ardi, dan hanya sebatas teman.Tapi jawaban dari Jessy tadi tiba-tiba membuat dia marah."Teman! Dengan menciumnya seperti itu?. Apa kamu tidak bisa memahami perasaanku?. Aku itu suka, suka sama kamu. Berapa lama lagi perasaan ini harus aku tahan?". Teriak laki-laki itu dengan suara yang cukup keras sampai membuat Jessy terkejut.Karena tidak ingin menyebabkan kesalahpahaman, Jessy mengatakan kepadanya apa yang sedang dia rasakan, dan juga hubungannya dengan Ardi."Dengar ya Frank, saat ini aku tidak ingin menjalin hubungan apapun. Hubunganku dengan Ardi itu hanyalah teman. Karena sudah berteman sejak kecil, m
"Aku sudah enggak sabar Di... Kira-kira siapa di antara kita yang dapat nilai tertinggi!". Ujar Jessy dengan merangkul tangan Ardi.Banyak murid dari tahun ke tiga berdiri didepan sebuah papan pengumuman. Karena di situ akan diumumkan siapa saja siswa atau siswi yang memiliki nilai tertinggi pada saat ujian akhir."Kali ini aku mengalah aja. Soalnya kasihan sama kamu". Kata Ardi meledeknya."Hmph... Ardi jahat. Tapi tenang aja, soalnya aku yang mengalah duluan. Kalau nilai kamu menurun, nanti bakalan enggak di terima di universitas itu". Ujar Jessy kepadanya.Sementara asik berbincang, kemudian datanglah guru yang akan menempelkan lembar nilai para siswanya itu.Mereka sangat antusias, Ardi dan Jessy yang tadinya berada di tengah-tengah kini tertarik ke bagian paling belakang. Beberapa siswa yang lain menarik mereka berdua agar bisa lebih dulu melihat nilai yang mereka dapatkan.
"Nama aku Nathan".Kalimat itu membuat Ardi mengingat kembali mimpinya kemarin, pada saat dia melihat Nathan ditembak oleh para mafia tersebut."Kenapa? Kenapa? Aku enggak mau hal ini benar-benar terjadi". Ardi memegang kepalanya dan tatapan matanya terlihat kosong. "Kenapa?". Secara perlahan, air mata Ardi terjatuh setetes demi setetes. Dan Jessy yang melihat Ardi menangis, dengan cepat menghampiri dia lalu memeluknya."Ardi, sudah. Kamu harus tenang dan kendalikan dirimu, jangan seperti ini. Kamu terlihat seperti orang lemah". Ujar Jessy yang sedang memeluknya.Ardi hanya diam dan terus menangis, sampai membuat baju sekolah Jessy sedikit basah. Nathan yang ada di belakang mereka melihat Ardi seperti orang yang menyedihkan, dia kemudian segera menghampiri mereka berdua dan kemudian...Buk....Suara tendangan Nathan yang diberikan kepada Ardi terdengar cukup keras. Jessy yang melihat hal tersebut langsung marah dan mencoba untuk