“Mati aku ! Gimana kalau Tuan Jendra datang ke Universitas XXX? Padahal aku kan masih SMA. Bagaimana ini?”
Alona tak bisa tidur, malam ini kepalanya bekerja cukup berat.“Menikah? Tidak..tidak..tidak! Aku ini masih sekolah!”“Jika terjadi pernikahan, maka akan terjadi pembuahan. Yang artinya.. nggak! Aku masih sangat muda untuk menjadi seorang Ibu.“Arghhhhh…” Alona gelingsatan tak mau diam. Padahal besok ia harus masuk sekolah. Jam di dinding sudah menunjukan pukul dua malam.“Kenapa Ibu tidak menyuruh kak Tiara saja? Padahal Tuan Jendra tidak terlihat tua, ia sangat tampan, ya meskipun versi oppa oppa. Kenapa harus aku?” Alona masih tak habis pikir dengan apa yang telah menimpanya.“Bagaimana jadinya kalau aku menikah? Lalu bagaimana dengan pendidikanku? Cita citaku menjadi dokter?” Alona menarik nafas panjang.**Bukan hanya Alona yang mengalami kesulitan tidur, di kejauhan sana, rupanya Rajendra juga mengalami hal yang sama. Ia masih belum terima dengan keputusan sang Ayah yang memaksanya untuk menikahi wanita yang sangat muda.“Dia masih kuliah, wajahnya saja masih sangat belia, bagaimana ceritanya menikah denganku? Akh . . Bikin sakit kepala saja!” Jendra mengacak acak rambutnya.Belum lagi ia memikirkan perkataan Maria sang sepupu. Menurut Maria salah satu anak Baskara itu memiliki attitude yang buruk.Tetapi sudah dua kali pertemuan, Rajendra masih belum bisa membuktikan.“Apa dia masih jaga image? Atau memberi kesan pertama?” Jendra semakin gelisah, ia tak menemukan posisi nyaman dalam tidurnya.Semakin ingat soal perjodohan, semakin terbayang pula wajah Alona. Bila diingat, wajah Alona tak begitu mengecewakan. Hanya kurang polesan saja. Wajahnya yang imut, bibir yang tipis keriting, juga hidung yang menggemaskan.“Ishh kenapa aku jadi mengingat wajah anak itu? Menyebalkan saja!”Jendra tak berhenti mengoceh dengan dirinya sendiri.***Pagi sudah menyapa. Rajendra sudah bermandi keringat di taman halaman belakang. Selama pulang ke negaranya sendiri, Rajendra lebih sering menghabiskan waktu untuk berolahraga.“Bagaimana pertemuan kedua kamu dengan Tiara?” Tanya sang Ayah mengagetkan.“Biasa saja.” jawab Rajendra dingin“Tidak terlalu buruk bukan ?”“Apa tidak ada wanita lain selain Si Tiara yang masih belia itu yah? Dia usianya saja belum dua puluh tahun. Apa Ayah tidak melihat perbedaan usia aku dengan dia?” Jendra mulai merasa gerah. Nada bicaranya mulai meninggi.“Kalau bukan karena sumpah dan janji Ayah kepada Baskara, Ayah juga malas mengenalkan kamu pada anak itu, biar saja anak itu mencari cinta sejatinya! Bukan denganmu yang selalu bersikap dingin!” Nakula santai menikmati sarapan paginya.Jendra menghela nafas panjang.“Ikhlaskan Ibumu Jendra, dia sudah tenang di alam sana!”“Jangan bawa bawa Ibu! Ibu tidak tahu apa apa soal ini! Dan kalau Ibu masih ada pasti dia orang pertama yang akan menolak perjodohan ini!”“Siapa bilang Jendra?! Justru perjodohan ini awalnya adalah ide dari mendiang Ibumu. Ibumu yang memberikan ide kepada Baskara agar menjodohkan kau dengan anaknya”“Bohong!!”“Aku memang memiliki sikap yang buruk. Kadang bengis dan selalu memaksa. Tetapi aku tidak pernah bohong dalam berkata. Termasuk bohong kepadamu!”Ucapan Sang Ayah ada benarnya, selama ini Sang Ayah memang tidak pernah berkata bohong kepadanya.“Bukalah hatimu Jendra! Lagi pula kamu ini sudah kepala empat! Ingat, usiamu sudah tidak muda lagi, kalau tidak sekarang, tidak dijodohkan, kapan kau akan menikah?” Nakula sang Ayah kembali mengoceh“Mulai sekarang kau dekati dia. Bagaimana caranya kau bujuk agar dia juga mau menikah denganmu!”“Dia sudah pasti mau menikah denganku! Secara dia kan mengincar harta kita!”“Jendra! Tutup mulutmu!” Bentak sang Ayah.“Ini sudah petuah Jendra! Keluarga kita sejak dari nenek moyang tidak pernah melanggar yang namanya sumpah dan janji. Kalau sampai melanggar yang kena ganjarannya bukan hanya kau saja, tapi seluruh anggota keluarga besar kita!”“Halah Ayah, zaman sudah maju begini masih saja percaya petuah lama!”“Jaga mulutmu Jendra! Zaman boleh berubah, tapi adat dan kepercayaan akan selalu sama. Dasar kau keras kepala! Percuma aku berdebat denganmu! Mulai besok bersikaplah baik dan ramah! Coba lebih dekat lagi dengannya.” Ucap sang Ayah sebelum ia pergi meninggalkan meja makan.***“Aku Jendra, kamu dimana?” Si lelaki dingin itu akhirnya mengirimkan pesan kepada Alona yang ia pikir adalah Tiara.“Alona ponselmu berdering terus tuh! Jangan jangan Ibu tirimu.” Ucap sahabat Alona yang sering di sapa Sarah.“Gak mungkin Ibu telpon, kalau ada apa apa pasti Ibu pasti kirim pesan. Ibu kan gak suka dengar suara aku” Sanggah Alona yang sedang melahap bakmi di kantin sekolah.“Yaudah lihat dulu barang kali ada yang penting!” Pinta Sarah cemas. Sarah adalah saksi hidup yang mengetahui bagaimana bengisnya Pretty kepada Alona.Alona mengambil ponselnya, benar saja ada beberapa panggilan yang tidak terjawab, berasal dari nomor yang tidak dikenal. Panggilan itu kembali masuk.“Halo, ini siapa?” Tanya Alona santai“Aku Rajendra. aku sekarang ada di depan universitasmu. Kau di fakultas apa?” Tanya Rajendra singkat padat dan jelas.Alona langsung tersentak kaget, ia batuk dan hampir saja tersedak.“Mau apa Tuan Jendra datang ke sana?”“Saya Jendra! Bisa paham dengan ucapan saya? Saya kan sudah bilang, tidak usah menggunakan kata Tuan?”“Maaf Jendra, tapi mau apa datang kesana?”“Ayahku menyuruhku datang menemuimu. Sudah jangan banyak omong kau dimana?”Alona sungguh kaget luar biasa. Ia bingung harus menjawab apa. Alona tidak sedang kuliah disana.“Ada apa Alona?” Tanya Sarah menggerakan bibirnya“Saya sedang tidak masuk kelas, saya sedang sakit, sebaiknya Tuan maksud ku Jendra pulang saja! Sudah dulu ya! Saya sedang meriang!” Pungkas Alona lalu mematikan ponselnya.“Sarah gawat, Sarah gawat! Lelaki itu datang ke universitas Kakak untuk menjemput aku” bagaimana ini Sarah?” Alona panik setengah mati“Waduh bahaya ini, lagian kenapa sih harus bilang universitas. Kenapa gak jujur bilang kamu masih sekolah?”“Kan sudah aku bilang itu maunya Ibu, Sarah!”**“Dasar bocah! matikan Telepon seenaknya saja! Akh . . Sudahlah aku pulang saja! Ngapain juga masih disini, buang buang waktu saja!” Rajendra langsung menginjak pedal gas dalam dalam.Mobil ceper berlogo kuda jingkrak itu melaju dengan kecepatan tinggi.Rajendra kini berada di kediaman Maria sang sepupu, ia selalu menghabiskan waktu disana saat kepalanya terasa mau pecah.“Jendra.. Jendra.. Dari dulu tuh ya, kamu tuh orang paling ribet sedunia” ucap Maria sambil menyuguhkan kopi untuk Kakak sepupunya itu.“Yah mau gimana lagi Maria?!”“Ngomong ngomong Jendra, daripada kamu terus pusing begini mending kamu cari kegiatan deh! Kerja misalnya, atau apa kek yang sekiranya kamu tuh ada kegiatan. Supaya pikiran stress mu akan teralihkan dengan pekerjaan.”“Kerja lagi kerja lagi, buat apa sih kerja. Menjadi owner di beberapa perusahaan saja sudah cukup membuatku sIbuk Maria. Sudahlah, Ayah terlalu kaya kalau aku kerja lagi!”“Yaah.. bukan bekerja untuk uang, tapi kerja untuk mengisi waktumu yang menyebalkan. Daripada kau terus berdiam diri dirumah, kau akan terus dihantui om nakula terkait pernikahan, tapi kalau kau bekerja setidaknya mengurangi waktumu bertemu dengannya.”Ucapan Maria Sang sepupu ada benarnya. Jendra memikirkan apa yang disampaikan oleh Maria cukup masuk akal.“Nggak usah kerja yang berat berat Jendra. Coba deh yang ringan ringan saja, misalnya menjadi guru atau tenaga pengajar yang setara.”“Guru? Guru apa modelan aku begini Maria? Aku kan nggak ada Basic menjadi guru. Lagi pula sekolah mana yang akan menerima aku?”“ Yaelah Jendra, jadi guru bahasa Inggris kan bisa. Untuk masalah sekolah nggak usah dipikirin! Kamu kan bisa masuk sekolah bokap! Udah deh nanti aku yang atur. Bagaimana caranya agar kamu bisa masuk sekolah milik papa. Gimana?”Jendra diam untuk beberapa saat. Ia memikirkan betul apa yang disarankan oleh Maria.“Sepertinya tidak terlalu buruk Maria. Mungkin aku harus coba.”“Nah gitu dong! Ya sudah, besok aku akan bicara sama papa agar kamu bisa langsung mengajar di sekolah miliknya” Pungkas Maria.Sadewa Aryana School, sekolah swasta yang dibangun di atas lahan luas dengan segala fasilitas mumpuni. Sekolah milik seseorang yang berasal dari keluarga Atmadja Bersaudara.Sekolah ini sudah berdiri sejak tahun sembilan puluhan dikelola oleh Seluruh keluarga secara turun Temurun.Memiliki bangunan bergaya Eropa, sekola ini memiliki seribu siswa dan siswi yang berasal dari keluarga tak biasa.Tak heran para muridnya berasal dari kalangan anak anak pengusaha, Artis, bahkan Para Pejabat Negara bersekolah di sana.Termasuk salah satunya Alona, yang kini sedang duduk dibangku kelas sembilan.“Alona…kamu tahu tidak?” Sambil berlari Sarah menghampiri.“Apa sih Sarah, pagi pagi udah heboh aja!” Balas Alona yang baru saja tiba dan duduk di kursi miliknya.“Guru bahasa Inggris kita diganti!”“Diganti gimana maksudnya?”“Diganti sama guru baru. Katanya sih gurunya dari Amerika, ya ampun kok bisa ya!”“Hah massa?” Alona masih tidak percaya ia malah asik melahap sarapan yang ia bawa dari rumah.“ B
Sore itu, Alona menatap layar ponselnya, membaca pesan dari Rajendra yang berbunyi, "Malam ini kita bertemu! Ayahku memintaku untuk menemuimu!" Alona merasa gugup, namun tidak ada alasan menolak.Sementara itu, Alona berada di kamar milik bundanya yang kini dikuasai oleh ibu tirinya. Alona duduk di lantai, menunggu ibu tirinya memilih pakaian yang akan dikenakannya nanti malam."Alona, kamu mau-maunya ya dijodohkan sama bapak tua, haha. Untung saja aku gak mau. By the way, makasih ya sudah menyelamatkan masa depanku, haha," ujar Tiara, kakak tirinya, sambil terkekeh di atas sofa besar. Dia menikmati jajanan kesukaannya tanpa peduli perasaan Alona.Alona menahan amarahnya, matanya berkaca-kaca. Dia merasa diperlakukan tidak adil, namun tak bisa berbuat apa-apa. Hatinya berkecamuk, antara ingin menolak perjodohan tersebut dan rasa takut akan masa depannya.Tiara melihat kegugupan Alona dan melanjutkan ejekannya, "Wah, kayaknya Alona sudah tak sabar ya mau ketemu calon suaminya yang tua-
Begitu bel masuk berbunyi, Rajendra berjalan masuk ke kelas dengan langkah pasti dan percaya diri. Wajah tampannya terlihat sangat serius, matanya yang tajam menatap para murid yang sedang duduk di bangku mereka. "Selamat pagi, murid-murid," ucap Rajendra dengan suara yang tegas dan jelas."Saya Rajendra, guru bahasa Inggris kalian menggantikan Miss X yang sudah tidak mengajar. Saya ingin selama saya mengajar tidak ada keributan apapun. Hanya saya yang berbicara. Kalian bisa bertanya pada waktu yang sudah saya sediakan," kata Rajendra saat pertama kali berdiri di depan kelas 9.Murid-murid saling berbisik, penasaran dengan sosok guru baru mereka. Beberapa dari mereka tampak senang, sementara yang lain mungkin masih ragu. Rajendra melanjutkan, "Hari ini siapa yang tidak masuk?""Alona, Pak," jawab ketua kelas dengan suara agak ragu."Kemana dia?" tanya Rajendra, mencatat absensi di buku kehadiran."Katanya sakit, Pak," jawab ketua kelas, masih dengan suara ragu."Sakit apa memang? Sepa
Setelah Rajendra dan ayahnya meninggalkan rumah, Pretty, ibu tiri Alona, segera datang menghampiri Alona yang sedang terbaring dengan hati yang hancur. Rasa sakit dan kecewa yang dialaminya terasa begitu dalam."Bangun kamu! Bangun!" teriak Pretty dengan nada marah. Alona yang sedang terbaring kembali terkejut dan kaget, langsung duduk dengan wajah pucat."Kenapa kamu tidak cerita kalau Rajendra seperti itu? Pantas saja kau selalu mau dipertemukan dengan dia. Rupanya dia tampan, tidak seperti perkiraanku. Kau mau menipuku, hah?" ujar Pretty sambil melotot."Maaf, Nyonya, bukan begitu maksud saya. Kalau pun saya cerita, apakah Nyonya akan percaya?" jawab Alona dengan suara lirih, menahan tangis."Halah, alasan!" sahut Pretty dengan tangan di pinggang, mencibir tak percaya. Wajah Alona semakin memerah, merasa diperlakukan sangat tidak adil oleh ibu tirinya."Bangun kamu! Jangan tidur di tempat anakku, bawa semua barang barang rongsok mu!" teriak Pretty dengan wajah memerah padam karena
Suara mesin motor bergegas masuk ke halaman rumah, membuat heboh seisi rumah. Rajendra menuruni motor miliknya dengan kasar, wajahnya merah padam karena emosi. Mendengar keributan itu, Nakula, ayahnya, segera keluar dari rumah dengan ekspresi bingung dan heran."Apa yang terjadi, Jendra?" tanya Nakula, mencoba menenangkan anaknya yang tampak marah."Apa Ayah juga bersekongkol untuk menipuku, menukar identitas Alona dan Tiara?" Rajendra menuding ayahnya dengan nada mencurigakan."Apa maksudmu, Jendra? Ayah tak mengerti," Nakula terkejut dan bingung dengan tuduhan anaknya.Rajendra pun menjelaskan sambil mengamuk bahwa ia merasa tertipu oleh Alona yang berpura-pura menjadi Tiara. Ia menceritakan bahwa Alona adalah muridnya di sekolah, bukan seorang mahasiswi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan emosi dan kekecewaan.Nakula ikut terbelalak, tidak menyangka bahwa ada kesalahpahaman seperti itu. Wajahnya tampak pucat, merasakan betapa sakit
Sejak kejadian perdebatan di kamar itu, Rajendra terus berfikir mengenai perjodohannya dengan Alona. Mereka memang sering bertemu di sekolah, namun hubungan mereka kini terasa lebih asing dan tidak ada kehangatan, seolah-olah mereka hanyalah guru dan murid biasa.Rajendra memang sempat mengurungkan niatnya untuk membatalkan perjodohan tersebut, namun setelah adu argumen dengan Alona saat itu, hatinya menjadi ragu dan bimbang. Bahkan saat mengajar di kelas Alona, Rajendra tak lagi melirik wanita itu dengan tatapan yang biasa.Sarah sahabat baik alona yang kini mengetahui seluruh kisah perjodohan mereka, mencoba menegur dan menanyakan perasaan Alona. "Alona, kamu yakin dia tetap mau menjalankan perjodohan itu?" tanya Sarah dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.Alona menatap kosong ke arah Rajendra yang sedang mengajar di depan kelas. Wajahnya tampak muram dan penuh pertanyaan. "Aku tidak tahu, Sarah. Aku juga bingung dengan sikapnya sekarang. Tapi yang pasti, aku tidak akan menyerah b
Pagi hari itu, matahari bersinar terang menyapa Alona dan Rajendra. Meskipun mereka berada di bawah atap yang sama, namun kenyataannya mereka tidak bangun bersama. Di rumah barunya, Alona telah sibuk sejak pagi menyelesaikan pekerjaan rumah. Ia bahkan memasak sarapan pagi untuk dirinya dan Rajendra, walaupun dalam hati Alona tidak menyukai pernikahan yang dijalaninya.Namun, setidaknya ia tahu apa kewajiban seorang istri. Sebelum berangkat ke sekolah, Alona memastikan segala sesuatu sudah rapi. Sarapan pagi pun telah tersaji dengan apik di meja makan. Alona bergerak cepat, ia tidak ingin Rajendra turun dari kamar sebelum ia berangkat ke sekolah.Setelah selsai sarapan, Alona mengambil tas sekolahnya dan berlari ke pintu keluar. Dalam hatinya berharap jangan sampai Rajendra menyaksikan ia berangkat sekolah.Alona terbirit-birit di jalan, mencari angkutan umum yang bisa mengantarnya ke sekolah. Pagi itu, terasa berat baginya untuk mengendalikan perasaan dan menyembunyikan kenyataan bah
Alona pun kini masuk ke kamarnya. Dengan perasaan yang entah bagaimana rasanya, ia membuka tas yang berisi coklat dan buket bunga yang diberikan oleh Daniel, sang kapten basket di sekolahnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika seorang Daniel yang populer itu ternyata mengaguminya.Alona memang dikenal sebagai siswi yang baik dan cantik di sekolahnya. Dibalik wajah cantiknya yang menawan, Alona juga memiliki kaki jenjang dan rambut panjang lurus yang selalu terawat. Selain itu, sifat manis dan kepintarannya membuatnya semakin disukai oleh banyak orang. Tidak heran jika seorang kapten basket yang gagah dan tampan seperti Daniel jatuh hati kepadanya.Ketika berjalan di koridor sekolah, Alona selalu mencuri perhatian. Banyak siswa yang terpesona dengan kecantikannya, namun Alona selalu menjaga sikap sopan dan ramah kepada siapapun. Hal ini membuat banyak orang semakin mengagumi kepribadian Alona yang rendah hati.Daniel sendiri adalah sosok yang sempurna di mata banyak siswi. Selain memi
Setelah beberapa sesi terapi, psikiater menyarankan agar Alona melakukan perjalanan untuk penyembuhan diri.Rajendra mengambil keputusan untuk membawa Alona berlibur ke Hawaii, tempat yang selama ini menjadi impian Alona.. Ia berharap suasana tropis, pantai indah, dan udara segar di sana dapat membantu Alona pulih dari traumanya. Dengan penuh semangat, Rajendra mulai mengurus semua akomodasi yang dibutuhkan, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan selama di sana.Ketika Rajendra memberitahukan rencana ini kepada Alona, ia merasa lega karena Alona tidak menolak ide tersebut. Meskipun masih terlihat lesu, Alona setuju untuk pergi bersama Rajendra ke Hawaii.Hari keberangkatan pun tiba, Rajendra dan Alona terbang menuju Hawaii dengan penuh harapan. Mereka tiba di hotel yang sudah Rajendra pesan sebelumnya dan disambut dengan hangat oleh staf hotel. “Bagaimana Alona? Kamu suka kan?” Tanya Rajendra saat membuka godrin yang menutupi kamarnya yang me
Setelah selesai merapikan tenda yang telah mereka gunakan untuk berkemah, Jendra bergegas meninggalkan lokasi kemah bersama Alona, sang istri. Sepanjang perjalanan, Jendra tak henti-hentinya memeluk Alona, meyakinkan sang istri bahwa dia akan selalu ada untuk melindungi dan mencintainya. "Kamu tenang ya, Sayang. Aku di sini, akan terus melindungi kamu," ucap Jendra dengan penuh tulus dan kehangatan.Mendengar kata-kata itu, Alona merasa hari itu begitu mencerahkan hatinya. Hatinya yang semula keras dan sulit menerima kebaikan orang lain, kini mulai luluh oleh ketulusan cinta Jendra. Alona tersadar bahwa Jendra sungguh mencintainya, lebih dari siapapun yang pernah ada dalam hidup mereka.Dibanding Saloka, yang sudah dikenal Jendra selama puluhan tahun, Jendra justru memilih untuk percaya pada Alona. Ia merasa beruntung memiliki suami yang setia dan tulus seperti Jendra.Perlahan, Alona menoleh pada Jendra, matanya berkaca-kaca seiring senyuman tulus yang terukir di wajahnya. "Terima k
Alona berada di dalam sebuah bangunan khusus toilet umum laki-laki, wajahnya tampak pucat pasi ketakutan. Tiba-tiba, Saloka muncul dari balik salah satu pintu toilet dengan senyum yang jahil dan sinis."Kamu mau apa, Saloka?" tanya Alona dengan suara gemetar, mencoba menyembunyikan rasa takutnya."Sudahlah, Alona, aku tahu Rajendra tidak mencintaimu. Cinta dia habis di Sitha, kau dinikahi aku yakin belum pernah disentuh bukan?" ucap Saloka dengan nada picik, sambil melangkah mendekati Alona.Alona terdiam, hatinya semakin khawatir dan ketakutan. Tiba-tiba, Saloka mengunci pintu toilet, membuat Alona merasa terjebak."Buka pintunya!" pekik Alona, hampir menangis."Tidak, aku tidak mau, lagipula ini toilet khusus lelaki, kamu yang salah berada disini," balas Saloka dengan nada datar, sambil tersenyum jahat."Buka! Atau aku teriak!" ancam Alona, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa."Teriak saja, jika kau mau mati," ejek Saloka, mengejek ketakutan Alona.Alona merasa buntu, matanya
Malam itu, di tengah hutan pinus yang rimbun, Alona, Rajendra, dan teman-teman mereka berkumpul di sekitar api unggun yang menyala terang. Udara dingin menusuk tulang, dan angin kencang yang meniup dedaunan membuat suasana semakin akrab dan hangat. Di sekitar api unggun, mereka berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan malam itu. Beberapa di antara mereka sibuk memasak, mengolah daging untuk barbekyu, dan mengatur piring serta alat makan. Alona dan beberapa teman wanitanya sedang bersemangat membuat minuman untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin ini.Sementara itu, Rajendra dan teman-teman lelaki lainnya bertanggung jawab atas api unggun yang menerangi kegelapan malam. Mereka mengatur kayu bakar dan memastikan nyala api tetap hidup untuk menjaga kehangatan di tengah dinginnya udara. Api unggun yang menyala semakin menambah keakraban suasana malam itu.Meskipun sibuk dengan urusan masing-masing, Rajendra tidak lupa untuk sesekali melirik istrinya, Alona, dari kejauhan. Dia mempe
Mentari pagi yang hangat mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengusik tidur Alona dan Rajendra yang masih terlelap di atas sofa. Semalam, mereka berdua begitu larut dalam perbincangan tentang skema acara yang akan dihadiri, hingga akhirnya memutuskan untuk menonton film komedi bersama. Tanpa terasa, keduanya terlelap dan bermimpi indah."Rajendra, bangun, kita kesiangan!" seru Alona dengan panik, menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Rajendra yang terkejut bangun, mendengus dan meregangkan tangannya dengan santai. "Jam berapa ini?" tanyanya pada Alona."Jam delapan," jawab Alona cepat, lalu berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tanpa disadari, Rajendra menarik tangan Alona hingga membuatnya kembali terjatuh ke atas tubuh rajendra. "Aduh!" pekik Alona, merasakan rasa kaget yang luar biasa."Maaf Alona, mungkin ini lancang," ucap Rajendra dengan wajah yang tampak bersalah. Alona menatapnya dengan ekspresi bingung, mencoba memahami maksud dari tindak
Setiap hari, Rajendra semakin menunjukkan rasa cintanya pada Alona. Ia selalu berusaha menjaga dan memenuhi kebutuhan Alona sebagai suaminya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, hingga menemani Alona berbelanja keperluan rumah tangga.Rajendra juga sudah tak pernah lagi pergi clubbing seperti dulu. Ia hanya keluar untuk urusan bisnisnya saja, kemudian segera kembali ke rumah dan menghabiskan waktu bersama Alona.Namun, meskipun Rajendra berusaha keras menunjukkan rasa cintanya, Alona belum juga merespon perasaan tersebut. Ia masih belum bisa menerima keberadaan Rajendra sepenuhnya dalam hidupnya. Wajah Alona yang selalu datar dan dingin membuat Rajendra merasa khawatir.Suatu malam, saat makan malam bersama, Rajendra mencoba membuka percakapan dengan Alona. "Alona, aku tahu mungkin aku belum sempurna sebagai suami, tapi aku berusaha untuk lebih baik. Apakah kau bisa melihat usahaku?" tanya Rajendra dengan lembut.Alona menatap matanya, lalu menundukkan pandangannya. "Aku
"Selamat ulang tahun ya, Om! Jendra doakan semakin tua semakin jaya!" ucap Jendra sambil tertawa lepas, menggenggam tangan Ayah Maria yang merupakan paman dari Jendra sendiri. Ayah Maria, dengan senyum lebar di wajahnya, merasa senang melihat kehadiran Jendra di pesta ulang tahunnya."Terima kasih, Jendra. Sudah mau datang ke ulang tahunku, padahal biasanya kamu nggak pernah mau datang. Kayaknya setelah menikah, beda ya vibe-nya," bisik Ayah Maria dengan senyum jenaka, menyindir Jendra yang kini sudah berumah tangga.Di samping Jendra, Alona berusaha menampilkan senyuman sumringah, meskipun hatinya masih bercampur aduk dengan sikap Jendra yang begitu berlaku manis padanya. Alona merasa tidak nyaman dengan cara Jendra bercanda dengan Ayah Maria, tetapi ia tidak ingin merusak suasana pesta ulang tahun yang sedang berlangsung.Mata Alona mencuri pandang ke arah Jendra, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan suaminya itu. Jendra, seolah menyadari perasaan Alona, menggenggam tanga
Daniel menggeleng sinis, menyaksikan Rajendra yang dengan sigap menahan Alona yang hampir terjatuh. Wajah Daniel penuh dengan kebencian dan pengejekan."Tak sia-sia aku mengakui bahwa Alona adalah istriku, setidaknya ia terbebas dari manusia kasar seperti kamu," ucap Rajendra dengan tegas, melindungi Alona dari tatapan dan niat jahat Daniel.Mendengar ucapan Rajendra, Daniel tersentak, rasa sakit hati dan kehilangan tergambar jelas di wajahnya. Alona yang sedang menangis, kini digenggam erat tangannya oleh Rajendra. Dia membawa Alona menjauh dari pemandangan yang menyedihkan itu.Mereka kini berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran kampus, berusaha mencari ketenangan setelah kejadian tersebut. Alona terus menangis, isakannya terdengar memilukan. Rajendra menunggu dengan sabar, berharap gadis itu segera tenang dan bisa berbicara kepadanya.Alona menundukkan kepalanya, menangis tersedu-sedu, dan mencoba menenangkan diri. Rajendra, dengan tangan yang lembut, mengusap kepala Alona
Alona melangkah gontai di koridor kampusnya, pikirannya penuh dengan ucapan Jendra yang membuat hatinya gelisah. "Aku mau kita sebagai pasangan suami istri yang seharusnya," gumamnya, menirukan ucapan Jendra dengan nada sinis. "Enteng sekali dia berbicara seperti itu, setelah merenggut keperawananku dan menghancurkan hubunganku dengan Daniel," gerutu Alona kesal.Sesampainya di fakultas Daniel, matanya menyapu tiap sudut ruangan dengan tajam mencari keberadaan Daniel. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran pria yang pernah begitu dekat dengannya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya kepada salah satu teman Daniel yang sedang berada di sana."Sudah dua hari dia tidak datang ke kampus," jawab temannya dengan serius. "Ada apa, Alona? Kamu terlihat sedih."Alona menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang hendak jatuh. "Tidak apa-apa," ucapnya seadanya, berusaha tersenyum. "Aku hanya ingin bicara sebentar dengan dia."Dalam hati, Alona merasa semakin hancur. Apakah Daniel