Sore itu, Alona menatap layar ponselnya, membaca pesan dari Rajendra yang berbunyi, "Malam ini kita bertemu! Ayahku memintaku untuk menemuimu!" Alona merasa gugup, namun tidak ada alasan menolak.
Sementara itu, Alona berada di kamar milik bundanya yang kini dikuasai oleh ibu tirinya. Alona duduk di lantai, menunggu ibu tirinya memilih pakaian yang akan dikenakannya nanti malam."Alona, kamu mau-maunya ya dijodohkan sama bapak tua, haha. Untung saja aku gak mau. By the way, makasih ya sudah menyelamatkan masa depanku, haha," ujar Tiara, kakak tirinya, sambil terkekeh di atas sofa besar. Dia menikmati jajanan kesukaannya tanpa peduli perasaan Alona.Alona menahan amarahnya, matanya berkaca-kaca. Dia merasa diperlakukan tidak adil, namun tak bisa berbuat apa-apa. Hatinya berkecamuk, antara ingin menolak perjodohan tersebut dan rasa takut akan masa depannya.Tiara melihat kegugupan Alona dan melanjutkan ejekannya, "Wah, kayaknya Alona sudah tak sabar ya mau ketemu calon suaminya yang tua-tua itu. Semoga kamu bahagia, ya!"Alona menundukkan kepalanya, menahan air mata yang mulai mengalir. Dia merasa seperti terjebak di dalam kehidupan yang tidak ia inginkan, namun tak ada jalan keluar.Malam ini, dia akan menemui Rajendra, pria yang akan menjadi suaminya. Dia berharap semuanya akan berjalan lancar dan mereka bisa saling mengenal dengan baik demi keinginan Ibu tirinya."Alona, coba pakai yang ini!" seru ibu tiri Alona sambil melempar dress mini berwarna merah jambu yang sangat mencolok ke arah Alona.Alona menuruti kemauan ibu tirinya dengan pasrah. Ia mengenakan dress mini tersebut dan menambahkan sedikit riasan wajah agar terlihat lebih dewasa, meski hatinya merasa tidak nyaman.Sementara itu, Tiara, kakak tirinya, terus mengejek Alona karena menerima perjodohan yang seharusnya menjadi milik Tiara sendiri. "Hah, tak tahu malu! Aku yakin Rajendra pasti akan menyesal pernah bertemu denganmu!" ejek Tiara sambil tertawa sinis.“Kakak jangan begitu ah, justru doakan Rajendra mau menikahi si Alona, kalau mereka menikah kita akan kaya tanpa bekerja” ucap Pretty, ibu tiri yang tak tahu diri.Jujur, Alona tidak ingin bertemu dengan Rajendra, apalagi setelah mengetahui sikap bengis dan angkuhnya. Namun, Alona tahu bahwa ini adalah keharusan yang tidak bisa dihindari. Dalam hati, Alona berdoa agar pertemuan dengan Rajendra tidak semengerikan yang dibayangkannya lagi, dan ia bisa bertahan menghadapi cobaan dalam kehidupan barunya nanti.***Restoran Hongkong yang dipilih Rajendra untuk makan malam kali ini memiliki suasana yang hangat dan mewah.Dindingnya dihiasi dengan panel kayu coklat gelap, sementara lampu gantung dengan cahaya kuning lembut menciptakan atmosfer yang akrab dan elegan. Di sudut-sudut ruangan, pot bunga berisi tanaman hias menambah sentuhan hijau yang menyegarkan.Alona melangkah masuk dengan ragu, hatinya berkecamuk antara rasa tidak nyaman dengan pakaian yang dikenakannya dan kekhawatiran akan komentar Rajendra seperti yang pernah terjadi sebelumnya.“Semoga saja malam ini ia tak mengomentari penampilanku lagi” gumam alona dalam hatinya.Ia mengenakan gaun merah jambu yang mencolok dengan aksen payet, berbeda dari gaya kasual yang biasa ia kenakan. Sepatu hak tinggi yang ia pakai membuat langkahnya terasa lebih berat dari biasanya.Sementara itu, Rajendra telah duduk di meja yang telah dipesan sebelumnya, mengenakan pakaian kasual namun terlihat sangat baik padanya.Celana jeans yang pas di badan dan kemeja putih dengan lengan tergulung menciptakan tampilan yang santai namun tetap menawan.Ketika Alona mendekati meja, Rajendra menatapnya dengan sedikit terkejut, tak menyangka penampilan Alona malam itu begitu berbeda dari biasanya. Matanya memperhatikan detail gaun yang dikenakan Alona, dan wajahnya yang datar membuat Alona semakin gugup.Di antara mereka, ketegangan dan kecanggungan mulai merasuk, menciptakan suasana yang penuh emosi dan harapan akan makan malam yang akan mereka lalui bersama.“Di tengah makan malam yang hening, Jendra tiba-tiba menyela keheningan dengan nada sinis, "Kamu kenapa tidak membalas dan mengangkat panggilanku saat itu?"Alona terkejut dengan pertanyaan itu dan ia bingung menjawab, "Pesan yang mana?""Aku sudah menunggu sejam di kampusmu, kenapa susah sekali dihubungi?" Jendra semakin meningkatkan intonasinya.Alona merasa panik dan hatinya berdebar kencang. Ia tak pernah berkuliah di kampus yang dimaksud Jendra. Dengan ragu, ia mencoba menjawab, "Jangan menjemput ke kampusku, Jendra.""Kenapa?" Jendra semakin penasaran.Alona terdiam sejenak, mencoba mencari alasan yang masuk akal. Ia terpaksa berbohong, "Ada kekasihku di sana."Jendra terkejut mendengar jawaban itu dan semakin sinis, "Oh, punya pacar rupanya."Alona hanya bisa terdiam, menundukkan kepalanya, dan merasa bersalah karena harus berbohong."Sudah kubilang tak usah berpakaian begitu, aku tidak suka melihatnya, mau bersolek dan memakai baju sesexy apapun, aku tidak tertarik kepadamu!" ujar Jendra sambil menatap tajam Alona yang tampak gugup dan ketakutan.Alona merasa hatinya teriris mendengar ucapan Jendra yang penuh cemoohan. Wajahnya memerah karena emosi yang bercampur aduk, antara marah dan malu. Namun, ia berusaha keras untuk menahan amarahnya dan menjawab dengan nada tenang, "Maaf jika pakaianku tidak nyaman dalam pandanganmu."Jendra mengejek, "Memang," lalu dengan angkuh membuang muka. Suasana di meja makan menjadi tegang, dan keheningan menyelimuti keduanya.Setelah beberapa saat, Jendra berkata dengan nada dingin, "Ayo kita pergi, aku sudah selesai." Alona, yang masih asyik menyantap hidangannya, terkejut dan berkata, "Pergi kemana? Aku masih makan.""Terserahku mau pergi kemana. Cepat!" balas Jendra ketus, ia segera bangkit dari kursinya. Alona yang terpaksa menghentikan makanannya, berusaha mengejar langkah Jendra yang cepat. Matanya berkaca-kaca, tapi ia berusaha keras untuk tidak menangis di depan Jendra.“Kenapa sih orang ini?” Jerit Alona membatin.Sambil berjalan, Alona menggigit bibirnya, merasakan kepedihan hatinya. Namun, ia bertekad untuk tetap tegar dan tidak menunjukkan kelemahannya di depan Rajendra.Rajendra berjalan dengan langkah pasti menuju moge miliknya yang terparkir di area parkir resto. Angin malam yang sejuk membuatnya merasa lebih bersemangat. Dalam sekejap, ia tiba di samping moge kesayangannya itu dan menoleh ke arah Alona yang tampak ketakutan."Naik!" perintah Rajendra dengan nada tegas pada Alona."Tapi, mau kemana, Rajendra? Aku takut," ungkap Alona dengan suara gemetar."Naik saja!" ulangi Rajendra semakin tegas."Aku tidak mau!" tolak Alona dengan berani."Kamu mau aku batalkan perjodohan ini, hah?" ancam Rajendra dengan tatapan tajam.Terpaksa, Alona menuruti perintah Rajendra dan menaiki moge itu. Ia pasrah dengan apapun yang akan terjadi, sebab ia tahu betul bahwa Rajendra sedang marah besar kepadanya. Alona hanya bisa berdoa dalam hati agar semuanya baik baik saja.Rajendra menancap gas moge dengan keras, membuat Alona semakin ketakutan. Terpaksa, ia memegangi baju Rajendra erat-erat sebagai perlindungan dirinya. Sementara itu, air mata Alona menetes tak tertahankan, ia tak tahu mau dibawa kemana dirinya dalam keadaan seperti ini.Moge itu melaju kencang, menembus hiruk pikuk lalu lintas kota. Rajendra dengan mantap mengendalikan kemudinya, membawa Alona yang berada di belakangnya. Setelah beberapa saat, moge itu berhenti di depan sebuah butik yang berada di pinggiran kota."Turun kamu!" kata Rajendra dengan nada tegas.Alona, dengan tubuh gemetar, turun dari moge itu. Rajendra langsung menarik tangan Alona, membawanya masuk ke dalam butik. Dalam sekejap, Rajendra memanggil pegawai toko yang sedang sibuk merapikan pakaian di rak."Tolong carikan baju untuk wanita ini, sesuai dengan keinginan saya," perintah Rajendra dengan pandangan tajam.Pegawai toko itu seakan mengerti maksud Rajendra, ia segera memilihkan beberapa pakaian tertutup yang elegan untuk Alona. Alona terlihat lemas, tak tahu harus bagaimana. Ia pasrah saja, mengikuti kemauan Rajendra.Di ruang ganti, Alona mengganti pakaian barunya dengan perasaan campur aduk. Sementara itu, Rajendra menunggu di luar, duduk di salah satu sofa yang tersedia. Wajahnya terlihat tegang, seolah ada sesuatu yang mengganjal di benaknya.Tak lama kemudian, Alona keluar dari ruang ganti dengan balutan pakaian baru yang lebih sopan dan tertutup. Wajahnya tampak muram, namun ia berusaha tersenyum demi menyembunyikan kepasrahannya. Rajendra, yang melihat penampilan barunya, mengangguk-anggukkan kepala dengan puas."Kita pergi sekarang," ujar Rajendra sambil membayar pakaian Alona di kasir. Mereka berdua pun keluar dari butik, bersiap melanjutkan perjalanan dengan moge yang masih terparkir di depan.Mata Alona terbelalak ketakutan saat Jendra semakin menancap gas motornya di jalanan kota yang semakin ramai. "Jangan ngebut ngebut, aku takut," ucap Alona berusaha tegas namun suaranya terdengar gemetar."Suka-suka aku, ini motor aku!" Balas Jendra dengan nada sinis, semakin menancap gas moge-nya, membuat Alona terpaksa memeluk pinggang Jendra erat-erat.Alona menutup mata dan memohon dalam hati agar selamat. Jika memang hari ini ajalnya datang, ya sudahlah, takdir yang harus diterima. Nafasnya tercekat ketika mendadak motor moge itu berhenti."T-turun!" kata Jendra dengan nada dingin. Alona membuka mata kaget dan segera melompat turun dari motor. Dengan penuh keheranan, ia sadar bahwa mereka berhenti di depan rumahnya.Sebelum Alona sempat mengucapkan sesuatu, Jendra sudah kembali menancap gas moge-nya, meninggalkan Alona yang masih bengong. Ia terpaku di depan rumahnya, berusaha memahami bagaimana mungkin Jendra tahu alamat rumahnya. Pertanyaan itu terus menghantui pikiran Alona sambil mencoba mengendalikan detak jantungnya yang masih berdebar kencang.Begitu bel masuk berbunyi, Rajendra berjalan masuk ke kelas dengan langkah pasti dan percaya diri. Wajah tampannya terlihat sangat serius, matanya yang tajam menatap para murid yang sedang duduk di bangku mereka. "Selamat pagi, murid-murid," ucap Rajendra dengan suara yang tegas dan jelas."Saya Rajendra, guru bahasa Inggris kalian menggantikan Miss X yang sudah tidak mengajar. Saya ingin selama saya mengajar tidak ada keributan apapun. Hanya saya yang berbicara. Kalian bisa bertanya pada waktu yang sudah saya sediakan," kata Rajendra saat pertama kali berdiri di depan kelas 9.Murid-murid saling berbisik, penasaran dengan sosok guru baru mereka. Beberapa dari mereka tampak senang, sementara yang lain mungkin masih ragu. Rajendra melanjutkan, "Hari ini siapa yang tidak masuk?""Alona, Pak," jawab ketua kelas dengan suara agak ragu."Kemana dia?" tanya Rajendra, mencatat absensi di buku kehadiran."Katanya sakit, Pak," jawab ketua kelas, masih dengan suara ragu."Sakit apa memang? Sepa
Setelah Rajendra dan ayahnya meninggalkan rumah, Pretty, ibu tiri Alona, segera datang menghampiri Alona yang sedang terbaring dengan hati yang hancur. Rasa sakit dan kecewa yang dialaminya terasa begitu dalam."Bangun kamu! Bangun!" teriak Pretty dengan nada marah. Alona yang sedang terbaring kembali terkejut dan kaget, langsung duduk dengan wajah pucat."Kenapa kamu tidak cerita kalau Rajendra seperti itu? Pantas saja kau selalu mau dipertemukan dengan dia. Rupanya dia tampan, tidak seperti perkiraanku. Kau mau menipuku, hah?" ujar Pretty sambil melotot."Maaf, Nyonya, bukan begitu maksud saya. Kalau pun saya cerita, apakah Nyonya akan percaya?" jawab Alona dengan suara lirih, menahan tangis."Halah, alasan!" sahut Pretty dengan tangan di pinggang, mencibir tak percaya. Wajah Alona semakin memerah, merasa diperlakukan sangat tidak adil oleh ibu tirinya."Bangun kamu! Jangan tidur di tempat anakku, bawa semua barang barang rongsok mu!" teriak Pretty dengan wajah memerah padam karena
Suara mesin motor bergegas masuk ke halaman rumah, membuat heboh seisi rumah. Rajendra menuruni motor miliknya dengan kasar, wajahnya merah padam karena emosi. Mendengar keributan itu, Nakula, ayahnya, segera keluar dari rumah dengan ekspresi bingung dan heran."Apa yang terjadi, Jendra?" tanya Nakula, mencoba menenangkan anaknya yang tampak marah."Apa Ayah juga bersekongkol untuk menipuku, menukar identitas Alona dan Tiara?" Rajendra menuding ayahnya dengan nada mencurigakan."Apa maksudmu, Jendra? Ayah tak mengerti," Nakula terkejut dan bingung dengan tuduhan anaknya.Rajendra pun menjelaskan sambil mengamuk bahwa ia merasa tertipu oleh Alona yang berpura-pura menjadi Tiara. Ia menceritakan bahwa Alona adalah muridnya di sekolah, bukan seorang mahasiswi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setiap kata yang keluar dari mulutnya penuh dengan emosi dan kekecewaan.Nakula ikut terbelalak, tidak menyangka bahwa ada kesalahpahaman seperti itu. Wajahnya tampak pucat, merasakan betapa sakit
Sejak kejadian perdebatan di kamar itu, Rajendra terus berfikir mengenai perjodohannya dengan Alona. Mereka memang sering bertemu di sekolah, namun hubungan mereka kini terasa lebih asing dan tidak ada kehangatan, seolah-olah mereka hanyalah guru dan murid biasa.Rajendra memang sempat mengurungkan niatnya untuk membatalkan perjodohan tersebut, namun setelah adu argumen dengan Alona saat itu, hatinya menjadi ragu dan bimbang. Bahkan saat mengajar di kelas Alona, Rajendra tak lagi melirik wanita itu dengan tatapan yang biasa.Sarah sahabat baik alona yang kini mengetahui seluruh kisah perjodohan mereka, mencoba menegur dan menanyakan perasaan Alona. "Alona, kamu yakin dia tetap mau menjalankan perjodohan itu?" tanya Sarah dengan rasa penasaran dan kekhawatiran.Alona menatap kosong ke arah Rajendra yang sedang mengajar di depan kelas. Wajahnya tampak muram dan penuh pertanyaan. "Aku tidak tahu, Sarah. Aku juga bingung dengan sikapnya sekarang. Tapi yang pasti, aku tidak akan menyerah b
Pagi hari itu, matahari bersinar terang menyapa Alona dan Rajendra. Meskipun mereka berada di bawah atap yang sama, namun kenyataannya mereka tidak bangun bersama. Di rumah barunya, Alona telah sibuk sejak pagi menyelesaikan pekerjaan rumah. Ia bahkan memasak sarapan pagi untuk dirinya dan Rajendra, walaupun dalam hati Alona tidak menyukai pernikahan yang dijalaninya.Namun, setidaknya ia tahu apa kewajiban seorang istri. Sebelum berangkat ke sekolah, Alona memastikan segala sesuatu sudah rapi. Sarapan pagi pun telah tersaji dengan apik di meja makan. Alona bergerak cepat, ia tidak ingin Rajendra turun dari kamar sebelum ia berangkat ke sekolah.Setelah selsai sarapan, Alona mengambil tas sekolahnya dan berlari ke pintu keluar. Dalam hatinya berharap jangan sampai Rajendra menyaksikan ia berangkat sekolah.Alona terbirit-birit di jalan, mencari angkutan umum yang bisa mengantarnya ke sekolah. Pagi itu, terasa berat baginya untuk mengendalikan perasaan dan menyembunyikan kenyataan bah
Alona pun kini masuk ke kamarnya. Dengan perasaan yang entah bagaimana rasanya, ia membuka tas yang berisi coklat dan buket bunga yang diberikan oleh Daniel, sang kapten basket di sekolahnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika seorang Daniel yang populer itu ternyata mengaguminya.Alona memang dikenal sebagai siswi yang baik dan cantik di sekolahnya. Dibalik wajah cantiknya yang menawan, Alona juga memiliki kaki jenjang dan rambut panjang lurus yang selalu terawat. Selain itu, sifat manis dan kepintarannya membuatnya semakin disukai oleh banyak orang. Tidak heran jika seorang kapten basket yang gagah dan tampan seperti Daniel jatuh hati kepadanya.Ketika berjalan di koridor sekolah, Alona selalu mencuri perhatian. Banyak siswa yang terpesona dengan kecantikannya, namun Alona selalu menjaga sikap sopan dan ramah kepada siapapun. Hal ini membuat banyak orang semakin mengagumi kepribadian Alona yang rendah hati.Daniel sendiri adalah sosok yang sempurna di mata banyak siswi. Selain memi
Alona berjalan dengan langkah ringan di lorong kelas, tiba-tiba Daniel muncul di depannya dan menarik lengan Alona dengan cepat hingga bersandar ke tembok. Dengan sigap, Daniel mengunci Alona dengan kedua tangannya yang kuat, membiarkan gadis itu tak bisa bergerak.“Daniel.. apa apaan ini Niel!” Alona terbelalak hebat."Maaf Alona, tapi aku tidak bisa sabar menunggu jawaban dari kamu," kata Daniel dengan tatapan yang serius. "Selama ini aku perhatikan kamu terus menghindar dariku. Bagaimana jawaban atas pernyataan cinta yang kuberikan kepadamu?" Daniel sedikit menekan tubuh Alona dengan lengan yang mengunci.Alona terkejut dengan sikap Daniel yang tiba-tiba berubah begitu agresif. Hatinya berdebar kencang, namun ia tahu bahwa ia tak bisa menerima cinta Daniel. Pasalnya, Alona tengah menjalin hubungan rahasia dengan gurunya, Rajendra, yang juga sudah menikah.Dalam kebingungan, Alona mencoba menenangkan diri dan mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan Daniel. "Daniel, aku min
Alona tengah asyik bersantai di kamar tidurnya, ditemani semangkuk cookies yang baru saja ia buat. Ia terbaring di atas tempat tidur, menikmati kehangatan sinar matahari yang menembus jendela. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan kasar. Rajendra, sang suami, menerobos masuk dengan wajah panik, membuat Alona terbelalak kaget."A-apa yang terjadi, Jendra?" tanya Alona dengan suara gemetar, sementara tangan kanannya masih memegang sepotong cookie."Kita harus segera pergi ke kondangan kerabat Ayah, hari ini!" Rajendra menjawab dengan nafas terengah-engah."Sekarang?" Alona menatap suaminya dengan mata membulat."Iya, aku baru ingat. Cepat bersiap, kita harus segera berangkat!" Rajendra kembali keluar dari kamar dengan terburu-buru.Alona menghela napas panjang, kesal dengan cara suaminya masuk ke kamarnya tanpa permisi. "Iya, aku tahu ini rumahnya, tapi apa tak bisa mengetuk pintu?" gumamnya sambil meletakkan mangkuk cookies di atas meja dan beranjak bangun dari tempat tidur.Dengan lan
Setelah beberapa sesi terapi, psikiater menyarankan agar Alona melakukan perjalanan untuk penyembuhan diri.Rajendra mengambil keputusan untuk membawa Alona berlibur ke Hawaii, tempat yang selama ini menjadi impian Alona.. Ia berharap suasana tropis, pantai indah, dan udara segar di sana dapat membantu Alona pulih dari traumanya. Dengan penuh semangat, Rajendra mulai mengurus semua akomodasi yang dibutuhkan, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan selama di sana.Ketika Rajendra memberitahukan rencana ini kepada Alona, ia merasa lega karena Alona tidak menolak ide tersebut. Meskipun masih terlihat lesu, Alona setuju untuk pergi bersama Rajendra ke Hawaii.Hari keberangkatan pun tiba, Rajendra dan Alona terbang menuju Hawaii dengan penuh harapan. Mereka tiba di hotel yang sudah Rajendra pesan sebelumnya dan disambut dengan hangat oleh staf hotel. “Bagaimana Alona? Kamu suka kan?” Tanya Rajendra saat membuka godrin yang menutupi kamarnya yang me
Setelah selesai merapikan tenda yang telah mereka gunakan untuk berkemah, Jendra bergegas meninggalkan lokasi kemah bersama Alona, sang istri. Sepanjang perjalanan, Jendra tak henti-hentinya memeluk Alona, meyakinkan sang istri bahwa dia akan selalu ada untuk melindungi dan mencintainya. "Kamu tenang ya, Sayang. Aku di sini, akan terus melindungi kamu," ucap Jendra dengan penuh tulus dan kehangatan.Mendengar kata-kata itu, Alona merasa hari itu begitu mencerahkan hatinya. Hatinya yang semula keras dan sulit menerima kebaikan orang lain, kini mulai luluh oleh ketulusan cinta Jendra. Alona tersadar bahwa Jendra sungguh mencintainya, lebih dari siapapun yang pernah ada dalam hidup mereka.Dibanding Saloka, yang sudah dikenal Jendra selama puluhan tahun, Jendra justru memilih untuk percaya pada Alona. Ia merasa beruntung memiliki suami yang setia dan tulus seperti Jendra.Perlahan, Alona menoleh pada Jendra, matanya berkaca-kaca seiring senyuman tulus yang terukir di wajahnya. "Terima k
Alona berada di dalam sebuah bangunan khusus toilet umum laki-laki, wajahnya tampak pucat pasi ketakutan. Tiba-tiba, Saloka muncul dari balik salah satu pintu toilet dengan senyum yang jahil dan sinis."Kamu mau apa, Saloka?" tanya Alona dengan suara gemetar, mencoba menyembunyikan rasa takutnya."Sudahlah, Alona, aku tahu Rajendra tidak mencintaimu. Cinta dia habis di Sitha, kau dinikahi aku yakin belum pernah disentuh bukan?" ucap Saloka dengan nada picik, sambil melangkah mendekati Alona.Alona terdiam, hatinya semakin khawatir dan ketakutan. Tiba-tiba, Saloka mengunci pintu toilet, membuat Alona merasa terjebak."Buka pintunya!" pekik Alona, hampir menangis."Tidak, aku tidak mau, lagipula ini toilet khusus lelaki, kamu yang salah berada disini," balas Saloka dengan nada datar, sambil tersenyum jahat."Buka! Atau aku teriak!" ancam Alona, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa."Teriak saja, jika kau mau mati," ejek Saloka, mengejek ketakutan Alona.Alona merasa buntu, matanya
Malam itu, di tengah hutan pinus yang rimbun, Alona, Rajendra, dan teman-teman mereka berkumpul di sekitar api unggun yang menyala terang. Udara dingin menusuk tulang, dan angin kencang yang meniup dedaunan membuat suasana semakin akrab dan hangat. Di sekitar api unggun, mereka berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan malam itu. Beberapa di antara mereka sibuk memasak, mengolah daging untuk barbekyu, dan mengatur piring serta alat makan. Alona dan beberapa teman wanitanya sedang bersemangat membuat minuman untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin ini.Sementara itu, Rajendra dan teman-teman lelaki lainnya bertanggung jawab atas api unggun yang menerangi kegelapan malam. Mereka mengatur kayu bakar dan memastikan nyala api tetap hidup untuk menjaga kehangatan di tengah dinginnya udara. Api unggun yang menyala semakin menambah keakraban suasana malam itu.Meskipun sibuk dengan urusan masing-masing, Rajendra tidak lupa untuk sesekali melirik istrinya, Alona, dari kejauhan. Dia mempe
Mentari pagi yang hangat mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengusik tidur Alona dan Rajendra yang masih terlelap di atas sofa. Semalam, mereka berdua begitu larut dalam perbincangan tentang skema acara yang akan dihadiri, hingga akhirnya memutuskan untuk menonton film komedi bersama. Tanpa terasa, keduanya terlelap dan bermimpi indah."Rajendra, bangun, kita kesiangan!" seru Alona dengan panik, menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Rajendra yang terkejut bangun, mendengus dan meregangkan tangannya dengan santai. "Jam berapa ini?" tanyanya pada Alona."Jam delapan," jawab Alona cepat, lalu berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tanpa disadari, Rajendra menarik tangan Alona hingga membuatnya kembali terjatuh ke atas tubuh rajendra. "Aduh!" pekik Alona, merasakan rasa kaget yang luar biasa."Maaf Alona, mungkin ini lancang," ucap Rajendra dengan wajah yang tampak bersalah. Alona menatapnya dengan ekspresi bingung, mencoba memahami maksud dari tindak
Setiap hari, Rajendra semakin menunjukkan rasa cintanya pada Alona. Ia selalu berusaha menjaga dan memenuhi kebutuhan Alona sebagai suaminya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, hingga menemani Alona berbelanja keperluan rumah tangga.Rajendra juga sudah tak pernah lagi pergi clubbing seperti dulu. Ia hanya keluar untuk urusan bisnisnya saja, kemudian segera kembali ke rumah dan menghabiskan waktu bersama Alona.Namun, meskipun Rajendra berusaha keras menunjukkan rasa cintanya, Alona belum juga merespon perasaan tersebut. Ia masih belum bisa menerima keberadaan Rajendra sepenuhnya dalam hidupnya. Wajah Alona yang selalu datar dan dingin membuat Rajendra merasa khawatir.Suatu malam, saat makan malam bersama, Rajendra mencoba membuka percakapan dengan Alona. "Alona, aku tahu mungkin aku belum sempurna sebagai suami, tapi aku berusaha untuk lebih baik. Apakah kau bisa melihat usahaku?" tanya Rajendra dengan lembut.Alona menatap matanya, lalu menundukkan pandangannya. "Aku
"Selamat ulang tahun ya, Om! Jendra doakan semakin tua semakin jaya!" ucap Jendra sambil tertawa lepas, menggenggam tangan Ayah Maria yang merupakan paman dari Jendra sendiri. Ayah Maria, dengan senyum lebar di wajahnya, merasa senang melihat kehadiran Jendra di pesta ulang tahunnya."Terima kasih, Jendra. Sudah mau datang ke ulang tahunku, padahal biasanya kamu nggak pernah mau datang. Kayaknya setelah menikah, beda ya vibe-nya," bisik Ayah Maria dengan senyum jenaka, menyindir Jendra yang kini sudah berumah tangga.Di samping Jendra, Alona berusaha menampilkan senyuman sumringah, meskipun hatinya masih bercampur aduk dengan sikap Jendra yang begitu berlaku manis padanya. Alona merasa tidak nyaman dengan cara Jendra bercanda dengan Ayah Maria, tetapi ia tidak ingin merusak suasana pesta ulang tahun yang sedang berlangsung.Mata Alona mencuri pandang ke arah Jendra, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan suaminya itu. Jendra, seolah menyadari perasaan Alona, menggenggam tanga
Daniel menggeleng sinis, menyaksikan Rajendra yang dengan sigap menahan Alona yang hampir terjatuh. Wajah Daniel penuh dengan kebencian dan pengejekan."Tak sia-sia aku mengakui bahwa Alona adalah istriku, setidaknya ia terbebas dari manusia kasar seperti kamu," ucap Rajendra dengan tegas, melindungi Alona dari tatapan dan niat jahat Daniel.Mendengar ucapan Rajendra, Daniel tersentak, rasa sakit hati dan kehilangan tergambar jelas di wajahnya. Alona yang sedang menangis, kini digenggam erat tangannya oleh Rajendra. Dia membawa Alona menjauh dari pemandangan yang menyedihkan itu.Mereka kini berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran kampus, berusaha mencari ketenangan setelah kejadian tersebut. Alona terus menangis, isakannya terdengar memilukan. Rajendra menunggu dengan sabar, berharap gadis itu segera tenang dan bisa berbicara kepadanya.Alona menundukkan kepalanya, menangis tersedu-sedu, dan mencoba menenangkan diri. Rajendra, dengan tangan yang lembut, mengusap kepala Alona
Alona melangkah gontai di koridor kampusnya, pikirannya penuh dengan ucapan Jendra yang membuat hatinya gelisah. "Aku mau kita sebagai pasangan suami istri yang seharusnya," gumamnya, menirukan ucapan Jendra dengan nada sinis. "Enteng sekali dia berbicara seperti itu, setelah merenggut keperawananku dan menghancurkan hubunganku dengan Daniel," gerutu Alona kesal.Sesampainya di fakultas Daniel, matanya menyapu tiap sudut ruangan dengan tajam mencari keberadaan Daniel. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran pria yang pernah begitu dekat dengannya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya kepada salah satu teman Daniel yang sedang berada di sana."Sudah dua hari dia tidak datang ke kampus," jawab temannya dengan serius. "Ada apa, Alona? Kamu terlihat sedih."Alona menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang hendak jatuh. "Tidak apa-apa," ucapnya seadanya, berusaha tersenyum. "Aku hanya ingin bicara sebentar dengan dia."Dalam hati, Alona merasa semakin hancur. Apakah Daniel