Pagi hari itu, matahari bersinar terang menyapa Alona dan Rajendra. Meskipun mereka berada di bawah atap yang sama, namun kenyataannya mereka tidak bangun bersama. Di rumah barunya, Alona telah sibuk sejak pagi menyelesaikan pekerjaan rumah. Ia bahkan memasak sarapan pagi untuk dirinya dan Rajendra, walaupun dalam hati Alona tidak menyukai pernikahan yang dijalaninya.Namun, setidaknya ia tahu apa kewajiban seorang istri. Sebelum berangkat ke sekolah, Alona memastikan segala sesuatu sudah rapi. Sarapan pagi pun telah tersaji dengan apik di meja makan. Alona bergerak cepat, ia tidak ingin Rajendra turun dari kamar sebelum ia berangkat ke sekolah.Setelah selsai sarapan, Alona mengambil tas sekolahnya dan berlari ke pintu keluar. Dalam hatinya berharap jangan sampai Rajendra menyaksikan ia berangkat sekolah.Alona terbirit-birit di jalan, mencari angkutan umum yang bisa mengantarnya ke sekolah. Pagi itu, terasa berat baginya untuk mengendalikan perasaan dan menyembunyikan kenyataan bah
Alona pun kini masuk ke kamarnya. Dengan perasaan yang entah bagaimana rasanya, ia membuka tas yang berisi coklat dan buket bunga yang diberikan oleh Daniel, sang kapten basket di sekolahnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika seorang Daniel yang populer itu ternyata mengaguminya.Alona memang dikenal sebagai siswi yang baik dan cantik di sekolahnya. Dibalik wajah cantiknya yang menawan, Alona juga memiliki kaki jenjang dan rambut panjang lurus yang selalu terawat. Selain itu, sifat manis dan kepintarannya membuatnya semakin disukai oleh banyak orang. Tidak heran jika seorang kapten basket yang gagah dan tampan seperti Daniel jatuh hati kepadanya.Ketika berjalan di koridor sekolah, Alona selalu mencuri perhatian. Banyak siswa yang terpesona dengan kecantikannya, namun Alona selalu menjaga sikap sopan dan ramah kepada siapapun. Hal ini membuat banyak orang semakin mengagumi kepribadian Alona yang rendah hati.Daniel sendiri adalah sosok yang sempurna di mata banyak siswi. Selain memi
Alona berjalan dengan langkah ringan di lorong kelas, tiba-tiba Daniel muncul di depannya dan menarik lengan Alona dengan cepat hingga bersandar ke tembok. Dengan sigap, Daniel mengunci Alona dengan kedua tangannya yang kuat, membiarkan gadis itu tak bisa bergerak.“Daniel.. apa apaan ini Niel!” Alona terbelalak hebat."Maaf Alona, tapi aku tidak bisa sabar menunggu jawaban dari kamu," kata Daniel dengan tatapan yang serius. "Selama ini aku perhatikan kamu terus menghindar dariku. Bagaimana jawaban atas pernyataan cinta yang kuberikan kepadamu?" Daniel sedikit menekan tubuh Alona dengan lengan yang mengunci.Alona terkejut dengan sikap Daniel yang tiba-tiba berubah begitu agresif. Hatinya berdebar kencang, namun ia tahu bahwa ia tak bisa menerima cinta Daniel. Pasalnya, Alona tengah menjalin hubungan rahasia dengan gurunya, Rajendra, yang juga sudah menikah.Dalam kebingungan, Alona mencoba menenangkan diri dan mengumpulkan keberanian untuk menjawab pertanyaan Daniel. "Daniel, aku min
Alona tengah asyik bersantai di kamar tidurnya, ditemani semangkuk cookies yang baru saja ia buat. Ia terbaring di atas tempat tidur, menikmati kehangatan sinar matahari yang menembus jendela. Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan kasar. Rajendra, sang suami, menerobos masuk dengan wajah panik, membuat Alona terbelalak kaget."A-apa yang terjadi, Jendra?" tanya Alona dengan suara gemetar, sementara tangan kanannya masih memegang sepotong cookie."Kita harus segera pergi ke kondangan kerabat Ayah, hari ini!" Rajendra menjawab dengan nafas terengah-engah."Sekarang?" Alona menatap suaminya dengan mata membulat."Iya, aku baru ingat. Cepat bersiap, kita harus segera berangkat!" Rajendra kembali keluar dari kamar dengan terburu-buru.Alona menghela napas panjang, kesal dengan cara suaminya masuk ke kamarnya tanpa permisi. "Iya, aku tahu ini rumahnya, tapi apa tak bisa mengetuk pintu?" gumamnya sambil meletakkan mangkuk cookies di atas meja dan beranjak bangun dari tempat tidur.Dengan lan
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, suara mesin mengisi keheningan di dalam kabin. Alona dan Rajendra duduk di dalam mobil menuju rumah mereka, saling terdiam tanpa saling bicara. Rajendra menggenggam kemudi dengan erat, rasa kesal terpancar di wajahnya karena kehadiran Daniel tadi di pesta. Sementara itu, di sisi lain hatinya merasa canggung karena ia bertemu dengan Sita, mantannya.Di sisi lain, Alona duduk di kursi sebelahnya dengan tatapan kosong memandang jalan di depan mereka. Sesekali ia menghela napas panjang, berusaha untuk tidak terpengaruh oleh suasana hati Rajendra.Setelah beberapa saat, mereka akhirnya tiba di rumah. Alona dengan cepat melangkah keluar dari mobil dan hendak segera masuk ke dalam rumah, berharap bisa segera mengakhiri kecanggungan ini. Namun, saat ia hendak melangkah, Rajendra menghentikannya dengan menarik tangannya."Kenapa Daniel bisa ada di pesta?" tanya Rajendra dengan nada menekan, rasa kesal dan kecewa masih terasa dalam suaranya."Mana aku tahu
Di sebuah kafe yang tenang di sore hari, Sita dan Rajendra duduk berdua di sudut yang nyaman. Sita yang memulai pembicaraan, mengungkapkan niatnya untuk bertemu Rajendra dan berbicara tentang masa lalu mereka. Dia datang dengan hati penuh penyesalan karena dulu pernah meninggalkan dan menyakiti hati Rajendra."Sita minta maaf, Jendra," ucap Sita dengan mata berkaca-kaca. "Sita menyadari kesalahan yang pernah Sita buat. Sita ingin kita bisa kembali menjalani asmara seperti dulu."Rajendra menatap Sita dengan pandangan yang tidak bisa dibaca, hatinya berkecamuk antara ingin menerima kembali Sita atau menolaknya. Dalam hati, ia ingin menguji Sita lebih dulu untuk mengetahui sejauh mana keseriusan dan ketulusan Sita kali ini."Sita, aku sudah menikah," ungkap Rajendra dengan suara yang tegas namun lembut. "Aku tidak bisa kembali bersama kamu seperti dulu. Aku harus menjaga komitmen pada istriku."Sita menunduk, air mata jatuh membasahi pipinya yang merah. Dia merasa terhina dan kecewa, ta
Alona dan Daniel kini semakin akrab satu sama lain. Kehadiran Rajendra yang sering membawa Sita ke rumah memang membuat suasana di antara mereka berdua semakin nyaman. Meskipun belum resmi menjalin hubungan, kedekatan mereka jelas terlihat lebih erat daripada sebelumnya. Apalagi, kini Sarah telah menjalin hubungan dengan Tomy, yang juga merupakan sahabat baik Daniel.Keempatnya sering kali berkumpul untuk belajar bersama demi mempersiapkan ujian yang akan datang. Mereka bergiliran belajar di rumah masing-masing, kecuali di rumah Alona. Tak hanya belajar, mereka juga sering menghabiskan waktu bersama dengan makan bersama, atau pergi bersama saat akhir pekan. Kegiatan mereka terasa seperti pasangan yang sedang berkencan.Alona merasa bahwa ia juga berhak untuk menikmati masa mudanya, bersama teman-teman dan orang-orang yang dekat dengannya. Senyum yang terukir di wajahnya setiap kali bersama mereka, menunjukkan betapa bahagianya Alona dalam menghabiskan waktu bersama teman-teman terdeka
Hari ini, suasana di rumah Alona dan Rajendra terasa sangat berbeda. Keduanya memutuskan untuk tidak datang ke sekolah, karena mereka harus menunggu di rumah sakit untuk menjaga Nakula, sang ayah yang sedang dalam kondisi kritis. Di ruang perawatan, Alona dengan sabar dan penuh perhatian mendampingi mertuanya. Ia tak henti-henti merawat dan memastikan segala keperluan sang ayah terpenuhi. Tangan Alona lembut mengusap kening Nakula yang berkeringat, lalu menyelimuti tubuhnya yang renta dengan selimut tipis.Sementara itu, Rajendra terduduk di sudut ruang tunggu dengan tatapan kosong. Rasa penyesalan yang mendalam menyelimuti hatinya. Meski ia sering kesal karena ayahnya yang terlalu banyak mengatur hidupnya, tetapi melihat Nakula terbaring lemah di rumah sakit membuat hatinya hancur.Sudah hari kedua sejak kejadian itu, Alona tak menoleh atau mengajak Rajendra bicara. Ia terus fokus menjaga sang mertua, seolah tidak ingin terganggu oleh keberadaan suaminya. Rajendra merasa cemas, bing
Setelah beberapa sesi terapi, psikiater menyarankan agar Alona melakukan perjalanan untuk penyembuhan diri.Rajendra mengambil keputusan untuk membawa Alona berlibur ke Hawaii, tempat yang selama ini menjadi impian Alona.. Ia berharap suasana tropis, pantai indah, dan udara segar di sana dapat membantu Alona pulih dari traumanya. Dengan penuh semangat, Rajendra mulai mengurus semua akomodasi yang dibutuhkan, mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga jadwal kegiatan yang akan mereka lakukan selama di sana.Ketika Rajendra memberitahukan rencana ini kepada Alona, ia merasa lega karena Alona tidak menolak ide tersebut. Meskipun masih terlihat lesu, Alona setuju untuk pergi bersama Rajendra ke Hawaii.Hari keberangkatan pun tiba, Rajendra dan Alona terbang menuju Hawaii dengan penuh harapan. Mereka tiba di hotel yang sudah Rajendra pesan sebelumnya dan disambut dengan hangat oleh staf hotel. “Bagaimana Alona? Kamu suka kan?” Tanya Rajendra saat membuka godrin yang menutupi kamarnya yang me
Setelah selesai merapikan tenda yang telah mereka gunakan untuk berkemah, Jendra bergegas meninggalkan lokasi kemah bersama Alona, sang istri. Sepanjang perjalanan, Jendra tak henti-hentinya memeluk Alona, meyakinkan sang istri bahwa dia akan selalu ada untuk melindungi dan mencintainya. "Kamu tenang ya, Sayang. Aku di sini, akan terus melindungi kamu," ucap Jendra dengan penuh tulus dan kehangatan.Mendengar kata-kata itu, Alona merasa hari itu begitu mencerahkan hatinya. Hatinya yang semula keras dan sulit menerima kebaikan orang lain, kini mulai luluh oleh ketulusan cinta Jendra. Alona tersadar bahwa Jendra sungguh mencintainya, lebih dari siapapun yang pernah ada dalam hidup mereka.Dibanding Saloka, yang sudah dikenal Jendra selama puluhan tahun, Jendra justru memilih untuk percaya pada Alona. Ia merasa beruntung memiliki suami yang setia dan tulus seperti Jendra.Perlahan, Alona menoleh pada Jendra, matanya berkaca-kaca seiring senyuman tulus yang terukir di wajahnya. "Terima k
Alona berada di dalam sebuah bangunan khusus toilet umum laki-laki, wajahnya tampak pucat pasi ketakutan. Tiba-tiba, Saloka muncul dari balik salah satu pintu toilet dengan senyum yang jahil dan sinis."Kamu mau apa, Saloka?" tanya Alona dengan suara gemetar, mencoba menyembunyikan rasa takutnya."Sudahlah, Alona, aku tahu Rajendra tidak mencintaimu. Cinta dia habis di Sitha, kau dinikahi aku yakin belum pernah disentuh bukan?" ucap Saloka dengan nada picik, sambil melangkah mendekati Alona.Alona terdiam, hatinya semakin khawatir dan ketakutan. Tiba-tiba, Saloka mengunci pintu toilet, membuat Alona merasa terjebak."Buka pintunya!" pekik Alona, hampir menangis."Tidak, aku tidak mau, lagipula ini toilet khusus lelaki, kamu yang salah berada disini," balas Saloka dengan nada datar, sambil tersenyum jahat."Buka! Atau aku teriak!" ancam Alona, mengumpulkan keberanian yang masih tersisa."Teriak saja, jika kau mau mati," ejek Saloka, mengejek ketakutan Alona.Alona merasa buntu, matanya
Malam itu, di tengah hutan pinus yang rimbun, Alona, Rajendra, dan teman-teman mereka berkumpul di sekitar api unggun yang menyala terang. Udara dingin menusuk tulang, dan angin kencang yang meniup dedaunan membuat suasana semakin akrab dan hangat. Di sekitar api unggun, mereka berbagi tugas dalam menyiapkan hidangan malam itu. Beberapa di antara mereka sibuk memasak, mengolah daging untuk barbekyu, dan mengatur piring serta alat makan. Alona dan beberapa teman wanitanya sedang bersemangat membuat minuman untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin ini.Sementara itu, Rajendra dan teman-teman lelaki lainnya bertanggung jawab atas api unggun yang menerangi kegelapan malam. Mereka mengatur kayu bakar dan memastikan nyala api tetap hidup untuk menjaga kehangatan di tengah dinginnya udara. Api unggun yang menyala semakin menambah keakraban suasana malam itu.Meskipun sibuk dengan urusan masing-masing, Rajendra tidak lupa untuk sesekali melirik istrinya, Alona, dari kejauhan. Dia mempe
Mentari pagi yang hangat mulai menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, mengusik tidur Alona dan Rajendra yang masih terlelap di atas sofa. Semalam, mereka berdua begitu larut dalam perbincangan tentang skema acara yang akan dihadiri, hingga akhirnya memutuskan untuk menonton film komedi bersama. Tanpa terasa, keduanya terlelap dan bermimpi indah."Rajendra, bangun, kita kesiangan!" seru Alona dengan panik, menyadari waktu yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Rajendra yang terkejut bangun, mendengus dan meregangkan tangannya dengan santai. "Jam berapa ini?" tanyanya pada Alona."Jam delapan," jawab Alona cepat, lalu berdiri hendak melangkah pergi. Namun, tanpa disadari, Rajendra menarik tangan Alona hingga membuatnya kembali terjatuh ke atas tubuh rajendra. "Aduh!" pekik Alona, merasakan rasa kaget yang luar biasa."Maaf Alona, mungkin ini lancang," ucap Rajendra dengan wajah yang tampak bersalah. Alona menatapnya dengan ekspresi bingung, mencoba memahami maksud dari tindak
Setiap hari, Rajendra semakin menunjukkan rasa cintanya pada Alona. Ia selalu berusaha menjaga dan memenuhi kebutuhan Alona sebagai suaminya. Mulai dari bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, hingga menemani Alona berbelanja keperluan rumah tangga.Rajendra juga sudah tak pernah lagi pergi clubbing seperti dulu. Ia hanya keluar untuk urusan bisnisnya saja, kemudian segera kembali ke rumah dan menghabiskan waktu bersama Alona.Namun, meskipun Rajendra berusaha keras menunjukkan rasa cintanya, Alona belum juga merespon perasaan tersebut. Ia masih belum bisa menerima keberadaan Rajendra sepenuhnya dalam hidupnya. Wajah Alona yang selalu datar dan dingin membuat Rajendra merasa khawatir.Suatu malam, saat makan malam bersama, Rajendra mencoba membuka percakapan dengan Alona. "Alona, aku tahu mungkin aku belum sempurna sebagai suami, tapi aku berusaha untuk lebih baik. Apakah kau bisa melihat usahaku?" tanya Rajendra dengan lembut.Alona menatap matanya, lalu menundukkan pandangannya. "Aku
"Selamat ulang tahun ya, Om! Jendra doakan semakin tua semakin jaya!" ucap Jendra sambil tertawa lepas, menggenggam tangan Ayah Maria yang merupakan paman dari Jendra sendiri. Ayah Maria, dengan senyum lebar di wajahnya, merasa senang melihat kehadiran Jendra di pesta ulang tahunnya."Terima kasih, Jendra. Sudah mau datang ke ulang tahunku, padahal biasanya kamu nggak pernah mau datang. Kayaknya setelah menikah, beda ya vibe-nya," bisik Ayah Maria dengan senyum jenaka, menyindir Jendra yang kini sudah berumah tangga.Di samping Jendra, Alona berusaha menampilkan senyuman sumringah, meskipun hatinya masih bercampur aduk dengan sikap Jendra yang begitu berlaku manis padanya. Alona merasa tidak nyaman dengan cara Jendra bercanda dengan Ayah Maria, tetapi ia tidak ingin merusak suasana pesta ulang tahun yang sedang berlangsung.Mata Alona mencuri pandang ke arah Jendra, mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan suaminya itu. Jendra, seolah menyadari perasaan Alona, menggenggam tanga
Daniel menggeleng sinis, menyaksikan Rajendra yang dengan sigap menahan Alona yang hampir terjatuh. Wajah Daniel penuh dengan kebencian dan pengejekan."Tak sia-sia aku mengakui bahwa Alona adalah istriku, setidaknya ia terbebas dari manusia kasar seperti kamu," ucap Rajendra dengan tegas, melindungi Alona dari tatapan dan niat jahat Daniel.Mendengar ucapan Rajendra, Daniel tersentak, rasa sakit hati dan kehilangan tergambar jelas di wajahnya. Alona yang sedang menangis, kini digenggam erat tangannya oleh Rajendra. Dia membawa Alona menjauh dari pemandangan yang menyedihkan itu.Mereka kini berada di dalam mobil yang terparkir di parkiran kampus, berusaha mencari ketenangan setelah kejadian tersebut. Alona terus menangis, isakannya terdengar memilukan. Rajendra menunggu dengan sabar, berharap gadis itu segera tenang dan bisa berbicara kepadanya.Alona menundukkan kepalanya, menangis tersedu-sedu, dan mencoba menenangkan diri. Rajendra, dengan tangan yang lembut, mengusap kepala Alona
Alona melangkah gontai di koridor kampusnya, pikirannya penuh dengan ucapan Jendra yang membuat hatinya gelisah. "Aku mau kita sebagai pasangan suami istri yang seharusnya," gumamnya, menirukan ucapan Jendra dengan nada sinis. "Enteng sekali dia berbicara seperti itu, setelah merenggut keperawananku dan menghancurkan hubunganku dengan Daniel," gerutu Alona kesal.Sesampainya di fakultas Daniel, matanya menyapu tiap sudut ruangan dengan tajam mencari keberadaan Daniel. Namun, tidak ada tanda-tanda kehadiran pria yang pernah begitu dekat dengannya itu. Akhirnya, ia memutuskan untuk bertanya kepada salah satu teman Daniel yang sedang berada di sana."Sudah dua hari dia tidak datang ke kampus," jawab temannya dengan serius. "Ada apa, Alona? Kamu terlihat sedih."Alona menghela napas panjang, mencoba menahan air mata yang hendak jatuh. "Tidak apa-apa," ucapnya seadanya, berusaha tersenyum. "Aku hanya ingin bicara sebentar dengan dia."Dalam hati, Alona merasa semakin hancur. Apakah Daniel