Spiritual-Romance Ini tentang Araya Maharani. Seorang gadis yang mempunyai tabiat cuek di sekolahnya. Namun, Araya mempunyai sahabat baik sekaligus tetangganya bernama Fahri. Genap berusia 23 tahun, Araya akan dijodohkan dengan seorang laki-laki yang tidak lain adalah putra dari seorang pengusaha yang juga berkontribusi dalam pengembangan pesantren yang didirikan oleh keluarganya. Gian Nathan Pranata. Sosok laki-laki yang dulu pernah Araya pinta janjinya untuk menunggu Araya beranjak dewasa. Namun, atas ketidaktahuannya tersebut, Araya menolak perjodohan. Lalu memilih menerima lamaran Fahri. Tepat saat resepsi pernikahan Fahri tidak kunjung datang. Sehingga menimbulkan banyak asumsi buruk dari masyarakat terhadap keluarga Araya. Akankah Araya menerima dengan lapang siapa laki-laki yang pada akhirnya menikahi Araya? Bukan Fahri sebab lelaki itu menghilang tanpa kabar. *** "Namanya juga jodoh, serumit apapun hambatannya. Pasti akan selalu menemukan jalan untuk pulang."
Lihat lebih banyak"Mama ragu," ujar seorang wanita paruh baya seraya membenarkan kerah baju pengantin putranya."Ragu kenapa?" tanya putranya tersebut dengan raut bingung."Gimana perasaan kamu setelah kembali dati Yogya. Kamu pernah kepikiran gak sih gimana perasaan wanita itu sekarang?" Alih-alih menjawab, ibunya malah kembali bertanya.Mengerti yang dimaksud sosok cinta pertamanya ini. Raut bahagia di wajah Fahri redup seketika. Sudut matanya yang melengkung karena tersenyum telah turun. Ia lepas tangan sang mama di kerah baju pengantinnya. "Fahri udah dikasih kesempatan lebih baik sejauh ini, Ma. Fahri tahu salah karena udah bersikap gak bijak. Tapi apa harus membahasnya sekarang?" Fahri menggeleng, ia melangkah mundur menatap mamanya kecewa."Tapi dia korban, Fahri. Korban dari orang yang gak bertanggung jawab! Gimana perasaan dia waktu kamu batalin pernikahan gitu aja. Terus sekarang ada kabar kamu
"Nggak ada kata terima kasih dalam persahabatan, kan? Jangan gitu, aku yang seharusnya berterima kasih," ujar Fahri tersenyun. Sangat jelas wajah tampannya dipenuhi kebahagiaan. Karena bagaimana tidak? Perempuan yang dulu seringkali berjalan di belakang ketika bersamanya, sebentar lagi akan menjadi teman sejati yang berjalan sejajar dengannya."Kenapa?" Sebenarnya Araya masih agak canggung. Menjadi calon istri untuk sahabat sendiri, tentu tidak pernah disangka sebelumnya."Karena mau memberiku kesempatan." Fahri menyimpan kitab yang sedari tadi ia pelajari ke atas meja. "Aku janji, akan selalu menjaga dan bahagiain kamu, Ra," lanjutnya dengan mata teduh.Hati Araya mencelos, ada perasaan dari dasar yang belum rela untuk ia lepaskan. Berusaha melupakan sesuatu yang sesungguhnya sudah melekat di hati, tentu adalah hal paling sulit.Jika saja Araya tergugu oleh nafsu dan ego, mungkin
"Kayaknya lamunan kamu lebih penting ya dari pada ketemu sama aku?" ujar seseorang di depan pintu membuat Nathan menoleh cepat padanya.Lelaki yang memakai kaus polos berwarna hijau tua itu lantas berdiri. Menyimpan tasbih berwana kemerahan di atas meja."Ada apa ke sini?" Nathan memutar tubuh sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku training yang dipakai.Wanita berbulu mata lentik itu tersenyum manis lalu masuk ke kamarnya. Spontan saja membuat Nathan terkejut."Keluar, kamu gak boleh masuk!" katanya tiba-tiba, menghentikan langkah wanita berkaki jenjang itu."Emang kamu mau ngapain aku, sih?" Ia memilih tidak menghiraukan, kakinya kembali melangkah seraya mematut dirinya di cermin.Bahkan parfum mahal yang ia pakai menyeruak memasuki indra penciuman Nathan. Pria itu memalingkan wajah, ketidaksukaannya begitu jelas, terlihat dari garis wajahnya mengeras. Nathan ti
"Ini, asrama santri putra." Adnan mematri langkahnya di sepanjang koridor asrama putra. Memandu seseorang untuk melihat-lihat setiap fasilitas pesantren.Asrama tersebut memang sudah berdiri cukup lama, tepat saat pertama pesantren didirikan. Maka dari itu, warna catnya yang berwarna putih tulang itu sudah kusam. Bahkan, beberapa ada yang sudah terkelupas. di pinggir atap pun sudah timbul lumut berderet panjang warna hijau, tetapi kebersihan masih tetap terjaga. Para santri selalu bersenang hati dalam bekerja sama untuk mengurus kebersihan asrama mereka.Apalagi pepohonan mangga ikut meneduhkan halaman. Sehingga udara terasa segar."Bakal betah ana kalau tinggal di sini," ujar seseorang sembari memindai pandangannya ke sekitar. Sedang kedua tangannya tenggelam dalam saku celana chinos yang dipakai."Kapan pun antum mau, antum bisa tinggal di sini. Anggap aja rumah sendiri, toh, bantuan keluarga antum menga
"Udah dong, jangan liat Fahri kayak gitu. Bukannya nyambut dengan baik kedatangan sahabat kamu, kamu malah marah-marah," ujar Bunda, tidak habis pikir melihat kelakuan putrinya. Sesekali mendelik pada Fahri meskipun lelaki itu tersenyum pada Araya.Bukan tanpa alasan Araya bersikap seperti itu. Araya kesal karena Fahri datang tanpa memberinya kabar. Sedangkan kabar terakhir yang ia tahu tentang Fahri adalah tiga tahun lalu. Menyebalkan, Araya kesal. Ia sempat berpikir bahwa Fahri sudah melupakannya. Maka dari itu, saat Fahri datang ketika ia sedang belajar memanah. Yang Araya lakukan justru pergi begitu saja."Nggak apa-apa kok, Tante. Araya emang gitu kalau marah. Fahri ngerti." Fahri menyaut diiringi senyuman kecil. Namun sorot tatapannya penuh arti."Memang benar ya, kayaknya benar deh, kamu jodoh yang tepat buat Araya. Karena cuma kamu yang bisa ngertiin dia, kadang Tante kewalahan sama sikap Araya." Bunda menyen
"Jadi apa? Coba Abang dengerin alasan kamu. Siapa tahu Abang bisa bantu."Senyum tipis terukir di bibir Araya sebelum perempuan itu menoleh menatap Adnan. "Mau temenan?"Tersenyum kecil, Adnan menggeser tubuh memberi jarak, supaya tidak terlalu dekat dengan adiknya tersebut.Membuat kening Araya berkerut. "Kok menjauh?""'Kan, temenan, berarti bukan muhrim kalau deket-deket," katanya diiringi tawa kecil.Spontan Araya menyenggol lengan Adnan. "Ish, Abang apa-apaan, deh, candanya nggak lucu." Satu kakinya ia hentakan lalu meraih pergelangan kekar Adnan. Menyenderkan kepalanya di bahu sang kakak seraya memejamkan mata.Tidak ada yang bersuara, sebab tertutup oleh sejuknya embusan angin menerpa permukaan kulit. Nyaman, mereka merindukan saat-saat seperti ini."Apa yang Abang rasain waktu pertama kali ketemu sama Teh Fara?" tanya Araya memulai pembicaraan.
Tilawah menggema melalui speaker masjid. Seusai melaksanakan salat subuh, memang selalu dijadwalkan supaya para santri mengisi waktu tersebut dengan membaca al-Quran sembari menunggu ustaz datang untuk mengisi kajian.Araya bergegas keluar dari masjid, menyambut matahari yang mulai naik. Waktu baru saja menunjukkan pukul delapan pagi. Selepas mengikuti kajian tadi, Araya memilih untuk duduk sebentar di masjid bersama Ashila dan Fara juga beberapa ustazah lainnya. Sekedar berdiskusi perihal kegiatan yang akan diadakan untuk kelulusan para santri nanti.Jantung Araya berdegup kencang saat kakinya sudah berdiri di depan rumah Kyai Hasan. Sebuah mobil Mobilio putih terparkir tepat di depan rumah. Setahu Araya, hari ini akan ada yang datang untuk melamarnya. Katanya, sih, putra dari salah satu pendonatur besar kepada pesantren Al-Huseniyyah. Sekaligus, merupakan cucu dari salah satu sahabat Kyai Hasan."Masih mau ditol
"Masyaaallah, baru pulang ke Indonesia antum langsung ingin melamar seorang gadis?" Pria yang sudah berusia setengah abad itu mengangkat kedua alis, tersenyum semringah mendengar keputusan dari niat baik salah satu muridnya.Yang ditanya mengangguk sambil menahan senyum. Perasaan malu turut hadir meski usianya sudah hampir menginjak kepala tiga. Lagi pula, perihal cinta yang terbuka untuk diceritakan, memang tidak mudah disembunyikan ketika pembicaraan itu membuat hatinya senang. "Betul Kyai, insyaallah perihal pernikahan itu sendiri, saya sudah mempersiapkannya dengan matang. Selain apa-apa saja tujuan saya menikah, tugas saya sebagai seorang suami nantinya, saya juga ingin membenahi hati saya yang mungkin sudah seringkali membuat Allah cemburu, karena kadang-kadang hati saya condong dalam memikirkan gadis tersebut.""Jadi, antum sudah mengenalnya?""Nggeh, Yai, beberapa tahun sebelumnya kami bertemu. Dia juga mengenal sa
Tringg!! Tring !! Alarm berbunyi nyaring saat jarum pendeknya sudah menunjukkan pukul 03.00. Membangunkan perempuan muslimah berusia dua puluh tiga tahun itu, agar segera melaksanakan salat tahajjud di sepertiga malam. Tangannya segera menyingkap selimut kemudian turun dari tempat tidur, bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Setelahnya, ia memakai mukena dan melaksanakan salat dengan khusyuk. Selesai melaksanakan salat, perempuan itu menengadahkan tangan dan berdoa memohon ampunan kepada Yang Maha Pengampun. Tidak lama kemudian, ia mengambil Al-Qur'an di atas meja. Lalu melantunkan surah Al-Waqiah dengan syahdu. Membaca Al-Quran selepas salat wajib maupun sunnah memang merupakan kebiasaannya. Bahkan ia memiliki cita-cita andai suatu hari ia mampu menghafalkan tiga puluh juz Al-Quran. Karena sebagai seorang anak yang belum
17 TahunJakarta—————"Perhiasan dunia adalah perempuan salihah. Maka kamu harus menjaga diri kamu, Ya. Jangan mengumbar aurat dengan memperlihatkan rambut kamu yang seharusnya kamu tutupi. Abang sayang Raya, maka dari itu Araya mau, ya? Pakai jilbab dan memakai pakaian yang tertutup mulai hari ini. Karena Abang, Ayahdan Bunda bisa masuk surga karena kamu. Namun, karena kamu juga, kami bisa ditarik ke neraka. Paham, 'kan, maksudnya apa?" Adnan mengusap kepala Araya kemudian pergi meninggalkannya.Petuah panjang dari Adnan masih terngiang ditelinganya. Semenjak Adnan—kakak kandung Araya—pulang dari pesantren yang berada di kota Tasikmalaya. Adnan selalu saja memberikan nasihat perihal menutup aurat padanya. Perkataan yang selalu baik dan tidak menyakiti hati, siapapun pasti akan mau menuruti. Termasuk Araya, meskip
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen