Home / Romansa / Jodoh Tenggat Waktu / Hari Pertama Sudah Ribut

Share

Hari Pertama Sudah Ribut

Mungkin karena lelah pasca resepsi, Aluna tidak sadar ketika Bima kembali ke kamar dan tidur di sisinya.

Aluna cukup terkejut ketika terbangun, tangannya yang menggeliat melenturkan otot-otot membentur sesuatu yang keras.

Aluna menatap lelaki 'baru' di atas ranjangnya. Abimanyu Basudewa. Meringkuk menghadap ke arahnya dengan wajah teduh tanpa dosa.

Jika ingatan tangisannya semalam tidak mampir di otaknya, mungkin Aluna akan mengagumi wajah rupawan itu.

"Arghh!!!" desis Aluna menggerakkan seluruh jari jemarinya seperti hendak mencakar wajah Bima.

Demi apapun, lelaki ini membuat malam pertama pernikahannya seperti mimpi buruk. Aluna ingin memberi perhitungan.

Namun tentu itu hanya keinginan terpendam yang tidak bisa dia lakukan sebab ... tidak lucu rasanya Aluna dilaporkan KDRT di hari pertama berumah tangga.

Belum mengalihkan tatapan dari wajah Bima, tiba-tiba kelopak mata berbulu mata lentik Bima terbuka.

Aluna hampir saja memekik karena terkejut. Terutama karena tatapan Bima begitu tajam menusuk. Tidak ada tatapan sayu seperti orang bangun tidur pada umumnya.

Lelaki ini benar-benar ... mengerikan.

"Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Bima serak.

"Emang kenapa dengan tatapanku?" Aluna balas bertanya sinis.

"Kaya mau bunuh aku."

"Emang, aku lagi mikir gimana mungkin ada orang enggak tahu malu udah hina aku tapi masih berani tidur di ranjangku," serang Aluna dengan tatapan 'dasar enggak tahu malu!!'

"Kalau enggak mikirin nama baik kamu, aku udah pulang ke rumahku sendiri."

"Eh punten ya Pak Dosen, kenapa jadi blunder ke aku? Mikirin nama baikku? Jangan sok limpahin kesalahan deh, kalau salah ya salah!"

"Ya masa pengantin baru udah pisah?"

"Ya bisa aja kalau suaminya brengsek."

"Languange, Al!"

"Ah, persetan! Bodo amat!" seru Aluna mengobarkan api peperangan dengan melakukan apa yang ditegur oleh suaminya. "Kenyataanya emang brengsek kok."

Aluna Lizna Wijaya melakukan apa yang ada di kepalanya. Dia sama sekali tidak menahan diri. Dia tidak punya kewajiban menjaga sikap dari orang yang terang-terangan menyakitinya.

Dan sikap Aluna yang 'bar-bar dan pemberontak' ini secara tidak langsung mengingatkan mereka akan masa kecil. Dari cerita Lizy dan Mitha, mereka adalah sepasang teman yang sering bertengkar.

Biasanya berakhir dengan kemenangan Aluna.

Aluna adalah tukang pukul sejak kecil.

Dan sekarang Aluna 'menahan bakatnya' itu karena postur tubuh Bima jauh lebih besar daripada dirinya. Selain itu, ini juga adalah pagi pertama mereka setelah menjadi suami istri, akan mencengangkan keluarga besar jika dirinya dan Bima keluar dari kamar dengan wajah penuh lebam.

Mereka akan berpikir gaya bermesraan mereka sangat 'kasar'.

Memalukan.

Mendapati Aluna memaki kasar, Bima sangat sabar. Lelaki itu hanya menatap datar. Hal itu bertolak belakang dengan Aluna yang sudah siap mencakar.

"Sebaiknya aku mandi duluan," kata Bima menyibak selimut dan pergi meninggalkan Aluna yang masih duduk di atas ranjang dengan sprei dan selimut acak-acakan.

"Jangan lupa gosok kepalamu Bim, mungkin bakal lebih waras."

"Terima kasih nasihatnya," balas Bima tenang yang bukannya memadamkan api pertengkaran malah membuat Aluna makin emosi.

"Dan jangan lama-lama, orang numpang harus sadar diri!"

Bima tidak menjawab. Tetapi suara air yang mengalir menandakan lelaki itu bukan mengabaikan ucapan Aluna karena ingin tetapi karena suara Aluna tidak terdengar.

Menjadikan hal itu sebagai kesempatan, Aluna mengomel dari posisinya di atas ranjang.

"Semoga kamu kepleset Bim, terus kepala kamu kejedot dan benjol."

Setelah itu Aluna bangun tuk merapihkan ranjangnya selagi menunggu Bima menyelesaikan mandinya. Sekarang masih pukul 5 pagi. Suasana rumahnya pun masih minim aktifitas.

Sekitar 30 menit kemudian, saat Aluna tengah mengosongkan sebagian lemarinya tuk diisi oleh pakaian suaminya, pintu kamar mandi terbuka.

Abimanyu Basudewa dengan pakaian baru dan wajah lebih segar keluar dengan handuk di leher.

"Untuk ukuran perempuan berumur 33 tahun, kamu cukup kekanakan Al."

Aluna yang sudah mereda emosinya kembali tersulut. Dia mendongak dan melotot mendapati dahi Bima memerah. Lebam ungu tercetak jelas sekali.

"Sabun cair kamu bocor, aku kepleset."

Aluna tertawa sampai lupa dia sedang membereskan pakaiannya. Tawa itu, secara otomatis menjadi tawa paling lepas Aluna di hari pertama dirinya menjalani status baru.

Sangat ironis.

***

Bima menjebaknya.

Aluna menggigit ujung lidahnya agar tidak mengumpat ketika suaminya yang sangat seksi ketika menyetir ini membawa mobilnya ke area ... pemakaman.

"Kamu bilang kita mau ke rumah kamu Bim," desis Aluna tak menutupi rasa marahnya.

"Iya, tapi mampir dulu kesini."

"Kamu keras kepala ya Bim."

"Kamu juga begitu."

"Aku punya hak buat menolak 'melakukan hal konyol dengan izin kepada orang meninggal." Aluna menyerang Bima dengan opini logisnya. Aluna sampai mengeraskan ekspresi agar Bima—yang punya gelar sarjana dari universitas ternama ini—memahami dirinya.

"Kita cuma datang buat ziarah, itu enggak konyol," balas Bima tenang.

"Itu konyol karena secara enggak langsung kedatangan kita kesini buat menegaskan kalau aku cuma 'istri penggenap kewajiban' di hidup kamu!!!"

"Apa masalahnya dengan itu? Kamu juga menerima lamaranku karena terburu-buru usia, kan?"

Bima kembali mengingatkan Aluna betapa bodohnya dia menjadikan pernikahan sebagai deadline yang harus segera dia lakukan. Aluna jadi merasa sangat naiv. Kebahagiaannya digadaikan demi sebuah misi 'membuat keluarganya bahagia'.

Diberi ultimatum itu, Aluna jadi terdiam. Dia sakit hati, tetapi cukup malu mengakuinya. Dia tidak ingin membuat Bima menang.

"Hanya ziarah Al, jangan lebay!"

Jangan sakit hati Al, gumam Aluna menyabarkan diri ketika label 'lebay' Bima utarakan tanpa perasaan. Akhirnya dia mengikuti Bima turun dari mobi.

Aluna sengaja berjalan di belakang Bima, dia tidak sudi berjalan beriringan dengan lelaki tanpa perasaan.

Bima yang memakai celana jeans dan kaos lengan pendek membimbing Aluna menyusuri jalan setapak.

Mereka melewati banyak kuburan yang tertata apik dan rapih. Di kuburan yang berada di tengah, Bima menghentikan langkah.

Aluna menggigit bibir bawahnya melihat makam Sandra. Ada sebuket bunga yang masih baru disana. Tampak seperti kemarin sore ditaruh di atas pusara tersebut.

"Aku mah ngaji," kata Bima memberitahu rencananya. Lelaki itu mengeluarkan ponsel dan terlihat membuka aplikasi Al-Qur'an.

Aluna merasa sedikit iba melihat catatan kematian Sandra. Perempuan itu meninggal di usia masih muda. 25 tahun. Pasti rasanya menyakitkan di usia tersebut harus bergulat dengan penyakit mematikan.

Aluna tidak membenci Sandra, dia hanya kesal kepada Bima yang mengagungkan Sandra dan mengabaikan perasaan Aluna yang sudah menjadi istrinya.

Pernikahan ini memang tanpa perasaan, pun dengan Bima yang sudah menegaskan bahwa perasaannya tidak akan terlibat di pernikahan ini, tetapi sikap lelaki itu lama-lama seolah menganggap Aluna hanya 'objek' penggugur kewajiban menikah.

Sebuah tingkah laku yang bertolak belakang dengan profesi Bima yang mengedukasi banyak murid-muridnya.

Selama Bima menyelesaikan suratnya, Aluna tidak melakukan apapun selain berdiri dengan tangan bersedekap.

Aluna seolah mengeraskan hati.

Namun ketika Bima mengelus ukiran nama Cassandra di pusara itu dengan tatapan dalam, tiba-tiba Aluna merasa cemburu.

Dia cemburu kepada orang mati.

Dan sungguh membingungkan, sebab Aluna merasa tidak punya perasaan apapun ke Bima. Lagipula mereka baru bertemu lagi setelah perjodohan. Tak ada yang spesial.

Aluna tidak mengenali hatinya sendiri ketika berhubungan dengan Bima, dan Aluna berpikir, akan sangat beresiko jika dia membiarkan perasaannya ini tumbuh di pernikahan ini.

"Bim?"

"Ya?" sahut Bima setelah dia mengecup ukiran nama Cassandra.

"Sebaiknya kita bikin perjanjian di pernikahan ini. Mungkin berpisah setelah punya anak, bisa jadi syarat utama di perjanjian itu," cetus Aluna menatap Bima dengan tatapan penuh ketakutan.

Sungguh, melihat betapa besar cinta Bima kepada Cassandra, rasanya seperti asam yang diam-diam mengikis pertahanan besi yang kuat. Besi itu akan keropos dan kehilangan kekuatannya.

Itu pula yang terjadi dengan hati Aluna.

Dia yang mengaku bisa bangkit setelah diselingkuhi, merasa ragu bisa bangkit ketika jatuh di pernikahan ini.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status