"Walau demi apapun, Abang tidak akan memaksamu." Naima diam. Apa mungkin selama ini dia yang ge-er, dia terus merutuki dirinya karena seperti ada rasa dengan Ferdi."Kenapa ada orang sekeren kamu, Bang." Naima terus memuji Ferdi di dalam hatinya."Abang tidur disini, ya? Gak apa-apa di bawah atau di sofa." Nah, yang kayak gini yang gak jelas, harusnya kalau suka bilang suka.***Ferdi sepertinya sibuk sekali, sudah dua hari ini pulangnya agak larut. Naima merasa dicuekin, sempat berfikir apakah dia marah karena pindah kamar. Sejak malam itu dia tidak pernah mampir lagi ke kamarnya Naima. Benar-benar dicuekin sama si Abang.Tidak ingin terlalu berlarut, Naima menyibukkan diri membersihkan semua pot-pot di taman rumah."Lebih baik menyibukkan diri, daripada nelen sendiri ni perasaan!"Setelah membersihkan semua tanaman yang ada di taman depan, Naima duduk di taman rumahnya Ferdi sambil iseng membuka scroll sosial media.DINDA KIRANA AKHIRNYA HADIR KEMBALIDisana banyak komentar tentang
Naima menahan nafas berkali-kali tak menyangka perjalanan cintanya selalu rumit, menyadari bahwa Bos tekotek-kotek belum ada rasa dengannya. Tidak mungkin memaksa seseorang untuk mencintainya, meski 3 tahun menjadi sekertarisnya, tapi tak sekali pun mereka berduaan untuk urusan pribadi.Sepanjang perjalanan, Naima diam. Berfikir untuk tidak menaruh harapan lebih. Meski diakui, Ferdi satu-satunya laki-laki yang lain daripada yang lain. Walau menikah tanpa cinta, tapi Ferdi seperti menjaganya lahir dan bathin. Apa mungkin mereka harus segera malam pertama supaya ada ikatan? Terus caranya bagaimana? Ciyee, Naima, ketahuan!"Mari, Non. Kita sudah sampai lokasi." Sekertarisnya Ferdi membuyarkan lamunannya.Naima ragu untuk turun, tidak kuat menghadapi Ferdi dengan mantannya. Jatuh cinta memang sangat rumit, benci dan cinta beda tipis."Ayo, Non. Jangan lupa pakai topengnya." Sekertarisnya Ferdi mengingatkan Naima yang masih diam. Lagi-lagi Naima ragu untuk turun."Bismillah ... Siapa takut
Selama perjalanan pulang di dalam mobil, Naima hanya diam. Sesekali Ferdi memandang istrinya. Melihat Naima hanya diam, membuat Ferdi merasa bersalah."Kenapa masih manyun gitu?" dengan adegan menatap penuh cinta, Ferdi memegang tangan istrinya, Naima sampai dibuat salah tingkah."Salah Abang apa?" Naima menggeleng, tiba-tiba air matanya keluar begitu saja, hiks, cengeng sekali, sih, Naima. Perempuan memang begitu Bos, terlalu halus perasaannya!"Jawab, Sayang.""Sungguh Bang, aku beneran cinta kalau gini, tatapan mata Abang ini bikin dadaku berdebar." Naima terus membatin memuji suaminya.Sesampai di rumah, Naima masih tetap diam. Wanita memang begitu Bos, kadang sulit dimengerti, tapi hatinya minta dielu-elukan. Naima terus diam sampai masuk ke rumah. Ferdi langsung menarik tangan Naima, memeluk istrinya yang masih cemberut, tapi sebenarnya Naima sangat menikmati debaran rasa di dada. (Akting yang kebablasan, ya, gini, beneran cinta.)"Maunya apa? Bilang sama Abang?" Naima diam. Fe
"Fer, sejak kapan suka pantai? Dari dulu bukannya kamu tidak suka pantai?" Dinda mengulang pertanyaannya, Ferdi tetap diam dan semakin mengenggam erat Naima."Itu dulu Din, sekarang sudah tidak lagi!" dengan tegas Ferdi menjawab."Apa semudah itu, trauma bisa dihilangkan?" sepertinya Dinda belum puas karena Ferdi mengabaikannya."Terus yang kamu lihat ini apa?" Ferdi makin ketus menjawab. Ini seperti melihat orang yang sedang perang argumen, apa mungkin si Bos sekarang benci dengan Dinda?"Mari Din, kami mau kencan di pinggir pantai dulu. Ini istriku Naima Ningrum." Naima semakin terharu karena Ferdi ini laki-laki yang teguh pendirian, entah berapa kali lagi kau buat aku jatuh cinta, Bang!"Oh ...." Dinda kirana dibuat bengong, karena Ferdi mengacuhkannya."Naima Ningrum." Naima mengulurkan tangan."Dinda kirana." Dinda membalas uluran tangannya Naima.Dinda sepertinya belum puas, tapi Ferdi benar-benar mengabaikannya. Terlihat Dinda sangat sebal dengan sikap Ferdi yang tidak peduli d
"Hahaha ...." sekarang Naima yang tertawa melihat kelakuan si Bos. Puas rasanya membalas si Bos karena pernah dikerjain. "Kalau pengen, bilang saja! Pakai adegan bohong-bohongan!" Tu, kan, pintar sekali dia menyerang, emang si Bos ini pintar membaca pikiran orang.Naima berbaring sebentar dan membersihkan diri untuk bersiap ke bioskop. Ferdi tetap setia menunggu Naima, sesekali dia terlihat membuka ponselnya, seperti membalas chat dari seseorang."Weekend gini masih sibuk, Bang!""Gak!""Balas chat siapa?" Naima mulai terlihat cemburu."Dinda chat Abang." "Abang masih ada rasa?" Naima blak-blakan karena tidak ingin memendam prasangka apa pun."Kita sholat maghrib dulu, ya, baru berangkat." Ferdi berlalu mengacuhkan pertanyaan Naima, seperti menyembunyikan sesuatu, Naima mulai penasaran.Karena tidak tahan, Naima menarik tangan Ferdi dan menatap Ferdi."Katakan sejujurnya, Bang! Sekecil apa pun jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku." Ferdi ikut membalas tatapan Naima, tatapan N
Setelah di make over, Naima berangkat dengan Ferdi. Gamis yang digunakan terkesan tidak glamour, tetapi elegan. Ferdi bahkan menyiapkan mobil khusus untuk pergi ke undangan resepsi tetangga Naima. Menurut cerita Naima, tetangganya melaksanakan resepsi di gedung yang mewah. Mamanya sudah menceritakan panjang kali lebar, tetangganya bahkan sengaja membanggakan anaknya di depan orang tua Naima, seperti membanding-bandingkan Naima dengan anaknya. "Nai, udah siap?""Siap, Bang.""Apa ini tidak berlebihan, Bang?" tanya Naima yang merasa malu dengan dandanannya."Tidak sama sekali, make up nya pas untuk ke kondangan."Ferdi menggunakan kemeja yang menawan senada dengan gamis Naima, kostum yang digunakan memang pas untuk ke kondangan, lebihnya ada make up minimalis yang mempercantik Naima hari ini.Mereka diantar oleh sekertaris Ferdi yang baru, selain ganteng, sepertinya sekertarisnya pernah bekerja tambahan sebagai bodyguard di salah satu perusahaan."Bang, kenapa ganti sekertaris?""Sen
Mereka akhirnya masuk ke mobil dan bersiap untuk pulang. Ferdi terus mengenggam tangan istrinya, Naima semakin aduhai dengan si Bos."Nai, kita ke cafe sebentar, yuk. Abang lapar.""Siyap, Sayang."Sekertarisnya mengikuti kemauan Bosnya, mereka memilih cafe yang tidak jauh dari lokasi acara."Apa tidak masalah dandananku seperti ini ke kafe, Bang!""Gak ada masalah, Sayang, kecuali kalau kesana sendiri mungkin, iya.""Ada yang ingin Abang ceritakan padamu, Nai." Naima mengangguk, Ferdi ini memang laki-laki yang istimewa, akan kupertahankan kamu, Bang! Sampai kapan pun!Sesampai di cafe Ferdi tetap merangkul istrinya, berjalan berdua tanpa memedulikan orang yang melihat. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta, benar-benar seperti abege.Mereka duduk dan langsung memesan makanan, Ferdi sepertinya benar-benar lapar sampai makanan yang dipesan habis tak tersisa."Pelan-pelan, Bang!""Lapar banget, Sayang.""Hahaha ... Ke kondangan itu makan caranya, biar gak lapar." Ferdi
Bangun dari tidur, Ferdi tidak ada disampingnya, Naima bergegas untuk segera mandi dan sholat subuh. Naima merasa kejadian tadi malam seperti mimpi. Beberapa kali dia menepuk pipinya, bahwa tadi malam itu itu bukan mimpi, tapi sungguhan kalau mereka sudah melakukan ibadah menjadi sepasang suami-isteri. Berkali-kali Naima menahan nafas, bagaimana nanti kalau bertemu Ferdi, masih sangat malu untuk bertemu, apalagi nanti dikira pe-de dan ge-er karena sudah melakukan ikatan cinta tadi malam.Naima masih duduk di atas sajadah nya, berdo'a semoga kebaikan selalu menyertai ciduk biduk dalam rumah tangganya dengan Ferdi. Ada rasa takut kehilangan dihati Naima, memiliki suami yang sempurna seperti si Bos membuat Naima harus tahu diri.Ting, ponsel Naima berdenting.[Sayang, turun sarapan.] Ferdi mengirim pesan, Naima semakin canggung bagaimana menghadapi suaminya, secara, selama ini Naima dan dia lebih banyak aktingnya daripada sungguhan."Apakah tadi malam itu sungguhan?" Naima terus mena