Selama perjalanan pulang di dalam mobil, Naima hanya diam. Sesekali Ferdi memandang istrinya. Melihat Naima hanya diam, membuat Ferdi merasa bersalah."Kenapa masih manyun gitu?" dengan adegan menatap penuh cinta, Ferdi memegang tangan istrinya, Naima sampai dibuat salah tingkah."Salah Abang apa?" Naima menggeleng, tiba-tiba air matanya keluar begitu saja, hiks, cengeng sekali, sih, Naima. Perempuan memang begitu Bos, terlalu halus perasaannya!"Jawab, Sayang.""Sungguh Bang, aku beneran cinta kalau gini, tatapan mata Abang ini bikin dadaku berdebar." Naima terus membatin memuji suaminya.Sesampai di rumah, Naima masih tetap diam. Wanita memang begitu Bos, kadang sulit dimengerti, tapi hatinya minta dielu-elukan. Naima terus diam sampai masuk ke rumah. Ferdi langsung menarik tangan Naima, memeluk istrinya yang masih cemberut, tapi sebenarnya Naima sangat menikmati debaran rasa di dada. (Akting yang kebablasan, ya, gini, beneran cinta.)"Maunya apa? Bilang sama Abang?" Naima diam. Fe
"Fer, sejak kapan suka pantai? Dari dulu bukannya kamu tidak suka pantai?" Dinda mengulang pertanyaannya, Ferdi tetap diam dan semakin mengenggam erat Naima."Itu dulu Din, sekarang sudah tidak lagi!" dengan tegas Ferdi menjawab."Apa semudah itu, trauma bisa dihilangkan?" sepertinya Dinda belum puas karena Ferdi mengabaikannya."Terus yang kamu lihat ini apa?" Ferdi makin ketus menjawab. Ini seperti melihat orang yang sedang perang argumen, apa mungkin si Bos sekarang benci dengan Dinda?"Mari Din, kami mau kencan di pinggir pantai dulu. Ini istriku Naima Ningrum." Naima semakin terharu karena Ferdi ini laki-laki yang teguh pendirian, entah berapa kali lagi kau buat aku jatuh cinta, Bang!"Oh ...." Dinda kirana dibuat bengong, karena Ferdi mengacuhkannya."Naima Ningrum." Naima mengulurkan tangan."Dinda kirana." Dinda membalas uluran tangannya Naima.Dinda sepertinya belum puas, tapi Ferdi benar-benar mengabaikannya. Terlihat Dinda sangat sebal dengan sikap Ferdi yang tidak peduli d
"Hahaha ...." sekarang Naima yang tertawa melihat kelakuan si Bos. Puas rasanya membalas si Bos karena pernah dikerjain. "Kalau pengen, bilang saja! Pakai adegan bohong-bohongan!" Tu, kan, pintar sekali dia menyerang, emang si Bos ini pintar membaca pikiran orang.Naima berbaring sebentar dan membersihkan diri untuk bersiap ke bioskop. Ferdi tetap setia menunggu Naima, sesekali dia terlihat membuka ponselnya, seperti membalas chat dari seseorang."Weekend gini masih sibuk, Bang!""Gak!""Balas chat siapa?" Naima mulai terlihat cemburu."Dinda chat Abang." "Abang masih ada rasa?" Naima blak-blakan karena tidak ingin memendam prasangka apa pun."Kita sholat maghrib dulu, ya, baru berangkat." Ferdi berlalu mengacuhkan pertanyaan Naima, seperti menyembunyikan sesuatu, Naima mulai penasaran.Karena tidak tahan, Naima menarik tangan Ferdi dan menatap Ferdi."Katakan sejujurnya, Bang! Sekecil apa pun jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku." Ferdi ikut membalas tatapan Naima, tatapan N
Setelah di make over, Naima berangkat dengan Ferdi. Gamis yang digunakan terkesan tidak glamour, tetapi elegan. Ferdi bahkan menyiapkan mobil khusus untuk pergi ke undangan resepsi tetangga Naima. Menurut cerita Naima, tetangganya melaksanakan resepsi di gedung yang mewah. Mamanya sudah menceritakan panjang kali lebar, tetangganya bahkan sengaja membanggakan anaknya di depan orang tua Naima, seperti membanding-bandingkan Naima dengan anaknya. "Nai, udah siap?""Siap, Bang.""Apa ini tidak berlebihan, Bang?" tanya Naima yang merasa malu dengan dandanannya."Tidak sama sekali, make up nya pas untuk ke kondangan."Ferdi menggunakan kemeja yang menawan senada dengan gamis Naima, kostum yang digunakan memang pas untuk ke kondangan, lebihnya ada make up minimalis yang mempercantik Naima hari ini.Mereka diantar oleh sekertaris Ferdi yang baru, selain ganteng, sepertinya sekertarisnya pernah bekerja tambahan sebagai bodyguard di salah satu perusahaan."Bang, kenapa ganti sekertaris?""Sen
Mereka akhirnya masuk ke mobil dan bersiap untuk pulang. Ferdi terus mengenggam tangan istrinya, Naima semakin aduhai dengan si Bos."Nai, kita ke cafe sebentar, yuk. Abang lapar.""Siyap, Sayang."Sekertarisnya mengikuti kemauan Bosnya, mereka memilih cafe yang tidak jauh dari lokasi acara."Apa tidak masalah dandananku seperti ini ke kafe, Bang!""Gak ada masalah, Sayang, kecuali kalau kesana sendiri mungkin, iya.""Ada yang ingin Abang ceritakan padamu, Nai." Naima mengangguk, Ferdi ini memang laki-laki yang istimewa, akan kupertahankan kamu, Bang! Sampai kapan pun!Sesampai di cafe Ferdi tetap merangkul istrinya, berjalan berdua tanpa memedulikan orang yang melihat. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta, benar-benar seperti abege.Mereka duduk dan langsung memesan makanan, Ferdi sepertinya benar-benar lapar sampai makanan yang dipesan habis tak tersisa."Pelan-pelan, Bang!""Lapar banget, Sayang.""Hahaha ... Ke kondangan itu makan caranya, biar gak lapar." Ferdi
Bangun dari tidur, Ferdi tidak ada disampingnya, Naima bergegas untuk segera mandi dan sholat subuh. Naima merasa kejadian tadi malam seperti mimpi. Beberapa kali dia menepuk pipinya, bahwa tadi malam itu itu bukan mimpi, tapi sungguhan kalau mereka sudah melakukan ibadah menjadi sepasang suami-isteri. Berkali-kali Naima menahan nafas, bagaimana nanti kalau bertemu Ferdi, masih sangat malu untuk bertemu, apalagi nanti dikira pe-de dan ge-er karena sudah melakukan ikatan cinta tadi malam.Naima masih duduk di atas sajadah nya, berdo'a semoga kebaikan selalu menyertai ciduk biduk dalam rumah tangganya dengan Ferdi. Ada rasa takut kehilangan dihati Naima, memiliki suami yang sempurna seperti si Bos membuat Naima harus tahu diri.Ting, ponsel Naima berdenting.[Sayang, turun sarapan.] Ferdi mengirim pesan, Naima semakin canggung bagaimana menghadapi suaminya, secara, selama ini Naima dan dia lebih banyak aktingnya daripada sungguhan."Apakah tadi malam itu sungguhan?" Naima terus mena
Naima bangun tidur masih dalam keadaan kesal dengan suaminya, setelah salat subuh Naima menggunakan stelan baju olahraga untuk jogging, menghindari rasa kesal karena ucapan si abang. Perempuan memang baperan lama ingatannya hilang. Terlihat Ferdi sedang duduk membaca buku di teras pagi-pagi. Abang Ferdi memang nemiliki kebiasaan setiap pagi selalu membaca buku, tidak jarang Naima menerima paketan buku setiap hari, hidupnya memang menarik. Buku bacaannya selalu bacaan terbaru.Naima meninggalkan Ferdi yang asyik membaca buku, meski berharap disapa, siapa tahu setelah kejadian tadi malam dia bersimpuh memohon maaf tidak akan mengulang lagi ucapannya, bahwa hanya Naima cinta matinya. Naima, Naima marah, tapi mengharapkan.Sampai ke gerbang depan, Ferdi tidak ada pergerakan sama sekali, memang dia tidak peka sekali, harusnya setiap buku yang dibaca itu, dia tahu bahwa kemauan seorang perempuan itu banyak yang ingin dibelai dengan kasih sayang, bukannya merayu istri, malah asyik membuka l
Bi Ratih terlihat gelisah karena Naima tidak kunjung pulang, Ferdi juga belum pulang hingga larut malam. Naima sudah seperti anak bagi Bi Ratih, cara Naima memperlakukannya tidak seperti pembantu pada umumnya.Bi Ratih terus menghubungi si Bos karena Naima tidak kunjung pulang. Sekitar pukul 10 malam, akhirnya si Bos kembali, wajah Bi Ratih benar-benar cemas."Pak, Non Naima belum pulang dari tadi siang!""Maksudnya, Bik?""Non Naima tidak kunjung pulang, Den." Bi Ratih terlihat menangis, takut si Bos marah.Ferdi terlihat menelpon Naima, tapi tidak ada balasan."Kenapa gak ngabarin saya, Bik?" "Sudah, Den. Berkali-kali Bibi telpon, tapi Den Ferdi gak angkat-angkat." Ferdi Sekarang yang terlihat panik dan berlalu dari Bi Ratih, wajah cemas terlihat di wajahnya.Siapa yang menculik Naima dan apa motifnya?Ferdi sibuk mencari Naima, istrinya hilang entah kemana. Sebagai pembisnis hal ini sudah diwanti-wanti. Ferdi melaporkan kehilangan istrinya di kepolisian karena Naima sudah menghila