Kehidupan selalu mengajarkan kita arti dewasa. Membangun mahligai rumah tangga diibaratkan tangga yang kita naiki satu demi satu, tidak selalu mulus karena sakinah itu butuh kesetiaan dan kepercayaan yang kuat terhadap pasangan.***Suasana komplek teras lebih sejuk hari ini, Ferdi terlihat mempelajari laporan demi laporan yang diberikan Aryo, sesekali dipandang istrinya yang sedang menggendong si kembar. Tatapan matanya selalu menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Abang adalah suami idaman yang selalu menundukkan pandangan dan siaga di setiap waktu yang ada."Kenapa mandang abang begitu, sayang?" Ferdi mendekat dan mencium kening istrinya, tidak lupa Ardan yang digendong mendapat kecupan mesra dari ayahnya."Terima kasih untuk rasa yang ada, sayang.""Aku yang berterima kasih padamu, sayang. Selalu menumbuhkan cinta yang mendalam dihati ini setiap saat. Tetaplah menjadi permaisuri di hati abang." Naima membalas rangkulan suaminya merasakan sakinah bersama, meski ujian selalu datang b
Sedang sibuk memainkan pikirann, tak berselang lama ada yang mencari dirinya, tetangga yang julid masih bertahan ingin terus mempermalukan dirinya. Luar biasa memang ibu-ibu di sini, selama ini Naima jarang bersosial dengan tetangga ketika di rumah Ferdi karena memang komplek elit jarang pemilik rumahnya ngumpul di luar sebagian mereka adalah pengusaha, Naima bahkan tidak pernah melihat rupa tetangganya di samping.Naima terkejut karena ternyata Bik Ratih yang menemuinya."Bi Ratih ....""Non ...." Bi Ratih memeluk Naima seperti seorang ibu yang sangat rindu dengan anaknya."Bibi dapat alamat ini darimana?" tanya Naima."Bibik satu bulan mencari Non sama pak Ferdi, untungnya Bibik mendapat alamat ini dari Dinda.""Ya Allah Bik, kenapa mencari kami?" tanya Naima."Bibi dihantui rasa bersalah apalagi berita yang bibik baca tiap hari bikin dada sesak.""Alhamdulillah kami sehat, Bik. Ayo masuk dulu, biar kita ngobrol di dalam." Naima menghindari tetangganya yang masih berada di depan."
Ferdi dan Naima turun dari mobil di sambut rasa terkejut semua warga yang ada di komplek nya. Papanya Ferdi juga sudah tiba di lokasi. Dengan rasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata Ferdi mengikuti papanya dari belakang."Ini adalah kado dari papa untuk cucu papa, Ardi dan Ardan." Ferdi hanya menitikkan air mata."Papa sudah mengirim pengacara untuk mengurusi rumahmu, Fer. Jadi untuk sementara tinggal di sini dulu, ya. Anggap penebus apartemen milik Naima yang kamu jual.""Pa ...." Ferdi tidak bisa menahan tangisnya, orang tua yang luar biasa bagi Ferdi."Fer, papa tidak punya siapa-siapa selain kalian, siapa yang akan mewarisi semua hasil jerih payah papa kalau bukan kalian. Anak, cucu dan mantu papa. Bahkan jika diperlukan badan ini papa kasih untuk kalian." Naima ikut terharu melihat papa mertuanya yang luar biasa Di tengah-tengah rasa haru, MC menyambut kedatangan mereka, semua bersuka cita menyambut Ferdi dan keluarga."Inilah pemilik baru rumah ini pak Ferdi Sanjaya."
Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima
Hari-hari Naima kini terasa sungguhindah. Menjadi guru ngaji di kampung Ibunya membuat hidupnya terasa begitutentram. Sudah 6 bulan Naima di sini. Memperdalam ilmu Agama dan menatahatinya. Lebih tepatnya, Naima melarikan diri ke sini dengan tujuan untukmenenangkan diri.Ditinggal menikah di usia 30 tahun membuat dia sedikit trauma. Bagaimana tidak,menjelang hari H, mempelai lakinya kabur. Entah apa yang membuat Bram,calonnya, memutuskan tidak jadi menikahinya. Tidak hanya hati yang dikoyak,rasa malu pun tidak bisa dielakkan lagi. Naima seperti kehilangan arah, tidakmenyangka mengalami kisah yang tragis seperti yang biasa dia lihat di layar kaca. Di sini, dia juga mencoba introspeksi diri. Sebelum pindah ke sini, Naimaterkenal sosok wanita yang gila kerja. Pekerjaannya sebagai sekertaris tentumembuat dia begitu menggilai kesempurnaan. Semangat bekerja tinggi dan selaluingin menjadi nomor satu di kantor membuat dia memiliki reputasi yang sangatbaik, tapi urusan cinta, justr
Akhirnya Naima menyerah. Tidak mungkin dia dan keluarganyamenanggung malu untuk kedua kalinya. Sesampai di acara, Naima benar-benar tidakpercaya, persiapannya terlihat sangat matang sekali. Tidak terlihat sepertiacara pernikahan dadakan, justru seperti acara dua mempelai yang jatuh cinta hinggaakhirnya menikah. Entah apa yang membuat seorang CEO seperti Ferdi inginmenikahinya. Secara wajah, Naima merasa pas-pasan. Gayanya berpakaian jugakayaknya jauh dari kata menarik jika disandingkan dengan wanita-wanita yangmungkin masuk ke selera Ferdi. Itu cukup menjadikan alasan kalau Naima bukantipenya, kan? Tapi, apa alasan sebenarnya si bos songong itu menikahinya?Sepanjang lokasi acara, Naima terus berfikir, apa motif bosnya memilih diasebagai calon istri dadakan."Non, mari masuk, acara segera akan dimulai. Sebelumnya,Non harus dihias dulu." Naima memilih nurut daripada bikin malu. Dia hanya diam,bingung dengan situasi ini. Ditambah dia bingung bagaimana menghadapi mantanbosn
Naima dibawa oleh pelayan rumahnya Ferdi ke kamar pengantinyang telah disediakan. Di sana, sudah ada Ferdi menunggu. Naima benar-benardibuat deg-degan, apalagi tadi, di depan khalayak ramai pria itu menyatakancinta! Asyem emang, mesranya aduhai."Silahkan masuk Non, Pak Ferdi sudah didalam menunggu.""Tenang, Naima kamu pasti bisa!" Menyemangatidiri supaya tidak deg-degan.Masuk ke kamar, Ferdi terlihat duduk di ranjangpengantin yang disediakan. Ini benar-benar seperti kamar pengantin yang benar-benarmemadu kasih. Kamar pengantinnya benar-benar layaknya sepasang dua insan yangbertemu dengan ikatan cinta."Masuk saja!" ‘Tuh kan, dia memang judes.’Akhirnya, daripada berdebat, Naima memilih diam. 3 tahundisiksa Ferdi, dia sudah hafal betul watak bosnya itu."Tuh bajunya, tadi sudah dibawain.""Hm ..."Dia tetap santai, seolah-olah menikmati sekalipernikahan ini. Entah apa yang ada di pikiran bos songong ini."Yang tadi hanya akting, janganbaper!"‘Ampuun, asyem emang kan,in