Di dalam kontrakan Ferdi dan Naima benar -benar hidup apa adanya, Naima memang sangat pandai mengelola keuangan. Ketika Ferdi memberikan semua sisa uang yang ada, Naima langsung mengelolanya dengan sangat baik."Ada saatnya kita di atas dan ada saatnya kita di bawah, sayang." Ferdi memeluk istrinya menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Naima hanya mengangguk mendengar semua nasihat dari suaminya. Beberapa aset sudah di jual untuk membayar semua hutang yang tersisa. Ferdi benar-benar di titik nol, memulai dari awal lagi."Ujian rumah tangga itu kadang bukan dari kesetiaan, melainkan bisa harta benda dan kesehatan. Yang paling mahal dari semua ini adalah kesehatan. Melihat si kembar tidak kurang kasih sayang dan istri abang yang manis bisa sehat kembali itu adalah anugerah yang luar biasa bagi abang." Naima menitikkan air mata melihat suaminya yang terbiasa hidup mewah jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.Tebusan rumah sakit Naima memang sangat besar, ruangan dan obat-obatan se
Usaha yang tidak membuahkan hasil membuat Ferdi akhirnya mulai melamar pekerjaan. Sedikit tertekan karena beberapa perusahaan tempat dia melamar ikut menghujat dan menghinanya. Padahal, mereka sebagian tahu bahwa Ferdi dikhianati oleh rekan bisnisnya. Begitulah kejamnya dunia bisnis ketika berada di atas dipuja, tapi ketika berada di bawah harus siap dihina bahkan tidak dianggap sama sekali."Sebaiknya pak Ferdi melamar di tempat yang lain." Begitu ucapan setiap Ferdi melamar. Walau Feri merasa aneh, tetapi dia optimis semua akan indah pada waktunya."Terima kasih, Pak." Ferdi sadar diri tak membalas kata-kata yang begitu terkesan pedas menurutnya.Hari ini Ferdi pulang membawa kegagalan lagi, berada di titik nol memang harus siap mental. Kata-kata yang tidak pantas begitu mudah dilontarkan, kadang ketika kita butuh bantuan bukan malah dibantu, justru dihujat dan dihina begitu saja dengan mudah. Namun, Ferdi percaya pasti akan ada selalu orang baik ketika kita melakukan kebaikan. Hidu
Aryo dan tim IT langsung bekerja, mereka menyusun rencana terlebih dahulu. Namun, kedatangan Aryo dan tim sebenarnya bukan untuk membahas rancangan perusahaan baru Ferdi, melainkan membuka kecurangan dari Bram dan istrinya--Lisa."Pak menurut saya lebih baik pak Ferdi fokus mengembalikan nama baik terlebih dahulu, setelah itu kita rilis perusahaan baru ini." Aryo benar, menurut Naima cuma buang-buang uang dan energi, jika persiapan tidak maksimal."Tapi bagaimana caranya, yo?" Aryo tersenyum sembari mengeluarkan bukti-bukti yang telah dilakukan Bram dan komplotannya."Lusa perusahaan bapak resmi menjadi milik Bram, kita tidak punya waktu banyak.""Jadi kalian ke sini bukan membantu rilis rancangan perusahaan yang ingin saya buat.""Bukaaaan ...!" mereka kompak berseru. "Hm, kirain kalian ke sini membantu. Oke dah kalau begitu kapan kita mulai permainannya?""Sekarang pak Ferdi ...!!" kompak Aryo dan tim berseru.Menurut cerita Aryo, Lisa sudah merancang sejak lama dengan suaminya unt
Kehidupan selalu mengajarkan kita arti dewasa. Membangun mahligai rumah tangga diibaratkan tangga yang kita naiki satu demi satu, tidak selalu mulus karena sakinah itu butuh kesetiaan dan kepercayaan yang kuat terhadap pasangan.***Suasana komplek teras lebih sejuk hari ini, Ferdi terlihat mempelajari laporan demi laporan yang diberikan Aryo, sesekali dipandang istrinya yang sedang menggendong si kembar. Tatapan matanya selalu menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Abang adalah suami idaman yang selalu menundukkan pandangan dan siaga di setiap waktu yang ada."Kenapa mandang abang begitu, sayang?" Ferdi mendekat dan mencium kening istrinya, tidak lupa Ardan yang digendong mendapat kecupan mesra dari ayahnya."Terima kasih untuk rasa yang ada, sayang.""Aku yang berterima kasih padamu, sayang. Selalu menumbuhkan cinta yang mendalam dihati ini setiap saat. Tetaplah menjadi permaisuri di hati abang." Naima membalas rangkulan suaminya merasakan sakinah bersama, meski ujian selalu datang b
Sedang sibuk memainkan pikirann, tak berselang lama ada yang mencari dirinya, tetangga yang julid masih bertahan ingin terus mempermalukan dirinya. Luar biasa memang ibu-ibu di sini, selama ini Naima jarang bersosial dengan tetangga ketika di rumah Ferdi karena memang komplek elit jarang pemilik rumahnya ngumpul di luar sebagian mereka adalah pengusaha, Naima bahkan tidak pernah melihat rupa tetangganya di samping.Naima terkejut karena ternyata Bik Ratih yang menemuinya."Bi Ratih ....""Non ...." Bi Ratih memeluk Naima seperti seorang ibu yang sangat rindu dengan anaknya."Bibi dapat alamat ini darimana?" tanya Naima."Bibik satu bulan mencari Non sama pak Ferdi, untungnya Bibik mendapat alamat ini dari Dinda.""Ya Allah Bik, kenapa mencari kami?" tanya Naima."Bibi dihantui rasa bersalah apalagi berita yang bibik baca tiap hari bikin dada sesak.""Alhamdulillah kami sehat, Bik. Ayo masuk dulu, biar kita ngobrol di dalam." Naima menghindari tetangganya yang masih berada di depan."
Ferdi dan Naima turun dari mobil di sambut rasa terkejut semua warga yang ada di komplek nya. Papanya Ferdi juga sudah tiba di lokasi. Dengan rasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata Ferdi mengikuti papanya dari belakang."Ini adalah kado dari papa untuk cucu papa, Ardi dan Ardan." Ferdi hanya menitikkan air mata."Papa sudah mengirim pengacara untuk mengurusi rumahmu, Fer. Jadi untuk sementara tinggal di sini dulu, ya. Anggap penebus apartemen milik Naima yang kamu jual.""Pa ...." Ferdi tidak bisa menahan tangisnya, orang tua yang luar biasa bagi Ferdi."Fer, papa tidak punya siapa-siapa selain kalian, siapa yang akan mewarisi semua hasil jerih payah papa kalau bukan kalian. Anak, cucu dan mantu papa. Bahkan jika diperlukan badan ini papa kasih untuk kalian." Naima ikut terharu melihat papa mertuanya yang luar biasa Di tengah-tengah rasa haru, MC menyambut kedatangan mereka, semua bersuka cita menyambut Ferdi dan keluarga."Inilah pemilik baru rumah ini pak Ferdi Sanjaya."
Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima