Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima
Hari-hari Naima kini terasa sungguhindah. Menjadi guru ngaji di kampung Ibunya membuat hidupnya terasa begitutentram. Sudah 6 bulan Naima di sini. Memperdalam ilmu Agama dan menatahatinya. Lebih tepatnya, Naima melarikan diri ke sini dengan tujuan untukmenenangkan diri.Ditinggal menikah di usia 30 tahun membuat dia sedikit trauma. Bagaimana tidak,menjelang hari H, mempelai lakinya kabur. Entah apa yang membuat Bram,calonnya, memutuskan tidak jadi menikahinya. Tidak hanya hati yang dikoyak,rasa malu pun tidak bisa dielakkan lagi. Naima seperti kehilangan arah, tidakmenyangka mengalami kisah yang tragis seperti yang biasa dia lihat di layar kaca. Di sini, dia juga mencoba introspeksi diri. Sebelum pindah ke sini, Naimaterkenal sosok wanita yang gila kerja. Pekerjaannya sebagai sekertaris tentumembuat dia begitu menggilai kesempurnaan. Semangat bekerja tinggi dan selaluingin menjadi nomor satu di kantor membuat dia memiliki reputasi yang sangatbaik, tapi urusan cinta, justr
Akhirnya Naima menyerah. Tidak mungkin dia dan keluarganyamenanggung malu untuk kedua kalinya. Sesampai di acara, Naima benar-benar tidakpercaya, persiapannya terlihat sangat matang sekali. Tidak terlihat sepertiacara pernikahan dadakan, justru seperti acara dua mempelai yang jatuh cinta hinggaakhirnya menikah. Entah apa yang membuat seorang CEO seperti Ferdi inginmenikahinya. Secara wajah, Naima merasa pas-pasan. Gayanya berpakaian jugakayaknya jauh dari kata menarik jika disandingkan dengan wanita-wanita yangmungkin masuk ke selera Ferdi. Itu cukup menjadikan alasan kalau Naima bukantipenya, kan? Tapi, apa alasan sebenarnya si bos songong itu menikahinya?Sepanjang lokasi acara, Naima terus berfikir, apa motif bosnya memilih diasebagai calon istri dadakan."Non, mari masuk, acara segera akan dimulai. Sebelumnya,Non harus dihias dulu." Naima memilih nurut daripada bikin malu. Dia hanya diam,bingung dengan situasi ini. Ditambah dia bingung bagaimana menghadapi mantanbosn
Naima dibawa oleh pelayan rumahnya Ferdi ke kamar pengantinyang telah disediakan. Di sana, sudah ada Ferdi menunggu. Naima benar-benardibuat deg-degan, apalagi tadi, di depan khalayak ramai pria itu menyatakancinta! Asyem emang, mesranya aduhai."Silahkan masuk Non, Pak Ferdi sudah didalam menunggu.""Tenang, Naima kamu pasti bisa!" Menyemangatidiri supaya tidak deg-degan.Masuk ke kamar, Ferdi terlihat duduk di ranjangpengantin yang disediakan. Ini benar-benar seperti kamar pengantin yang benar-benarmemadu kasih. Kamar pengantinnya benar-benar layaknya sepasang dua insan yangbertemu dengan ikatan cinta."Masuk saja!" ‘Tuh kan, dia memang judes.’Akhirnya, daripada berdebat, Naima memilih diam. 3 tahundisiksa Ferdi, dia sudah hafal betul watak bosnya itu."Tuh bajunya, tadi sudah dibawain.""Hm ..."Dia tetap santai, seolah-olah menikmati sekalipernikahan ini. Entah apa yang ada di pikiran bos songong ini."Yang tadi hanya akting, janganbaper!"‘Ampuun, asyem emang kan,in
Pagi-pagi buta, Naima sudah bangun. 6 bulan ini dia memangsudah rutin untuk tahajjud, tapi dia lebih kaget, karena bos songongnya sudahduluan bangun. Ampuun, ternyata walau songong dia rajin juga, lumayan lahada nilai plusnya walau terkotek-kotek."Apaa, liat-liat!" Tuh, kan bawaannya judes aja nih orang."Rajin juga!""Kalau jadi pemimpin itu harus disiplin,termasuk bangun pagi!""Oo ...." Hanya ber oh ria, memang dia orangnya disiplin, entah jamberapa dia berangkat kerja, karena datangnya selalu pagi. Naima dulu sempatberfikir, mungkin selama ini dia tidur di kantor. Soalnya, setiap Naimadatang, bosnya selalu sudah ada duluan."Jangan lupa keramas, biar Papa mengirakita ....""Ih, kita apaan?!" Naima melotot. Ngarep, kan! Emang enak dicuekin Bang, jangan haraap deh!"Kita … gitu-gitu."Apaan coba gitu-gitu. Namun detik berikutnya, otak cerdasNaima menangkap maksud ambigu itu. Oh, maksudnya malam pertama.‘Hahaha ngarep banget sih, aku sih ogah.’"Kalau suami ngasih tau,
Bram sepertinya menyadari dan terlihat kaget sekali melihatNaima mesra dengan suaminya. Naima terus merangkul Ferdi.Perubahan sikap Naima itu membuat Ferdi bingung dan salahtingkah. Sekarang yang lebih agresif justru Naima."Ini suamiku, Fer.""Saya Ferdi, sepupunya Lisa.""Saya Bram."Mereka kenalan, Naima terus merangkul suaminya,seperti sepasang kekasih yang takut ditinggal. Ferdi benar-benar dibuat salahtingkah."Genit banget sih Dek, kalau pengen bilangaja?" Ferdi berbisik-bisik. Naima menahan kedikannya. ‘Apaan pengen-pengen, gak kebalik,Bang!’"Bisik-bisik apaan sih Fer, takut bangetistrinya jauh-jauh." Kali ini Bram yang mulai salah tingkah. Naima terus memegangtangan Ferdi, seperti takut banget suaminya jauh-jauh darinya.Naima lebih semangat merangkul Ferdi setelahmelihat gelagat salah tingkah Bram. Dia harus tunjukkan bahwa Ferdi adalahjodoh terbaik. Bukan Bram, laki-laki pengecut dan tidak bertanggung jawab itu.Ya, hanya laki-laki pengecut yang meninggalkan m
"Ayo, kita masuk sayang!" Bram bengong dan terkejut melihat Ferdi sudah merangkul Naima.Sesampai di kamar, Ferdi langsung bereaksi."Lain kali, jangan mau ditindas!" Sesaat, Naima terperangah. TIdak ada angin, tidak ada hujan ... si Ferdi ini apakah sudah mulai jatuh cinta padanya? Soalnya, sudah perhatian, sih. Tapi, kalau lagi begini dia keren juga. "Iya, Bang!""Jangan Iya-iya saja. Orang kayak gitu harus dihantam." Naima mesem-mesem memikirkan satu hal. Ini, si Ferdi sedang cemburu, kah? 'Uh, so sweet banget sih, Bang!'"Jangan ge-er, ingat! kita tu cuma akting!""Iya, siap Bos!" Naima mencebik setelahnya. 'Siapa juga yang ge-er, gak kebalik Bang?!'Malam kedua mereka masih tidur terpisah, Ferdi mengambil bantal dan tidur di kursi sofa kamar. Kamar mereka memang sangat luas sekali, persis seperti kamar hotel. Naima pun sangat betah karena ruangan ini dilengakapi dengan pendingin dan pemanas ruangan. Kapan lagi bisa menikmati jadi istri CEO kaya, sekali-kali kita harus jadi ora