Pagi-pagi buta, Naima sudah bangun. 6 bulan ini dia memang sudah rutin untuk tahajjud, tapi dia lebih kaget, karena bos songongnya sudah duluan bangun.
Ampuun, ternyata walau songong dia rajin juga, lumayan lah ada nilai plusnya walau terkotek-kotek. "Apaa, liat-liat!"
Tuh, kan bawaannya judes aja nih orang. "Rajin juga!" "Kalau jadi pemimpin itu harus disiplin, termasuk bangun pagi!" "Oo ...."
Hanya ber oh ria, memang dia orangnya disiplin, entah jam berapa dia berangkat kerja, karena datangnya selalu pagi. Naima dulu sempat berfikir, mungkin selama ini dia tidur di kantor. Soalnya, setiap Naima datang, bosnya selalu sudah ada duluan. "Jangan lupa keramas, biar Papa mengira kita ...." "Ih, kita apaan?!" Naima melotot.
Ngarep, kan! Emang enak dicuekin Bang, jangan haraap deh! "Kita … gitu-gitu."
Apaan coba gitu-gitu. Namun detik berikutnya, otak cerdas Naima menangkap maksud ambigu itu. Oh, maksudnya malam pertama.
‘Hahaha ngarep banget sih, aku sih ogah.’ "Kalau suami ngasih tau, adek ikuti." Preet, panggilan adek lagi! Pasti biar sepasang, tuh, karena Naima memanggil dia abang. "Mandi, terus kita berjamaah."
Mata Naima memelotot. Kali ini super duper melotot. ‘Woow, gak salah bang!’ "Kenapa melotot gitu? Kalau sekedar jadi imam salat, bisa lah, Dek!"
‘Oala, Abaang, mau bikin adek jatuh hati ya?!’
Setelah membersihkan diri, Naima sholat berjamaah dengan Ferdi. Di balik sisi cuek, judes dan bla-bla-nya, ternyata Ferdi di luar dugaan! Bacaan suratnya fasih, bikiin hati adem sebagai makmum di belakangnya. Sepertinya dia memang selalu ingin tampil keren di mana saja. "Kenapa memandang gitu? Terpesona liat aku?"
Tuh kan, dia itu bawaannya ge-er, gaes. "Gak kebalik Bang? Yang maksa nikah sama adek yang manis ini siapa, Bang?" sengaja, muka Naima dibuat agak semanis mungkin.
Eh ,si Abang diam!
‘Kena, kan! Emang enak dikerjain!’ ** Pagi yang luar biasa, enak banget tidur di kamar Bos Ferdi. Apalagi puas liat dia tidur di sofa. Makanya jangan main-main, entar cinta beneran, kapok! Eh, kok jadi ngelantur gini. "Assalamualaikum... Pa, selamat pagi."
Walau songong, Bos Ferdi terkotek-kotek berbakti juga sama papanya. "Waalaikumsalam... Wah, seger banget anak dan menantu Papa."
Papanya sudah siap di meja makan, sepertinya papanya sangat akrab dengan siapa saja, Naima jadi betah dibuatnya. "Iya dong Pa. Apalagi anak Papa, Ferdi Sanjaya keren abis."
Ferdi sampai mau muntahin minumannya. Dia terkejut Naima selangkah lebih cepat bereaksi menanggapi lontaran papanya. "Hahaha..." Papanya tertawa heboh, rumah ini sekarang terasa ramai dengan adanya Naima. Sementara itu, Ferdi memelotot.
Namun, Naima tidak peduli. ‘Biarin! Puas banget aku Bang! Hahaha ....’ "Fer, hari ini masih libur kerja kan? Kalian kan, baru jadi pengantin." "Iya, Pa masih libur. Masih belum sanggup meninggalkan istriku yang manis ini."
Ih, apaan coba pakai adegan memandang sambil memegang tangan! Ini kalau acting, asli … si bos mah jagonya.
"Gini, Fer sepupumu Lisa dan suaminya mau kemari. Tadi Papa ditelepon, kemarin gak sempat liat akad nikahmu." "Oh, Lisa. Oke, Pa. Kami siap menunggu."
Apaan, pakai adegan merangkul. Biar dibilang so sweet banget?! Naima menyempatkan diri untuk berkeliling melihat rumahnya Ferdi usai sarapan. Sepertinya, yang punya rumah memang kutu buku tulen. Selain ada ruang perpustakaan pribadi yang luas, di setiap sudut ruangan selalu ada rak buku. Mungkin maksudnya pengunjung yang datang harus baca buku.
‘Maaf bang! Aku sukanya vovel dan cerita-cerita lucu, hidupku sudah terlalu berat kalau baca buku tebal-tebal kayak gini, Bang!’ Ferdi sedang asyik membaca koran. Hidupnya memang datar tapi aktingnya lumayan jago. Daripada duduk sama bos terkotek-kotek, lebih baik Naima ke dapur menghindari rasa jenuh melihat buku di mana-mana. Ketika sampai di dapur pun, bahkan ada buku di sudut ruangnya, gila emang! "Bik, itu rak buku juga?"
Ada Bik Ratih yang ditugaskan untuk menyiapkan makanan di rumah ini. "Iya, Non, sengaja ditaruh di sana supaya pak Ferdi kalau ke dapur minum kopi sambil baca."
‘Oala, hidupmu kok gini amat bang, pantes dingin kayak es batu.’ "Oo, gitu. Bibik masak apa? Boleh Naima bantu, gak?" "Gak usah Non, biar Bibi aja." "Gak apa-apa Bi, sekalian belajar makanan kesukaan Pak Ferdi."
Eh, apaan iniih, kayak suami istri yang saling mencintai sedang membuatkan suami tersayang makanan kesukaan. Naimaa, sadaaar! dia itu gak ada rasa! "Wah, beruntung banget Pak Ferdi, Non. Banyak lho, gadis-gadis sering ke sini dulu, tapi gak satupun dilirik sama Bos." "Iya, kah, Bik?" "Ehm ...."
Eh, si Bos udah di belakang aja, gak tau apa Naima mau jadi Detektif Conan? "Sayang, ditunggu sama Papa tuh. Lisa udah di jalan, katanya." "Iya, Abangku tersayang."
Bik Ratih ikut tersenyum, mungkin uwuu banget ya, liat pengantin baru. "Adekku sayang, Abang jadiin istri bukan untuk capek-capek, biarkan pelayan di sini yang mengerjakan. Adek tinggal sebut saja apa maunya."
Oalaaa, manis banget sih Abang ini, Eh, tunggu dulu … ternyata ada papanya di belakang. Asyeem emang! "Liat kalian begini, teringat Papa sama Mamamu, Fer."
Eh, Ferdi senyum dan seperti biasa adegan merangkul dilakukannya lagi. Hebat banget Abangku ini kalau akting! Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Lisa masih kelihatan muda banget ternyata. "Wah, selamat Brother akhirnya gak jomblo lagi." "Alhamdulillah Lis, akhirnya dapat istri semanis ini."
Seperti Biasa adegan merangkul tetap tidak hilang. "Suamimu mana?" "Tuh, Fer." Mata Naima membulat melihat sosok pria yang dikenalkan Lisa sebagai suaminya. Naima gak menyangka ternyata suaminya Lisa adalah calon suaminya yang dulu meninggalkan Naima di hari pernikahannya. "Bram!" Tanpa sadar Naima merangkul erat Ferdi. Meski kaget, Naima berniat menunjukkan betapa bahagianya dia dengan Bos terkotek-koteknya setelah ditinggal nikah pria itu. Gimana kira-kira reaksi Bram?
Bram sepertinya menyadari dan terlihat kaget sekali melihatNaima mesra dengan suaminya. Naima terus merangkul Ferdi.Perubahan sikap Naima itu membuat Ferdi bingung dan salahtingkah. Sekarang yang lebih agresif justru Naima."Ini suamiku, Fer.""Saya Ferdi, sepupunya Lisa.""Saya Bram."Mereka kenalan, Naima terus merangkul suaminya,seperti sepasang kekasih yang takut ditinggal. Ferdi benar-benar dibuat salahtingkah."Genit banget sih Dek, kalau pengen bilangaja?" Ferdi berbisik-bisik. Naima menahan kedikannya. ‘Apaan pengen-pengen, gak kebalik,Bang!’"Bisik-bisik apaan sih Fer, takut bangetistrinya jauh-jauh." Kali ini Bram yang mulai salah tingkah. Naima terus memegangtangan Ferdi, seperti takut banget suaminya jauh-jauh darinya.Naima lebih semangat merangkul Ferdi setelahmelihat gelagat salah tingkah Bram. Dia harus tunjukkan bahwa Ferdi adalahjodoh terbaik. Bukan Bram, laki-laki pengecut dan tidak bertanggung jawab itu.Ya, hanya laki-laki pengecut yang meninggalkan m
"Ayo, kita masuk sayang!" Bram bengong dan terkejut melihat Ferdi sudah merangkul Naima.Sesampai di kamar, Ferdi langsung bereaksi."Lain kali, jangan mau ditindas!" Sesaat, Naima terperangah. TIdak ada angin, tidak ada hujan ... si Ferdi ini apakah sudah mulai jatuh cinta padanya? Soalnya, sudah perhatian, sih. Tapi, kalau lagi begini dia keren juga. "Iya, Bang!""Jangan Iya-iya saja. Orang kayak gitu harus dihantam." Naima mesem-mesem memikirkan satu hal. Ini, si Ferdi sedang cemburu, kah? 'Uh, so sweet banget sih, Bang!'"Jangan ge-er, ingat! kita tu cuma akting!""Iya, siap Bos!" Naima mencebik setelahnya. 'Siapa juga yang ge-er, gak kebalik Bang?!'Malam kedua mereka masih tidur terpisah, Ferdi mengambil bantal dan tidur di kursi sofa kamar. Kamar mereka memang sangat luas sekali, persis seperti kamar hotel. Naima pun sangat betah karena ruangan ini dilengakapi dengan pendingin dan pemanas ruangan. Kapan lagi bisa menikmati jadi istri CEO kaya, sekali-kali kita harus jadi ora
Bram terlihat panik, tak menyangka proyek besar yang sudah digaungkan gagal, sementara Ferdi terlihat santai dan terus tersenyum. Naima tak kalah bahagia, puas banget melihat Bram yang galau. "Kenapa Lis?" Ferdi mulai bertanya."Ini lho Fer, kok bisa proyek milyaran gagal.""Kok bisa?" Ferdi terlihat semakin santai."Gak tau, benar-benar gak bisa diandalkan Mas Bram ini, kemarin bilangnya sudah oke, ternyata gagal total." Lisa memang pembisnis handal, ucapannya benar-benar menggelegar, Bram dibuat mati kutu!"Tenangkan dirimu Lis, kamu lagi hamil lho." Ferdi masih tetap santai."Gak bisa tenang kalau begini, kerjaannya benar-benar tidak becus." Oala, mantap banget Lisa, si Bram memang tidak becus!Bram terlihat sangat panik, ternyata dia benar-benar takluk dengan istrinya. Naima sangat puas melihat Bram yang mati kutu. Laki-laki kayak Bram gak perlu capek-capek membuatnya hancur, karena ternyata dia berada di bawah ketiak istrinya."Fer, kami pamit pulang ya, lain kali kami balik ke
"Rosa?""Iya, Fer, aku baru balik dari luar negeri, proyekku sudah selesai disana." Ferdi kelihatan kikuk, Naima seperti mencium aroma cinta lama bersemi kembali."Oh, baguslah.""Kamu ngapain disini, Fer?""Kenalkan ini istriku, Ros.""Naima Ningrum." Naima mengulurkan tangan berkenalan dengan Rosa."Rosa Amalia." Tatapan matanya benar-benar judes!"Sudah nikah? Kok aku gak diundang?""Sudah 2 hari yang lalu Ros, dadakan juga." Naima kali ini tidak sadar merangkul erat Ferdi, seperti merasa Ros akan bertindak lebih berani. Ferdi dibuat senyum-senyum sendiri dengan tingkah Naima."Selamat ya, aku gak menyangka secepat ini kamu meninggalkan aku Fer."Apaa?? meninggalkan? Apa betul ini mantan si Bos? Di depan istrinya, si Ros berani ngomong begitu, awas aja kalau berani dekat dengan Ferdi! Ciyee, Naima!"Kita gak jodoh Ros!" Ferdi meninggalkan Rosa dan menggandeng erat istrinya, keren memang Abang tekotek-kotek Naima sampai dibuat berbunga-bunga.****Sesuai permintaan Naima, Ferdi akan
Ferdi dan Naima akhirnya masuk ke dalam kamar hotel, Naima kelihatan banyak diam, sementara Ferdi fokus dengan gadgetnya. Naima harus siap mental menghadapi banyak perempuan yang pasti dekat dengan Ferdi. Entahlah, mereka baru saja menikah tapi, banyak sekali ujian yang muncul, mulai dari si Bram buaya darat, dan sekarang disuguhkan oleh si Ros yang berani."Kok diam saja!" Ferdi seperti merasa ada sesuatu yang Naima pikirkan, karena Naima lebih banyak diam."Belum bisa move on dengan kejadian hari ini, nih berlian belinya dimana? Kok betulan banget." Naima mulai buka suara, dia memang sudah berjanji tidak akan menyembunyikan apapun dengan Ferdi."Itu dikasih lengkap ma Papa, ngarep ya dibelikan ma Abang." Tu kan dia itu ngeselin, hiks!"Kenapa manyun!" Sepertinya Ferdi sudah terbiasa menganggu istrinya."Gak ada!" Gak peka banget jadi orang, hiks!"Jangan ge-er Abang kan sudah bilang dari sebelumya, kalau kita ini tidak ada rasa." Sifat aslinya muncul, oke lah Bos tekotek-kotek, ini
Makan malam romantis benar-benar membuat Naima dan Ferdi terlihat bahagia, sesekali Ferdi memandang Naima yang malam ini cantik sekali dengan make up minimalisnya, gaun yang senada membuat mereka tampak sangat serasi, beberapa pengunjung yang lewat mengabadikan moment kemesraan mereka. "Maukah kau berdansa denganku, Nona?" Ferdi memang paling pandai memainkan peran menjadi pangeran malam ini."Mau banget pangeran." Naima terlihat tersipu malu, sepertinya mereka sudah terbiasa memainkan peran masing-masing.Ferdi dan Naima berdansa, tak lupa musik dansa pun diputar. Lagu milik Ed Sheeran dengan judul Perfect adalah pilihan mereka malam ini dan paling cocok untuk berdansa, apalagi malam ini Naima dan Ferdi benar-benar pasangan yang serasi."Sejak kapan pintar berdansa?" Ferdi bertanya, karena Naima sangat Fasih sekali dalam berdansa."Dulu Bram sering ngajak ke pesta, jadi kalau sekedar Dansa bisa, lah!""Segitu dekat kah kalian berdua?" Ferdi sepertinya mulai cemburu."Sangat dekat, s
Rosa terlihat panik dan bingung, sementara Naima tetap santai berjalan tanpa menghiraukan kegelisahan Rosa. Ternyata dia bukan lawan main bagi Naima, kalau tau begini dia tidak perlu pakai oktaf tinggi. Mempertahankan rumah tangga itu wajib hukumnya, jangan sampai wanita kayak Rosa diberi kebebasan semaunya, menganggu hubungan orang lain dan menyerang personal istri sah yang lebih berhak atas suaminya. Pagi-pagi sudah bikin dada panas saja Mbak Rosa ini!Sesampai di kamar hotel, Naima sudah ditunggu oleh Ferdi. Jujur, Naima masih panas dengan sikap Rosa yang sudah di luar batas tadi."Darimana saja, kok lama sekali." Ferdi sudah siap dengan pertanyaannya, sementara Naima terlihat manyun karena masih sakit hati dilabrak Ros tadi."Kenapa manyun gitu! Kalau ada apa-apa kabari caranya.""Tadi ketemu sama Rosa lagi, hiks!" Naima mendekati Ferdi dan langsung memeluknya, ciyee Naima!"Kok sedih, emang gak berani lawan Rosa! Harusnya gak perlu takut! Istrinya Abang ini 'kan lebih besar.""Iy
Tak terasa satu minggu Naima telah menjadi istrinya Ferdi, Papanya Ferdi juga hari ini berpamitan. Awalnya Ferdi mau masuk kerja, tapi karena papanya mau pamit akhirnya dia menghabiskan waktu untuk bersama."Fer, jaga menantu Papa baik-baik, nanti setiap bulan Papa mampir.""Siyap, Pa!"Naima sedih karena Papanya Ferdi sudah seperti papanya sendiri."Kok sedih?" tanya Papanya Ferdi."Cepat sekali Papa balik, nanti Naima kangen bagaimana?""Hahaha ...." Papanya Ferdi tertawa lebar, sementara Ferdi senyum-senyum sendiri melihat tingkah istrinya.Akhirnya rumah sepi karena papanya Ferdi sudah balik. Naima pun mulai bereaksi."Kamarku dimana, Bos?""Maksudnya?""Bukannya Bos bilang, kamar kita terpisah kalau Papa sudah pulang." Ferdi bingung, karena dia tidak pernah membuat perjanjian seperti itu. Ini mah, akal-akalannya Naima!"Oh, Oke, kamarnya Nona disamping.""Siyap, saya mau beres-beres dulu, ya, Bos." Naima ke atas dan segera pindah, cinta tak boleh dipaksakan daripada Naima selalu
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima
Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Ferdi dan Naima turun dari mobil di sambut rasa terkejut semua warga yang ada di komplek nya. Papanya Ferdi juga sudah tiba di lokasi. Dengan rasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata Ferdi mengikuti papanya dari belakang."Ini adalah kado dari papa untuk cucu papa, Ardi dan Ardan." Ferdi hanya menitikkan air mata."Papa sudah mengirim pengacara untuk mengurusi rumahmu, Fer. Jadi untuk sementara tinggal di sini dulu, ya. Anggap penebus apartemen milik Naima yang kamu jual.""Pa ...." Ferdi tidak bisa menahan tangisnya, orang tua yang luar biasa bagi Ferdi."Fer, papa tidak punya siapa-siapa selain kalian, siapa yang akan mewarisi semua hasil jerih payah papa kalau bukan kalian. Anak, cucu dan mantu papa. Bahkan jika diperlukan badan ini papa kasih untuk kalian." Naima ikut terharu melihat papa mertuanya yang luar biasa Di tengah-tengah rasa haru, MC menyambut kedatangan mereka, semua bersuka cita menyambut Ferdi dan keluarga."Inilah pemilik baru rumah ini pak Ferdi Sanjaya."
Sedang sibuk memainkan pikirann, tak berselang lama ada yang mencari dirinya, tetangga yang julid masih bertahan ingin terus mempermalukan dirinya. Luar biasa memang ibu-ibu di sini, selama ini Naima jarang bersosial dengan tetangga ketika di rumah Ferdi karena memang komplek elit jarang pemilik rumahnya ngumpul di luar sebagian mereka adalah pengusaha, Naima bahkan tidak pernah melihat rupa tetangganya di samping.Naima terkejut karena ternyata Bik Ratih yang menemuinya."Bi Ratih ....""Non ...." Bi Ratih memeluk Naima seperti seorang ibu yang sangat rindu dengan anaknya."Bibi dapat alamat ini darimana?" tanya Naima."Bibik satu bulan mencari Non sama pak Ferdi, untungnya Bibik mendapat alamat ini dari Dinda.""Ya Allah Bik, kenapa mencari kami?" tanya Naima."Bibi dihantui rasa bersalah apalagi berita yang bibik baca tiap hari bikin dada sesak.""Alhamdulillah kami sehat, Bik. Ayo masuk dulu, biar kita ngobrol di dalam." Naima menghindari tetangganya yang masih berada di depan."
Kehidupan selalu mengajarkan kita arti dewasa. Membangun mahligai rumah tangga diibaratkan tangga yang kita naiki satu demi satu, tidak selalu mulus karena sakinah itu butuh kesetiaan dan kepercayaan yang kuat terhadap pasangan.***Suasana komplek teras lebih sejuk hari ini, Ferdi terlihat mempelajari laporan demi laporan yang diberikan Aryo, sesekali dipandang istrinya yang sedang menggendong si kembar. Tatapan matanya selalu menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Abang adalah suami idaman yang selalu menundukkan pandangan dan siaga di setiap waktu yang ada."Kenapa mandang abang begitu, sayang?" Ferdi mendekat dan mencium kening istrinya, tidak lupa Ardan yang digendong mendapat kecupan mesra dari ayahnya."Terima kasih untuk rasa yang ada, sayang.""Aku yang berterima kasih padamu, sayang. Selalu menumbuhkan cinta yang mendalam dihati ini setiap saat. Tetaplah menjadi permaisuri di hati abang." Naima membalas rangkulan suaminya merasakan sakinah bersama, meski ujian selalu datang b
Aryo dan tim IT langsung bekerja, mereka menyusun rencana terlebih dahulu. Namun, kedatangan Aryo dan tim sebenarnya bukan untuk membahas rancangan perusahaan baru Ferdi, melainkan membuka kecurangan dari Bram dan istrinya--Lisa."Pak menurut saya lebih baik pak Ferdi fokus mengembalikan nama baik terlebih dahulu, setelah itu kita rilis perusahaan baru ini." Aryo benar, menurut Naima cuma buang-buang uang dan energi, jika persiapan tidak maksimal."Tapi bagaimana caranya, yo?" Aryo tersenyum sembari mengeluarkan bukti-bukti yang telah dilakukan Bram dan komplotannya."Lusa perusahaan bapak resmi menjadi milik Bram, kita tidak punya waktu banyak.""Jadi kalian ke sini bukan membantu rilis rancangan perusahaan yang ingin saya buat.""Bukaaaan ...!" mereka kompak berseru. "Hm, kirain kalian ke sini membantu. Oke dah kalau begitu kapan kita mulai permainannya?""Sekarang pak Ferdi ...!!" kompak Aryo dan tim berseru.Menurut cerita Aryo, Lisa sudah merancang sejak lama dengan suaminya unt
Usaha yang tidak membuahkan hasil membuat Ferdi akhirnya mulai melamar pekerjaan. Sedikit tertekan karena beberapa perusahaan tempat dia melamar ikut menghujat dan menghinanya. Padahal, mereka sebagian tahu bahwa Ferdi dikhianati oleh rekan bisnisnya. Begitulah kejamnya dunia bisnis ketika berada di atas dipuja, tapi ketika berada di bawah harus siap dihina bahkan tidak dianggap sama sekali."Sebaiknya pak Ferdi melamar di tempat yang lain." Begitu ucapan setiap Ferdi melamar. Walau Feri merasa aneh, tetapi dia optimis semua akan indah pada waktunya."Terima kasih, Pak." Ferdi sadar diri tak membalas kata-kata yang begitu terkesan pedas menurutnya.Hari ini Ferdi pulang membawa kegagalan lagi, berada di titik nol memang harus siap mental. Kata-kata yang tidak pantas begitu mudah dilontarkan, kadang ketika kita butuh bantuan bukan malah dibantu, justru dihujat dan dihina begitu saja dengan mudah. Namun, Ferdi percaya pasti akan ada selalu orang baik ketika kita melakukan kebaikan. Hidu
Di dalam kontrakan Ferdi dan Naima benar -benar hidup apa adanya, Naima memang sangat pandai mengelola keuangan. Ketika Ferdi memberikan semua sisa uang yang ada, Naima langsung mengelolanya dengan sangat baik."Ada saatnya kita di atas dan ada saatnya kita di bawah, sayang." Ferdi memeluk istrinya menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Naima hanya mengangguk mendengar semua nasihat dari suaminya. Beberapa aset sudah di jual untuk membayar semua hutang yang tersisa. Ferdi benar-benar di titik nol, memulai dari awal lagi."Ujian rumah tangga itu kadang bukan dari kesetiaan, melainkan bisa harta benda dan kesehatan. Yang paling mahal dari semua ini adalah kesehatan. Melihat si kembar tidak kurang kasih sayang dan istri abang yang manis bisa sehat kembali itu adalah anugerah yang luar biasa bagi abang." Naima menitikkan air mata melihat suaminya yang terbiasa hidup mewah jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.Tebusan rumah sakit Naima memang sangat besar, ruangan dan obat-obatan se
Naima turun dan melihat banyak tamu sosialita nya Lastri. Penampilan Lastri pun berubah. Kelihatan sekali hidupnya yang penuh dengan kemewahan. Beda jauh dari Lastri yang dulu, Lastri yang polos dan lugu. Lebih tepatnya pura-pura demi melancarkan aksinya. Naima baru mendengar cerita dari mamanya, bahwa Lastri memang penipu kelas kakap berani menghalalkan segala cara demi kepuasannya tersampaikan, menyesal telah memberinya ruang waktu di rumah ini.Mereka sedang berkumpul di ruang tamu, ada yang bawa berlian, dan segala pernak pernik sosialitanya, Naima hanya menguping pembicaraan mereka sebelum memulai misinya."Jeng, rumahnya besar banget. Enak, ya, punya suami kaya.""Iya, suami CEO memang sangat menjanjikan," ucap Lastri. What? Jadi dia menceritakan ke semua orang bahwa dia adalah istrinya si Abang?"Jeng Las, mana, sih, suamimu? Selama kami ke sini tidak pernah terlihat.""Dia sibuk di kantor, biasa akhir tahun begini banyak yang harus di selesaikan.""Enak sekali, sih, hidupmu,