"Fer, sejak kapan suka pantai? Dari dulu bukannya kamu tidak suka pantai?" Dinda mengulang pertanyaannya, Ferdi tetap diam dan semakin mengenggam erat Naima."Itu dulu Din, sekarang sudah tidak lagi!" dengan tegas Ferdi menjawab."Apa semudah itu, trauma bisa dihilangkan?" sepertinya Dinda belum puas karena Ferdi mengabaikannya."Terus yang kamu lihat ini apa?" Ferdi makin ketus menjawab. Ini seperti melihat orang yang sedang perang argumen, apa mungkin si Bos sekarang benci dengan Dinda?"Mari Din, kami mau kencan di pinggir pantai dulu. Ini istriku Naima Ningrum." Naima semakin terharu karena Ferdi ini laki-laki yang teguh pendirian, entah berapa kali lagi kau buat aku jatuh cinta, Bang!"Oh ...." Dinda kirana dibuat bengong, karena Ferdi mengacuhkannya."Naima Ningrum." Naima mengulurkan tangan."Dinda kirana." Dinda membalas uluran tangannya Naima.Dinda sepertinya belum puas, tapi Ferdi benar-benar mengabaikannya. Terlihat Dinda sangat sebal dengan sikap Ferdi yang tidak peduli d
"Hahaha ...." sekarang Naima yang tertawa melihat kelakuan si Bos. Puas rasanya membalas si Bos karena pernah dikerjain. "Kalau pengen, bilang saja! Pakai adegan bohong-bohongan!" Tu, kan, pintar sekali dia menyerang, emang si Bos ini pintar membaca pikiran orang.Naima berbaring sebentar dan membersihkan diri untuk bersiap ke bioskop. Ferdi tetap setia menunggu Naima, sesekali dia terlihat membuka ponselnya, seperti membalas chat dari seseorang."Weekend gini masih sibuk, Bang!""Gak!""Balas chat siapa?" Naima mulai terlihat cemburu."Dinda chat Abang." "Abang masih ada rasa?" Naima blak-blakan karena tidak ingin memendam prasangka apa pun."Kita sholat maghrib dulu, ya, baru berangkat." Ferdi berlalu mengacuhkan pertanyaan Naima, seperti menyembunyikan sesuatu, Naima mulai penasaran.Karena tidak tahan, Naima menarik tangan Ferdi dan menatap Ferdi."Katakan sejujurnya, Bang! Sekecil apa pun jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku." Ferdi ikut membalas tatapan Naima, tatapan N
Setelah di make over, Naima berangkat dengan Ferdi. Gamis yang digunakan terkesan tidak glamour, tetapi elegan. Ferdi bahkan menyiapkan mobil khusus untuk pergi ke undangan resepsi tetangga Naima. Menurut cerita Naima, tetangganya melaksanakan resepsi di gedung yang mewah. Mamanya sudah menceritakan panjang kali lebar, tetangganya bahkan sengaja membanggakan anaknya di depan orang tua Naima, seperti membanding-bandingkan Naima dengan anaknya. "Nai, udah siap?""Siap, Bang.""Apa ini tidak berlebihan, Bang?" tanya Naima yang merasa malu dengan dandanannya."Tidak sama sekali, make up nya pas untuk ke kondangan."Ferdi menggunakan kemeja yang menawan senada dengan gamis Naima, kostum yang digunakan memang pas untuk ke kondangan, lebihnya ada make up minimalis yang mempercantik Naima hari ini.Mereka diantar oleh sekertaris Ferdi yang baru, selain ganteng, sepertinya sekertarisnya pernah bekerja tambahan sebagai bodyguard di salah satu perusahaan."Bang, kenapa ganti sekertaris?""Sen
Mereka akhirnya masuk ke mobil dan bersiap untuk pulang. Ferdi terus mengenggam tangan istrinya, Naima semakin aduhai dengan si Bos."Nai, kita ke cafe sebentar, yuk. Abang lapar.""Siyap, Sayang."Sekertarisnya mengikuti kemauan Bosnya, mereka memilih cafe yang tidak jauh dari lokasi acara."Apa tidak masalah dandananku seperti ini ke kafe, Bang!""Gak ada masalah, Sayang, kecuali kalau kesana sendiri mungkin, iya.""Ada yang ingin Abang ceritakan padamu, Nai." Naima mengangguk, Ferdi ini memang laki-laki yang istimewa, akan kupertahankan kamu, Bang! Sampai kapan pun!Sesampai di cafe Ferdi tetap merangkul istrinya, berjalan berdua tanpa memedulikan orang yang melihat. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta, benar-benar seperti abege.Mereka duduk dan langsung memesan makanan, Ferdi sepertinya benar-benar lapar sampai makanan yang dipesan habis tak tersisa."Pelan-pelan, Bang!""Lapar banget, Sayang.""Hahaha ... Ke kondangan itu makan caranya, biar gak lapar." Ferdi
Bangun dari tidur, Ferdi tidak ada disampingnya, Naima bergegas untuk segera mandi dan sholat subuh. Naima merasa kejadian tadi malam seperti mimpi. Beberapa kali dia menepuk pipinya, bahwa tadi malam itu itu bukan mimpi, tapi sungguhan kalau mereka sudah melakukan ibadah menjadi sepasang suami-isteri. Berkali-kali Naima menahan nafas, bagaimana nanti kalau bertemu Ferdi, masih sangat malu untuk bertemu, apalagi nanti dikira pe-de dan ge-er karena sudah melakukan ikatan cinta tadi malam.Naima masih duduk di atas sajadah nya, berdo'a semoga kebaikan selalu menyertai ciduk biduk dalam rumah tangganya dengan Ferdi. Ada rasa takut kehilangan dihati Naima, memiliki suami yang sempurna seperti si Bos membuat Naima harus tahu diri.Ting, ponsel Naima berdenting.[Sayang, turun sarapan.] Ferdi mengirim pesan, Naima semakin canggung bagaimana menghadapi suaminya, secara, selama ini Naima dan dia lebih banyak aktingnya daripada sungguhan."Apakah tadi malam itu sungguhan?" Naima terus mena
Naima bangun tidur masih dalam keadaan kesal dengan suaminya, setelah salat subuh Naima menggunakan stelan baju olahraga untuk jogging, menghindari rasa kesal karena ucapan si abang. Perempuan memang baperan lama ingatannya hilang. Terlihat Ferdi sedang duduk membaca buku di teras pagi-pagi. Abang Ferdi memang nemiliki kebiasaan setiap pagi selalu membaca buku, tidak jarang Naima menerima paketan buku setiap hari, hidupnya memang menarik. Buku bacaannya selalu bacaan terbaru.Naima meninggalkan Ferdi yang asyik membaca buku, meski berharap disapa, siapa tahu setelah kejadian tadi malam dia bersimpuh memohon maaf tidak akan mengulang lagi ucapannya, bahwa hanya Naima cinta matinya. Naima, Naima marah, tapi mengharapkan.Sampai ke gerbang depan, Ferdi tidak ada pergerakan sama sekali, memang dia tidak peka sekali, harusnya setiap buku yang dibaca itu, dia tahu bahwa kemauan seorang perempuan itu banyak yang ingin dibelai dengan kasih sayang, bukannya merayu istri, malah asyik membuka l
Bi Ratih terlihat gelisah karena Naima tidak kunjung pulang, Ferdi juga belum pulang hingga larut malam. Naima sudah seperti anak bagi Bi Ratih, cara Naima memperlakukannya tidak seperti pembantu pada umumnya.Bi Ratih terus menghubungi si Bos karena Naima tidak kunjung pulang. Sekitar pukul 10 malam, akhirnya si Bos kembali, wajah Bi Ratih benar-benar cemas."Pak, Non Naima belum pulang dari tadi siang!""Maksudnya, Bik?""Non Naima tidak kunjung pulang, Den." Bi Ratih terlihat menangis, takut si Bos marah.Ferdi terlihat menelpon Naima, tapi tidak ada balasan."Kenapa gak ngabarin saya, Bik?" "Sudah, Den. Berkali-kali Bibi telpon, tapi Den Ferdi gak angkat-angkat." Ferdi Sekarang yang terlihat panik dan berlalu dari Bi Ratih, wajah cemas terlihat di wajahnya.Siapa yang menculik Naima dan apa motifnya?Ferdi sibuk mencari Naima, istrinya hilang entah kemana. Sebagai pembisnis hal ini sudah diwanti-wanti. Ferdi melaporkan kehilangan istrinya di kepolisian karena Naima sudah menghila
POV DindaAku gamang melihat kartu nama ditanganku, berharap Ferdi masih mau membantuku. Waktuku tinggal 5 hari lagi, ini bisa kugunakan untuk menjebak Ferdi agar dia mau mempersunting ku, demi perusahaan yang sudah lama ku rintis.Kabar Naima yang meninggal juga santer diberitakan, ini kesempatan emas bagiku menjadi istri Ferdi. Aku tidak akan menyia-nyiakan waktuku yang lima hari ini, jika tidak bisa, berarti menjual perusahaan ini ke kartu nama yang diberikan sekertarisnya Ferdi. Dengan harga yang Fantastis.Drrt, Bram menelpon."Bagaimana, kenapa belum ada kemajuan?""Ferdi belum mau membantuku, jangankan membantu, melirik pun tidak.""Ini kesempatan emas bagimu, jebak dia dan tidur di hotel, setelah itu kamu sebar ke media dan tuntut untuk dikawinkan." Ide Bram, ide yang cemerlang, kenapa gak kepikiran dari kemarin."Terus kabar Naima, bagaimana? bukannya kamu yang menculiknya?""Aku memang berniat menculiknya, tapi sampai lokasi ternyata sudah ada yang menculiknya, pesaing bisni
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima
Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Ferdi dan Naima turun dari mobil di sambut rasa terkejut semua warga yang ada di komplek nya. Papanya Ferdi juga sudah tiba di lokasi. Dengan rasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata Ferdi mengikuti papanya dari belakang."Ini adalah kado dari papa untuk cucu papa, Ardi dan Ardan." Ferdi hanya menitikkan air mata."Papa sudah mengirim pengacara untuk mengurusi rumahmu, Fer. Jadi untuk sementara tinggal di sini dulu, ya. Anggap penebus apartemen milik Naima yang kamu jual.""Pa ...." Ferdi tidak bisa menahan tangisnya, orang tua yang luar biasa bagi Ferdi."Fer, papa tidak punya siapa-siapa selain kalian, siapa yang akan mewarisi semua hasil jerih payah papa kalau bukan kalian. Anak, cucu dan mantu papa. Bahkan jika diperlukan badan ini papa kasih untuk kalian." Naima ikut terharu melihat papa mertuanya yang luar biasa Di tengah-tengah rasa haru, MC menyambut kedatangan mereka, semua bersuka cita menyambut Ferdi dan keluarga."Inilah pemilik baru rumah ini pak Ferdi Sanjaya."
Sedang sibuk memainkan pikirann, tak berselang lama ada yang mencari dirinya, tetangga yang julid masih bertahan ingin terus mempermalukan dirinya. Luar biasa memang ibu-ibu di sini, selama ini Naima jarang bersosial dengan tetangga ketika di rumah Ferdi karena memang komplek elit jarang pemilik rumahnya ngumpul di luar sebagian mereka adalah pengusaha, Naima bahkan tidak pernah melihat rupa tetangganya di samping.Naima terkejut karena ternyata Bik Ratih yang menemuinya."Bi Ratih ....""Non ...." Bi Ratih memeluk Naima seperti seorang ibu yang sangat rindu dengan anaknya."Bibi dapat alamat ini darimana?" tanya Naima."Bibik satu bulan mencari Non sama pak Ferdi, untungnya Bibik mendapat alamat ini dari Dinda.""Ya Allah Bik, kenapa mencari kami?" tanya Naima."Bibi dihantui rasa bersalah apalagi berita yang bibik baca tiap hari bikin dada sesak.""Alhamdulillah kami sehat, Bik. Ayo masuk dulu, biar kita ngobrol di dalam." Naima menghindari tetangganya yang masih berada di depan."
Kehidupan selalu mengajarkan kita arti dewasa. Membangun mahligai rumah tangga diibaratkan tangga yang kita naiki satu demi satu, tidak selalu mulus karena sakinah itu butuh kesetiaan dan kepercayaan yang kuat terhadap pasangan.***Suasana komplek teras lebih sejuk hari ini, Ferdi terlihat mempelajari laporan demi laporan yang diberikan Aryo, sesekali dipandang istrinya yang sedang menggendong si kembar. Tatapan matanya selalu menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Abang adalah suami idaman yang selalu menundukkan pandangan dan siaga di setiap waktu yang ada."Kenapa mandang abang begitu, sayang?" Ferdi mendekat dan mencium kening istrinya, tidak lupa Ardan yang digendong mendapat kecupan mesra dari ayahnya."Terima kasih untuk rasa yang ada, sayang.""Aku yang berterima kasih padamu, sayang. Selalu menumbuhkan cinta yang mendalam dihati ini setiap saat. Tetaplah menjadi permaisuri di hati abang." Naima membalas rangkulan suaminya merasakan sakinah bersama, meski ujian selalu datang b
Aryo dan tim IT langsung bekerja, mereka menyusun rencana terlebih dahulu. Namun, kedatangan Aryo dan tim sebenarnya bukan untuk membahas rancangan perusahaan baru Ferdi, melainkan membuka kecurangan dari Bram dan istrinya--Lisa."Pak menurut saya lebih baik pak Ferdi fokus mengembalikan nama baik terlebih dahulu, setelah itu kita rilis perusahaan baru ini." Aryo benar, menurut Naima cuma buang-buang uang dan energi, jika persiapan tidak maksimal."Tapi bagaimana caranya, yo?" Aryo tersenyum sembari mengeluarkan bukti-bukti yang telah dilakukan Bram dan komplotannya."Lusa perusahaan bapak resmi menjadi milik Bram, kita tidak punya waktu banyak.""Jadi kalian ke sini bukan membantu rilis rancangan perusahaan yang ingin saya buat.""Bukaaaan ...!" mereka kompak berseru. "Hm, kirain kalian ke sini membantu. Oke dah kalau begitu kapan kita mulai permainannya?""Sekarang pak Ferdi ...!!" kompak Aryo dan tim berseru.Menurut cerita Aryo, Lisa sudah merancang sejak lama dengan suaminya unt
Usaha yang tidak membuahkan hasil membuat Ferdi akhirnya mulai melamar pekerjaan. Sedikit tertekan karena beberapa perusahaan tempat dia melamar ikut menghujat dan menghinanya. Padahal, mereka sebagian tahu bahwa Ferdi dikhianati oleh rekan bisnisnya. Begitulah kejamnya dunia bisnis ketika berada di atas dipuja, tapi ketika berada di bawah harus siap dihina bahkan tidak dianggap sama sekali."Sebaiknya pak Ferdi melamar di tempat yang lain." Begitu ucapan setiap Ferdi melamar. Walau Feri merasa aneh, tetapi dia optimis semua akan indah pada waktunya."Terima kasih, Pak." Ferdi sadar diri tak membalas kata-kata yang begitu terkesan pedas menurutnya.Hari ini Ferdi pulang membawa kegagalan lagi, berada di titik nol memang harus siap mental. Kata-kata yang tidak pantas begitu mudah dilontarkan, kadang ketika kita butuh bantuan bukan malah dibantu, justru dihujat dan dihina begitu saja dengan mudah. Namun, Ferdi percaya pasti akan ada selalu orang baik ketika kita melakukan kebaikan. Hidu
Di dalam kontrakan Ferdi dan Naima benar -benar hidup apa adanya, Naima memang sangat pandai mengelola keuangan. Ketika Ferdi memberikan semua sisa uang yang ada, Naima langsung mengelolanya dengan sangat baik."Ada saatnya kita di atas dan ada saatnya kita di bawah, sayang." Ferdi memeluk istrinya menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Naima hanya mengangguk mendengar semua nasihat dari suaminya. Beberapa aset sudah di jual untuk membayar semua hutang yang tersisa. Ferdi benar-benar di titik nol, memulai dari awal lagi."Ujian rumah tangga itu kadang bukan dari kesetiaan, melainkan bisa harta benda dan kesehatan. Yang paling mahal dari semua ini adalah kesehatan. Melihat si kembar tidak kurang kasih sayang dan istri abang yang manis bisa sehat kembali itu adalah anugerah yang luar biasa bagi abang." Naima menitikkan air mata melihat suaminya yang terbiasa hidup mewah jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.Tebusan rumah sakit Naima memang sangat besar, ruangan dan obat-obatan se
Naima turun dan melihat banyak tamu sosialita nya Lastri. Penampilan Lastri pun berubah. Kelihatan sekali hidupnya yang penuh dengan kemewahan. Beda jauh dari Lastri yang dulu, Lastri yang polos dan lugu. Lebih tepatnya pura-pura demi melancarkan aksinya. Naima baru mendengar cerita dari mamanya, bahwa Lastri memang penipu kelas kakap berani menghalalkan segala cara demi kepuasannya tersampaikan, menyesal telah memberinya ruang waktu di rumah ini.Mereka sedang berkumpul di ruang tamu, ada yang bawa berlian, dan segala pernak pernik sosialitanya, Naima hanya menguping pembicaraan mereka sebelum memulai misinya."Jeng, rumahnya besar banget. Enak, ya, punya suami kaya.""Iya, suami CEO memang sangat menjanjikan," ucap Lastri. What? Jadi dia menceritakan ke semua orang bahwa dia adalah istrinya si Abang?"Jeng Las, mana, sih, suamimu? Selama kami ke sini tidak pernah terlihat.""Dia sibuk di kantor, biasa akhir tahun begini banyak yang harus di selesaikan.""Enak sekali, sih, hidupmu,