POV DindaAku bersiap menuju hotel Melati, baju seksi juga sudah kusiapkan, obat tidur yang akan kugunakan untuk menjebak Ferdi juga sudah kusiapkan, rencanaku kali ini pasti berhasil. Ferdi selama ini pasti kesepian ditinggal istrinya, ini sangat tepat bagiku menjadi bagian dari hidupnya.Tak lupa berkas-berkas yang diminta sekertarisnya Ferdi untuk Bos yang menawarkan 5 kali lipat juga sudah kusiapkan. Segala keperluan jual beli perusahaanku juga sudah siap. Semoga rencanaku kali ini tidak gagal. Kapan lagi bisa berduaan di kamar hotel dengan Ferdi. Aku harus bergegas, Ferdi sudah menungguku!Sesampai di hotel melati, Ferdi tidak terlihat. Tidak mungkin dia pergi karena lama menungguku, untung kemarin sudah cek in, jadi tinggal masuk ke kamar hotel.Ting. Pesan dari Ferdi.[Tunggu sebentar aku ada urusan.]Ternyata dia masih peduli. Aku yakin dia juga pasti sudah tidak sabar berduaan denganku karena kesepian.Kukirim pesan dan menjawabnya.[Oke.] Sampai magrib tiba, Ferdi belum ada
Flashback onNaima bangun dari tidurnya, dia merasakan pusing yang luar biasa efek bius yang digunakan."Sudah bangun, Sayang?" Ferdi memeluk istrinya, yang sudah pingsan dari tadi."Pusing?" Naima hanya mengangguk."Ini dimana, Bang!""Ini di hotel, Sayang." Ferdi memeluk istrinya, terlihat wajahnya khawatir dengan kondisi Naima."Abang sudah panggilkan Dokter, Abang khawatir efek bius itu kondisi Adek tidak baik.""Bagaimana ceritanya, Bang?""Ada yang ingin menculikmu, Nai. Untung saja sekertaris Abang gerakannya lebih cepat, dia meloby penculik itu dengan membayar dua kali lipat, sehingga adik bisa diselamatkan.""Kok mereka mau, Bang?""Mereka kan yang penting uang, siapa yang berani membayar mahal, itu yang dia ikuti.""Jadi sekarang mereka berfikir aku sudah diculik gitu, Bang.""Bukan hanya diculik, mungkin dipikir Adik sudah dibuang dan dianggap meninggal dunia.""Ya ampun kejam amat, sih, Bang.""Begitulah akal sempit, Sayang. Semua bisa dilakukan meski nyawa hilang sekalig
Semua penagih tersenyum, Dinda sudah tidak bisa berkata-kata. Dengan sigap Naima sudah menyiapkan langsung lawyer untuk persiapan jual beli perusahaannya Dinda. Atas dukungan suaminya, Naima tampil percaya diri. Tidak masalah baginya membeli 2 kali lipat yang penting puas melihat Dinda bertekuk lutut."Setelah ini hiduplah dengan baik, tidak perlu tampil menjadi sosialita, jika membuat hidup kita lebih menderita. Karena ketika susah yang nanggung diri kita sendiri." Ucapan Naima membuat Dinda diam, sepertinya Naima ini bukan lawan main."Aku belum menyerah Naima!" Dinda berteriak belum bisa menerima kenyataan. Naima bergidik ngeri ini cinta atau hanya obsesi Dinda terhadap suaminya."Ikhlaslah, Ferdi telah menjadi suamiku, Din!" "Aku sebenarnya yang lebih berhak sebagai nyonya Ferdi!""Hentikan obsesimu, Dinda. Ferdi jelas memilihku." sepertinya masih ngajak perang, dia belum menyerah."Sampai kapanpun aku tidak akan menyerah, Naima Ningrum!" Dinda berteriak, Naima benar-benar bergid
Naima sudah tidak sabar menunggu suaminya pulang dari kantor, seperti abege, Naima tidak berhenti tersenyum melihat jawaban Ferdi yang membuat Dinda mati kutu. Setelah menunggu lama akhirnya yang ditunggu pulang."Assalamualaikum ..." Naima berlari dan langsung memeluk suaminya."Jawab salam suaminya, Sayangku.""Waalaikumsalam ... Kangen berat, sayang." Ferdi terus tersenyum melihat tingkah istrinya."Sudah makan?" Naima menggeleng."Hm, kebiasaan, kalau mau makan di luar tinggal pesan sayang, sekarang itu zaman now.""Kenyang kalau sudah lihat suami tersayang ku."Ha-ha-ha ... Apaan coba si Abang tertawa."Mana bisa kenyang, ayo makan, terus kita ikatan cinta, ya?" Ish, Abang ini tau aja!Pengantin baru yang sedang jatuh cinta, tak ingin waktu berputar sangat cepat.***Setelah sholat isya Ferdi nonton TV berduaan di kamar dengan Naima."Besok kita ke puncak ya, Sayang?""Asyik ..." Naima seperti anak kecil yang terlihat bahagia sekali."Kita nginap satu malam ya, menikmati udara d
Naima bangun dan melihat infus ditangannya. Ada Mama dan Papanya menemani."Ya Allah, Nak, akhirnya sadar juga." Mamanya langsung memeluk Naima."Ferdi mana, Ma?" Yang Naima cari pertama kali adalah suaminya."Ma, Ferdi mana?" Mamanya masih diam."Pa, Ferdi mana, Ferdi suami Naima mana, Ma?" Naima mengulang pertanyaannya karena mamanya masih diam."Tenangkan dirimu, Nak." Papanya memeluk Naima, perasaan Naima mulai tidak enak."Bang Ferdi, kesayangan Naima bagaimana, Pa?" tanya Naima kembali karena merasa belum puas dengan jawaban dari papanya."Ferdi koma, Nak. Benturan keras dikepalanya, membuat Ferdi belum sadarkan diri."Naima menangis sesenggukan, ini seperti mimpi baginya, merasakan takut yang luar biasa kehilangan suaminya."Naima sangat mencintai suami Naima, Pa." "Sabar, Nak. Doakan yang terbaik agar Ferdi bisa melewati masa kritisnya.""Naima, kamu sudah sadar, Nak." Papanya Ferdi datang dengan mata yang sembab.Cukup lama mereka terdiam dengan perasaan masing-masing, papan
“Kamu siapa?” Ferdi mengulang pertanyaannya. Naima hanya mengeluarkan air mata tidak mampu berkata-kata.“Dia Istrimu, Fer?” Papanya Ferdi datang bersama dokter yang merawat Ferdi.Naima hanya diam, Ferdi memandang seperti tatapan orang asing. “Nak Naima, ayo keluar sebentar. Biar Ferdi diperiksa oleh dokter.” Papanya mengajak Naima untuk keluar dari ruangan.“Nak, yang sabar ya, Ferdi dinyatakan hilang ingatan. Tadi ketika Naima tidur, Ferdi bangun dan tidak mengenali papa, karena panik papa keluar mencari dokter.” Naima hanya diam, ujian kesetiaannya kembali diuji."Iya, Pa." Naima hanya mengeluarkan air mata, bagaimana menghadapi suaminya yang tidak mengenalinya."Nak, cinta itu sifat naluri yang ada pada manusia, meski Ferdi hilang ingatan, tapi hatinya pasti merasakan kehadiranmu." Naima menghela nafas, dia harus memulai lagi dari nol. Menghidupkan kembali cintanya Ferdi. "Iya, Pa.""Bersabarlah, rumah tangga itu tidak cukup materi yang melimpah, rasa cinta yang besar, karena d
"Iya, Fer, aku akan menemanimu disini." Dinda sudah berada pas dihadapan Ferdi, membuat Naima elus dada."Bagaimana keadaanmu, Fer?" Lisa sepupunya Bram datang menjenguk, perutnya sudah terlihat besar.Ferdi hanya diam menatap Naima. Entah mengapa Naima merasa capek dengan keadaan ini, Dinda yang tidak putus asa ingin merebut suaminya. Keserakahan membuat Dinda ingin mengambil Ferdi, menggunakan cara apapun agar tujuannya terpenuhi."Ayo, Bu. Kita berangkat." Aryo sekertarisnya Ferdi membuyarkan lamunan Naima. Seperti paham dengan situasi dirinya. "Tunggu sebentar aku siap-siap." Naima bergegas, sementara Ferdi masih menatap Naima. Naima membersihkan diri, bersiap untuk berangkat ke kantor. Hari ini ada rapat internal yang akan Naima pimpin. Lisa dan Dinda menemani Ferdi, sementara yang ditemani hanya diam. "Bang, aku berangkat, ya?" Naima ingin salim dan Ferdi hanya diam."Berangkat saja, Ferdi aman bersamaku." Naima mengelus dada melihat kelakuan Dinda yang sudah persis ulat beti
Setelah lima hari siuman Ferdi sudah terlihat lebih baik dan dibolehkan pulang. Ferdi semenjak sakit lebih banyak diam, suasana yang begitu canggung bagi Naima. Kang mamang sudah siap menunggu di depan rumah sakit untuk menjemput. Kali ini Naima harus lebih hati-hati mengingat kejadian yang sudah menimpanya sebanyak dua kali.Dinda juga tidak mau kalah menunggu Ferdi. Naima benar-benar elus dada dibuat, terlihat dia sudah stand by menunggu di depan untuk menjemput Ferdi dengan style fashion kekiniannya.Naima dan Ferdi berjalan ke luar rumah sakit. Melihat Dinda yang menunggu di depan rumah sakit, secara spontan Ferdi merangkul Naima, membuat Naima sedikit terkejut. Mungkin nalurinya sebagai suami yang membuat Ferdi merangkul istrinya. Naima sampai dibuat tersenyum dan berbunga-bunga lagi, Naima ikut mempererat rangkulannya membuat dada Dinda semakin panas."Fer, pulang sama aku saja, ya." Benar-benar malu sudah hilang, Ferdi hanya diam dan tidak menjawab."Maaf mbak Dinda, Bang Ferdi