Naima sudah tidak sabar menunggu suaminya pulang dari kantor, seperti abege, Naima tidak berhenti tersenyum melihat jawaban Ferdi yang membuat Dinda mati kutu. Setelah menunggu lama akhirnya yang ditunggu pulang."Assalamualaikum ..." Naima berlari dan langsung memeluk suaminya."Jawab salam suaminya, Sayangku.""Waalaikumsalam ... Kangen berat, sayang." Ferdi terus tersenyum melihat tingkah istrinya."Sudah makan?" Naima menggeleng."Hm, kebiasaan, kalau mau makan di luar tinggal pesan sayang, sekarang itu zaman now.""Kenyang kalau sudah lihat suami tersayang ku."Ha-ha-ha ... Apaan coba si Abang tertawa."Mana bisa kenyang, ayo makan, terus kita ikatan cinta, ya?" Ish, Abang ini tau aja!Pengantin baru yang sedang jatuh cinta, tak ingin waktu berputar sangat cepat.***Setelah sholat isya Ferdi nonton TV berduaan di kamar dengan Naima."Besok kita ke puncak ya, Sayang?""Asyik ..." Naima seperti anak kecil yang terlihat bahagia sekali."Kita nginap satu malam ya, menikmati udara d
Naima bangun dan melihat infus ditangannya. Ada Mama dan Papanya menemani."Ya Allah, Nak, akhirnya sadar juga." Mamanya langsung memeluk Naima."Ferdi mana, Ma?" Yang Naima cari pertama kali adalah suaminya."Ma, Ferdi mana?" Mamanya masih diam."Pa, Ferdi mana, Ferdi suami Naima mana, Ma?" Naima mengulang pertanyaannya karena mamanya masih diam."Tenangkan dirimu, Nak." Papanya memeluk Naima, perasaan Naima mulai tidak enak."Bang Ferdi, kesayangan Naima bagaimana, Pa?" tanya Naima kembali karena merasa belum puas dengan jawaban dari papanya."Ferdi koma, Nak. Benturan keras dikepalanya, membuat Ferdi belum sadarkan diri."Naima menangis sesenggukan, ini seperti mimpi baginya, merasakan takut yang luar biasa kehilangan suaminya."Naima sangat mencintai suami Naima, Pa." "Sabar, Nak. Doakan yang terbaik agar Ferdi bisa melewati masa kritisnya.""Naima, kamu sudah sadar, Nak." Papanya Ferdi datang dengan mata yang sembab.Cukup lama mereka terdiam dengan perasaan masing-masing, papan
“Kamu siapa?” Ferdi mengulang pertanyaannya. Naima hanya mengeluarkan air mata tidak mampu berkata-kata.“Dia Istrimu, Fer?” Papanya Ferdi datang bersama dokter yang merawat Ferdi.Naima hanya diam, Ferdi memandang seperti tatapan orang asing. “Nak Naima, ayo keluar sebentar. Biar Ferdi diperiksa oleh dokter.” Papanya mengajak Naima untuk keluar dari ruangan.“Nak, yang sabar ya, Ferdi dinyatakan hilang ingatan. Tadi ketika Naima tidur, Ferdi bangun dan tidak mengenali papa, karena panik papa keluar mencari dokter.” Naima hanya diam, ujian kesetiaannya kembali diuji."Iya, Pa." Naima hanya mengeluarkan air mata, bagaimana menghadapi suaminya yang tidak mengenalinya."Nak, cinta itu sifat naluri yang ada pada manusia, meski Ferdi hilang ingatan, tapi hatinya pasti merasakan kehadiranmu." Naima menghela nafas, dia harus memulai lagi dari nol. Menghidupkan kembali cintanya Ferdi. "Iya, Pa.""Bersabarlah, rumah tangga itu tidak cukup materi yang melimpah, rasa cinta yang besar, karena d
"Iya, Fer, aku akan menemanimu disini." Dinda sudah berada pas dihadapan Ferdi, membuat Naima elus dada."Bagaimana keadaanmu, Fer?" Lisa sepupunya Bram datang menjenguk, perutnya sudah terlihat besar.Ferdi hanya diam menatap Naima. Entah mengapa Naima merasa capek dengan keadaan ini, Dinda yang tidak putus asa ingin merebut suaminya. Keserakahan membuat Dinda ingin mengambil Ferdi, menggunakan cara apapun agar tujuannya terpenuhi."Ayo, Bu. Kita berangkat." Aryo sekertarisnya Ferdi membuyarkan lamunan Naima. Seperti paham dengan situasi dirinya. "Tunggu sebentar aku siap-siap." Naima bergegas, sementara Ferdi masih menatap Naima. Naima membersihkan diri, bersiap untuk berangkat ke kantor. Hari ini ada rapat internal yang akan Naima pimpin. Lisa dan Dinda menemani Ferdi, sementara yang ditemani hanya diam. "Bang, aku berangkat, ya?" Naima ingin salim dan Ferdi hanya diam."Berangkat saja, Ferdi aman bersamaku." Naima mengelus dada melihat kelakuan Dinda yang sudah persis ulat beti
Setelah lima hari siuman Ferdi sudah terlihat lebih baik dan dibolehkan pulang. Ferdi semenjak sakit lebih banyak diam, suasana yang begitu canggung bagi Naima. Kang mamang sudah siap menunggu di depan rumah sakit untuk menjemput. Kali ini Naima harus lebih hati-hati mengingat kejadian yang sudah menimpanya sebanyak dua kali.Dinda juga tidak mau kalah menunggu Ferdi. Naima benar-benar elus dada dibuat, terlihat dia sudah stand by menunggu di depan untuk menjemput Ferdi dengan style fashion kekiniannya.Naima dan Ferdi berjalan ke luar rumah sakit. Melihat Dinda yang menunggu di depan rumah sakit, secara spontan Ferdi merangkul Naima, membuat Naima sedikit terkejut. Mungkin nalurinya sebagai suami yang membuat Ferdi merangkul istrinya. Naima sampai dibuat tersenyum dan berbunga-bunga lagi, Naima ikut mempererat rangkulannya membuat dada Dinda semakin panas."Fer, pulang sama aku saja, ya." Benar-benar malu sudah hilang, Ferdi hanya diam dan tidak menjawab."Maaf mbak Dinda, Bang Ferdi
"Tidurlah bersamaku, Dek." Naima mengangguk dan mengikuti Ferdi ke kamar.Kenapa pula rasanya canggung sekali seperti sepasang pengantin baru yang baru menikah kemarin. Ferdi juga terlihat grogi, mereka tidur dan larut dengan perasaan masing-masing."Bang!""Dek!"Mereka saling memanggil yang membuat suasana semakin canggung. Mereka berbaring dengan pemikiran masing-masing."Nai, aku dulu gimana jika bersamamu." Naima mulai berfikir, sepertinya si Abang harus di tes biar tahu apakah benar-benar hilang ingatan atau tidak."Abang bucin parah dulu sama aku, nempel kayak perangko.""Iya, kah?" Naima mengangguk dan Ferdi terlihat penasaran."Abang sampai pernah menculikku ketika ada orang jahat yang ingin menculikku duluan, terus abang itu keren ..." Naima menggabungkan kedua jarinya membuat Ferdi malu."Maksudmu keren gitu-gitu." Ferdi ikut meragakan adegan Naima yang menbuat Naima menutup mulut menahan tawa."Iya, Bang. Top pokoknya." Ferdi terlihat malu, demi apa coba Naima menceritakan
Ferdi duduk dan suasana begitu tegang, yang semula tampang penuh arogan hilang seketika. Ternyata mereka masih takut dengan si Bos."Siapa yang ingin menggantikanku?" Ferdi mengulang pertanyaannya dan semua diam."Aku yang ingin menggantikanmu!" tiba-tiba Lisa dan jajarannya datang, ada Bram juga yang hadir. Mereka duduk dan ikut rapat.Suasana semakin panas. Seperti melihat dua kubu yang bersebrangan tidak menyangka Lisa memiliki andil disini."Apa alasannya, Lis? Tidak menyangka kamu juga begitu serakah, apa perusahaanmu sudah diambang kritis, sampai berani menganggu perusahaan ini." Naima deg-degan tidak menyangka Ferdi kembali dengan wajah aslinya yang memang tegas dan keren seperti ini."Pertama aku memiliki saham yang tidak sedikit disini dan yang kedua kamu tidak mungkin bisa bekerja dengan kondisimu yang masih hilang ingatan!" Semua diam dan suasana sangat menegangkan."Kamu pasti tidak tahu 'kan siapa yang ada di ruangan ini dan apa yang harusnya kamu lakukan, itu sama saja
Naima masih penasaran dengan sikap Ferdi, apakah dia selama ini hanya berpura-pura saja untuk lupa ingatan. Lalu, alasannya apa? Naima masih berada di dalam ruangannya Ferdi ingin mendengar cerita sebenarnya dari suaminya."Kenapa mandang kayak gitu?" Ish, gak peka sekali, nih, orang."Sejak kapan Abang ingat?""Oh ... yang itu?""Katakan! sejak kapan, Bang?" Ferdi senyum-senyum melihat tingkah istrinya."Sabar, sabar ... Sayang!" Naima terus memukul suaminya merasa dibohongi."Ingatnya itu ketika di rumah sakit hari ketiga, waktu Dinda datang.""Kok bisa, Bang?""Gak ngerti juga, tiba-tiba begitu saja. Mungkin 3 hari setelah sadar itu hanya pemulihan saja bukan amnesia, tapi memang sekarang masih pusing kalau dipaksa mengingat!""Terus kenapa bohong, Bang! Kenapa!""Biar bisa lihat musuh lebih dekat, ini strategi untuk melihat mana kawan dan lawan, Papa juga dukung." Naima diam, hanya menyimak, ternyata anak dan bapak sudah kompak tahu yang sebenarnya."Dan aku makin cinta dengan ist
Naima dan Ferdi kembali ke rumah yang selama ini mereka tempati. Kehidupan mereka berjalan normal sama seperti pasangan lainnya. Ferdi semakin semangat dalam mengembangkan amanah sebagai CEO. Si kembar tumbuh dengan sehat. Tanpa terasa usia si kembar sudah enam tahun. Ferdi semakin mesra dengan Naima. Seiring berjalannya waktu mereka seperti tak terpisahkan. Ferdi yang begitu sayang terhadap istrinya menjadikan setiap hal sebagai momen mereka berdua. Semua iri melihat pasangan ini yang semakin hari semakin romantis."Hari ini abang ada meeting, diam di rumah, ya," ucap abang Ferdi padaku."Iya, Bang. Dua jagoan kita juga hari ini libur sekolah." Kebiasaan Ferdi selalu mencium istrinya sebelum berangkat kerja. Kemesraan setiap saat itulah terkadang membuat Naima tak ingin Ferdi berlama-lama di luar.Si Kembar ditemani pengasuhnya yang jaga. Meski begitu, Naima tetap memantau secara dekat. Bagi Naima anak nomor satu, zaman yang begitu canggih ini membuat siapa saja berani nekat. Naima
Suasana sangat mencekam, para preman itu semakin ramai dan makin brutal mengejar mobil Ferdi. Jumlah mereka sangat banyak, di tengah-tengah kecemasan itu Aryo menelpon."Pak di ujung ada pertigaan, langsung belok kanan, ya. Ada polisi yang menunggu di sana.""Oke, Aryo." "Jangan ke luar mobil, Pak. Usahakan tetap di dalam mobil kami juga sedang mencari bala bantuan.""Oke, Aryo!" Ferdi terlihat mulai tegang, mau tidak mau mereka harus berkejaran dengan preman yang jumlahnya lebih besar."Apa Aryo bilang, pak?" tanya salah satu tim yang ikut Ferdi."Belok kanan, ada polisi.""Oke, pak. Pegangan kita ngebut." Ferdi hanya mengangguk.Akhirnya benar-benar menggunakan kecepatan tinggi, untungnya yang supir sudah terlatih meski harus berkejaran dengan mereka. Pertigaan yang dimaksud ternyata masih jauh, Ferdi memegang pintu karena dipukul oleh para preman. jumlah mereka lebih banyak dan mereka sangat terlatih untuk menyerang lawannya."Pak, menunduk!" mereka mulai memukul pintu kaca mobil
Ferdi dan Naima turun dari mobil di sambut rasa terkejut semua warga yang ada di komplek nya. Papanya Ferdi juga sudah tiba di lokasi. Dengan rasa yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata Ferdi mengikuti papanya dari belakang."Ini adalah kado dari papa untuk cucu papa, Ardi dan Ardan." Ferdi hanya menitikkan air mata."Papa sudah mengirim pengacara untuk mengurusi rumahmu, Fer. Jadi untuk sementara tinggal di sini dulu, ya. Anggap penebus apartemen milik Naima yang kamu jual.""Pa ...." Ferdi tidak bisa menahan tangisnya, orang tua yang luar biasa bagi Ferdi."Fer, papa tidak punya siapa-siapa selain kalian, siapa yang akan mewarisi semua hasil jerih payah papa kalau bukan kalian. Anak, cucu dan mantu papa. Bahkan jika diperlukan badan ini papa kasih untuk kalian." Naima ikut terharu melihat papa mertuanya yang luar biasa Di tengah-tengah rasa haru, MC menyambut kedatangan mereka, semua bersuka cita menyambut Ferdi dan keluarga."Inilah pemilik baru rumah ini pak Ferdi Sanjaya."
Sedang sibuk memainkan pikirann, tak berselang lama ada yang mencari dirinya, tetangga yang julid masih bertahan ingin terus mempermalukan dirinya. Luar biasa memang ibu-ibu di sini, selama ini Naima jarang bersosial dengan tetangga ketika di rumah Ferdi karena memang komplek elit jarang pemilik rumahnya ngumpul di luar sebagian mereka adalah pengusaha, Naima bahkan tidak pernah melihat rupa tetangganya di samping.Naima terkejut karena ternyata Bik Ratih yang menemuinya."Bi Ratih ....""Non ...." Bi Ratih memeluk Naima seperti seorang ibu yang sangat rindu dengan anaknya."Bibi dapat alamat ini darimana?" tanya Naima."Bibik satu bulan mencari Non sama pak Ferdi, untungnya Bibik mendapat alamat ini dari Dinda.""Ya Allah Bik, kenapa mencari kami?" tanya Naima."Bibi dihantui rasa bersalah apalagi berita yang bibik baca tiap hari bikin dada sesak.""Alhamdulillah kami sehat, Bik. Ayo masuk dulu, biar kita ngobrol di dalam." Naima menghindari tetangganya yang masih berada di depan."
Kehidupan selalu mengajarkan kita arti dewasa. Membangun mahligai rumah tangga diibaratkan tangga yang kita naiki satu demi satu, tidak selalu mulus karena sakinah itu butuh kesetiaan dan kepercayaan yang kuat terhadap pasangan.***Suasana komplek teras lebih sejuk hari ini, Ferdi terlihat mempelajari laporan demi laporan yang diberikan Aryo, sesekali dipandang istrinya yang sedang menggendong si kembar. Tatapan matanya selalu menumbuhkan rasa cinta yang mendalam. Abang adalah suami idaman yang selalu menundukkan pandangan dan siaga di setiap waktu yang ada."Kenapa mandang abang begitu, sayang?" Ferdi mendekat dan mencium kening istrinya, tidak lupa Ardan yang digendong mendapat kecupan mesra dari ayahnya."Terima kasih untuk rasa yang ada, sayang.""Aku yang berterima kasih padamu, sayang. Selalu menumbuhkan cinta yang mendalam dihati ini setiap saat. Tetaplah menjadi permaisuri di hati abang." Naima membalas rangkulan suaminya merasakan sakinah bersama, meski ujian selalu datang b
Aryo dan tim IT langsung bekerja, mereka menyusun rencana terlebih dahulu. Namun, kedatangan Aryo dan tim sebenarnya bukan untuk membahas rancangan perusahaan baru Ferdi, melainkan membuka kecurangan dari Bram dan istrinya--Lisa."Pak menurut saya lebih baik pak Ferdi fokus mengembalikan nama baik terlebih dahulu, setelah itu kita rilis perusahaan baru ini." Aryo benar, menurut Naima cuma buang-buang uang dan energi, jika persiapan tidak maksimal."Tapi bagaimana caranya, yo?" Aryo tersenyum sembari mengeluarkan bukti-bukti yang telah dilakukan Bram dan komplotannya."Lusa perusahaan bapak resmi menjadi milik Bram, kita tidak punya waktu banyak.""Jadi kalian ke sini bukan membantu rilis rancangan perusahaan yang ingin saya buat.""Bukaaaan ...!" mereka kompak berseru. "Hm, kirain kalian ke sini membantu. Oke dah kalau begitu kapan kita mulai permainannya?""Sekarang pak Ferdi ...!!" kompak Aryo dan tim berseru.Menurut cerita Aryo, Lisa sudah merancang sejak lama dengan suaminya unt
Usaha yang tidak membuahkan hasil membuat Ferdi akhirnya mulai melamar pekerjaan. Sedikit tertekan karena beberapa perusahaan tempat dia melamar ikut menghujat dan menghinanya. Padahal, mereka sebagian tahu bahwa Ferdi dikhianati oleh rekan bisnisnya. Begitulah kejamnya dunia bisnis ketika berada di atas dipuja, tapi ketika berada di bawah harus siap dihina bahkan tidak dianggap sama sekali."Sebaiknya pak Ferdi melamar di tempat yang lain." Begitu ucapan setiap Ferdi melamar. Walau Feri merasa aneh, tetapi dia optimis semua akan indah pada waktunya."Terima kasih, Pak." Ferdi sadar diri tak membalas kata-kata yang begitu terkesan pedas menurutnya.Hari ini Ferdi pulang membawa kegagalan lagi, berada di titik nol memang harus siap mental. Kata-kata yang tidak pantas begitu mudah dilontarkan, kadang ketika kita butuh bantuan bukan malah dibantu, justru dihujat dan dihina begitu saja dengan mudah. Namun, Ferdi percaya pasti akan ada selalu orang baik ketika kita melakukan kebaikan. Hidu
Di dalam kontrakan Ferdi dan Naima benar -benar hidup apa adanya, Naima memang sangat pandai mengelola keuangan. Ketika Ferdi memberikan semua sisa uang yang ada, Naima langsung mengelolanya dengan sangat baik."Ada saatnya kita di atas dan ada saatnya kita di bawah, sayang." Ferdi memeluk istrinya menyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Naima hanya mengangguk mendengar semua nasihat dari suaminya. Beberapa aset sudah di jual untuk membayar semua hutang yang tersisa. Ferdi benar-benar di titik nol, memulai dari awal lagi."Ujian rumah tangga itu kadang bukan dari kesetiaan, melainkan bisa harta benda dan kesehatan. Yang paling mahal dari semua ini adalah kesehatan. Melihat si kembar tidak kurang kasih sayang dan istri abang yang manis bisa sehat kembali itu adalah anugerah yang luar biasa bagi abang." Naima menitikkan air mata melihat suaminya yang terbiasa hidup mewah jauh lebih kuat dibandingkan dirinya.Tebusan rumah sakit Naima memang sangat besar, ruangan dan obat-obatan se
Naima turun dan melihat banyak tamu sosialita nya Lastri. Penampilan Lastri pun berubah. Kelihatan sekali hidupnya yang penuh dengan kemewahan. Beda jauh dari Lastri yang dulu, Lastri yang polos dan lugu. Lebih tepatnya pura-pura demi melancarkan aksinya. Naima baru mendengar cerita dari mamanya, bahwa Lastri memang penipu kelas kakap berani menghalalkan segala cara demi kepuasannya tersampaikan, menyesal telah memberinya ruang waktu di rumah ini.Mereka sedang berkumpul di ruang tamu, ada yang bawa berlian, dan segala pernak pernik sosialitanya, Naima hanya menguping pembicaraan mereka sebelum memulai misinya."Jeng, rumahnya besar banget. Enak, ya, punya suami kaya.""Iya, suami CEO memang sangat menjanjikan," ucap Lastri. What? Jadi dia menceritakan ke semua orang bahwa dia adalah istrinya si Abang?"Jeng Las, mana, sih, suamimu? Selama kami ke sini tidak pernah terlihat.""Dia sibuk di kantor, biasa akhir tahun begini banyak yang harus di selesaikan.""Enak sekali, sih, hidupmu,