"Mas ... Alina nggak bisa masak loh, gimana dong?" lirih gadis cantik yang nampak malas menghadapi Letnan tampan yang menjadi incaran para wanita berkelas itu. "Ndak apa-apa, nanti bisa beli," jawab pria itu dengan santai dan wajah tenang. "Oh ya, Alina juga suka ngorok kalau bobok, mendingan, batalin aja ya nikahnya?" Ucapan dari Alina tersebut, langsung membuat pria gagah itu menatapnya tajam. "Sekali nikah, tetap nikah!" tegas Dirgantara, yang biasa disapa mas Dirga itu. Seminggu yang lalu keluarga Dirgantara mengadakan sayembara mencari mantu. Karena sebentar lagi sang Letnan akan ditugaskan keluar kota, menjadi pengawas pendidikan militer prajuritnya. Sehingga kedua orang tua Dirga menginginkan putra sulungnya itu segera mendapat pendamping, dan bisa diboyong ke asrama, agar Dirga tidak kesepian. Namun, Alina salah paham. Dia mengira Abimanyu, adik Dirga yang akan dicarikan istri. Sehingga dengan semangat, kembang desa itu mendaftarkan diri untuk menjadi mantu keluarga Pak Suyarso. Kesalahpahaman Alina, membawanya pada pernikahan yang belum siap dia arungi bersama sang Letnan yang terkenal dingin dan tegas itu. "Jangankan masak, bermain di atas ranjang saja, Alina nggak bisa, Mas!" tegas Alina yang kembali diamati oleh Dirgantara. "Nanti aku yang ajarain!" Bagaimana kelanjutan rumah tangga mereka yang dadakan itu?
view more“Kok rumahnya sempit sih, Mas?” ucap Alina menatap ke setiap sudut ruangan asrama yang baru saja dia tempati.
“Syukuri saja, yang penting tidak kepanasan dan kehujanan. Dari pada banyak tanya, mendingan kamu siapkan makan siang” jawab Dirga, yang membuat Alina membulat kaget. “Masak? Kan, Alina sudah bilang, aku nggak bisa masak, Pak! Eh … Mas,” sahut Alina lagi yang membuat pemuda gagah itu menggelengkan kepalanya. Tanpa banyak bicara, Dirga langsung mengambil kantong plastik berwarna merah dan membawanya ke dapur. Dia segera membuka dan mengeluarkan semua sayuran dan daging yang ada di dalam kantong plastik tersebut. Sebelum berangkat ke asrama, sang ibu sudah menyiapkan semua kebutuhan putranya itu hingga satu minggu kedepan. Melihat sang suami sibuk di dapur memasak makanan, Alina pun mencoba menghampiri dan bertanya, “Apakah kamu butuh bantuanku, Mas?” Dirga tidak menjawab, dia hanya menggeleng dan berdehem. Semua dikerjakan dengan cepat dan sempurna. Aroma wangi masakan mulai tercium di hidung Alina yang saat ini duduk mengamati suaminya itu. “Makan” ucap Dirga dengan wajah santai sambil memberikan piring pada Alina yang berisi mie rebus sayuran dan daging. “Boleh dimakan?” tanya Alina lagi yang membuat Dirga menghela nafas panjang. “Tidak, Alina. Tapi tatap terus sampai besok pagi!” tegas Dirga yang membuat Alina tersenyum dan mengangguk. Mereka langsung menyantap makanan dengan lahapnya, terlihat Alina begitu menikmati makanan buatan suaminya itu. “Kamu bagian yang mencuci piring,” ucap Dirga mengagetkan Alina yang belum selesai mengunyah makanannya. “Tapi aku masih makan, Mas.” jawabnya yang lagi-lagi membuat Dirga menghela nafas dalam-dalam. “Ya setelah makan, Alina. Aku tidak menyuruhmu sekarang, tapi nanti, kalau sudah selesai,” jelas Dirga sambil menggelengkan kepala. Mendengar ucapan dari suaminya tersebut langsung membuat Alina tersipu malu. “Hadeh, coba kalau nikahnya sama mas Abimanyu, pasti nggak gini nasibku. Jadi istri seorang dokter tampan, rumahnya luas dengan banyak rewang yang siap melayani,” gerutu Alina sambil membawa piring kotor ke dapur untuk di cuci. Setelah menyelesaikan tugasnya, Alina pun kembali berjalan ke ruang depan. Dia ingin beristirahat, setelah lelah melakukan perjalanan panjang bersama suami. Langkahnya tiba-tiba terhenti, saat dia mendengar suaminya itu sedang berbincang dengan seseorang melalui telepon. “Ibu ini gimana sih. Masa gadis manja begitu dijodohkan dengan Dirga. Alina tidak bisa ngapa-ngapain, Bu. Masak aja dia nggak bisa. Mencuci piring saja, harus diarahkan. Ini namanya bukan istri, Bu. Tapi Dirga ngemong balita.” keluh Dirga pada sang ibu dengan nada pelan. “Ibu menjodohkan kamu dengan bibit, bebet dan bobot yang baik, Dirga. Ibu tidak mau sembarangan memberikan pendamping untukmu. Alina anak lurah, dia kaya raya dan berpendidikan. Apalagi yang kurang darinya? Kalau masalah masak, nanti pelan-pelan ibu akan ajari dia. Kamu yang sabar dan ikhlas. Ibu yakin kamu dan dia akan menjadi pasangan yang serasi dan sejati,” jawab ibu membuat sang putra menghela nafas lelah. “baiklah, Bu. Dirga mau istirahat dulu. Kita baru saja sampai dan selesai makan siang.” sambung Dirga yang ditanggapi senang oleh sang ibu. Setelah selesai menutup teleponnya, Dirga pun berdiri dan siap melangkah menuju kamar. “Kamu?” seketika pemuda itu terkejut saat melihat sang istri sudah berada di belakangnya. “Ngadu? Alina nggak bisa masak, nggak bisa cuci piring, nggak bisa ngapa-ngapain, nggak bisa__” Sang Letnan langsung menggendong istrinya itu masuk ke dalam kamar dan melemparkannya ke atas tempat tidur yang empuk. Dengan wajah pucat, Alina mulai mencengkram sprei karena takut dan tegang. “Sudah belum komplainnya?” tanya pria tampan itu yang saat ini berada di atas Alina. Wanita cantik itu hanya menggeleng dengan raut wajahnya yang pucat parau. Tanpa banyak bicara, Dirga langsung berbaring di samping Alina dan terpejam. Melihat hal itu, Alina mencoba menenangkan dirinya yang sempat syok karena ulah si tampan. “Dasar, bikin orang jantungan aja,” gumam Alina sambil serius mengamati wajah tampan sang suami. Sambil menelan kasar saliva, Alina mencoba menatap lebih dekat lekuk wajah Dirga yang begitu sempurna. “Kenapa sifatnya berbanding terbalik dengan mas Abimanyu sih. Mas Abi itu orangnya tampan, kalem, sopan, dan perhatian. Buktinya saat memeriksa denyut nadiku, rasanya jantungku mau lepas__” “Ngapain menatapku begitu? Baru tahu kalau aku ganteng?” tanya Dirga dengan mata yang masih terpejam. Sontak ucapan dari Dirga tersebut membuat Alina terkejut dan malu. Ternyata, ulahnya barusan di ketahui oleh suaminya. “Siapa juga yang lihatin dia, percaya diri amat,” gumamnya yang kini ikut berbaring di samping Dirga. Tak pernah terbayangkan oleh Alina kalau dia akan menikahi putra pertama dari pak Suyarso itu. Padahal, setelah lulus S1 keperawatan, dia menggadang-gadang dirinya ingin mendekati Abimanyu, adik dari Dirga yang selama ini menjadi dokter muda di kampungnya. Tapi takdir berkata lain, karena ketidak telitian Alina, membuatnya harus menjadi salah satu peserta pemilihan mantu terbaik keluarga Suyarso. Terdengar suara dengkuran ringan, yang membuat Dirga terbangun dan menoleh ke arah istrinya yang saat ini sudah terlelap “Astaga naga, buah naga dimakan bertenaga. Salah apa aku di masa lalu hingga harus berjodoh dengan wanita aneh ini,” ucap Dirga sambil mengusap kasar wajahnya. Tiba-tiba pemuda itu tersenyum lucu saat melihat lekat wajah cantik dan sempurna dari Alina. “Untung kamu cantik,” lirihnya sambil menyingkap poni Alina yang kebetulan menutupi keningnya. Dirga melihat jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia pun segera bangkit dan bersiap untuk menuju lapangan. Para prajurit mungkin sudah di sana untuk melakukan pelatihan. Sebelum pergi, Dirga menyiapkan segelas air putih di samping istrinya. Dia tidak mau, wanita cantik itu kebingungan minum. “Sabar … sabar …” lirih Dirga yang kemudian keluar dari kamar meninggalkan Alina sendirian. Benar sekali, para prajurit yang masih melakukan pelatihan dan pendidikan itu sudah berbaris rapi, menunggu pengawasan dari Dirga. Semua nampak begitu kompak dan bersemangat. Semua kegiatan dilakukan dengan benar dan disiplin. Tiba-tiba datang seorang yang berseragam menghampiri Dirga. Dia bertanya kepada pemuda itu tentang pernikahannya yang begitu mendadak. “Sebenarnya tidak mendadak, tapi memang udah ketemu jodoh, Pak,” ucap Dirga yang di tanggapi tawa oleh pria paruh baya itu. “Seharusnya kamu ambil cuti beberapa hari untuk honeymoon, ini malah pergi ke asrama. Apa nggak masalah, istrimu ditinggal begini? Kan, kalian baru aja nikah?” tanya pria berseragam itu dengan penuh bijaksana. “Tidak, Pak. Ini adalah tugas yang harus diemban. Jadi, masalah pribadi bisa kita kesampingkan dulu. Honeymoon bisa sewaktu-waktu,” jawab Dirga lagi yang membuat pria paruh baya itu kembali terkekeh. ***** “Lah, kemana mas Dirga?”Dengan tertatih-tatih wanita itu menghampiri seseorang yang nampak lemah penuh luka. "Ya ampun, Mas. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya wanita hamil itu mencoba membantu pria itu dari semak belukar. "Saya ada di mana ini?" tanya lemuda itu lagi dengan darah yang mengucur di seluruh tubuhnya. Wanita manis berkulit sawo matang itu menggelengkan kepalanya, dia tidak mau menanggapi pertanyaan dari pria itu. Sang wanita memilih menyelamatkannya terlebih dahulu. Tidak jauh dari tempatnya berjalan, terlihat camp-camp kecil pemukiman milik warga sekitar. "Masuk dan duduklah, aku akan merebus air untuk membersihkan luka-lukamu, Mas. Disini jauh dari tempat kesehatan. Jadi, tolong bersabar ya," ucap wanita hamil itu dengan nada lembut. Segera wanita bernama Ana itu merebus air yang akan dia gunakan untuk membersihkan luka-luka di tubuh pemuda itu. "Siapa dia, Ana?" tanya wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Ana. Dia melihat bingung pada pemuda berseragam loreng yang penuh dengan noda da
"Ayo istirahat, Na" ajak sang ibu dengan wajah tenang dan ramah. Alina pun mengangguk dan mulai terpejam, dalam tidurnya dia bermimpi bertemu dengan sang suami yang baru saja berangkat. Dia terus meminta tolong pada Alina yang tak bisa menggapai tangannya. mimpi buruk itu, membuat Alina kembali terbangun. Nafasnya ngos-ngosan tidak karuan. Dia tidak tahu apa arti dari mimpinya tersebut. Tiba-tiba, ponselnya berdering, sebuah panggilan darurat dari tempat bertugas Dirgantara, memberitahukan kalau pesawat militer yang di tumpangi puluhan prajurit dan letnan itu jatuh dan hilang dari radar. Sejenak Alina tidak bisa berkata-kata. Dia terdiam tanpa kata dan bengong menatap jam dinding yang tengah berputar."Apakah aku bermimpi? Apakah aku masih di alam mimpi? Ibu! Ibu!" teriakan dari Alina membuat sang ibu kaget dan bergegas pergi ke kamar putrinya untuk melihat keadaan Alina. Wanita paruh baya itu memeluk Alina dan menenangkannya. Perlahan-lahan dia mulai bertanya pada Alina tentang kepa
Diam-diam, Alina mendengar perbincangan suaminya dengan sang atasan. Sejenak Alina terdiam dan menghela nafas dalam-dalam. "Apakah benar, kamu akan pergi selama setahun? Bukannya pangkatmu itu sudah tidak harus pergi-pergi ke luar daerah, Mas?" ketus Alina saat sang suami mengakhiri panggilannya. "Bukan begitu, Na. Ini darurat, harus ada yang membimbing dan mengarahkan para prajurit. Aku tidak bisa memilih, Na. Ini adalah pekerjaanku dan aku harus siap menanggung konsekuensinya.""Sekalipun harus meninggalkan istrinya yang tengah hamil?" sahut Alina yang membuat Dirgantara terdiam sejenak. "Hah, maafkan aku, Na. Aku akan meminta tolong pada ayah dan ibu, untuk menjagamu," lirih Dirgantara yang membuat Alina berkaca-kaca. "Terserah kamu, Mas. Intinya aku kecewa," timpal Alina dan membelakangi suaminya. "Na ....""Udahlah, Mas. Aku nggak bisa berkata-kata lagi selain mengikhlaskan kamu," tegas Alina yang membuat Dirgantara meneteskan air matanya. Hari yang seharusnya membuat kelua
"Mau paha kirinya, Pak," sahut Dirgantara terlihat frustasi. Tidak lama, penjual memberikan dua paha goreng lagi pada Dirgantara. "Ini asli kiri ya, Pak?" "Hmmm, kayaknya iya. Menurut mata batin saya, Mas," jawab sang penjual yang diangguki oleh Dirgantara. Setelah membayar, Dirgantara kembali pulang menemui istrinya yang saat ini sudah muntah-muntah di kamar mandi. "Alina, jangan-jangan kamu hamil?" tanya Dirgantara yang menatap panik pada istrinya. "Entahlah, Mas. Rasanya aku malas ngapa-ngapain. Kamu bikin makanan sendiri aja. Aku mau istirahat. Kalau ibumu tiba-tiba datang lagi, bilang jangan buat keributan dulu." ucap Alina sambil berjalan melewati suaminya yang masih membawa bungkusan ayam goreng. "Na, terus paha kirinya gimana?" tanya Dirgantara bengong menatap sang istri."Udah nggak nafsu," ketusnya yang langsung masuk ke dalam kamar. Dirgantara hanya bisa menghela nafas dalam-dalam dan menaruh paham ayam goreng di atas meja makan. "Mas!" panggil Alina lagi yang membuat D
"Na!!" sapa Dirgantara yang berlari mengikuti langkah sang istri. "Jangann, Na!" teriak Dirgantara membuat tetangga sebelah keluar. Mereka bertanya pada Dirgantara dan juga Alina, tentang keributan yang terjadi. Alina pun menjawab, kalau dirinya ingin suaminya mencurikan mangga milik tetangganya itu. Sejenak sang tetangga terdiam dan saling memandang. Sepertinya mereka paham dengan apa yang barusan di katakan oleh Alina. "Oh, istrinya ngidam maling mangga ya, Pak?" "Hah ... anu ... iya!" jawab Dirgantara asal, dia tidak mau menambah masalah lagi. "Oalah, ya udah, Pak. Silahkan di curi mangganya. Kita nggak lihat kok, iyakan Pah," ucap sang istri yang diangguki suaminya. "Iya, nggak apa-apa, Pak. Curi saja setiap kepingin." sahut sang suami dari tetangga sebelah dan kembali masuk. Dirgantara dan Alina celingukan saling pandang. "Loh, mau kemana, Mas?" tanya Alina yang melihat suaminya itu mendekati buah mangga. "Katanya suruh nyuri, mumpung harga diriku masih setengah tiang ni
Alina terkapar tak sadarkan diri, tidak ada pergerakan dari tubuh mungilnya yang mulai berisi itu. Dirgantara yang baru saja berangkat, tiba-tiba merasa cemas dan khawatir dengan keadaan Alina yang dia tinggal begitu saja. "Hah, astaga. Saking banyaknya pekerjaan dan masalah tentang ibu, membuat aku dan Alina semakin jauh dan asing. Aku sudah jarang menyentuh dan memperhatikannya." gumamnya di sepanjang perjalanan. Karena hatinya terus gusar dan gelisah, Dirgantara akhirnya berbalik arah menuju rumahnya lagi. Dia ingin meminta maaf pada istrinya, tentang sikapnya yang kurang baik akhir-akhir ini. Sesampainya di rumah, pria gagah dan berseragam itu mencari-cari keberadaan istrinya yang tak ada di manapun. "Alina!" panggilnya lagi, tapi tidak ada tanggapan dari wanita manja yang biasanya banyak tanya itu. Langkahnya terhenti, saat melihat sang istri jatuh pingsan diantara meja makan. Segera dia menghampiri Alina dan mengangkat tubuh wanita cantik itu menuju sofa. "Alina! Bangun, Na. Sa
Wanita paruh baya itu spontan menampar pipi mulus milik Alina. Selama ini, wanita cantik itu tidak pernah mendapatkan kata-kata kasar apalagi tamparan. Tanpa banyak bicara lagi, Alina langsung pergi meninggalkan sang ibu mertua menuju kamar. "Alina! Na ...! Aduh, gimana ini. Kenapa aku kebablasan mukul anak orang sih. Apalagi dia juga menantu pilihanku. Kenapa akhir-akhir ini aku banyak bicara, apa karena aku sedang banyak pikiran, karena Abimanyu ingin menikahi janda," gerutu wanita paruh baya itu penuh kebingungan. "Alina ... apakah ibu boleh masuk?" tanya sang ibu sambil mengetuk pintu kamar. "Nggak perlu, Bu. Palingan ibu akan buat masalah lagi. Mendingan ibu pulang. Alina pengen sendiri!" teriak wanita cantik itu dari dalam kamar. Sang ibu mertua hanya bisa menghela nafas panjang dan kembali ke ruang tamu. Kebetulan ada abang tukang sayur lewat, yang langsung dipanggil oleh ibu dari Dirgantara itu. Dia memilih beberapa sayuran dan lauk pauk untuk dimasak nanti sore. Setel
Seketika Dirgantara terkejut saat Alina mendengar perbincangannya dengan sang ibu. "Sekarang tanya pada ibumu itu mas, maunya apa? Kemarin dia memuja-muja aku. Sekarang ganti wanita lain yang dipuja. Nggak masuk akal tahu! Kalau aku belum kamu sentuh, aku sudah minta cerai, Mas!" celoteh Alina dengan kedua mata yang berkaca-kaca. "Alina ... Alina tolong tenangkan dirimu!" tegas Dirgantara mencoba menenangkan istrinya lagi. "Kamu selalu begitu, Mas. Selalu mencoba menenangkan aku, tapi tidak bisa mencari solusi. Sejak awal aku sudah lelah dengan semua aturan yang ibumu itu buat! Aku malas!" Alina pergi berlalu menuju kamarnya lagi. "Alina! Alina ..." panggil Dirgantara kembali mengikuti istrinya. Dirgantara berusaha membujuk dan mencari jalan keluar dari semua masalahnya ini. "Kita nggak usah mikirin omongan ibu. Kita juga nggak usah sering-sering ke tempatnya. Udah, ayo sekarang kita istirahat. Yang menjalani itu aku dan kamu, bukan ibu. Apakah kamu tidak mengingat, bagaimana ka
Ibu memberitahukan lagi, kalau tadi Alina menunggu dirinya di mobil. "Kok tiba-tiba Alina pergi ke mobil? Memangnya ibu barusan ngomong apa padanya? Pasti ibu aneh-aneh lagi, deh" Ibu hanya menggeleng dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Terlihat Dirgantara tengah sibuk menghubungi seseorang. "Maafin ibu ya, Nak. Bukan maksud ibu melukai hati Alina. Tapi, ibu hanya ingin yang terbaik untuknya. Ibu juga tidak mau kamu terlalu sibuk, karena ulahnya." sahut sang ibu menambah ke dalam Dirgantara. Segera Dirgantara meminjam motor ayahnya dan pergi mencari istrinya. Di sepanjang perjalanan, hatinya sangat kacau. Dirgantara tidak bisa berpikir apa-apa, selain mengkhawatirkan Alina. Terlihat mobil miliknya tengah melaju kencang menuju daerah asrama. Seketika, hati Dirgantara merasa lega, karena akhirnya Alina pulang ke asrama dengan selamat. Tidak jauh, terlihat mobil itu berbelok ke halaman. "Alina!" panggil sang suami yang melihat istrinya itu buru-buru berjalan memasuki kediamannya. "A
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments