Selesai dengan tugas, semua orang meninggalkan balai pengobatan. Tempat yang dituju Edvard tidak jauh, hanya perlu berjalan kaki sekitar 5 menit. Dari arah selatan, seorang remaja datang berlari tergopoh menghentikan jalan Shaw, Edvard, dan rombongan yang hendak ke penginapan.
"Dokter, tolonglah kakek saya ...," pintanya dengan nada memohon sembari terisak, air matanya berambai deras dan hidungnya memerah.
"Tunjukkan jalannya," tandas Edvard, kemudian mengikut langkah sang remaja.
Sebuah rumah kayu ditujunya, sederhana dan terlihat sejuk. Seorang pria rimpuh dengan buih keluar dari mulut di kamarnya, membuat Edvar
Barangkali payoda sedang bersenang hati, tersenyum berpancarkan cerah menyamarkan diri; membiarkan gemintang menerangi. Suasana tenang menyelimuti, bak mengatakan sudah waktunya semua kembali. Bingkai senyum merekah, nada ceria terdengar di rumah-rumah. Cerita bahagia bergema tanpa duka; para penduduk sudah mendapatkan kembali kesembuhan mereka.Syukur tak lepas dari sanubari, merekam dengan detail hari-hari suram, hingga kehidupan damai kembali mereka genggam. Para penduduk mengingat dalam diam, siapa saja yang dirasa perlu untuk mereka balas jasanya. Tidak hari ini, mungkin esok lusa."Ini adalah jejak kaki manusia. Sepertinya wabah ini memang disengaja.""Kita bawa saja kendi-kendi ke balai pengobatan. Kalian teruslah bersihkan airnya, kami akan kembali lagi setelah menyerahkan kendi-kendi ini."Peluh kepayahan hasil menyusuri sungai dan jenggala tak berakhir percuma. 5 kendi ditemukan, berisikan cairan aneh yang mencurigakan, mereka bawa ke bala
"Tuan, semua prajurit di selatan ditangkap oleh anak buah Tuan Larson beserta kapal dan semua petinya. Sedang prajurit yang ditugaskan ke barat laut juga ditangkap oleh anak buah Tuan Hunt, tetapi peti-peti emas berhasil berlayar," lapornya setelah menunduk memberi hormat. Ia berharap dengan cemas, menunggu respon 4 tuan di depannya.Drafarn tampak berpikir sejenak, mengetuk-ngetukkan jari telunjuk tangan kanannya ke meja sembari berpikir. Setelah bernala-nala, ia bersua."Ah, tidak masalah. Prajurit di selatan adalah yang baru direkrut, juga belum pernah mendengar tentang kita atau bertemu," ujarnya, mengambil cangkir teh. Sang prajurit diam-diam menghela napas lega. Namun, laporannya belum selesai, dan itu membuatnya kembali tegang."Peti emas yang dikirim melalui pelabuhan selatan pun hanya beberapa. Tujuan utama adalah barat laut, jadi tidak masalah. Nah, sekarang mari bersulang," ujarnya lagi, mengangkat cangkir di tangan seraya memasang senyum cerah.
Interogasi berjalan lama, diwarnai bising teriakan dari ruangan rustic itu. Mulut yang bungkam pada akhirnya terbuka, tidak tahan ketika cambuk menyentuh tulang punggung mereka.Usai puas dengan semua jawaban, para awak kapal dipindahkan ke dungeon. Ascal dan Bexter kembali dengan kereta-kereta kuda berisi peti-peti di dalamnya beserta para prajurit yang mengawal.Saat melewati kastil, ucapan Emilie terngiang di kepala Bexter. Ia lantas mempercepat laju kudanya, mensejajarkannya dengan kuda Ascal dan memberitahukan perkataan Emilie."Beristirahatlah dulu. Kita ke kastil setelah makan siang," tukas Ascal, menghentak tali kekang dengan lebih kuat.Burung merpati di kandang sudah bangun, mengepakkan sayap seakan menjemput tuannya dari alam mimpi. Bailey perlahan membuka mata, mengerjap dan mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang. Ia lantas beranjak, mengambil makanan sang merpati dan memberikannya.Derap ramai tapal kuda terdengar berhenti d
Ascal menyandarkan daksanya, menghembuskan napas lelah. Kepalanya berdenyut mendengar penuturan Jill dan Bailey. Setelah menghembuskan napas ke sekian kali, ia menatap Bailey."Kenapa kau ke sini?"Bailey melirik ibunya sesaat sebelum kemudian menjawab."Aku hanya ingin bertanya apakah Ayah dan Ibu akan sarapan atau tidak, karena aku harus berangkat sekolah."Jill membulatkan mata, lalu refleks melihat jam. Ascal pun melihat jam, tidak sadar jarum jam sudah menunjuk angka 7.15."Ah, Ibu lupa! Ibu tadi ke sini juga untuk mengajak ayahmu sarapan. Ya sudah, ayo, sarapan!" seru Jill, bangun dari duduknya dan berjalan ke pintu setelah memberi gestur mengajak dengan tangannya.Ascal beranjak dari kursi, merangkul Bailey dan berjalan menyusul Jill. Bailey terkejut, tapi tetap melangkah; membiarkan Ascal merangkulnya.Sesuai ucapan pagi buta tadi, Bexter menyiapkan kudanya yang lain ... sebab kuda yang ia tunggangi semalam masih tertidu
Orang tua Bexter meninggal dalam pertempuran kedua setelah Hao Yi dan Maru pergi dari Zanwan. Ia masih sangat muda saat itu, mengurung diri beberapa hari sebelum menegarkan dirinya dan kembali pada aktivitasnya. Duka masih terasa, tapi ia menguatkan diri sendiri, berdiri di depan cermin sembari mengatakan tidak boleh terlalu lama larut dalam kesedihan ... sebab orang-orang masih membutuhkan dirinya, terutama Dexter dan Cerys. Semenjak itu, Bexter menjadi lebih tertutup dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan pekerjaannya. Untuk menutupi kesedihan dan mengalihkan perhatian.Taeral kembali dengan membawa nampan dan dua gelas cokelat hitam serta sepiring kue jahe di atasnya, menaruhnya di meja dan duduk. Ia menoleh, menatap Bexter yang masih mematung."Bexter, kemari," serunya, memindahkan gelas cokelat dan piring kue jahe dari nampan.Bexter mengangkat kepala, menoleh menatap Ascal dan dibalas anggukan."Ayo!" Ascal menepuk pundak Bexter, lalu meng
"Kau jangan terlalu sibuk. Sesekali berbaurlah ... siapa tahu kau bertemu seseorang yang membuatmu ingin terus melihatnya." Taeral kembali menggoda, membuat wajah Bexter kian memerah."Masih ada banyak hal lain yang harus saya utamakan, Tuan."Bexter terus mengelak. Dirinya sudah lupa kapan terakhir kali memikirkan tentang membangun keluarga. Terlalu mendalami pekerjaan membuat Bexter tidak banyak berbaur dengan orang lain selain yang berhubungan dengan urusannya. Di waktu luang pun ia lebih sering menghabiskannya dengan Cerys dan Dexter ... itupun tetap di mansion Hunt."Ahaha ya sudah ... kau yang lebih mengenal dirimu, tahu apa yang lebih penting bagimu saat ini."Senyum Taeral terus mengembang, menggambarkan betapa sedang senang hatinya. Ia meminum lagi cokelat hitamnya yang sudah mendingin hingga tandas.Di ruang kerja Ascal, lebih dari 10 buku sudah keluar dari lemari. Bailey k
Sekali lagi Shaw membolak-balikkan surat, masih tidak menemukan nama di luarnya. Karena penasaran, ia membuka perekat dan membaca suratnya.“Kau melakukan hal bagus, tapi kenapa tas pemberian Daniel belum kau indahkan?’’GREKK!Shaw menelan ludah, diam dengan napas tertahan. Ia menengok kanan kiri sembari mengusap tangan dan tengkuknya, merasakan merinding yang menjadi."B-bagaimana bisa tahu kalau aku belum benar-benar melihat isi tas pemberian kak Daniel? Aku hanya mengeceknya saja saat tas itu tiba-tiba ada di meja yang ternyata dibawa oleh Jubah Hitam." Shaw berujar sangat lirih, mengitari kamar dengan matanya."Di ruangan ini tidak ada hantu, 'kan?" tanyanya, entah pada siapa."Atau mungkin surat ini dari Jubah Hitam? Tapi waktu itu Jubah Hitam sudah pergi ... meskipun aku tidak melihat kepergiannya, tapi aku ingat tidak ada orang saat aku meny
"Apa udaranya sangat dingin sampai membuatmu membeku di situ?" Emilie bertanya dengan nada datar, mengerjap lalu menaikkan alisnya."Eh? Ah, tidak ...." Bexter tersenyum kikuk, berjalan menghampiri."Ini sudah waktunya tidur. Kenapa kau di sini?" tanya Bexter, berdiri di samping Emilie."Menunggumu pulang," jawab Emilie dengan nada polos, memandangi nabastala. Sedangkan Bexter kembali mematung; terhenyak, merasa ada aliran listrik di dalam daksanya.Bexter berdehem pelan, menstabilkan dirinya."Hmm? Menungguku pulang?"Pandangan Emilie menurun lagi, menatap ke samping dan mengangguk."Dexter, Cerys, dan Mival sudah makan. Tinggal kau dan aku yang belum makan ... jadi aku menunggumu pulang.""Apa hubungannya?"Bexter mengalihkan pandangannya, memutuskan sumber aliran listrik yang terasa menjalar dalam daksanya."Aku ingin makan bersamamu," sahut Emilie, masih dengan nada polosnya.Deheman kecil kembali