“Kau melakukan hal bagus, tapi kenapa tas pemberian Daniel belum kau indahkan?’’
GREKK!
Shaw menelan ludah, diam dengan napas tertahan. Ia menengok kanan kiri sembari mengusap tangan dan tengkuknya, merasakan merinding yang menjadi.
"B-bagaimana bisa tahu kalau aku belum benar-benar melihat isi tas pemberian kak Daniel? Aku hanya mengeceknya saja saat tas itu tiba-tiba ada di meja yang ternyata dibawa oleh Jubah Hitam." Shaw berujar sangat lirih, mengitari kamar dengan matanya.
"Di ruangan ini tidak ada hantu, 'kan?" tanyanya, entah pada siapa.
"Atau mungkin surat ini dari Jubah Hitam? Tapi waktu itu Jubah Hitam sudah pergi ... meskipun aku tidak melihat kepergiannya, tapi aku ingat tidak ada orang saat aku meny
"Apa udaranya sangat dingin sampai membuatmu membeku di situ?" Emilie bertanya dengan nada datar, mengerjap lalu menaikkan alisnya."Eh? Ah, tidak ...." Bexter tersenyum kikuk, berjalan menghampiri."Ini sudah waktunya tidur. Kenapa kau di sini?" tanya Bexter, berdiri di samping Emilie."Menunggumu pulang," jawab Emilie dengan nada polos, memandangi nabastala. Sedangkan Bexter kembali mematung; terhenyak, merasa ada aliran listrik di dalam daksanya.Bexter berdehem pelan, menstabilkan dirinya."Hmm? Menungguku pulang?"Pandangan Emilie menurun lagi, menatap ke samping dan mengangguk."Dexter, Cerys, dan Mival sudah makan. Tinggal kau dan aku yang belum makan ... jadi aku menunggumu pulang.""Apa hubungannya?"Bexter mengalihkan pandangannya, memutuskan sumber aliran listrik yang terasa menjalar dalam daksanya."Aku ingin makan bersamamu," sahut Emilie, masih dengan nada polosnya.Deheman kecil kembali
"Bagaimana?"Dari ruang tamu hingga dapur, mansion tampak sepi. Hanya ada beberapa prajurit yang berjaga dan beberapa pelayan di dapur.Bailey menggeleng, menutup pintu ruang kerja Ascal."Tidak ada. Ayah mungkin sedang di kamar.""Mungkin ayahmu sedang sibuk, tadi aku melihat Dokter Ed masuk. Kita tunggu saja di tempat lain. Bagaimana?" saran Shaw, melihat-lihat sekeliling."Kita tunggu di kamarku saja. Ayo," sahut Bailey seraya berjalan ke kamarnya.Kamar Bailey luas, dua atau tiga kali lebih luas dari kamar miliknya, terka Shaw. Barang-barang tertata rapi dengan beberapa hiasan menggantung di dinding."Tidak usah membayangkan ruangan yang sangat nyaman sampai kau tidak ingin keluar. Yaa ... kamarku memang nyaman, tapi tidak lebih hidup dari kamarmu." Bailey menyahut, seakan tahu apa yang ada di pikiran Shaw. Ia naik ke tempat tidurnya, tapi kemudian turun lagi saat Shaw memilih duduk di lantai."Sambil menunggu, aku ingi
"Segala hal tentang bunker bukankah sudah ditetapkan sebagai rahasia? Tapi di buku itu dijabarkan dengan detail, mencakup pula beberapa hal yang sepertinya hanya beberapa orang saja yang tahu. Dan sepertinya, informasi itu didapatkan dari luar Zanwan. Mungkin dari seseorang yang mengetahui rencana tersebut, atau bahkan mengenal Tuan Hao Yi dan Nona Maru, yang notabene memiliki kisah dengan daratan chamomile."Lalu mata Edvard beralih menatap Shaw, merasa iba.Ascal mengambil buku yang disodorkan Edvard; membacanya. Lalu ia terdiam, tampak membaca dengan serius dan serius.Shaw bergerak, mengubah posisi tidurnya. Ascal menutup buku di tangan, menaruhnya dan mengambil gulungan peta Zanwan."Dan ada apa dengan peta ini?" Ascal bertanya, terfokus pada titik yang ditandai Shaw. Lalu kepalanya bergerak menoleh ke samping. "Bailey ...."Bailey kali ini ragu menjawab. Ia bernala-nala, apakah baik untuk memberitahu atau tidak. Di dekat Ascal duduk, Ed
"Haa ...?"Ini kali ketiga Shaw melongo mengetahui harga ikan yang dikatakan penjual, meningkat dari terakhir kali Shaw membelinya bersama Spencer. Di Zanwan, harga daging yang paling mahal bukanlah kambing, domba, atau bahkan sapi, melainkan daging ikan! Karena daging ini sulit didapat. Bukan karena jumlahnya yang sedikit di laut Zanwan, tetapi karena terbatasnya nelayan.Bahkan harganya melambung lebih tinggi daripada harga seorang budak di pasar budak, terdengar gila tetapi begitu adanya. Shaw merasa bersyukur karena tidak mengajak Mival. Entah bagaimana perasaan Mival jika mengetahui harganya ketika ia dibeli dari pasar budak lebih murah dari harga ikan. Harga pangan dan sumbernya harus diperhatikan jika kelak Zanwan sudah lebih baik, Shaw mencatat dalam ingatannya.Setelah bahan makanan yang dicari didapatkan semua, Shaw, Bailey, dan Weizhe bergegas keluar. Sebab tidak nyaman dengan pandangan orang-orang. Bukan hanya para gadis remaja hingga dewasa ya
Shaw dan Bailey tersenyum hangat. Kedua tangan Shaw menggenggam tangan Gracie yang memegang jeruji, dan kedua tangan Bailey memegang tangan Spencer yang juga tengah memegang jeruji."Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kakek dan Nenek tenanglah ...." Shaw menenangkan."Aku juga." Bailey menimpali.Setelah beberapa untai percakapan berikutnya, Shaw dan Bailey pamit. Mereka kembali ke lantai atas dungeon sembari melihat sekitar; mencari seseorang."Mungkin dia sedang bertugas di tempat lain. Kita tanya saja," usul Bailey, mendekati prajurit terdekat dan bertanya."Memang tidak ada," ujar Bailey, kembali dari bertanya pada prajurit. "Anak buah Tuan Dorn yang sedang berjaga hanya tadi yang kita lihat di dekat sel Kakek dan Nenek, selebihnya mereka sedang tidak ada di dungeon," sambungnya."Kita harus mencari ke mana?" Shaw bertanya sembari meneruskan langkahnya menuju pintu utama. Ia merasakan tatapan para tahanan di sel yang berjaj
"Haha ... kau memang gigih, Bailey!" seru Shaw, memuji. Ia melakukan hal yang sama, lalu cepat menyusul Bailey.Seperti yang Bailey katakan. Suara-suara aneh mulai terdengar di se-antero jenggala. Bayang-bayang pohon yang lebih hitam dengan beberapa dahan yang lebih sedikit rantingnya ditambah tingginya pohon menimbulkan bayangan yang tidak menyenangkan untuk dipandang. Posisi kuda melaju cepat memperburuk suasana karena bayang-bayang itu tampak seperti berlari, terlebih bentuknya seperti makhluk hidup yang jelas bukan manusia.Semakin malam, anila berhembus semakin kencang dan kencang. Suara yang dihasilkan dan bergema di se-antero jenggala bukan hanya sebatas nada pendek, tetapi sudah lebih menyerupai nyanyian yang memekikkan telinga; tidak ramah didengar.SRASSHH!Suara anak panah terdengar melesat dari arah jam 4; mengarah ke Bailey."Bailey, menunduk!" Shaw berseru, mengarahkan kudanya ke sisi kanan Bailey dan menangkap anak panah yang m
Shaw berdecak, mengambil satu roti isi dan memberikannya."Makan dulu, baru lanjutkan ocehannya. Agar suaramu lebih merdu didengar," tukas Shaw, mendapat sikutan di lengannya dari sang sosok.Bailey geleng-geleng kepala, kembali ke tempat duduknya. Tobias duduk setelahnya lalu termenung; memikirkan sesuatu."Siapa namamu?" Bailey bertanya, melirik sang sosok seraya meminum tehnya.Sang sosok melirik sebentar, lalu fokus mengunyah roti isi sembari berpikir."Chaka," ucapnya singkat, acuh tak acuh.Shaw mengambil sendok bersih, kemudian menghadap sang sosok yang duduk di samping kanannya.PLETAK!Sendok bersih di tangan Shaw mendarat di pundak sang sosok, dan secara kebetulan mengenai tulangnya. Sang sosok sontak mengaduh, mengusap-usap pundak kirinya."Heh-- ... kau benar-benar garang!""Jangan berbohong!" Shaw menatap tajam.'Berbohong?' Sang sosok memutar bola matanya malas. Chaka memang namanya, nama sa
"Memangnya, sebenarnya apa tujuan kalian?"Fu mengubah duduknya, mencari posisi yang lebih nyaman."Membebaskan Zanwan, tentu saja," sahut Shaw, mengambil satu gelas berisi teh dan meminumnya.Fu mengerutkan keningnya."Membebaskan Zanwan?"Bailey mengangkat tangan kiri dan menempelkan punggung telapak tangan kirinya tersebut ke mulut tepat sebelum menguap. Matanya sedikit berair dan perlahan terpejam tanpa sadar. Namun, dengan segera ia menggelengkan kepala dan membuka mata lebar-lebar."Singkatnya, membawa Zanwan pada kehidupan yang lebih baik," tukas Bailey."Kalian masih bocah. Yakin bisa mencapai itu?"Zanwan adalah desa dengan orang-orang yang penuh misteri. Membawa Zanwan pada kehidupan yang lebih baik tentu tidak lepas dari orang-orangnya. Sebuah tempat yang lebih baik memiliki orang-orang yang bersatu di dalamnya. Lantas, bisakah menyatukan orang-orang Zanwan? Ketika mereka bahkan tidak segan mengambil nyawa dan me