"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Kakek dan Nenek tenanglah ...." Shaw menenangkan.
"Aku juga." Bailey menimpali.
Setelah beberapa untai percakapan berikutnya, Shaw dan Bailey pamit. Mereka kembali ke lantai atas dungeon sembari melihat sekitar; mencari seseorang.
"Mungkin dia sedang bertugas di tempat lain. Kita tanya saja," usul Bailey, mendekati prajurit terdekat dan bertanya.
"Memang tidak ada," ujar Bailey, kembali dari bertanya pada prajurit. "Anak buah Tuan Dorn yang sedang berjaga hanya tadi yang kita lihat di dekat sel Kakek dan Nenek, selebihnya mereka sedang tidak ada di dungeon," sambungnya.
"Kita harus mencari ke mana?" Shaw bertanya sembari meneruskan langkahnya menuju pintu utama. Ia merasakan tatapan para tahanan di sel yang berjaj
"Haha ... kau memang gigih, Bailey!" seru Shaw, memuji. Ia melakukan hal yang sama, lalu cepat menyusul Bailey.Seperti yang Bailey katakan. Suara-suara aneh mulai terdengar di se-antero jenggala. Bayang-bayang pohon yang lebih hitam dengan beberapa dahan yang lebih sedikit rantingnya ditambah tingginya pohon menimbulkan bayangan yang tidak menyenangkan untuk dipandang. Posisi kuda melaju cepat memperburuk suasana karena bayang-bayang itu tampak seperti berlari, terlebih bentuknya seperti makhluk hidup yang jelas bukan manusia.Semakin malam, anila berhembus semakin kencang dan kencang. Suara yang dihasilkan dan bergema di se-antero jenggala bukan hanya sebatas nada pendek, tetapi sudah lebih menyerupai nyanyian yang memekikkan telinga; tidak ramah didengar.SRASSHH!Suara anak panah terdengar melesat dari arah jam 4; mengarah ke Bailey."Bailey, menunduk!" Shaw berseru, mengarahkan kudanya ke sisi kanan Bailey dan menangkap anak panah yang m
Shaw berdecak, mengambil satu roti isi dan memberikannya."Makan dulu, baru lanjutkan ocehannya. Agar suaramu lebih merdu didengar," tukas Shaw, mendapat sikutan di lengannya dari sang sosok.Bailey geleng-geleng kepala, kembali ke tempat duduknya. Tobias duduk setelahnya lalu termenung; memikirkan sesuatu."Siapa namamu?" Bailey bertanya, melirik sang sosok seraya meminum tehnya.Sang sosok melirik sebentar, lalu fokus mengunyah roti isi sembari berpikir."Chaka," ucapnya singkat, acuh tak acuh.Shaw mengambil sendok bersih, kemudian menghadap sang sosok yang duduk di samping kanannya.PLETAK!Sendok bersih di tangan Shaw mendarat di pundak sang sosok, dan secara kebetulan mengenai tulangnya. Sang sosok sontak mengaduh, mengusap-usap pundak kirinya."Heh-- ... kau benar-benar garang!""Jangan berbohong!" Shaw menatap tajam.'Berbohong?' Sang sosok memutar bola matanya malas. Chaka memang namanya, nama sa
"Memangnya, sebenarnya apa tujuan kalian?"Fu mengubah duduknya, mencari posisi yang lebih nyaman."Membebaskan Zanwan, tentu saja," sahut Shaw, mengambil satu gelas berisi teh dan meminumnya.Fu mengerutkan keningnya."Membebaskan Zanwan?"Bailey mengangkat tangan kiri dan menempelkan punggung telapak tangan kirinya tersebut ke mulut tepat sebelum menguap. Matanya sedikit berair dan perlahan terpejam tanpa sadar. Namun, dengan segera ia menggelengkan kepala dan membuka mata lebar-lebar."Singkatnya, membawa Zanwan pada kehidupan yang lebih baik," tukas Bailey."Kalian masih bocah. Yakin bisa mencapai itu?"Zanwan adalah desa dengan orang-orang yang penuh misteri. Membawa Zanwan pada kehidupan yang lebih baik tentu tidak lepas dari orang-orangnya. Sebuah tempat yang lebih baik memiliki orang-orang yang bersatu di dalamnya. Lantas, bisakah menyatukan orang-orang Zanwan? Ketika mereka bahkan tidak segan mengambil nyawa dan me
"Kau benar."Dexter sedikit menundukkan kepalanya, menatap ke meja."Tapi ... sepertinya kali ini akan berhasil. Karena alam juga pasti akan membantu."Bexter berhenti membalik halaman. Ia menatap Dexter dan berkata, "Kau merasa ada sesuatu yang tidak beres, Dexter?"Karena bertahun-tahun menghabiskan waktu di kastil dan area sekitarnya, tidak bisa sekadar menjelajah Zanwan, Dexter lebih banyak berdiri di dekat jendela di kamarnya untuk melihat pemandangan jika ia sedang luang. Kebiasaan yang berulang membuatnya seakan memahami perubahan, termasuk perilaku hewan-hewan, tumbuhan, juga nabastala yang setiap hari ia pandangi dan bumi yang ia pijak. Dexter sensitif dengan alam."Aku mulai merasakan gemuruh, beberapa kali selama beberapa waktu terakhir ini. Jika memang tidak ada apa-apa, setidaknya tidak akan sebanyak itu. Mungkin hanya akan satu atau dua kali."Dexter mengangkat kepalanya, menatap penasaran."Apa kau sudah mencari tah
"Ayo, kau melompat dulu."Shaw menyingkir saat penutup lubang kotak sudah terbuka hampir sepenuhnya. Bailey mengambil posisi, lalu melompat dan masuk ke dalam lubang kotak tersebut. Giliran Shaw setelahnya. Penutup dikembalikan ke posisinya semula sebelum mereka merangkak.Hari mulai gelap. Tidak ada apapun yang mereka lihat selain merasakan debu yang sangat tebal di lantai atap rumah Daniel dan ... pengap. Tidak ada cahaya, tidak ada udara segar. Hanya ada udara yang terasa dingin di hidung mereka, seperti tengah bernapas di waktu fajar. Tangan mereka berabal, mencari kotak lain yang menghubungkan mereka ke ruangan di dalam rumah. Mereka merangkak sepelan mungkin dengan sangat hati-hati. Setelah menemukannya, mereka membuka kotak dan melompat turun. Ruang tengah.Shaw berjalan ke dapur, mencari sapu, lap, atau apapun yang bisa ia temukan untuk membersihkan kursi, meja, dan lantai."Sekarang ceritakan," ujar Shaw, menarik satu kursi meja makan yang
Sampai di ruangan di mana sumber suara berasal, Fu berhenti. Ia tidak peduli dengan komentar Shaw dan Bailey terhadapnya, tetapi sejujurnya Fu enggan untuk berinteraksi langsung dengan mereka lagi.Hanya persoalan waktu. Sesuai perjanjian, Fu hanya perlu berada di sekitar Shaw sampai bocah bermata hitam agak sipit itu meraih tujuannya. Setelah itu, Fu bebas, tidak lagi terikat. Namun perbincangan dengan Shaw dan Bailey di timur laut membuat Fu seakan mendapatkan teman berbicara yang sebenarnya ia inginkan, dan itu membimbangkan keteguhan keputusannya yang lalu."Kamar!" Bailey terdengar bersuara lagi.Kamar? Fu mengernyitkan kening."Jika aku sedang di rumah, aku paling sering berada di kamar ... tempat yang membuatku benar-benar merasa bebas."Oh, pertanyaan pertama? Fu merendahkan daksanya dengan sedikit menekuk sikunya.Suara derit kursi terdengar. Bocah bermata cokelat gelap itu bangkit dari duduk, mengarahkan lentera ke sekeliling
"Keningnya sangat dingin, tapi aku merasakan ada sedikit hangat di dalamnya. Kita harus mengeluarkan mereka agar dapat memeriksa denyut nadinya." Fu berujar dengan cemas, melihat ke sana kemari mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk mengeruk pasir."Kalian tetaplah di sini!" ujar Fu, langsung berdiri setelah sesaat mengedarkan pandangan dan tidak menemukan apapun yang dapat membantu. Ia melesat dan melompat ke atas tebing.Shaw menaruh kotak di tangan, lalu berdiri dan berjalan melihat sekitar. Barangkali ada sebatang ranting atau batu. Bailey ikut berdiri, mencari ke sisi lain.Dalam seperempat gelas sesapan kopi, Fu kembali dengan 3 buah kayu yang cukup lebar, yang ia temukan di jenggala. Ia memberikan 2 dari kayu tersebut pada Shaw dan Bailey lalu mulai mengeruk.Ketiganya menggunakan tangan mereka untuk membantu menyingkirkan pasir-pasir. Mereka mengeruk satu per satu orang agar lebih cepat dikeluarkan.Tak mengindahkan tangan dan kuku
Lentera ia taruh di meja. Shaw duduk perlahan di lantai, mengecilkan lagi nyala api di dalam lentera hingga penerangannya sangat temaram.Shaw mencondongkan daksanya ke depan, menatap Fu dan Bailey dengan wajah serius."Mereka lebih dari 5 orang," bisiknya.Saat ia menyalurkan hakinya ke seantero rumah melalui tungkai, getaran dari gelombang bumi lebih jelas terasa. Suhu hangat dari daksa tersalur ke alas tungkai mereka, lalu bersentuhan dengan bumi yang suhunya lebih netral.Hantaman kembali terdengar, menyebar di beberapa titik lain. Pintu depan, pintu dan jendela dapur, jendela kamar."Aku masih belum bisa merasakan hakinya. Siapapun mereka, pastilah para terlatih. Kita tidak bisa menghadapinya, harus meminta bantuan," ujar Fu, masih dengan suara berbisik.Tapi pada siapa? Fu tidak mungkin meminta bantuan orang-orang dari kelompoknya.Hantaman semakin keras. Suaranya sudah terdengar seperti ledakan. Shaw menggeleng pelan, tidak