Wajah Sissylia nampak berseri-seri ketika dia keluar dari kamar bersama Arcala, keduanya berbincang selama perjalanan menuju ruang makan."Bagaimana dengan pihak manajemen?" tanya Arcala perihal beberapa kontrak yang dibatalkan oleh pihak penyelenggara."Mereka sedikit keberatan, tapi mau bagaimana lagi semua sudah terjadi.""Apa mereka meminta pinalti?""Beberapa, ya dan aku sudah membayar pinaltinya." Sissylia nampak tidak keberatan jika namanya tercemar, dia menganggap ini bayaran atas kesalahannya di masa lalu."Jika ada yang meminta ganti rugi, katakan saja padaku," ucap Arcala menenangkan istrinya."Tenanglah, aku masih memiliki cukup uang untuk mengurus semua itu.""Tidak, apa yang kamu alami. Aku ikut andil di dalamnya, jadi aku harus ikut bertanggung jawab. Lagipula sekarang kamu istriku By," jawab Arcala merasa kosong dengan status baru Sissylia. Lidahnya terbiasa dengan panggilan istri untuk Ressi.Keduanya duduk di ruang makan, menantikan hidangan makan siang sambil meliha
Sissylia Fransiska, model laris yang citranya terbangun karena skandal yang terjadi antara dirinya dan seorang CEO multi-internasional yang telah berkeluarga dan memiliki anak.Media santer memberitakan keburukan seorang Sissylia Fransiska. Namun seperti sebuah peluang bagus, hal itu justru membuat namanya semakin melejit, sampai brand-brand terkenal menggunakan dirinya sebagai brand ambassador mereka.Terlebih, baik Sissy maupun sang CEO memilih bungkam dan tidak mengklarifikasi berita tersebut, dan diperparah dengan keduanya yang tidak jarang kedapatan keluar bersama."Ketika kamu menjadi buruk, maka aku harus terlihat sama buruknya denganmu." Mr CEO."This is my way of life, baik buruknya adalah jalan yang harus aku tempuh, bukan begitu?" Sissylia Fransiska.***Di sebuah apartemen.Sissy bergelung manja dalam pelukan seorang pria, wanita itu begitu menikmati malam ini. Jarang-jarang pria yang te
"Apa yang kamu bayangkan, hm?" goda Cala pada kekasihnya, "Lihatlah seperti apa tampangmu sekarang." tambahnya merujuk pada pupil Sissy yang mengecil dan matanya yang tampak berkabut.Menggelengkan kepalanya, Sissy berusaha menghilangkan bayangan erotis yang menginvasi otaknya barusan. Tiba-tiba, dia mengalungkan kedua tangannya di leher Cala, sehingga tatapannya beradu pandang dengan pria itu."Mau berdansa?" Cala bertanya sambil mengecup singkat dan mesra bibir wanitanya itu.Tidak rela dengan tindakan Cala yang melepas kecupan ringan itu, Sissy memasang wajah sedih, membuat Cala tersenyum maklum. Dia sedikit banyak dapat menebak apa yang diinginkan oleh Sissy. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Kerinduan untuk bisa terjalin satu sama lain.Jarang bertemu membuat keduanya tidak bisa selalu menghabiskan quality time berdua. Dan malam ini, dia sepenuhnya ingin menghabiskan waktunya bersama wanita yang dia cintai.
Keesokan paginya, dengan rambut tergerai basah, Sissy yang mengenakan kemeja kebesaran milik Cala terlihat berkutat di dapur. Wanita cantik itu tampak sibuk membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Terlalu serius membuat omelet, Sissy dibuat terkejut hingga wanita itu melempar spatulanya ketika Cala memeluk dan mencium titik sensitifnya yang ada di leher. Sissy melenguh lirih, menikmati perlakuan Cala saat pria itu menghisap titik tersebut sampai meninggalkan bekas kemerahan yang cukup jelas. Sampai keintiman itu diinterupsi dengan aroma gosong yang menyapa hidung keduanya. Baru saat itulah Sissy sadar dari transnya dan dengan panik mematikan kompor. Terlepas dari keintiman yang hampir membuat jantungnya copot. Menghindari perlakuan Cala yang lain yang sekiranya, sudah pasti akan membuyarkan konsentrasinya sampai ke tepi jurang. "Cala ... omeletnya gosong." Sissy menatap miris pada omelet setengah gosong di dalam pan miliknya. "Setengah gosong. Sepertinya itu masih bisa dimaka
Membuka pintu rumahnya, lalu masuk tanpa rasa bersalah sedikitpun, Cala berniat ingin pergi ke kamarnya langsung, sampai sebuah suara dari arah sampingnya membuatnya menghentikan langkah."Ingat pulang Raga?"Cala memalingkan muka ke sumber suara berasal dan mendapati orang yang menyandang status sebagai nyonya rumah ini sedang duduk dengan postur anggun sambil menyesap teh, dan ditemani dengan sifon cake yang diletakkan di atas meja.Ketika Ressi menyapa pria yang tak lain adalah suaminya, ekspresi wajahnya tampak datar seakan yang kini menatapnya balik bukan suaminya melainkan orang asing.Cala terdiam mendengar sapaan sarkas itu dan memandang wanita tersebut dengan raut datarnya."Aromamu persis seperti wanita murahan itu ... menjijikkan!" ujar Ressi lagi menyindir Cala dengan senyuman manis yang dibuat-buat.Suara yang Ressi ucapkan terdengar lembut dan tidak ada kesan menunjukkan emosi lain dari wanita itu sama sekali.
"A-apa ... ?" tidak yakin, Ressi bertanya dengan nada yang amat lirih namun masih bisa didengar oleh Cala. Berdecak pelan karena Cala malas mengulang perkataannya. Namun, dia tetap mengulanginya juga agar Ressi mendengar dengan jelas ucapannya. "Kamu mengatakan jika tidak enak badan kan? Maka istirahatlah. Biar Valeri berangkat bersamaku," ulangnya dengan lebih tegas. Mau se-tidak-suka apapun Cala pada Ressi, dia tetaplah wanita yang harus Cala perlakukan dengan baik. Tanpa pria itu sadari jika perlakuannya akan menjadi bumerang baginya di kemudian hari. "Istirahatlah, jangan melakukan aktivitas apapun. Apa gunanya aku mempekerjakan asisten rumah tangga, jika kamu tetap melakukan semuanya sendiri." gumamnya terdengar mengeluh, "Ayo Valeri, kamu sudah ambil tas kamu, baby?" "Sudah, Dad. Ada di sofa di ruang tamu." Saat berjalan keluar dari ruang makan, Valeri melompat-lompat dengan perasaan bahagia karena hari ini dia akan pergi ke sekolah bers
Setelah mati-matian berusaha mengeluarkan pertanyaan yang bercokol di kepalanya, akhirnya Valeri mampu bertanya pada sang ayah meski dengan lirih. Gadis kecil itu langsung menunduk tanpa berani menatap Cala yang masih memaku pandang padanya. Valeri merasa terintimidasi dengan aura Cala, yang terkadang tanpa sengaja pria itu keluarkan saat merasa defensif dengan hal-hal berbau Sissylia. Menarik nafas dalam, lalu mengeluarkannya dengan sedikit keras. Cala memejamkan matanya erat-erat, lalu membenturkan belakang kepalanya pada sandaran jok mobil. Dia tahu bahwa suatu saat, dia akan mendapat pertanyaan seperti ini dari putrinya. Akan tetapi dia tidak menyangka bahwa hal itu akan terjadi secepat ini. Baru saja dia merasakan bahagia bersama Sissy, tapi sekarang dia ditampar dengan kenyataan ada Valeri di sisinya, yang nantinya butuh penjelasan dari apa yang telah dia lakukan selama ini. Salahnya juga yang tidak meredam berita yang bergulir di media hingga putrinya pu
Perjalanan menuju kantor dari sekolah Valeri memakan waktu cukup lama, untung saja kantor itu milik Cala sendiri. Lagipula jam kerja di sana cukup fleksibel namun tetap menuntut tanggung jawab besar dari para karyawannya. Yah setidaknya mereka harus tahu diri meski sudah dimudahkan bekerja di perusahaan.Jahat?Ah tidak juga, hanya semua memang butuh timbal-balik kan.Sesampainya di kantor, asisten Cala sudah menunggu di pintu depan. Turun dari mobil Cala mulai mendengarkan Dera yang menuturkan apa saja jadwalnya hari ini. Cala tidak suka memiliki asisten perempuan bahkan kalau bisa dia ingin agar pegawai kantornya laki-laki semua. Bukan karena dia mendiskriminasi perempuan, hanya saja perempuan dan mulut pedasnya sudah tidak bisa ditolerir lagi.Tapi kantornya juga butuh pekerja wanita setidaknya untuk menarik klien. Ayolah ... Dia juga bukan orang yang munafik, dia hanya menjadikan pegawai wanita sebagai umpan untuk memancing klien. Si