"A-apa ... ?" tidak yakin, Ressi bertanya dengan nada yang amat lirih namun masih bisa didengar oleh Cala.
Berdecak pelan karena Cala malas mengulang perkataannya. Namun, dia tetap mengulanginya juga agar Ressi mendengar dengan jelas ucapannya. "Kamu mengatakan jika tidak enak badan kan? Maka istirahatlah. Biar Valeri berangkat bersamaku," ulangnya dengan lebih tegas.
Mau se-tidak-suka apapun Cala pada Ressi, dia tetaplah wanita yang harus Cala perlakukan dengan baik. Tanpa pria itu sadari jika perlakuannya akan menjadi bumerang baginya di kemudian hari.
"Istirahatlah, jangan melakukan aktivitas apapun. Apa gunanya aku mempekerjakan asisten rumah tangga, jika kamu tetap melakukan semuanya sendiri." gumamnya terdengar mengeluh, "Ayo Valeri, kamu sudah ambil tas kamu, baby?"
"Sudah, Dad. Ada di sofa di ruang tamu."
Saat berjalan keluar dari ruang makan, Valeri melompat-lompat dengan perasaan bahagia karena hari ini dia akan pergi ke sekolah bersama dengan daddy-nya.
Sedangkan Ressi tetap membeku di tempat duduknya. Air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya tumpah juga.
Namun Ressi bingung ekspresi seperti apa yang harus digunakan saat dia menangis seperti ini. Akankah ekspresi tangisan haru karena perhatian Cala yang mungkin saja berbeda dari yang dibayangkan, atau tangisan sedih karena sekali lagi Cala mengombang-ambingkan perasaannya yang tenggelam ke tengah lautan luas.
Yang mana kiranya pilihan yang dapat menggambarkan perasaannya sekarang?
"Kamu tolol, kamu brengsek! Kamu benar-benar laki-laki brengsek Raga! Bisa-bisanya kamu perlakukan aku seperti ini? Hatiku bahkan sudah tidak berbentuk lagi karenamu. Hatiku hancur berserakan karena kamu remukkan perlahan-lahan, bahkan setelah remuk pun kamu menginjaknya tanpa belas kasihan."
"Akan tetapi, kenapa terkadang kamu juga menghangatkan hatiku semudah itu, Raga? Kumohon, tetaplah pada sikapmu yang membenciku. Biar aku tahu bagaimana harus bersikap di hadapanmu. Jangan membuatku kehilangan arah dan tujuanku Raga ... jangan membuatku goyah." batinnya memohon dengan sedih.
Mendorong mundur kursinya, perlahan Ressi bangkit. Berjalan tanpa semangat menuju taman belakang, tempat biasa dia melamun tanpa seorang pun peduli.
"Hah, sejak kapan orang peduli padaku? Seolah semuanya baik saja. Bukankah sedari awal tidak ada satupun yang dapat membuat orang melihat dari sisi yang aku lihat?" tanyanya bergumam sendiri dengan miris.
Asisten rumah tangga yang diberi peraturan mengenai privasi di rumah besar Ragananta, tidak akan berkeliaran di tempat di mana tuan rumah berada. Mereka akan menyiapkan makanan, membersihkan rumah dan lain sebagainya saat tuan rumah belum keluar dari kamar. Jadi, meski rumah besar Ragananta memiliki banyak pekerja, tetap saja rumah itu terasa sepi.
Seperti saat Ressi tiba di halaman belakang, di sana sudah tersaji satu teko kecil teh hangat serta cangkir kesayangannya ditemani kue kering. Siapa yang menyajikannya, bahkan wanita cantik itu tidak tahu dan tidak berminat mencari tahu.
Cukuplah baginya menjatuhkan diri di dalam danau bernama Arcala Ragananta, yang menenggelamkannya tanpa pertolongan sedikit pun. Dia tidak butuh apapun lagi, apalagi kepalsuan.
***
"Ferrel, kita ke sekolah Valeri dulu ya. Dan kamu, Revan ... tetap stay di rumah, siapa tahu nyonya ingin keluar." Cala menginstruksi Ferrel dan Revan selaku driver rumah Ragananta.
"C'mon c'mon, hurry up ... Uncle Ferrel. Nanti Valeri telat."
Gadis menggemaskan itu melompat-lompat dengan riang, membuat Cala, Ferrel, dan Revan yang melihat sikap hyper aktifnya mulai khawatir jika gadis kecil itu terjatuh nantinya.
"Calm, Missy. Nanti Missy jatuh!"
"No Uncle, Valeri hati-hati kok."
Akan tetapi, tidak urung langkah Valeri selip juga, mengakibatkan gadis kecil itu hampir terjatuh. Namun, karena keseimbangan Valeri yang bagus dia pun dapat menyeimbangkan tubuhnya dan menghindarkan dirinya dari terjatuh.
"MISSY!"
"VALERI!"
"NON!"
Ketiga pria yang ada di dekat Valeri hampir saja melompat untuk menangkap Valeri secara bersamaan sebelum gadis itu benar-benar jatuh menyentuh tanah.
"Ups, sorry, Daddy. Sorry, Uncle. I'm okay ... jangan panik." Valeri mengangkat telapak tangannya sambil cengengesan. Tidak tahu saja berkat ulahnya itu ke-tiga pria dewasa di depannya hampir saja mengalami gagal jantung.
Ketiganya lalu menghela nafas dramatis, sampai tulang-tulang mereka terasa lemas dibuatnya.
"Huft, ayo baby kita berangkat," ajak Cala pada putrinya yang menggemaskan.
"Okay, Daddy."
Masuk mobil, Valeri berusaha untuk tidak petakilan karena sang daddy duduk di sampingnya dengan laptop terbuka. Jelas jika dia takut menyenggol laptop Cala, karena Valeri berpikir jika seluruh pekerjaan Cala berada di dalam sana.
Mengemudikan mobil dengan mulus, Ferrel menatap Rear-view-mirror lalu tersenyum menatap Valeri yang terlihat diam tidak banyak tingkah.
Melirik lewat ekor matanya, Valeri hampir bersorak gembira saat Cala menutup laptop dan memasukkan benda tersebut ke dalam tas kerja.
Cala merasakan kesunyian yang tidak biasa. Dia sengaja diam, karena jika dia memulai pembicaraan dengan Valeri dia harus benar-benar siap terlebih dahulu. Karena bocah itu suka sekali membuat dirinya hampir muntah darah saking terkejut dengan pertanyaan ataupun pernyataan yang dilontarkan dari mulut mungilnya tersebut.
Berkutat dengan ponselnya sejenak, hanya untuk melihat hasil photoshoot terbaru milik Sissy-nya yang diunggah di media sosial milik wanita itu. Senyum tersungging di bibir Cala saat dia menyadari bercak merah samar yang terlihat tersembunyi di balik aksesori yang wanita itu kenakan. Setelah melihat wanitanya, Cala siap untuk apapun yang akan Valeri lontarkan. Karena dia menyadari betapa Valeri yang energik berusaha keras untuk menahan diri sedari tadi.
Memasukkan handphone ke dalam saku jasnya, Cala merebahkan kepala pada sandaran jok mobil. Dengan secepat kilat, Valeri langsung menghadap sang daddy. Namun dia terlihat bingung karena tidak tahu harus memulai dari mana. Bocah kelas empat sekolah dasar itu memang dikenal memiliki kecerdasan dan attitude yang tidak banyak anak seusianya miliki.
"Daddy...,"
"Yes, baby?"
"I want to ask you?"
"What?"
"Eumm ... yesterday I watched television with mom and I saw a beautiful woman on the screen. Her name is Sissylia. Who is she, Dad?"
Bersambung…
Setelah mati-matian berusaha mengeluarkan pertanyaan yang bercokol di kepalanya, akhirnya Valeri mampu bertanya pada sang ayah meski dengan lirih. Gadis kecil itu langsung menunduk tanpa berani menatap Cala yang masih memaku pandang padanya. Valeri merasa terintimidasi dengan aura Cala, yang terkadang tanpa sengaja pria itu keluarkan saat merasa defensif dengan hal-hal berbau Sissylia. Menarik nafas dalam, lalu mengeluarkannya dengan sedikit keras. Cala memejamkan matanya erat-erat, lalu membenturkan belakang kepalanya pada sandaran jok mobil. Dia tahu bahwa suatu saat, dia akan mendapat pertanyaan seperti ini dari putrinya. Akan tetapi dia tidak menyangka bahwa hal itu akan terjadi secepat ini. Baru saja dia merasakan bahagia bersama Sissy, tapi sekarang dia ditampar dengan kenyataan ada Valeri di sisinya, yang nantinya butuh penjelasan dari apa yang telah dia lakukan selama ini. Salahnya juga yang tidak meredam berita yang bergulir di media hingga putrinya pu
Perjalanan menuju kantor dari sekolah Valeri memakan waktu cukup lama, untung saja kantor itu milik Cala sendiri. Lagipula jam kerja di sana cukup fleksibel namun tetap menuntut tanggung jawab besar dari para karyawannya. Yah setidaknya mereka harus tahu diri meski sudah dimudahkan bekerja di perusahaan.Jahat?Ah tidak juga, hanya semua memang butuh timbal-balik kan.Sesampainya di kantor, asisten Cala sudah menunggu di pintu depan. Turun dari mobil Cala mulai mendengarkan Dera yang menuturkan apa saja jadwalnya hari ini. Cala tidak suka memiliki asisten perempuan bahkan kalau bisa dia ingin agar pegawai kantornya laki-laki semua. Bukan karena dia mendiskriminasi perempuan, hanya saja perempuan dan mulut pedasnya sudah tidak bisa ditolerir lagi.Tapi kantornya juga butuh pekerja wanita setidaknya untuk menarik klien. Ayolah ... Dia juga bukan orang yang munafik, dia hanya menjadikan pegawai wanita sebagai umpan untuk memancing klien. Si
Resepsionis tersebut menelepon seseorang yang Sissy yakini adalah Xadera, asisten Cala. Mengucapkan sederet kata mengenai kehadiran Sissy dengan wajah sedikit tidak rela, juga kentara sekali memandang Sissy dengan tatapan remeh. Namun, tidak ada sepatah kata penghinaan yang keluar dari bibir tipis resepsionis tersebut. Meletakkan gagang telepon kembali, resepsionis bernama Feby itu pun memasang senyum bisnis. Kemudian mempersilahkan Sissy agar langsung menuju ruangan Arcala menggunakan lift petinggi kantor tersebut. Sissy sudah sering kemari jadi dia sangat hafal di mana letak ruangan kekasihnya itu. Berbalik menuju lift, dia merasakan punggungnya begitu panas dan lehernya meremang. Sensasi itu akan selalu dia dapatkan ketika mengunjungi Arcala dan dia harus selalu tahan dengan penghakiman orang lain. Memasuki lift, begitu pintu lift menutup dia menekan nomor lantai tujuannya. Lalu dia mematut diri pada kaca yang terpasang di dinding lift, kemeja sifon lengan panjang, rok pensil lima
Senyum Arcala mengembang saat Sissylia duduk di atas pangkuannya, meski dia lelah memikirkan rumah. Semua rasa lelahnya seakan luntur ketika dia bersama dengan kekasihnya.Masa bodoh dengan pekerjaan, dia menggaji semua karyawannya bukan untuk berleha-leha saja. Lebih bagus lagi skill Xadera sudah cukup mumpuni untuk meng-handle seluruh pekerjaannya.Hatinya bergejolak mengingat hubungan yang dia miliki, sekaligus status yang mengikatnya selama ini.Belum lagi pemberitaan mengenai dirinya dan juga Sissylia yang selama ini bergulir di media. Seakan ada orang di balik semua skandal yang di-blow up. Sebab semakin dirinya berusaha menutup pemberitaan tersebut, semakin beritanya meledak seperti bola panas.Yang menyulitkan, tiap kali dua berusaha melacak si pembuat berita. Dia pasti kehilangan jejak, seakan itu bukanlah perbuatan manusia tetapi iblis yang tak terlihat."Kamu sudah makan?" tanya Arcala pada wanita yang bergelayut manja pada dirinya."Belum, selesai photoshoot aku langsung ke
Cala suka ketika Sissy lepas seperti ini. Begitu cantik, indah di hadapannya dan itu hanya miliknya seorang.Desahan keduanya saling bersambut, bahkan tidak cukup dengan duduk di kursi. Meja kerja pun tak luput dari keduanya yang tengah meluap memadu cinta tanpa kenal lelah menghujam Sissy. Berkali-kali wanita itu mengais orgasmenya sedangkan Cala sekalipun belum menunjukkan tanda-tanda akan sampai.Kali ini imajinasi Sissy tercapai karena Sissy terlalu lemas. Namun, Cala masih belum juga selesai. Memilih karpet lembut sebagai tempat baru, Cala merebahkan Sissy di karpet tersebut. Mengangkat kedua tungkai kaki Sissy ke pundaknya, Cala menghujam lebih dalam, lebih keras berusaha mengejar orgasmenya sendiri. Terlihat dari intensitas hujaman Cala yang semakin pelan, namun dia tekan cukup lama dan dalam pada Sissy.Sissy meraih orgasme keempatnya bersamaan dengan Cala yang juga mencapai puncak. Pria itu ambruk di samping Sissy, keduanya tersengal-s
Keluar dari ruangan bosnya, Dera bersiap menuju butik yang diminta oleh Cala, setelah dia mendapat pesan dari Cala. Membuat dia sangat bernafsu menenggelamkan bosnya itu ke dalam segitiga bermuda tanpa syarat, atau menumbalkan Cala pada harimau jadi-jadian yang siapa tahu bisa membuatnya kaya raya.Yang pasti itu hanya ada dalam angan-angan Dera saja. Siapa pula yang akan menggaji dirinya jika Cala dia tumbalkan.Mengendarai mobil sendiri, Dera hanya berharap semoga saja jalanan tidak macet kali ini. Karena sejujurnya dia malas sekali untuk keluar, salahkan bosnya yang terlalu memiliki energi lebih yang diyakini baru saja terkuras habis."Ah yang benar saja, apanya yang terkuras. Yang ada juga bertambah dan bertambah."Dera menggerutu seorang diri, butik yang dimaksud Cala untungnya tidak terlalu jauh dari kantor, sehingga kini Dera sudah berada di halaman parkir butik tersebut.Saat turun dari mobil dan berjalan hendak masuk, dia bertemu den
Rasanya Xadera ingin berteriak jika Arcala dan Ressi itu cocok, sama-sama datar, pendiam dan dingin. Bedanya, diamnya Ressi meneduhkan sedangkan diamnya Cala mengandung berbagai hal yang mampu membuat orang overthinking setengah mati."Saya sedang menuju sekolah nona muda, Pak.""Kenapa kamu yang menjemput? Aku rasa aku tidak memberi perintah padamu untuk menjemput Valeri!"Berdehem sejenak, Dera bersiap untuk bercerita. "Tadi sewaktu saya berada di butik, saya bertemu dengan Ressi ... ma-maksud saya Nyonya Ressi."Cala terkejut namun dia berusaha menyamarkan keterkejutannya itu. "Lalu?""Nyonya mengatakan jika akan pergi ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya dan meminta saya untuk menjemput Nona Valeri."Cala mengangguk-angguk mengerti. Setelah sadar dengan kebodohannya dia segera menjawab Dera, "Baiklah lakukan apa pun yang diminta olehnya."Tanpa tambahan kata-kata lagi, Cala mematikan sambungan teleponnya. Dera menghela nafas
"Kak, paper bag itu apa isinya?"Matilah aku!Dia harus menjawab apa sekarang?Masa mau menjawab, 'Ini baju yang dipesan daddy kamu buat selingkuhannya yang bajunya sudah dirobek olehnya waktu berbuat mesum.'Bisa-bisa Cala akan melindas dirinya dengan buldozer atau menggilingnya di mesin penggiling biji plastik."Em, anu itu, isinya anu...,"Valeri memperhatikan Dera yang nampak sekali kesulitan untuk menjawab pertanyaan darinya."Aku mau lihat boleh Kak?"Untunglah, setidaknya bocah pintar itu ijin terlebih dahulu jadi dia bisa melarangnya."Jangan Val, nanti daddy marah. Itu pesanan klien daddy-nya Valeri," ujar Dera was-was.'Klien your eyes Dera, klien mana yang mesum dengan partner kerjanya?' batin Dera memaki dirinya sendiri."Baiklah."Haruskah dia bersujud di kaki Valeri sekarang juga atau Ressi atau Cala yang sudah mengajarkan bocah 10 tahun ini sopan santun yang sangat luar biasa?&nb