"Apa yang kamu bayangkan, hm?" goda Cala pada kekasihnya, "Lihatlah seperti apa tampangmu sekarang." tambahnya merujuk pada pupil Sissy yang mengecil dan matanya yang tampak berkabut.
Menggelengkan kepalanya, Sissy berusaha menghilangkan bayangan erotis yang menginvasi otaknya barusan. Tiba-tiba, dia mengalungkan kedua tangannya di leher Cala, sehingga tatapannya beradu pandang dengan pria itu.
"Mau berdansa?" Cala bertanya sambil mengecup singkat dan mesra bibir wanitanya itu.
Tidak rela dengan tindakan Cala yang melepas kecupan ringan itu, Sissy memasang wajah sedih, membuat Cala tersenyum maklum. Dia sedikit banyak dapat menebak apa yang diinginkan oleh Sissy. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Kerinduan untuk bisa terjalin satu sama lain.
Jarang bertemu membuat keduanya tidak bisa selalu menghabiskan quality time berdua. Dan malam ini, dia sepenuhnya ingin menghabiskan waktunya bersama wanita yang dia cintai.
"Ayo masuk, kita putar musik lalu berdansa." ajak Cala dengan tatapan lembut yang mampu membuat Sissy meleleh hatinya.
Tetap membawa Sissy dalam pelukannya, Cala berjalan masuk. Sesampainya mereka di dalam kamar, Cala mencari-cari tab-nya yang dia temukan di atas nakas. Ia mengintip sejenak pop-up chat yang nampak di tab tersebut. Lalu mengabaikan chat itu seakan chat yang masuk tidak penting sama sekali. Semenit kemudian, terdengar suara instrumen musik yang merdu dari playlist lagu di dalam tab-nya.
Lagu yang lembut mengalun lirih di ruangan temaram tersebut, membuat Sissy tersenyum sambil merapatkan diri pada Cala yang memeluk pinggangnya erat. Sissy menyandarkan kepalanya pada dada bidang pria itu, seolah benar-benar menikmati malam ini. Persis sama seperti malam-malam lain yang telah mereka lalui bersama selama ini.
"Cala...." panggil Sissy dengan suara bergetar. Mendadak dia jadi ragu-ragu, ketika akan menanyakan sesuatu kepada pria yang bergerak lembut ke sana ke mari seiring tempo lagu.
"Ada apa? Katakan saja, aku mendengarkan."
Cala mengecup puncak kepala Sissy dengan hikmat, membuat perasaan wanita itu dipenuhi kehangatan.
Sampai akhirnya Sissy merasa diyakinkan untuk menanyakan suatu hal yang tadi membuatnya sedikit ragu untuk membuka mulut. "Valeri ... Bagaimana kabarnya?"
Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia melihat Valeri.
Cala tidak langsung menjawab, sebagai gantinya dia melirik Sissy untuk memastikan bahwa wanitanya benar-benar menanyakan soal putrinya.
"Baik ... Valeri sangat baik. Dia tumbuh menjadi gadis yang manis, kritis, dan suka beradu argumen denganku."
Sissy tersenyum lembut mendengar penuturan Cala. Dia bertanya karena teramat menyukai gadis kecil itu.
"Terdengar sangat kamu sekali," komentarnya kemudian.
"Benar yang kamu katakan. Kenapa Valeri tidak mewarisi sifat mommy-nya sedikit pun?"
"Mungkin lebih baik jika begitu." sahut Sissy lirih. Wanita cantik itu menunduk dengan sendu.
Karena lagu telah usai, Cala menghentikan gerakan dansanya. Ia mengangkat dagu Sissy, ingin melihat mengapa kekasihnya menunduk. Sungguh, dia suka dengan klaim itu 'kekasihnya' terdengar sangat merdu mengalun di telinganya.
"Apa yang menyebabkan kamu bersedih?" tanya Cala dengan alis terangkat, menunjukkan kebingungannya.
Menatap mata Cala, air mata Sissy hampir tumpah. Dia memalingkan muka, berniat menyembunyikan tangisnya, namun gerakan pria itu lebih cepat darinya. Melihat tetesan basah di pipi Sissy membuat Cala dengan penuh perhatian menghapus air mata itu dengan ujung jarinya.
"Apa aku telah menyakitinya, Cala?"
Meski Sissy tidak menyebutkan nama, ia tahu siapa yang dimaksud oleh kekasihnya tersebut.
"Tidak, tidak sama sekali. Keadaan lah yang membuat kita seperti ini," sanggah Cala mencoba menenangkan walau ucapannya itu tak lebih dari kebohongan untuk menghindari mereka dari merasa bersalah.
"Tapi aku bisa memilih Cala, dan sayangnya pilihanku telah melukai banyak orang." ujarnya dengan senyum sedih. Dia memiliki pilihan itu, menjauh dari pria ini dan menghindari melukai orang lain, tapi yang dia lakukan justru kebalikannya.
"Please... don't be like this, Baby. I love you, I love you so much, you know that, right?" ujar Cala menyatakan perasaannya, "Apapun dirimu, bagaimanapun keadaanmu, tidak akan ada yang berubah. Semuanya tetap sama. Aku tetap akan mencintaimu. Jadi kumohon ... don't cry, it's hurt me so much."
Dengan gelisah, Cala memeluk dan mengecup puncak kepala Sissy. Namun rasanya tetap belum cukup baginya untuk menunjukkan betapa berartinya wanita ini di dalam hidupnya. Dia tidak akan membiarkan kekasihnya memiliki pemikiran seperti itu. Sissynya harus bahagia, tidak boleh terluka sedikit pun.
Ruangan itu dipenuhi atmosfer kesedihan yang menyebabkan keduanya terdiam. Cala kemudian menghela Sissy ke tempat tidur mereka, menidurkan wanita itu di sana.
"Istirahatlah, kamu pasti lelah." ujarnya seraya mengecup kening Sissy lembut.
Keduanya kembali bergelung di dalam selimut yang sama, menghabiskan sisa malam dengan saling memeluk satu sama lain, sampai lelap menenggelamkan mereka ke dasar buaian mimpi.
Bersambung…
Keesokan paginya, dengan rambut tergerai basah, Sissy yang mengenakan kemeja kebesaran milik Cala terlihat berkutat di dapur. Wanita cantik itu tampak sibuk membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Terlalu serius membuat omelet, Sissy dibuat terkejut hingga wanita itu melempar spatulanya ketika Cala memeluk dan mencium titik sensitifnya yang ada di leher. Sissy melenguh lirih, menikmati perlakuan Cala saat pria itu menghisap titik tersebut sampai meninggalkan bekas kemerahan yang cukup jelas. Sampai keintiman itu diinterupsi dengan aroma gosong yang menyapa hidung keduanya. Baru saat itulah Sissy sadar dari transnya dan dengan panik mematikan kompor. Terlepas dari keintiman yang hampir membuat jantungnya copot. Menghindari perlakuan Cala yang lain yang sekiranya, sudah pasti akan membuyarkan konsentrasinya sampai ke tepi jurang. "Cala ... omeletnya gosong." Sissy menatap miris pada omelet setengah gosong di dalam pan miliknya. "Setengah gosong. Sepertinya itu masih bisa dimaka
Membuka pintu rumahnya, lalu masuk tanpa rasa bersalah sedikitpun, Cala berniat ingin pergi ke kamarnya langsung, sampai sebuah suara dari arah sampingnya membuatnya menghentikan langkah."Ingat pulang Raga?"Cala memalingkan muka ke sumber suara berasal dan mendapati orang yang menyandang status sebagai nyonya rumah ini sedang duduk dengan postur anggun sambil menyesap teh, dan ditemani dengan sifon cake yang diletakkan di atas meja.Ketika Ressi menyapa pria yang tak lain adalah suaminya, ekspresi wajahnya tampak datar seakan yang kini menatapnya balik bukan suaminya melainkan orang asing.Cala terdiam mendengar sapaan sarkas itu dan memandang wanita tersebut dengan raut datarnya."Aromamu persis seperti wanita murahan itu ... menjijikkan!" ujar Ressi lagi menyindir Cala dengan senyuman manis yang dibuat-buat.Suara yang Ressi ucapkan terdengar lembut dan tidak ada kesan menunjukkan emosi lain dari wanita itu sama sekali.
"A-apa ... ?" tidak yakin, Ressi bertanya dengan nada yang amat lirih namun masih bisa didengar oleh Cala. Berdecak pelan karena Cala malas mengulang perkataannya. Namun, dia tetap mengulanginya juga agar Ressi mendengar dengan jelas ucapannya. "Kamu mengatakan jika tidak enak badan kan? Maka istirahatlah. Biar Valeri berangkat bersamaku," ulangnya dengan lebih tegas. Mau se-tidak-suka apapun Cala pada Ressi, dia tetaplah wanita yang harus Cala perlakukan dengan baik. Tanpa pria itu sadari jika perlakuannya akan menjadi bumerang baginya di kemudian hari. "Istirahatlah, jangan melakukan aktivitas apapun. Apa gunanya aku mempekerjakan asisten rumah tangga, jika kamu tetap melakukan semuanya sendiri." gumamnya terdengar mengeluh, "Ayo Valeri, kamu sudah ambil tas kamu, baby?" "Sudah, Dad. Ada di sofa di ruang tamu." Saat berjalan keluar dari ruang makan, Valeri melompat-lompat dengan perasaan bahagia karena hari ini dia akan pergi ke sekolah bers
Setelah mati-matian berusaha mengeluarkan pertanyaan yang bercokol di kepalanya, akhirnya Valeri mampu bertanya pada sang ayah meski dengan lirih. Gadis kecil itu langsung menunduk tanpa berani menatap Cala yang masih memaku pandang padanya. Valeri merasa terintimidasi dengan aura Cala, yang terkadang tanpa sengaja pria itu keluarkan saat merasa defensif dengan hal-hal berbau Sissylia. Menarik nafas dalam, lalu mengeluarkannya dengan sedikit keras. Cala memejamkan matanya erat-erat, lalu membenturkan belakang kepalanya pada sandaran jok mobil. Dia tahu bahwa suatu saat, dia akan mendapat pertanyaan seperti ini dari putrinya. Akan tetapi dia tidak menyangka bahwa hal itu akan terjadi secepat ini. Baru saja dia merasakan bahagia bersama Sissy, tapi sekarang dia ditampar dengan kenyataan ada Valeri di sisinya, yang nantinya butuh penjelasan dari apa yang telah dia lakukan selama ini. Salahnya juga yang tidak meredam berita yang bergulir di media hingga putrinya pu
Perjalanan menuju kantor dari sekolah Valeri memakan waktu cukup lama, untung saja kantor itu milik Cala sendiri. Lagipula jam kerja di sana cukup fleksibel namun tetap menuntut tanggung jawab besar dari para karyawannya. Yah setidaknya mereka harus tahu diri meski sudah dimudahkan bekerja di perusahaan.Jahat?Ah tidak juga, hanya semua memang butuh timbal-balik kan.Sesampainya di kantor, asisten Cala sudah menunggu di pintu depan. Turun dari mobil Cala mulai mendengarkan Dera yang menuturkan apa saja jadwalnya hari ini. Cala tidak suka memiliki asisten perempuan bahkan kalau bisa dia ingin agar pegawai kantornya laki-laki semua. Bukan karena dia mendiskriminasi perempuan, hanya saja perempuan dan mulut pedasnya sudah tidak bisa ditolerir lagi.Tapi kantornya juga butuh pekerja wanita setidaknya untuk menarik klien. Ayolah ... Dia juga bukan orang yang munafik, dia hanya menjadikan pegawai wanita sebagai umpan untuk memancing klien. Si
Resepsionis tersebut menelepon seseorang yang Sissy yakini adalah Xadera, asisten Cala. Mengucapkan sederet kata mengenai kehadiran Sissy dengan wajah sedikit tidak rela, juga kentara sekali memandang Sissy dengan tatapan remeh. Namun, tidak ada sepatah kata penghinaan yang keluar dari bibir tipis resepsionis tersebut. Meletakkan gagang telepon kembali, resepsionis bernama Feby itu pun memasang senyum bisnis. Kemudian mempersilahkan Sissy agar langsung menuju ruangan Arcala menggunakan lift petinggi kantor tersebut. Sissy sudah sering kemari jadi dia sangat hafal di mana letak ruangan kekasihnya itu. Berbalik menuju lift, dia merasakan punggungnya begitu panas dan lehernya meremang. Sensasi itu akan selalu dia dapatkan ketika mengunjungi Arcala dan dia harus selalu tahan dengan penghakiman orang lain. Memasuki lift, begitu pintu lift menutup dia menekan nomor lantai tujuannya. Lalu dia mematut diri pada kaca yang terpasang di dinding lift, kemeja sifon lengan panjang, rok pensil lima
Senyum Arcala mengembang saat Sissylia duduk di atas pangkuannya, meski dia lelah memikirkan rumah. Semua rasa lelahnya seakan luntur ketika dia bersama dengan kekasihnya.Masa bodoh dengan pekerjaan, dia menggaji semua karyawannya bukan untuk berleha-leha saja. Lebih bagus lagi skill Xadera sudah cukup mumpuni untuk meng-handle seluruh pekerjaannya.Hatinya bergejolak mengingat hubungan yang dia miliki, sekaligus status yang mengikatnya selama ini.Belum lagi pemberitaan mengenai dirinya dan juga Sissylia yang selama ini bergulir di media. Seakan ada orang di balik semua skandal yang di-blow up. Sebab semakin dirinya berusaha menutup pemberitaan tersebut, semakin beritanya meledak seperti bola panas.Yang menyulitkan, tiap kali dua berusaha melacak si pembuat berita. Dia pasti kehilangan jejak, seakan itu bukanlah perbuatan manusia tetapi iblis yang tak terlihat."Kamu sudah makan?" tanya Arcala pada wanita yang bergelayut manja pada dirinya."Belum, selesai photoshoot aku langsung ke
Cala suka ketika Sissy lepas seperti ini. Begitu cantik, indah di hadapannya dan itu hanya miliknya seorang.Desahan keduanya saling bersambut, bahkan tidak cukup dengan duduk di kursi. Meja kerja pun tak luput dari keduanya yang tengah meluap memadu cinta tanpa kenal lelah menghujam Sissy. Berkali-kali wanita itu mengais orgasmenya sedangkan Cala sekalipun belum menunjukkan tanda-tanda akan sampai.Kali ini imajinasi Sissy tercapai karena Sissy terlalu lemas. Namun, Cala masih belum juga selesai. Memilih karpet lembut sebagai tempat baru, Cala merebahkan Sissy di karpet tersebut. Mengangkat kedua tungkai kaki Sissy ke pundaknya, Cala menghujam lebih dalam, lebih keras berusaha mengejar orgasmenya sendiri. Terlihat dari intensitas hujaman Cala yang semakin pelan, namun dia tekan cukup lama dan dalam pada Sissy.Sissy meraih orgasme keempatnya bersamaan dengan Cala yang juga mencapai puncak. Pria itu ambruk di samping Sissy, keduanya tersengal-s