..bab 24“Nggak apa apa, nggak usah cari ribut.”Asma ini aneh, aku tolongin malah dia kayak marah. Padahal jelas jelas tadi dia mau dilecehkan. Kami kembali ke lapangan, saat ketua BEM kembali lirikannya begitu tajam kepada kami. Aku pun akan membuat pengaduan atas dirinya. Enak aja, ini nggak bisa dibiarkan.Selesai tugas hari ini, aku niatnya mau menemui pengurus kampus. Kenapa orang seperti Arga ini dibiarkan memimpin membimbing para mahasiswa baru. Kelakuan aja begitu, wajar kalau kampusnya sepi dan nggak banyak para calon siswa baru.“Ikut gue,” ajakku pada Asma dan Bima.“Ada apa?”“Ketemu ketua dan pimpinan kampus di sini. Gue mau melapor si Arga itu.”“Udah lah, Lang. Jangan diperpanjang, kita pulang aja yuk!” ajak Asma.“Asma, kita nggak bisa diam aja kalau ada pemimpin yang kelakuannya kek gitu. Bukan bener kita sekolah, tapi makin hancur dunia perkuliahan. Sekolah bukan makin rame, makin sepi yang ada. Yuk!”“Duh, gue ketinggalan cerita nih. Ada apa?” tanya Bima.“Lang,
Bab 25“Dia juga minta tolong gue lewat mimpi, Lang. Kayaknya memang dia nggak beres meninggalnya. Gue sempat jengukin dia ke rumah sakit saat itu, dia cuma nangis dan bilang minta maaf doang. Gue pikir, pas kabar meninggal itu kek firasat nih. Nggak tahu, gimana bisa meninggal kita pun nggak tahu.”“Gimana kalau kita ke sana?” tanyaku.“Ke mana?”“Ke rumah Marimar.”“Jangan sekarang, udah sore dan gue juga kudu bantuin saudara yang ada di rumah buat tahlilan. Lain waktu saja. Lagian, ini juga bukan kabar baru. Dia kan meninggal udah hampir sebulan berutanya.”“Oya? Noval yang kasih tahunya kemarin.”“DIa nggak uptodate mungkin. Tapi, kok dia bisa tahu ya?”“Nah, ini yang bikin penasaran. Gue pengin tahu aja cerita aslinya. Kalau Noval tahu, pasti ini ada hal yang kita semua nggak boleh tahu.”Asma pun mengedikkan bahu dan berdiri. Dia membayar makanan kami dan menyeretku keluar dari tempat makan.“Jangan coba coba ngurusin kasus kayak gitu, Lang, Ingat, lo pernah berteman sama hal ya
..Bab 26Ingat tentang dunia lain, pernah suatu masa di saat masih ingusan bahkan kencing masih belok, bapak bilang aku punya teman dari alam lain. Namanya Jihan. Cuma berhasil dipisahkan sejak aku sunat dan aku pun tak tahu alasan alasan itu. Entah beneran sudah dipisahkan atau memang terpisah dengan suatu sarat tertentu. Sekarang, mungkikah dunia lain itu masih menjadikan alasan Mamak dan Bapak setakut itu aku mengenal mereka lebih jauh?Hari kedua ke kampus, aku mendapati Kak Arga yang songol itu mengerjai mahasiswa lain. Aku yang sudah dinasehati Asma untuk tak berurusan dengannya malah jadi penasaran. Siapa tahu lelaki itu siluman serigala jadi jadian yang hobi mengurung wanita di tempat lain dan dilecehkan dahulu sebelum jadi tumbal.Terasa sekali aura kembang kuburan padahal lorong itu begitu sepi. Aku pamit pada Asma untuk ke toilet, tapi aku tak mau melihat ke mana si ketua BEM gila itu membawa mahasiswa baru lagi. “Coba ambil saja kalau bisa,” ucap Kak Arga yang melakukan
..Bab 27Asma mengedikkan bahu, lalu menengok ke belakang di mana teman barunya yang lain memanggil. Asma memang memiliki pribadi yang baik dan sangat lemah lembut sampai dengan mudah mendapatkan teman baru di kampus ini dalam hitungan jam. Sedangkan aku? Dua teman masa lalu aja jarang banget datang. Apalagi teman baru. Mungkin jika aku mengakrabkan diri dengan mahasiswa lain, mudah saja. Hanya saja, memulai sesuatu dari nol hanya mudah dilakukan oleh petugas pom bensin saja. Lelaki yang punya sifat insecure akan susah cari teman baru di lingkungan baru tentunya.Asma sedang mengobrol dengan temannya itu sedangkan aku duduk sambil bermain ponsel. Aku mengirim pesan pada Bima dan Noval untuk menanyakan ke mana mereka pergi karena tak ada di kampus. Bisa bisanya mereka bisa sebebas itu tanpa berangkat ke kampus padahal sudah mendaftar jadi mahasiswa di universitas yang sama denganku.“Gue chek up ke rumah sakit, jadi belum bisa berangkat,” balas Bima.Masuk akal. Dia kan memang masih
Alamat sudah di tangan. Asma memberikanku malam ini dan berharap besok aku bisa ke rumah Sari. Aku pun menghadapi seharian ini di kampus dengan Bimo dan Noval, keduanya sudah berangkat.“Gak ada Asma, lemes?” kekeh Noval.“Bukan lah, kalian tuh yang lemes. Banyakan omongnya,” ucapku.“Habis ini mau ke mana kita? Nongki?” ajak Noval.“Gue ada kerjaan, gak bisa nongkoi.Kalian nggak sah minta ikut.” “Memang mau ke mana?” tanya Bima.“Ngapel cewek dong,” ucapku membuat kedua orang temanku itu menyorakiku."Dasar Gilang, gak ada kapoknya godain cewek mulu, padahal dipacari aja nggak. Ujung ujungnya, balik ke Asma lagi," kekeh Noval.Mereka sudah tahu jika aku suka sekali menggoda wanita, tapi mereka juga tahu jika aku begitu hanya sebatas iseng saja. Hanya Asma yang selalu pergi ke mana mana denganku, bahkan seperti ingus dan upil yang tak bisa dipisahkan. Hari ini aku melihat Arga tidak di ruangan itu. Melainkan dia mengajak teman temannya pergi entah ke mana. Aku tak peduli, tapi aku m
Cukup lama aku menyaksikan proses ruqyah Sari. Hingga akhirnya Sari membuka matanya dan seperti bingung ia ada di mana.“Lo di tempat Yai Husni, tempat guru gue,” ucapku pada Sari sebelum dia bertanya.“Kok aku di sini? Kamu yang bawa?”“Masa nggak ingat kalau lo yang mau ikut?”Kyai Husni tersenyum, lalu memberikan kembali minum. Para santri diperbolehkan beristirahat lalu kami duduk bertiga, bersila saling menghadap.“Saya kenapa ya, Pak Yai?” tanya Sari yang akhirnya sudah bisa berbicara meski lemah.“Kamu terkena guna guna seseorang dan biasanya kalau nggak lekas diobati, bisa mati. Beruntung langsung dibawa ke sini, kamu sudah akan dijadikan tumbal seseorang yang mengambil kesadaran kamu,” ucap Pak Yai.Mungkin Pak Yai tak mengatakan seluruhnya, tapi aku sudah tahu hal semacam ini dari cerita Bapak. Dulu bapak juga begitu. Hanya saja, Bapak itu ketemu sama mamak yang orangnya gak mudah jatuh cinta atau patah hati. Mamak itu tomboy meski akhirnya jatuh cinta juga.“Kok bisa, Pak Y
“Kamu dari mana saja jam segini baru pulang?” tanya Mamak saat aku baru sampai di rumah.“Biasa lah, Mak. Anak bujang kok,” jawabku.Kunaikkan kaki di atas kursi, ikut makan makanan yang dimasak oleh Mamak. Mamak dan Bapak sampai heran melihatku pulang pulang langsung menghabiskan makanan yang ada di sana.“Kamu doyan apa lapar, Lang? Makan di eling loh, adikmu sampai nggak kebagian gitu?” ucap Bapak.“Lapar banget, Pak. Tadi gak sempat makan di pesantren.”“Pesantren? Memang kamu dari sana?” tanya Mamak dengan tatapan tanpa kedip ke arahku.“Iya, nganterin temen kampus tadi. Jadi pulangnya sore. Tadi Gilang sempat ngerasa nggak beres dengan tuh anak, jadi dibawa ke pesantren. Eh, tahunya dia kena guna guna. Kasihannya, Pak, dia udah nggak perawan. Udah nggak cocok jadi calon mantunya mamak deh,” jawabku.pletak!“Aduh, Mak. Kok Gilang malah digetok?” tanyaku seraya mengusap kepalaku.“Namanya musibah, bukannya didoakan yang baik baik malah ngomongnya gitu. Jodoh nggak ada yang tahu.”
“Tidak, dia ada di pesantren dan kami datang ke sini untuk meminta izin terlebih dahulu. Semoga saat kembali nanti, Sari sudah baik baik saja.”“Memangnya ada apa?” tanya wanita itu.“Sakit, sedang ditangani oleh Ustad di pesantren kami.”“Sakit apa memangnya? Kok ustad yang menangani?”“Dia diganggu jin, dan ada yang berniat jahat padanya, Bi. Maaf, kami belum bisa membawanya pulang karena kasihan.”“Jahat gimana? Mas, Mba, selama ini dia memang rada rada stres. Dia itu pasti cuma akting, dia itu begitu biar aku kasihan sama dia dan nggak minta bantuan dia buat urus urus ini itu. Namanya orang males ya gitu. Di mana pondoknya? Biar aku minta Johan jemput!” sentak si wanita yang meruapakan bibi Sari.Aku pun semakin yakin, memberikan informasi keberadaan Sari saat ini pasti akan membuatnya dalam bahaya. Akhirnya aku pun berusaha untuk menengangkan wanita paruh baya itu agar tidak marah marah di depan banyak orang.“Gini aja, Bu. Gimana kalau IBu ke sananya nanti aja kalau udah sembuh?