แชร์

4. Rahasia Demi Rahasia

ผู้เขียน: Aulia Hazuki
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-09-27 23:18:50

Hari itu tanpa ada peringatan sebelumnya, Rissa batal bertemu sang CEO. Pesan itu disampaikan Marissa selepas Pak CEO selesai bertemu Direktur.

“Maaf, Miss Rissa. Sepertinya Pak CEO sedang tidak berkenan untuk ditemui,” katanya. Ekspresi wajahnya saat itu terlihat agak khawatir. Dia tidak memberi tahu alasannya lebih jauh pada Rissa karena itu bukan urusannya. Dia juga tidak tahu lebih jauh alasan Pak Jona tidak mau bertemu dengan Rissa.

Rissa mengangguk.

“Oh, baik Miss. Lalu kapan saya akan bertemu dengan Pak Jona? Sepertinya semua karyawan baru harus bertemu dengan beliau,” katanya. Dia takut bahwa bertemu dengan Pak Jona adalah suatu keharusan bagi karyawan baru dan bisa berabe jika dia tak kunjung juga bertemu dengan sang CEO. Dia takut akan disuruh resign atau semacamnya. Padahal dia masih karyawan kontrak selama tiga bulan.

Pertamanya Marissa mengangguk, lalu tiba-tiba dia menggeleng.

“Ya, memang begitu peraturannya, Miss. Tapi untuk saat ini, Pak CEO tidak berkenan untuk ditemui. Nanti akan kami informasikan lebih jauh saa beliau siap untuk ditemui,” katanya. Keanggunannya agakhilang karena dia kembali terlihat khawatir. Mengapa Marissa khawatir dengan Pak Jona? Atau dia khawatir dengan dia dan anaknya? Karena sepertinya tadi Pak Jona dan Pak Aidan bertengkar ...

Pertengkaran itu juga sepertinya sangat panas. Setelah kata-kata buruk yang didengarnya, terdengar gebrakan meja, lalu pintu dibuka dengan keras, dan pintu yang menutup dengan debam yang keras. Sepertinya Pak Aidan meninggalkan Pak Jona dalam kondisi marah. Kenapa mereka bertengkar sampai seperti itu di kantor?

Tapi sudahlah, itu bukan urusannya. Dia lalu kembali ke ruangan divisinya, yang anehnya, terlihat ditutup tirai semua. Memang, sejak beberapa pekan lalu, jendela-jendela tak pernah dibuka lagi dan ruangan diterangi dengan lampu. Padahal ada banyak jendela-jendela besar. Tapi tidak, ruangan justru diterangi dengan lampu dan AC dinyalakan tanpa henti.

“Aku nggak suka cahaya matahari,” kata Miss Dewinta. Dia bekerja di ruangan yang sama dengan rekan-rekan di bawah divisinya, jadi mereka biasanya menuruti kemauannya. Lagipula teman-temannya juga anehnya tidak mengeluhkan hal itu.

“Pantas Miss Dewinta pucet banget. Dia jarang kena sinar matahari, apalagi kerja di dalem ruangan terus,” kata Rissa pada Ifan.

Ifan tersenyum lemah. Dia tampak kurang sehat hari ini karena dia pucat sekali. Hal itu menjadikan dia kurang aktif dari biasanya. Rissa menggeser kursinya hingga ke bilik Ifan.  

“Iya emang. Eh tahu nggak peraturan kantor diubah. Bakalan nggak ada shift pagi lagi di semua divisi. Pemasaran, media sosial, bahkan buat pemotretan model pun bisanya sore dan malam aja. Shift pagi khusus buat divisi produksi di perusahaan lain,” katanya.

Rissa terkejut.

“Iyakah?”

Biasanya jam mulai kerja kantor adalah jam 8 sampai jam 4 sore. Dia sudah biasa berangkat mulai jam 6 untuk menghindari macet sehingga dia sampai di kantor biasanya jam 8 kurang.

“Iya. Jadi mulai minggu depan kita kerja mulai jam 4 sampai jam 10 malam atau jam 12 malam sampai jam 4 pagi. Jam kerjanya lebih singkat. Katanya lebih menguntungkan kita.”

“Kamu nggak pernah baca grup kantor ya?” Ifan lalu tertawa kecil.

Rissa menepuk jidatnya.

“Iya! Aku emang jarang buka medsos kantor,” katanya.

“Oh iya kamu belum ketemu Pak Jona ya?” tanya Ifan tiba-tiba. Dia memperhatikan Rissa dengan saksama.

Rissa menggeleng.

“Belum. Aku penasaran. Katanya dia cakep banget. Udah berumur tapi kelihatan muda,” katanya.

Ifan mengangguk.

“Emang. Btw pantes kamu belum berubah,” katanya tiba-tiba.

Rissa mengernyitkan dahi. Apa kata Ifan tadi?

“Hah berubah? Apa maksudnya?” tanyanya bingung.

Ifan langsung kelihatan salah tingkah seperti tadi dia salah bicara.

“Ah, enggak. Enggak apa-apa. Aura kamu, maksudnya. Setelah ketemu Pak Jona biasanya aura orang jadi berubah. Mungkin karena kecakepannya kali ya, ha ha ha!” Ifan lalu tertawa kikuk. Dia langsung buru-buru balik ke biliknya dan menghilang dalam pekerjaannya.

***

Sore itu, selepas bekerja Miss Dewinta menraktir mereka ke sebuah restoran terkenal. Restoran itu terkenal dengan sajian steaknya. Katanya restoran itu sering menangani masakan untuk perusahaan jadi dia membawa mereka ke sana.

“Wah ada apa Miss kok traktir-traktir segala?” kata Jovanka. Dia terlihat senang dan memandang sekeliling restoran dengan antusias. Restoran saat itu tidak terlalu ramai.

“Salute! Untuk merayakan perubahan dalam divisi kita!” kata Dewinta lalu mengangkat gelasnya.

Semua orang mengikutinya. Pesanan segera berdatangan. Rissa melihat semua pesanan teman-temannya.

“Serius kalian pesan rare dan medium rare?” katanya. Dia melihat tingkat kematangan daging teman-temannya. Dia langsung mual manakala Gita mengiris steaknya dan ada darah yang mengalir. Bukankah itu steak rare? Dia paham tingkat kematangan steak dan kaget melihat penampakan steak Gita.  

“Medium rare itu enak, Ris,” kata Miss Dewinta. Dia lalu mengiris steaknya sendiri, yang sepertinya tak sabar ingin dimakannya dengan segera. 

Semua temannya segera makan dengan penuh kenikmatan. Rissa menelan ludah. Dia sendiri memesan steak welldone. Dia selalu memesan steak matang, karena dia benar-benar tidak bisa makan steak yang masih mentah. Dia heran pada orang yang bisa makan steak mentah hingga setengah mentah.

“Enak, lho Ris,” kata Jovanka segera. Dia lalu menyuap daging besar yang masih berwarna merah terang. Potongan yang masuk ke mulutnya sangat besar seakan dia tak sabar untuk makan dalam potongan-potongan kecil.

“Juicy dan mmm ... nggak terbayangkan rasanya!” katanya sambil mencecap penuh kenikmatan.

Ah biarlah, kenapa aku ngurusin hal itu? pikir Rissa. Mereka lalu minum wine yang berwarna merah darah. Sementara dia sendiri meminum jus. Dia tidak bisa minum wine.

Ifan mencecap winenya dengan penuh kenikmatan, begitu juga dengan teman-teman lainnya.

“Nanti kamu juga bakal berubah dan suka minum wine sama steak rare, Miss,” kata Ifan kemayu ketika Rissa memperhatikannya dengan serius.

“Selera orang berubah mengikuti selera pasar, hi hi hi,” lanjutnya dan meneruskan minum winenya.

Rissa mengernyit. Apakah ini maksudnya menyesuaikan dengan selera orang kantor? Tapi Ifan benar juga. Di kantornya yang lama, Rissa biasa berpakaian biasa saja dan memakan makanan yang biasa saja. Tapi kini, di kantor elite macam JW Company, selera dia menjadi lebih “mahal”. Dia menjadi lebih melek mode, begitu juga teman-temannya yang selalu memakai pakaian bergaya saat di kantor. Mereka juga kerap makan di restoran mewah seperti restoran ini.

“Ssst, Miss, hati-hati,” kata Miss Dewinta sambil memperingatkan Ifan. Ifan lalu buru-buru melihat Rissa dan berkata.

“Ups, maaf Miss saya tidak tahan, hi hi hi,” katanya segera dan terkikik.

Rissa kembali mengernyitkan dahinya. Apa maksud Miss Dewinta? Kenapa dia menyuruh Ifan untuk berhati-hati? Apakah ada yang salah dengan kalimat-kalimat Ifan tadi?

Tapi Miss Dewinta lalu memandang Rissa dan bulu kuduk Rissa langsung berdiri ...

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Jerat Kematian CEO Maut   5. Wanita yang Terbaring Sendirian

    Setelah itu anehnya Rissa tak pernah lagi mendapatkan perintah dari atasannya untuk bertemu Pak Jona lagi dan dia merasa aneh soal itu. Jujur, dia jadi merasa agak berbeda dengan teman-teman yang sudah bertemu dengannya. Teman-temannya sendiri tak mau membahas pertemuan mereka dengan sang CEO. Kata mereka hal itu rahasia dan mereka sudah diperintahkan untuk tidak memberitahu siapa pun yang belum pernah bertemu dengan Pak Jona. “Nanti kamu juga bakalan tahu kok,” kata Gita segera sambil memperhatikan riasannya ketika Rissa bertanya padanya dengan murung. Kulitnya padahal sudah putih pucat sempurna tapi setiap beberapa menit sekali dia pasti akan mengambil cermin dan memeriksa wajahnya. Dia juga memulas kembali lipstik merah marunnya. “Kamu pake perawatan apa sih kulitmu jadi mulus gitu?” tanya Rissa iri. Dia melihat bahwa kulit Gita benar-benar mulus seolah tanpa cela. Bahkan dia tak bisa melihat pori-pori wajah temannya itu saking terlihat sempurnanya.

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-09-27
  • Jerat Kematian CEO Maut   6. Kebenaran Tentang sang CEO

    Pak Jona memperhatikan daftar karyawan yang ada di depannya. “Ini semua karyawan baru yang belum bertemu dengan saya?” tanyanya serius. Dia melihat daftar teratas sampai dengan yang paling bawah. Total ada lima belas orang yang berasal dari divisi yang berbeda. Miss Marissa mengangguk. “Iya, Pak,” katanya segera. Dia memperhatikan raut wajah bosnya dengan saksama, menunggu reaksi selanjutnya dari Bosnya. Pak Jona menghela napas. “Baik. Panggil mereka satu persatu hari ini,” katanya. Dia lalu menaruh daftar karyawan itu lalu mnyandarkan tubuhnya di kursinya dan menutup matanya. Tangannya memegang pelipis. Marissa lalu memandangnya, keningnya tiba-tiba berkerut. Dia memperhatikan Pak Jona. “Maaf Pak, bagaimana keadaan Bu Claudia?” tanyanya dengan penuh perhatian. Pak Jona membuka matanya dan memandangnya. “Masih sama seperti sebelumnya. Kita dikejar waktu, Marissa,” katanya. Tatapannya, yang begitu sedih dan men

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-09-28
  • Jerat Kematian CEO Maut   7. Nasib Rissa

    Jadi ... apakah ini maksud semua teman-temannya kemarin? Bahwa Pak Jona tidak seperti kelihatannya karena dia memang ... bukan manusia? Dan teman-temannya terus menerus berkata soal perubahan ... Jadi ... apakah mereka sekarang berubah menjadi ... vampir juga? Rissa tersentak ketika dia menyadari satu persatu perubahan temannya. Kulit yang pucat, menyukai daging mentah ... hingga ... gigi taring Gita! Ya, dia ingat apa yang aneh dari mulut Gita, gigi taringnya berubah memanjang! Astaga ... Rissa gemetar bukan main membayangkan semua itu. Jadi semua penampilan elegan rekan-rekannya di kantor ini bukan sebuah kebetulan karena mereka bekerja di kantor elit? Tapi karena mereka ... diubah menjadi vampir? Dia berada di kantor penuh vampir! “Tapi ... kenapa ... kenapa ...” Dia menatap Pak Jona, matanya membelalak lebar. Pak Jona menyeringai. “Aku membutuhkan sesuatu dari kalian. Sesuatu yang hanya bisa kudapatkan dari mengubah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-09-28
  • Jerat Kematian CEO Maut   8. Kebenaran

    Rissa bermimpi berada di awang-awang. Tubuhnya terasa begitu ringan dan terayun-ayun. Pandangannya berkabut dan tidak jelas. Dia merasa seakan pikiran dan tubuhnya tak terhubung satu sama lain. Apakah seperti ini kematian? Membuat dirinya seolah terayun-ayun seperti bayi dalam dekapan ibunya? pikirnya. Rasanya sangat nyaman, membuatnya tak ingin terbangun. Tiba-tiba dia ingat bagaimana dia mati, bagaimana proses kematiannya, dan dia rasanya ingin menjerit. “Ssst ... ssst! Tidak apa-apa ...” Suara siapa itu tadi? pikirnya. Dia seperti mendengar suara seseorang. Suara asing itu menenangkannya. Nadanya sangat indah, seperti suara musik. Dia jadi ingin tertidur lagi ... Tapi tidak. Sesuatu seperti menyengat tubuhnya dengan sangat kuat dan menyakitkan. Ketika dia berkonsentrasi untuk menemukan inti rasa sakitnya, dia kembali teringat momen sebelum kematiannya ... “Tidak!” jeritnya lagi. “Kenapa dia? Apa racunnya ma

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-09-28
  • Jerat Kematian CEO Maut   9. Keterkejutan Rissa

    Tapi rupanya bukan hanya dia yang terkejut, tapi juga Aidan. “Apa? Apa maksud ayah?” seru Aidan dengan segera. “Kenapa ayah membuat keputusan mendadak seperti itu?” lanjutnya dengan kaget. Pak Jona memandang anaknya. “Ibumu dan aku sudah setuju. Kami merasa sangat berterima kasih pada Rissa dan ...” “Keterlaluan!” seru Aidan segera. Dia lalu berjalan marah keluar meninggalkan ruangan. Dia melewati begitu saja Rissa yang sedang terenyak. Pak Jona tak mempedulikannya. Dia menoleh pada Rissa yang masih terlalu kaget untuk meresponnya. “Nah, bagaimana menurut Anda?” tanyanya dengan penuh harap. Rissa memandang Pak Jona dengan tatapan “Apakah Anda bercanda?” “Tidak! Saya tidak mau!” serunya segera. Dijodohkan dengan orang yang tidak dikenalnya? Setampan apa pun dia? Dia jelas tidak mau! Tapi Pak Jona tidak menggubrisnya. Sepertinya dia sedang larut dalam euforia karena istrinya sudah pulih. “Kami akan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-09-29
  • Jerat Kematian CEO Maut   10. Putra Sang CEO

    Grup media sosial divisi Rissa malam itu ramai dengan berita. Jovanka : Istri Pak CEO udah pulih gaes! Jovanka : Udah sembuh! Jovanka : Kalian tahu kan, beliau sakit udah setahunan ini! Miss Dewinta : Astaga Miss Jova, padahal berita ini baru sampai ke telinga saya beberapa jam lalu. Jovanka : Hehe Jovanka : Maaf Miss. Saya denger dari anak media sosial tadi. Miss Dewinta : Iya gapapa kok. Santai aja Miss Gita : Katanya berobat di Singapur? Kanker? Jovanka&nb

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-03
  • Jerat Kematian CEO Maut   11. Sebuah Kejutan

    Aidan lalu memintanya untuk masuk ke ruang meeting yang sedang kosong. Hati Rissa semakin berdebar. Apa yang akan Aidan katakan padanya? Mengapa harus memilih tempat yang berbeda dan tidak berbicara di depan teman-temannya saja?“Tolong jangan salah paham,” kata Aidan langsung ke intinya.Rissa kembali melongo. Sebagian karena ketampanan Aidan dari dekat, dan sebagian karena perkatannya yang membingungkan. Nada suaranya tegas dan terkesan “tidak perlu dibalas, iyakan saja”.Aidan memang sangat tampan dari dekat. Tubuhnya tinggi atletis, bahunya bidang. Wajahnya proporsional, campuran manis dan tampan, dengan kulit pucat khas vampir. Matanya indah dan terlihat cerdas. Dia mewarisi ketampanan dari ayahnya dan wajah manis dari ibunya. Rissa sangat mengagumi Aidan ...Tapi perkataannya sungguh membingungkan. Kenapa dia berkata agar Rissa tidak salah paham?“Anda memang telah menyelamatkan ibu saya, tapi perkataan

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-04
  • Jerat Kematian CEO Maut   12. Pesta Ulang Tahun Perusahaan

    “What?” tanya Ifan. “Kenapa kamu disebut, Rissa?” lanjutnya dengan bingung. Dia memandang Rissa dengan tatapan yang mendekati tatapan syok. Mulutnya melongo kaget. Dan bukan dia sendiri yang terkejut. Rissa sendiri juga melongo heran dan berpikir dia salah dengar. Tapi tidak, semua orang memang sedang menatapnya kini. Teman-teman setimnya malah sedang kasak-kusuk. “Apa? Apa dia bilang? Rissa calon keluarga baru?” tanya Gita kaget. “Bukan! Anggota keluarga yang baru!” kata Jovanka sambil terperangah. “Kamu nggak berdiri, Miss?” tanya Miss Dewinta, yang walaupun juga syok tapi tetap ingat untuk mengutamakan sopan santun di mana pun dan di situasi apa pun. “Eh, oke Miss!” Rissa segera berdiri dengan canggung. “Dan telah hadir pula, CEO JW Company dan Keluarga!” si pembaca acara mengumumkan. Perhatian semua orang segera beralih pada kehadiran Pak Jona dan keluarganya. Istri Pak Jona memang sudah hadir, dan dia memang

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-10-06

บทล่าสุด

  • Jerat Kematian CEO Maut   Epilog

    It's a beautiful night, we're looking for something dumb to doHey baby, I think I wanna marry youIs it the look in your eyes or is it this dancing juice?Who cares, baby, I think I wanna marry youWell, I know this little chapel on the boulevard we can goNo one will know, oh, come on girlWho cares if we're trashed, got a pocket full of cash we can blowShots of patron and it's on, girlDon't say no, no, no, no, noJust say yeah, yeah, yeah, yeah, yeahAnd we'll go, go, go, go, goIf you're ready, like I'm readySuara band mulai berkumandang di pesta pernikahan antara Daniela dan Trevis. Lagu-lagu yang dimainkan mereka rupanya adalah semua lagu-lagu pilihan Daniela dan Trevis! Semua tamu sangat menikmati lagu-lagu itu. Bahkan beberapa bergoyang sambil tertawa-tawa. Suasana pesta yang sangat meriah!Di atas panggung tampak Daniela dan Trevis duduk menghadap pa

  • Jerat Kematian CEO Maut   77. Akhir Bahagia

    Tiga hari sebelumnyaRissa tampak tidak tenang. Dia sudah mendengar bahwa anaknya telah selamat. Bahwa salah satu pelayan Mr. Johann telah membawa bayinya kembali ke Indonesia, jauh dari Angeline Johann yang telah menculiknya. Pelayan itu membawa anaknya dalam kondisi yang baik-baik saja. Ethan tidak kekurangan apa-apa satupun juga.Jika itu benar, maka itu adalah hal yang paling ditunggunya! Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan anaknya! Hatinya sangat sakit menahan kerinduan pada Ethan! Sudah berapa hari dan malam dilaluinya tanpa bersama Ethan ... Sudah berapa hari dilaluinya tanpa bisa mencium bayinya ... Dia sangat merindukan semua momen bersama bayinya!Maka siang itu ketika Mr. Jona kembali dari kantor, dia membawa pula Amelia yang sedang menggendong Ethan.“Rissa, Rissa! Lihat, ini Ethan!”Dia mendengar suara Mrs. Claudia memanggilnya. Dan hatinya langsung terasa terloncat dar

  • Jerat Kematian CEO Maut   76. Penyelidikan

    “Hai, Trevis!” Melvin memanggil sahabatnya yang baru keluar dari kantor ayahnya. Dia sendiri memang sedang berencana untuk menemui ayahnya saat dia bertemu Trevis. “Habis dari kantor ayah?” tanyanya. Dia melihat bahwa Trevis tampak habis melalukan pembicaraan yang cukup serius, dilihat dari raut wajahnya. Trevis mengangguk. “Yoi. Aku ke sini buat kasih abu si Angeline,” jelasnya. Melvin bersiul. “Ah! Ayah bilang kalo abunya bakal dilarung atau dibuang ke langit. Ide yang bagus,” katanya. Trevis mengangguk. Dia lalu bergidik membayangkan akan menemui abu Angeline yang jatuh dari langit. Dia bahkan tidak akan mau memegang abu Angeline. Itu seperti membayangkan dia masih ada, hanya saja dalam genggaman tangannya. “Semoga saja ayahmu tidak menyimpan abu itu. Hiiiy itu akan terlalu menakutkan.” Dia lalu memeluk dirinya sendiri, merasa ngeri. Melvin tergelak. “Bahkan dalam kematian pun dia masih bisa

  • Jerat Kematian CEO Maut   75. Kekalahan yang Indah

    CTASSS!!!Kapak itu berhasil mengenai leher Angeline! Melvin berhasil membunuh Angeline!Melvin memperhatikan dengan jantung seolah akan keluar dari dadanya ketika serangannya berhasil mengenai leher Angeline. Dan kali ini Angeline tidak berhasil lolos kembali dari serangannya!“Akhirnyaaa!!!” seru Trevis dengan lega. Dia lalu bangkit dari tubuh Angeline yang sudah tidak bergerak. Dia lalu terkapar di lantai, seperti kelelahan. Padahal yang letih adalah batinnya. Dia sudah muak bertarung tiada henti dengan Angeline yang sangat sulit untuk dikalahkan. Dia sudah sudah kesal dengan wanita itu yang tidak hentinya menyerang, berteriak, dan memaki.“Kau hebat, Melvin,” katanya.Melvin menggeleng, dia lalu ikut terduduk di sebelah Trevis.“Kita yang hebat,” katanya.“Dia bener-bener ... ampun deh nggak tahu lagi gimana ngomongnya,” kata Trevis sambil menggelengkan kepalanya. Dia membay

  • Jerat Kematian CEO Maut   74. Sebuah Pertarungan Tanpa Akhir

    DUAKKK!!!“Aaaargh!!!” seru Melvin segera. Dia memegangi kedua kakinya dengan ekspresi sangat kesakitan. Angeline baru saja memukul area di antara dua kakinya tepat saat dia sedang mengayunkan kapak padanya. Kapak itu lalu terjatuh berkelontang di lantai.“HA HA HA!!!” seru Angeline puas. Dia menatap Melvin dengan pandangan yang membara.“KAU PIKIR KAU AKAN BISA MEMBUNUHKU?!”“Mimpi saja kau!!!”“Tak akan aku biarkan aku mati semudah itu!!!”Trevis segera menghampiri Melvin. Tapi sebelumnya dia menampar Angeline.PLAKKK!!!Tawa Angeline langsung berhenti. Dia menatap Trevis dengan pandangan marah bukan main.“DIAM KAU!!!” seru Trevis hilang kesabaran.Angeline menggerung.“BERANINYA KAU MENAMPARKU!”Trevis meledak marah. Dia sudah tidak sabar lagi dengan pertarungan yang seakan tidak ada habisnya ini

  • Jerat Kematian CEO Maut   73. Pertarungan Yang Sengit

    “Mr. Jona! Kami menemukan keberadaan Angeline Johann!” seru salah satu bawahan Mr. Jona.Ada dua orang yang sedang berdiri di hadapan Mr. Jona sekarang. Dua orang itu sedang memberikan laporan pada bos mereka itu.Mr. Jona langsung berdiri. Ekspresi wajahnya tampak terkejut sekaligus senang.“Benarkah?! Di mana?” tanyanya segera.“Di Volkshotel Amsterdam, Pak!” jawab bawahannya segera.“Kami tahu ini dari Frida Gustav! Dia adalah bawahan dari Mr. Johann dan Angeline Johann!” lanjut mereka dengan segera.Ya, sambil menunggu kepulangan Melvin dan Trevis, Mr. Jona telah mengutus para bawahannya untuk mencari keberadaan Angeline. Mereka akhirnya mendapatkan informasi dari Frida, yang memberi informasi kepada mereka dengan senang hati. Ya, Frida telah memutuskan untuk berkhianat dari Angeline! Dia sudah muak menuruti segala perintah dari Angeline.Dia selalu berkomunikasi secara

  • Jerat Kematian CEO Maut   72. Misi Penyelamatan

    “Apa!?”“Anda bercanda kan, Dokter?” Mrs. Claudia langsung histeris. Dia segera memandang Rissa yang masih tertidur dengan nyenyaknya. Dia tidak tahu bahwa semua orang sedang membicarakannya.Dokter Andreas menggeleng. Dia memandang Mrs. Claudia, lalu memandang Rissa, dan balik memandang Mrs. Claudia sekali lagi.“Sayangnya saya tidak sedang bercanda dan tidak mungkin saya bercanda soal ini. Miss Rissa kemungkinan besar akan mati jika keadaan dia seperti ini terus. Energi hidupnya sudah habis. Dia tak mungkin bertahan jika seperti ini keadaannya. Dia perlu asupan energi untuk bertahan hidup.”“Dan saya tak mungkin terus-menerus memberikan darah padanya lewat infus. Dia harus makan dan minum,” lanjutnya.Memang, untuk sementara waktu Dokter Andreas memasang infus pada Rissa dengan isi darah. Hal itu cukup menopang hidup Rissa untuk sementara waktu.Wajah Daniela memucat.&ld

  • Jerat Kematian CEO Maut   71. Rissa Akan Mati!

    “Lama sekali!!”Angeline menggerutu sambil melihat ke arah jam tangannya. Di sebelahnya, Amelia dengan gugup terus melihat dirinya dan sekelilingnya sambil menggendong Ethan yang terus menangis.Angeline menggeram.“Tidak bisakah kau membuat dia berhenti menangis?” tanyanya dengan kesal.Amelia langsung terlihat gugup.“Sa ... saya tidak tahu apa yang membuat dia menangis!” katanya terbata-bata.Orang-orang mulai melihat ke arah mereka. Untung saat itu Angeline memilih untuk menggunakan kacamata hitam sehingga tidak ada yang tahu keanehan matanya.Angeline menggeram. Pastilah saat itu mereka terlihat seperti ibu dan baby sitternya yang sedang ribut di bandara! Dia sama sekali tidak ingin menarik perhatian saat itu. Tapi Ethan justru sudah menarik perhatian pada mereka sekarang! Betapa kesalnya Angeline saat itu!“Jangan terlalu menarik perhatian, Amelia!” serunya kembali,

  • Jerat Kematian CEO Maut   70. Rencana Angeline

    “Ethan? Ethan?! Di mana kamu, Nak?”Rissa memanggil anaknya berulang kali. Dia merasa gelisah sekali. Dan entah kenapa, ketakutan. Dia ingat bahwa dia tak pernah setakut ini dalam hidupnya. Seolah kejadian buruk sedang terjadi pada dirinya, atau sedang akan terjadi.Siang itu Rissa bermimpi aneh sekali. Dia berada di sebuah ruangan kosong yang tidak dikenalnya. Ruangan itu seluruhnya berwarna putih bersih. Dia tidak menyukai ruangan itu. Ketika dia mengeluarkan suara, gaungnya langsung terdengar ke seluruh ruangan dengan volume dua kali lipat lebih keras. Ruang itu juga menguarkan aura yang meresahkan. Rissa pernah bermimpi seperti ini sebelumnya dan dia tidak menyukai mimpi itu. Mimpi itu selalu merupakan pertanda buruk baginya.Dia tidak tahu bagaimana dia bisa berada di ruangan itu. Seingatnya tadi sebelum tertidur dia masih berada di kamar, bersama Ethan yang sedang menyusu padanya. Satu-satunya yang ada di ruangan itu

DMCA.com Protection Status