Tapi rupanya bukan hanya dia yang terkejut, tapi juga Aidan.
“Apa? Apa maksud ayah?” seru Aidan dengan segera.
“Kenapa ayah membuat keputusan mendadak seperti itu?” lanjutnya dengan kaget.
Pak Jona memandang anaknya.
“Ibumu dan aku sudah setuju. Kami merasa sangat berterima kasih pada Rissa dan ...”
“Keterlaluan!” seru Aidan segera. Dia lalu berjalan marah keluar meninggalkan ruangan. Dia melewati begitu saja Rissa yang sedang terenyak.
Pak Jona tak mempedulikannya. Dia menoleh pada Rissa yang masih terlalu kaget untuk meresponnya.
“Nah, bagaimana menurut Anda?” tanyanya dengan penuh harap.
Rissa memandang Pak Jona dengan tatapan “Apakah Anda bercanda?”
“Tidak! Saya tidak mau!” serunya segera. Dijodohkan dengan orang yang tidak dikenalnya? Setampan apa pun dia? Dia jelas tidak mau!
Tapi Pak Jona tidak menggubrisnya. Sepertinya dia sedang larut dalam euforia karena istrinya sudah pulih.
“Kami akan memperkenalkan Anda pada acara ulang tahun perusahaan minggu depan! Sekaligus mengumumkan kesembuhan istri saya!” serunya.
Dia segera memencet sebuah bel dan seorang wanita muncul.
“Ini adalah asisten saya. Sekarang dia akan melayani Anda juga. Dia akan menemani Anda berbelanja untuk pesta dansa di acara ulang tahun perusahaan!” katanya.
Semuanya terlalu cepat untuk Rissa. Si asisten membungkuk padanya dan berkata.
“Mari Nona, saya antar Anda keluar. Saya akan menemani Anda berbelanja.”
Dia lalu menunjuk pintu keluar dan Rissa yang masih melongo hanya bisa mengikuti petunjuknya.
Ruang yang barusan ditinggalkannya ternyata adalah kamar di lantai dua. Si asisten lalu menunjuk sebuah tangga untuk ke lantai satu. Rissa melongo lagi. Rumah yang dimasukinya sangatlah besar dan megah! Lantainya terbuat dari marmer putih, dan ada lamp gantung luar biasa besar di tengah ruangan, jauh tinggi di atasnya di dinding atas yang seperti katedral. Dinding-dindingnya tinggi, dengan jendela-jendela tinggi juga dan gorden besar yang sangat mewah dan kelihatan berat. Di lantai satu terdapat lorong yang menuju ke ruang tamu. Rissa tak tahu seperti apa penampakan ruang tamu itu karena dia tidak melewatinya. Di depan tangga ada dua vas besar berisi bunga kering.
Si asisten lalu menunjuk pintu keluar, mempersilahkannya untuk keluar duluan. Rissa tak mampu menolak atau bereaksi lain kecuali mengikuti instruksi si asisten.
Sudah ada mobil besar menunggu di depan serambi, dan si sopir meloncat keluar begitu melihatnya. Dia lalu membuka pintu mobil agar Rissa bisa masuk. Untuk sejenak Rissa merasa ragu, tapi apa yang bisa dia lakukan?
Mereka lalu berkendara ke sebuah mall dan masuk ke sebuah toko busana bermerk yang sangat terkenal yang selama ini hanya bisa dibayangkan oleh Rissa untuk dimasukinya.
“Tolong pilihkan beberapa stel gaun untuk Nona Rissa. Modelnya formal dengan panjang sampai mata kaki.” Si asisten memberi instruksi pada pelayan toko.
Si pelayan toko lalu mengangguk dan berkata,
“Lewat sini, Miss. Ada ruang tunggu sementara saya memilihkan pakaian untuk Anda.”
Rissa mengangguk dan mengikuti si pelayan toko. Dia lalu memasuki sebuah ruang tunggu mewah. Si pelayan toko memberi tanda pada pelayan toko lain dan dalam beberapa menit, ada secangkir teh hangat mengepul di depan Rissa.
“Tunggu sebentar Miss,” kata si pelayan pertama. Dia lalu beranjak pergi. Rissa duduk menunggu, si asisten berdiri di sebelahnya.
Mimpi apa aku semalam? Sampai akhirnya jadi begini? katanya tak habis pikir dalam hati. Dia lalu meminum teh di depannya dan terkesima dengan kelezatan teh itu. Itu jelas-jelas teh dengan kualitas premium.
Beberapa saat kemudian si pelayan toko kembali dan membawa lima stel gaun mewah.
“Silakan Miss, dicoba satu persatu,” katanya lalu menunjuk ruang ganti.
Rissa mengangguk dan si asisten membawakan pakaian untuknya. Si asisten kemudian mengulurkan satu pakaian untuk dicobanya sebelum dia masuk ke ruang ganti.
Gaun pertama bukan main cantiknya. Warnanya hitam dengan permata kecil-kecil menghiasi depan gaun. Gaun itu berbahan ringan dengan kait di belakang leher dan punggung terbuka.
Si asisten mengetuk pintu beberapa saat kemudian.
“Saya akan memberikan gaun kedua, Miss,” katanya lalu dia menyelipkan gaun kedua padanya.
Gaun kedua berwarna merah. Bahannya lebih tebal dan tidak menerawang. Lengannya panjang dan ada belahan dari bawah lutut sampai ke mata kaki. Dia tidak menyukai gaun itu karena membuatnya tampak terlalu seksi.
Gaun ketiga berwarna biru tua. Dia cukup menyukai gaun itu, yang berbahan ringan juga. Tapi belahan dadanya terlalu mencolok baginya sehingga dia memutuskan untuk tidak memilih pakaian itu.
Gaun keempat berwarna hitam lagi. Modelnya berbeda tapi sama cantik dan anggunnya. Gaun itu cukup berat sehingga dia merasa kesulitan saat bergerak.
Gaun terakhir berwarna perak. Keringanan gaun itu memukaunya, juga desainnya yang sederhana tapi tampak mewah. Gaun itu dari bahan sifon dipadu brokat yang sangat cantik. Di ujung gaun itu ada bunga mawar besar yang menjadikan gaun itu tambah cantik.
Gaun mana yang harus dipilihnya antara gaun nomor satu dan terakhir? Tapi akhirnya dia memilih gaun terakhir karena sesuai dengan seleranya.
Tapi sebentar.
Bagaimana dengan harganya? Di dompetnya ada uang, namun tidak banyak... Gaun ini pasti berharga di atas satu juta...
Ketika dia keluar ruang ganti dengan gugup, si asisten mengangguk menyetujui pilihannya. Dia segera memandunya untuk pergi ke kasir. Rissa tambah gugup.
“Maaf Miss saya tidak membawa cukup ...” katanya tapi si asisten tak mempedulikannya. Ketika sampai di kasir dia mengeluarkan kartu berwarna hitam. Rissa tersentak. Tidak mungkin! Apakah itu sebuah black card? Kartu yang hanya bisa dimiliki segelintir orang?
Rissa menelan ludah. Tapi si asisten tak memperhatikan keterkejutannya. Dia segera menoleh pada Rissa setelah selesai membayar.
“Saya akan menemani Anda pula berbelanja aksesoris dan sepatu. Mari kita ke toko sepatu dulu yang lebih dekat,” katanya.
Rissa hanya bisa mengangguk. Mereka lalu ke toko sepatu terkenal dan sama mewahnya dengan toko baju yang baru ditinggalkannya dan membeli sebuah sepatu perak yang sewarna dengan gaunnya. Ada permata-permata kecil di sepatu itu yang harganya mungkin di atas gajinya sebulan.
Setelah itu mereka lalu menuju ke toko perhiasan. Si asisten membantu memilihkan anting, kalung dan gelang untuknya. Total harganya yang mencapai lima juta lebih membuat Rissa kembali menelan ludah.
Apakah aku boleh berbelanja semua ini? Tapi dari tadi si asisten tak menunjukkan ketidaksetujuannya ...
“Sudah selesai. Kami akan mengantar Anda pulang ke rumah dengan semua barang belanjaan Anda,” kata si asisten.
Semua bagai mimpi untuk Rissa setelahnya. Dia masuk kembali ke mobil dengan segala belanjaannya dan diantar pulang ke rumah. Ketika dia turun dari mobil, si asisten membantunya membawakan belanjaannya masuk ke rumah. Rissa tiba-tiba merasa malu saat si asisten masuk ke rumahnya yang sederhana tapi si asisten tak berkomentar apa-apa.
Sebelum pulang, si asisten mengatakan sesuatu yang seolah meruntuhkan dunianya.
“Untuk pernikahan Anda nanti, saya juga akan menemani Anda berbelanja gaun pengantin dan aksesorisnya.”
Rissa tersentak. Apa maksudnya dengan pernikahan?
Grup media sosial divisi Rissa malam itu ramai dengan berita. Jovanka : Istri Pak CEO udah pulih gaes! Jovanka : Udah sembuh! Jovanka : Kalian tahu kan, beliau sakit udah setahunan ini! Miss Dewinta : Astaga Miss Jova, padahal berita ini baru sampai ke telinga saya beberapa jam lalu. Jovanka : Hehe Jovanka : Maaf Miss. Saya denger dari anak media sosial tadi. Miss Dewinta : Iya gapapa kok. Santai aja Miss Gita : Katanya berobat di Singapur? Kanker? Jovanka&nb
Aidan lalu memintanya untuk masuk ke ruang meeting yang sedang kosong. Hati Rissa semakin berdebar. Apa yang akan Aidan katakan padanya? Mengapa harus memilih tempat yang berbeda dan tidak berbicara di depan teman-temannya saja?“Tolong jangan salah paham,” kata Aidan langsung ke intinya.Rissa kembali melongo. Sebagian karena ketampanan Aidan dari dekat, dan sebagian karena perkatannya yang membingungkan. Nada suaranya tegas dan terkesan “tidak perlu dibalas, iyakan saja”.Aidan memang sangat tampan dari dekat. Tubuhnya tinggi atletis, bahunya bidang. Wajahnya proporsional, campuran manis dan tampan, dengan kulit pucat khas vampir. Matanya indah dan terlihat cerdas. Dia mewarisi ketampanan dari ayahnya dan wajah manis dari ibunya. Rissa sangat mengagumi Aidan ...Tapi perkataannya sungguh membingungkan. Kenapa dia berkata agar Rissa tidak salah paham?“Anda memang telah menyelamatkan ibu saya, tapi perkataan
“What?” tanya Ifan. “Kenapa kamu disebut, Rissa?” lanjutnya dengan bingung. Dia memandang Rissa dengan tatapan yang mendekati tatapan syok. Mulutnya melongo kaget. Dan bukan dia sendiri yang terkejut. Rissa sendiri juga melongo heran dan berpikir dia salah dengar. Tapi tidak, semua orang memang sedang menatapnya kini. Teman-teman setimnya malah sedang kasak-kusuk. “Apa? Apa dia bilang? Rissa calon keluarga baru?” tanya Gita kaget. “Bukan! Anggota keluarga yang baru!” kata Jovanka sambil terperangah. “Kamu nggak berdiri, Miss?” tanya Miss Dewinta, yang walaupun juga syok tapi tetap ingat untuk mengutamakan sopan santun di mana pun dan di situasi apa pun. “Eh, oke Miss!” Rissa segera berdiri dengan canggung. “Dan telah hadir pula, CEO JW Company dan Keluarga!” si pembaca acara mengumumkan. Perhatian semua orang segera beralih pada kehadiran Pak Jona dan keluarganya. Istri Pak Jona memang sudah hadir, dan dia memang
Selepas makan malam, ada acara santai. Tamu bisa berdiri dan meregangkan kaki mereka sambil ngobrol atau mengambil minuman yang ada di bar mini. Rissa sendiri memilih keluar di balkon yang menghadap ke halaman belakang perusahaan. Dia ingin mencari angin di tengah suasana pesta yang dirasakannya mulai terasa sumpek. Dia juga tak ingin kembali ke tempat teman-temannya karena pasti mereka akan merongrongnya dengan segala macam pertanyaan. Rissa tak ingin kepalanya menjadi pening.Angin terasa dingin, apalagi gaunnya dari bahan yang tipis dan modelnya sedikit terbuka. Tapi lama-kelamaan dia terbiasa dan merasa nyaman. Rissa berdiri di sana sambil membawa cocktailnya. Minuman itu terasa sangat nikmat, walaupun dia heran bahwa vampir ternyata bisa merasakan hal lain kecuali darah manusia.Tiba-tiba dirasakannya hembusan angin dingin di kulitnya yang kini sepucat mayat dan memang dia sekarang adalah mayat hidup. Dia tidak mati tapi juga tidak hidup. Kenyataan itu me
“Apa?!!” “Kenapa kau masih berhubungan dengan gadis itu?!” Sang CEO murka. Istrinya segera menegurnya karena mereka sekarang sedang jadi bahan tontonan semua tamu. “Ssst, sayang, para tamu memperhatikan kita!” Tapi Mr. Jona sedang tak memperhatikan siapa pun saat itu kecuali anak pertamanya dan wanita yang dibawanya. “Sudah ayah bilang jangan berhubungan lagi dengan dia!” tunjuknya pada si wanita. Tangan Aidan bergerak menurunkan tangan ayahnya. “Jangan tunjuk-tunjuk dia seperti itu, ayah!” “Aku ingin berdansa dengannya malam ini. Tolong, musik putar kembali.” Dia segera meraih lengan gadis itu dan mengajaknya ke tengah ruangan. Gadis itu melihat sekeliling dengan gugup tapi tetap terlihat anggun. Dada Mr. Jona bergerak naik turun. Dia mendengus keras lalu pergi meninggalkan ruangan, diikuti dengan istrinya. Rissa menonton adegan itu dalam diam. Siapa wanita itu? pikirnya. Kenapa Pak CEO san
Wajah Rissa memerah seperti kepiting rebus. Melvin Wirawan menatapnya dalam kemeja kasual yang ditarik sampai siku dan celana bahan.“Ayo masuk, Miss Rissa! Atau kau mau berlama-lama di sana dan masuk angin?” katanya jenaka.Ha ha ha. Rissa merasa ingin tertawa sinis. Sebagai vampir, mana mungkin mereka akan masuk angin? Kulit mereka saja lebih dingin daripada malam paling dingin.Dia lalu segera masuk dan mendapati isi rumah itu membuatnya melongo lagi. Menyambut di depannya, ada aula super besar yang bisa menampung seratus orang jika sedang pesta, dengan lantai marmer putih yang berkilauan, serta lampu gantung sangat besar yang menggantung di langit-langit tinggi seperti katedral. Lurus di depannya ada tangga ganda yang terbuat dari kayu yang dipelitur cokelat tua yang sangat anggun, yang besarnya tiga kali rentang badannya. Jendela-jendela besar rumah itu dipasangi gorden besar yang berwarna abu-abu anggun dengan hiasan ukiran yang s
“Apa?” Rissa hampir tak dapat menahan pekikan kagetnya.Mr. Jona memandangnya dengan serius.“Saya menjodohkan Anda dengannya agar dia menjauh dari gadis itu. Tapi dia tak juga menjauh! Saya mohon terima permintaan saya, Miss Rissa,” katanya.Mulut Rissa menganga. Apa dia tidak salah dengar? Apa yang barusan didengarnya? Mr. Jona ingin dia mendekati Aidan? Apa dia gila?“Mr. Jona! Tolong jangan bercanda dengan saya!” katanya, tak dapat menahan rasa kesal dalam suaranya.Mr. Jona segera menggeleng.“Anda pikir saya mau bercanda soal hal ini? Tidak! Saya tidak ingin Aidan menjalin hubungan lagi dengan gadis itu! Tak akan saya biarkan Aidan sampai ... sampai menikah dengan dengan gadis itu!” katanya dengan nada tinggi seolah emosi. Dia seperti membayangkan Aidan bisa sampai menikah dengan Gianna Huang. Tidak! Dia jelas-jelas tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi!&ldquo
“Apa kabar, Miss Rissa?” tanya Melvin lalu tersenyum lebar. Dia membawa Rissa ke ruang pertemuan kantor. Ruang itu sangat besar, membuat Rissa merasa kecil karena dia hanya berdua dengan Melvin di sana. Melvin sedang memandangnya dengan penuh arti.Mau apa dia? Kenapa dia memandangku seperti itu? Kembali perasaan tidak enak langsung menggelayutinya.Rissa mengernyit.“Anda tentunya tidak menemui saya hanya untuk menanyakan kabar saya, bukan?” tanyanya curiga.Melvin Wirawan tak mampu menahan tawa. Rissa segera was-was jika suara tawanya terdengar oleh orang di luar.“Anda orang yang cerdas dan cepat tanggap, Miss Rissa. Saya suka,” pujinya.Kernyitan Rissa semakin mendalam. Kenapa sih orang ini? Terlalu banyak basa-basi. Melvin kembali memandang dirinya dengan penuh arti.“Miss Rissa,” katanya akhirnya setelah sekian lama terdiam.“Say